Share

Bab 129. Kepergok

Penulis: Eka wa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-03 20:58:05

Malam ini dia bekerja keras mempelajari isi kitab. Yang dikhawatirkan Sekar Pandan dan Raden Prana Kusuma terbukti. Malam itu, Selasih menutupi tubuh atasnya dengan selimut hitam. Tidak lupa wajahnya ditutupi kain hitam pula.

Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, perempuan itu melesat ke atas atap rumah yang telah berlubang. Kaki tanpa alas itu berjalan mengendap-endap di atap rumah. Angin malam yang dingin menyapa wajahnya. Dia menuju atap kamar Sekar Pandan.

Pelan, tangannya membuka genting atap kamar Sekar Pandan. Di bawah sana, gadis yang menebarkan bau harum alami itu masih membaca lepih. Bibir Selasih tersenyum lebar.

"Sebentar lagi kitab itu akan menjadi milikku."

Selasih mencoba ikut membaca lepih di tangan Sekar Pandan dari atas. Jarak yang jauh dan terbatasnya pencahayaan, membuat perempuan itu kesusahan dalam membaca. Itu makin membuat dia penasaran ingin membacanya. Tanpa sadar, tangannya menggeser genting.

Selasih me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 130. Kenangan Pahit Masa Lalu

    "Kau tidak punya hak berbicara," sentak Nenek Bunga Seruni berang. Wanita itu tidak suka ada orang luar turut campur dalam urusan pribadinya."Dia gadis yang aku cintai, tentu berhak membelanya," bantah Raden Prana Kusuma tidak mau kalah. Nenek Bunga Seruni melotot. Matanya yang lebar makin lebar dan menyeramkan."Kalian semua ingin melawanku?! Majulah. Aku tidak gentar menghadapi kalian." Nenek Bunga Seruni kembali memasang kuda-kuda. Darahnya mendidih karena orang-orang muda ini mulai berani padanya.Melihat kemarahan gurunya, Sekar Pandan menjatuhkan diri bersimpuh di depan Nenek Bunga Seruni. Gadis belasan warsa itu menyatukan kedua telapak tangan di depan dada. Wajah jelitanya mendongak dan memelas. Nenek Bunga Seruni memalingkan muka dengan tidak suka."Walaupun kau duduk bersimpuh seharian, itu tidak akan mengubah pendirianku, Sekar Pandan," gumam wanita tua itu ketus."Nenek Bunga Seruni, aku mengenal banyak penggawa di istana Maj

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 131. Perebutan Kitab Godhong Usodo

    Selasih terus berlari memanggul tubuh Sekar Pandan yang pingsan. Sinar bulan separuh membantu wanita cantik itu mengenali jalan di Lembah Seribu Bunga. Dia berlari mengikuti arah cahaya bulan. Sesekali melompati semak bunga liar atau kayu kering yang tumbang.Sekar Pandan yang berada di atas pundak Selasih mulai memejamkan matanya. Gadis bisu itu mengerahkan hawa murni untuk melepaskan totokan Selasih ditubuhnya. Usahanya berhasil. Perlahan kekuatan totokan Selasih memudar. Saat Selasih berhenti karena kecapekan, Sekar Pandan menekan punggung perempuan itu untuk tumpuan. Selanjutnya dia melenting ke udara. Beberapa kali membuat gerakan indah. Selendang sutera jingga melesat ke atas pohon. Ujung selendang itu membelit batang pohon.Selasih terkejut melihat tubuh Sekar Pandan telah bergelayutan di atas pohon. Kedua kaki gadis itu menapak tanah dengan ringan."Kau! ... Kau bisa melepaskan totokanku?"Sekar Pandan tersenyum lebar. Gadis berg

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-08
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 132. Lenyapnya Kitab Godhong Usodo

    Selasih diam kembali. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya. Tangannya mencengkeram gagang pedang pendek dengan kuat. Ada gejolak perasaan yang sulit diungkapkan."Kau mengkhianati aku, Selasih. Kau telah menjadi penyebab terbunuhnya anak keduaku. Aku masih mengampuni dosa-dosamu kala itu hingga sekarang."Sinar mata Selasih tampak gelisah. Dia membenarkan ucapan gurunya. Sejauh ini Nenek Bunga Seruni memang tidak pernah memburunya untuk balas dendam.Nenek Bunga Seruni terkikik. Suaranya menyimpan kepahitan hidup. "Kurasa aku adalah ibu paling bodoh di seluruh Jawa Dwipa karena membiarkan pembunuh putranya masih bergentayangan menebar kejahatan. Bagaimana menurutmu, Selasih?"Selasih terhuyung. Perempuan itu tahu arti kata-kata gurunya. Dia memang tidak pantas untuk diampuni. Namun, gurunya juga tidak pantas dipanggil guru. Pengorbanan, pengabdian, dan kepatuhannya selama bertahun-tahun di Lembah Seribu Bunga hanya mendapat imbalan tak seberapa.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-10
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 133. Ilmu Durga Menghukum Durjana

    "Berdiri!"Selasih perlahan menoleh ke arah Nenek Bunga Seruni. Perempuan muda berusia dua puluhan warsa itu bangun. Kedua genggaman tangannya penuh serpihan lepih. Mata sembab dan merah itu menatap Nenek Bunga Seruni dan Asta Renggo dengan pandangan tak bersemangat."Kau sudah menghancurkan masa depanku, Biyung," desisnya. "Kau tidak punya hati nurani. Mungkin hatimu juga kau tutupi topeng ketakutan seperti wajahmu!"Kata-kata yang dilontarkan perempuan masih memakai penutup wajah itu bagai petir di tengah malam. Nenek Bunga Seruni terperanjat. Demikian pula dengan Asta Renggo. Namun demikian, keduanya berusaha menutupi keterkejutan yang diciptakan Selasih.Nenek Bunga Seruni merasa anak angkat yang dia besarkan itu sudah melampaui batas. Dia wajib memberi hukuman atasnya."Selasih, tutup mulutmu!" Teriakan Nenek Bunga Seruni menghentikan langkah Sekar Pandan dan Raden Prana Kusuma yang telah agak jauh dari mereka. Keduanya sal

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 134. Meredam Kemarahan Sang Guru

    "Nenek Bunga Seruni tidak setua aslinya?" Raden Prana Kusuma bergumam heran. Dia yang sering menghadapi banyak orang di luar kota raja masih dapat diperdaya si nenek. Sekar Pandan menghentikan gerakannya. Gadis itu teringat kata-kata Nenek Bunga Seruni saat tengah mengobati dirinya yang keracunan. Wanita itu pernah ditolong kedua orang tuanya saat akan melahirkan anak kedua."Itu berarti usia Nenek Bunga Seruni yang sebenarnya masih muda, Raden." Sekar Pandan menuliskan aksara di telapak tangan Raden Prana Kusuma. Pemuda itu mengangguk. Kembali ujung jari gadis itu menggurat aksara di telapak tangan hangat milik si pemuda."Hm. Wajahnya rusak, Sekar. Mungkin itu sebabnya dia memakai topeng. Aku mencemaskan masa lalunya," bisik Raden Prana Kusuma. Masa lalu pahit sang nenek ada hubungannya dengan ayahnya. Kepingan kenangan yang tidak ingin dia ingat sama sekali. Menyebabkan dia menjadi orang lain.Sekar Pandan menatapnya sekilas. Gadis itu tidak mengerti de

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-15
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 135. Pergi dari Lembah Seribu Bunga

    Saat tahu Selasih mundur karena tidak sanggup melawan guru sekaligus ibu angkatnya, Raden Prana Kusuma mengatakan pada Sekar Pandan akan menolong perempuan itu. Sementara itu, Sekar Pandan menghentikan Nenek Bunga Seruni.Raden Prana Kusuma langsung menyambar tubuh lemah Selasih dan membawanya bersembunyi, saat Nenek Bunga Seruni mengejarnya. Dia membawa perempuan itu bersembunyi di balik pohon tua besar. Tempat persembunyian mereka hampir saja ketahuan kalau Sekar Pandan tidak membuat suara berisik."Aku harus keluar. Hanya Biyung yang bisa mengobatiku," gumam Selasih menahan sakit. Tubuhnya terasa dingin dan aneh. Dia tidak ingin mati saat ini."Jangan. Itu hanya gertakan Asta Renggo padamu. Kau jangan percaya. Lihat yang tergenggam di tangan pemuda itu. Begitu kau keluar, cundrik itu akan dibenamkan ke tubuhmu." Dari mata Selasih meleleh air hangat. Dia memang pantas mati. Tidak seharusnya kebaikan mereka ia balas dengan kelicikan. Diam-diam Selasih me

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-17
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 136. Setelah Kepergian Sang Guru

    "Kau tidak ingin aku temani?" Sekar Pandan diam. Dia tidak tahu cara menjelaskan pada gurunya ini. Melihat sikap gadis remaja di depannya kebingungan, Asta Renggo tersenyum."Baiklah. Mungkin kau masih ingin di sini karena belum ingin pergi. Aku akan menunggumu di bawah pohon itu." Pemuda tampan dengan jambang lebat itu menarik kudanya menuju pohon besar. Sekar Pandan berlari mengejar, kuda tunggangannya ditinggal begitu saja. Gadis itu mencoba menjelaskan pada Asta Renggo. "Kau memintaku berangkat sendirian?" Wajah tampan itu keheranan.Sekar Pandan mengangguk pelan."Bagaimana denganmu? Kau akan mencari pedangmu sendiri? Rimba persilatan cukup berbahaya untuk gadis sepertimu."Sekar Pandan sedikit tersinggung dengan kata-kata Asta Renggo. Wajahnya mendongak, dadanya dibusungkan. Dia seperti ingin menantang siapa saja yang berniat menghalanginya. Tangan kecil berkulit kuning langsat itu segera membuat gerakan isyarat bahwa dia berani me

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-19
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 137. Air Sungai Dingin

    Luka membiru itu ditoreh dengan cundrik ukuran sangat kecil. Darah hitam merembes dari luka torehan. Kembali jari-jarinya menotok titik-titik syaraf di sekitar luka di pundak Selasih. Dengan dialasi dedaunan di pinggangnya, jari-jari lentik dan meruncing itu menekan luka Selasih hingga darah yang bercampur beracun keluar.Racun akibat cakaran Nenek Bunga Seruni sangat ganas. Sekar Pandan tidak ingin ikut terkena racun dari darah perempuan yang tengah ditolongnya. Sekar Pandan melakukan itu berulang kali hingga darah yang keluar dari luka di pundak Selasih berwarna merah.Keringat Sekar Pandan membasahi kening dan leher jenjangnya. Gadis itu mengeluarkan tenaga luar untuk mengeluarkan racun. Selasih membuka mata dengan lemah setelah totokannya dibuka kembali."Kau ..." Perempuan itu ingin bangun. Punggungnya yang tengah disandarkan pada batang pohon terasa pegal, tetapi tubuhnya terasa tak bertenaga. Sekar Pandan melarangnya untuk bangun."Di m

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-22

Bab terbaru

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 239. Ketetapan Hati

    Istri kepala dusun dan Nyai Kriwil merawat Sekar Pandan dengan baik sehingga kesehatan gadis itu pulih dengan cepat. Pagi-pagi sekali, keduanya berpamitan kepada orang-orang baik itu untuk melanjutkan perjalanan ke kota raja Majapahit. Sebelum meninggalkan rumah kepala dusun, Raden Prana Kusuma memberikan seikat gobog kepada Ki Kriwil.Lelaki tua itu hanya menatap gobog di tangan pemuda gagah itu dengan tatapan heran. " Untuk apa uang itu, Raden?""Pondok Ki Kriwil telah rusak karena kami. Ini ada sedikit ....""Tidak perlu. Pondok yang rusak bisa diperbaiki secara gotong royong. Di dusun ini banyak ditumbuhi bambu, dengan kerjasama beberapa warga pondok itu akan cepat selesai. Raden lebih membutuhkan gobog itu daripada kami karena harus menempuh perjalanan jauh." Dengan tersenyum penuh pengertian Ki Kriwil mendorong tangan Raden Prana Kusuma yang menyodorkan gobog."Kami terbiasa mengembara, Ki. Seorang pengembara tidak akan kelaparan di tengah

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 238. Pendekar Tampan Berambut Putih.

    Jantung Raden Prana Kusuma berdesir. Tatapannya nanar pada lelaki yang memiliki tinggi yang sama dengannya itu.Dengan wajah kebingungan pemuda itu bertanya, "Kau tahu namaku?""Bagaimana aku tidak tahu diriku sendiri." Jawaban lelaki berambut putih panjang itu makin membuat Raden Prana Kusuma diliputi pertanyaan. Selama ini mereka tidak pernah bertemu. Orang itu tadi mengatakan apa? Dia adalah dirinya? Alis pemuda Majapahit itu berkerut. Pikirannya masih sulit mencerna.Dalam kebingungannya, dia hanya diam saat lelaki tampan berambut putih itu menggeser tempatnya. Tanpa menunggu persetujuan Raden Prana Kusuma, lelaki itu menyingkirkan kain penutup tubuh Sekar Pandan pelan. Tubuh itu seperti tidak terluka apapun karena istri kepala dusun telah membelitkan selembar ken atau jarit ke tubuh Sekar Pandan."Hm, bagaimana mungkin kau akan meninggalkan dunia ini, jika anak kita belum lahir." Raden Prana Kusuma kurang jelas dengan gumaman lelaki

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 237. Lelaki Tampan Berambut Putih

    Kepala dusun segera menyahut dan mempersilakan mereka beristirahat di rumahnya. Pagi itu, Raden Prana Kusuma membawa Sekar Pandan ke rumah kepala dusun untuk mengobati lukanya. Pedang Sulur Naga yang menjadi penyebab semua itu diambil Ki Kriwil dengan rasa takut.Di rumah kepala dusun, Sekar Pandan dirawat Raden Prana Kusuma siang dan malam tanpa henti. Hasilnya belum ada tanda kalau gadis itu akan sadar. Dengan wajah penuh kegelisahan, Raden Prana Kusuma duduk di tepi balai-balai yang beralaskan selembar tikar pandan. Matanya tidak ingin beralih dari wajah pucat di depannya.Keadaannya sendiri cukup berbahaya karena setiap saat harus menyalurkan hawa murni ke tubuh Sekar Pandan. Jika diteruskan, tidak mustahil pemuda itu akan cidera bahkan bisa tewas. Akan tetapi, tidak ada yang sanggup mencegah seandainya ada yang tahu hal itu. Kepala dusun memang pernah sedikit belajar tentang ilmu kanuragan. Mengenai hal detail itu dia belum banyak mengerti. Yang dia ketahui ha

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 236. Terluka

    "Prana ... Prana Kusuma, kau ... Pemuda hebat! Aku mengaku ... ka-kalah!" Dari mulut Hang Dineshcarayaksa menyembur cairan merah yang sama. Dia menoleh sekilas. Sosok di atasnya tampak buram dan berubah bayang-bayang. Raden Prana Kusuma menahan tangannya di udara."Tapi aku puas. Setelah aku ... tiada, dia juga pasti tiada, kau tidak akan bisa bersama ... gadis itu," ujarnya terbata. Senyum licik tersungging di bibir. Kemarahan pemuda Majapahit itu sudah sampai ubun-ubun. Ditatapnya lawan lemah tidak berdaya di bawah kakinya. Lawan itu ingin segera dihabisi karena telah mencelakai Sekar Pandan."Kau memang telah kalah. Kalah oleh keserakahanmu sendiri, Kisanak. Bersiaplah menjemput maut. Maut yang kau kejar sampai ke tempat ini. Sekar Pandan akan selamat karena aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya," lirihnya menahan geram.Wajah tampan Raden Prana Kusuma mengeras dengan gigi geraham menggertak kuat. Sepasang mata yang biasanya teduh menenangka

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 235. Tumbangnya Sang Penguasa Jurang.

    Terbukti, pundaknya telah mengeluarkan darah. Berkali-kali dia menggeram dan meraung layaknya hewan buas.Dua anak muda itu saling pandang, seolah telah menyepakati sebuah rencana bagus untuk mengalahkan lawan. Ikatan batin yang telah terjalin selama hampir dua tahun membuat mereka mampu mengartikan jalan pikiran masing-masing. Tubuh Sekar Pandan melesat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk lingkaran sambil terus menghujani Hang Dineshcarayaksa dengan pukulan Ajian Ombak Memecah Karang.Sinar kekuningan yang melesat dari tangan Sekar Pandan bagai hujan bintang dari langit. Setiap sinar tidak mengenai sasaran, maka akan menghantam apa saja yang ada di depannya. Suara keras disusul robohnya pohon mengubah malam yang awalnya tenang menjadi neraka.Sementara itu, Keris Naga Kemala juga masih terus menyerang tanpa henti. Kali ini keris itu berhasil melukai pinggang Hang Dineshcarayaksa."Aaaaarrgg!"Raungan sang penguasa dasar jurang Hun

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 234. Berebut Pedang.

    Sekar Pandan membawa pedang di tangannya demikian lincah. Menyelinap di bagian tubuh Hang Dineshcarayaksa yang terbuka tanpa perlindungan. Senyum yang semula lebar pada Hang Dineshcarayaksa kini berubah cemas.Pasalnya, pedang itu seperti bernyawa di tangan pemiliknya. Berkali-kali, mata pedang hampir melukai kulit gelap sang penguasa dasar jurang Hung Leliwungan."Sontoloyo! Gadis ini sekarang lebih hebat dari sebelumnya," gumam laki-laki tinggi besar itu.Hang Dineshcarayaksa melompat ke belakang dan terus melayang menggunakan ilmu meringankan tubuh, sementara Pedang Sulur Naga yang ujungnya mengarah ke dadanya terus mengejar tanpa ampun.Dia memutar tubuhnya kemudian mengayunkan ujung tulang di tangannya ke punggung Sekar Pandan. Gadis itu terkesiap. Cekatan tubuhnya membungkuk lalu melemparkan ujung selendang dari jarak dekat ke lawan.Tangan kiri Hang Dineshcarayaksa menangkap ujung selendang dengan cepat, memutar, dan menarik kuat k

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 233. Dua Kekuatan Berlawanan

    Raden Prana Kusuma memerhatikan tulang itu. Dia tahu, itu bukan tulang biasa. Tokoh sakti seperti Hang Dineshcarayaksa tidak mungkin membawa tulang biasa. Tulang panjang di tangan Hang Dineshcarayaksa adalah tulang yang menjadi senjata pusaka kelompok mereka. Kekuatan dan kekerasan tulang itu tidak jauh beda dengan tembaga yang menjadi bahan senjata pada umumnya. Walaupun tidak seperti senjata sakti. Tulang manusia yang mereka gunakan sebagai senjata adalah tulang manusia pilihan. Manusia yang memiliki tulang kuat layaknya tulang para pendekar, yang mereka korbankan. Mereka melakukan upacara khusus agar tulang-tulang itu dapat digunakan sebagai senjata pusaka. Tidak hanya dengan upacara, tulang-tulang itupun masih menyimpan kekuatan ruh pemiliknya. Ruh yang telah berubah jahat karena dipengaruhi iblis."Tulang di tanganmu itu kurasa adalah senjata yang sangat hebat. Untuk apa kau menginginkan keris ini dan juga pedang milik Sekar Pandan?" Kedu

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 232. Berhadapan dengan Hang Dineshcarayaksa.

    Sekar Pandan melompat ke arah tubuh Ki Kriwil yang masih pingsan di tengah halaman. Tubuh renta itu tergeletak tak sadarkan diri di dekat tubuh Bimala dan Elakshi. Serangkum angin serangan dari belakang tiba-tiba menerjang tubuh ramping Sekar Pandan. Rupanya Hang Dineshcarayaksa tidak ingin gadis itu menyelematkan orang yang dia lempar ke halaman. Dia juga ingin Sekar Pandan tewas karena telah melumpuhkan Bimala dan Elakshi.Merasakan serangan, gadis itu membuang tubuhnya ke samping. Dia bergulingan sejenak sebelum melompat tinggi sambil mengirimkan pukulan tangan kosong ke Hang Dineshcarayaksa. Ajian Ombak Memecah Karang melabrak tubuh besar penguasa dasar jurang Hung Leliwungan.Hang Dineshcarayaksa yang mendapat pukulan balasan dengan kekuatan besar berteriak nyaring sambil melompat tinggi. Demikian pula dengan Raden Prana Kusuma. Pemuda itu juga menghindar dari serangan Sekar Pandan. Cahaya kuning kemerahan bablas dan menghantam sebatang pohon pisang.

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 231. Melawan Hang Dineshcarayaksa.

    Mendengar suara keras dari atap pondok, anak dan istri Ki Kriwil terbangun. Dengan muka pucat karena ketakutan, mereka menuju asal suara keras tersebut. Wajah tiga wanita itu terkesiap saat melihat ke atas.Atap pondok mereka jebol dan rusak. Kayu-kayu jatuh berserakan di bawahnya.Anak bungsu Ki Kriwil bergegas menuju pintu yang sebagian daunnya telah rusak. Gadis berbadan kurus dengan rambut tergerai sebahu itu menjerit sekuatnya. Di halaman pondok, dia melihat ayahnya tengah tergeletak dan dihampiri sosok tinggi besar berambut kriting gimbal."Ada apa, Nduk?" Ibunya bertanya.Gadis itu langsung memeluk ibunya dengan ketakutan. Air matanya telah jatuh dari tadi. "Ayah," lirihnya.Anak sulung Ki Kriwil segera berlari ke luar menghampiri tubuh ayahnya yang pingsan."Ayah." Dia menghambur dan memeluk tubuh kurus Ki Kriwil.Sosok laki-laki tinggi besar itu mendengkus. Tubuhnya membungkuk. Jari-jarinya yang berukuran b

DMCA.com Protection Status