Beranda / Pendekar / Pewaris Pedang Sulur Naga / Bab 103. Kekuatan Pedang Pusaka

Share

Bab 103. Kekuatan Pedang Pusaka

Penulis: Eka wa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-03 19:46:11

"Pengecut! Mereka justru pergi di saat kami diserang. Awas kau Resi Chamala!" ancam pemuda itu dalam hati.

"Akh!" Semua orang terperanjat saat mendengar pekik kesakitan dari Senayudha. Pemuda itu bergulingan di tanah dengan tangan kanan putus.

Di tempat persembunyiannya, Mayang dan ibunya menutupi mulut dengan kedua tangan agar jeritan mereka tidak terdengar oleh para penyerang. Kedua mata mereka berkaca-kaca melihat tangan Senayudha buntung.

"Kau bayar tangan anakku dengan kedua tanganmu, Bocah!" Dewa Jari Maut murka. Dia melompat menyerang Paksi Jingga dengan jari mautnya. Pedang Sulur Naga berhasil dia cengkeram dengan jari-jari sekuat baja itu.

Dewa Jari Maut terus mendorong pedang di tangan Paksi Jingga. Pemuda itupun demikian. Terjadilah saling dorong dengan kekuatan penuh.

"Aku tidak akan membiarkan diriku kalah untuk kedua kali oleh pedang ini. Justru kau harus membayar semua perbuatanmu beserta bunganya," desis Dewa Jari Maut te
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 104. Fitnah yang Dilontarkan Paksi Jingga

    Semua anggota perkumpulan Sapu Tangan Merah menahan napas dengan cemas. Darah membanjiri tubuh Paksi Jingga.Pemuda itu berkelit saat cakar itu kembali akan merobek tubuhnya. Dengan cepat, Dewa Jari Maut memutar tubuhnya untuk mengubah arah serangan. Perubahan yang dilakukan Dewa Jari Maut demikian cepat dan tidak pernah diduga sebelumnya. Jari-jari tajam itu dengan buas merobek punggungnya.Paksi Jingga terhuyung kesakitan. Sebisa mungkin dia menguasai keseimbangan tubuhnya. Kembali Dewa Jari Maut melayangkan jarinya dengan cepat ke arah wajah Paksi Jingga, sedangkan kakinya menendang pergelangan tangan Paksi Jingga yang memegang Pedang Sulur Naga.Kekuatan tendangan itu membuat Pedang Sulur Naga terpental ke udara. Paksi Jingga yang telah kehilangan pedang pusaka milik Sekar Pandan itu segera melompat hendak menangkapnya. "Kau tidak akan bisa mengambilnya, Bocah!" Dewa Jari Maut melesat ke udara. Kakinya berhasil menendang pedang itu lagi hingg

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-06
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 105. Serangan Tulup Sari

    "Hati dan mulutmu berlawanan," tuduh Paksi Jingga setelah melihat raut wajah adiknya."Haruskah Kakang memfitnahnya?" Mahisa Dahana memberanikan diri mengutarakan isi hatinya. Saudara tuanya mendekatkan wajah ke telinga Mahisa Dahana seraya berbisik. "Kurasa hanya itu jalan terbaik untuk kita.""Bukan untuk kita, tapi untukmu." Sorot mata yang biasanya tidak bergairah menjalani hidup itu kini tajam menusuk. Dia marah karena ayah temannya difitnah."Aih, Mahisa ... Mahisa. Kau jangan terlalu bodoh jadi orang. Dia telah meninggal, siapa yang akan merasa dirugikan dengan pencemaran namanya?" kilah Paksi Jingga enteng."Sekar Pandan! Kau melupakannya.""Hah! Dia tidak akan bisa melakukan apa-apa. Gadis bisu itu tidak akan mampu membendung kebencian semua orang kepada ayahnya. Aku yakin, Sekar Pandan akan menerima kenyataan bahwa ayahnya pendendam.""Kakang!"Paksi Jingga berjalan meninggalkan adiknya yang masih mar

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-08
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 106. Perpisahan

    Sayang, bersamaan dengan jatuhnya anggota perkumpulan Sapu Tangan Merah, kilatan pedang salah satu penyerang mengenai leher Sari. Pelayan setia Mayang itu jatuh ke rerumputan. Dia diam untuk selamanya. Tindakan anggota perkumpulan Sapu Tangan Merah yang menaruh dendam pada orang-orang anak buah Dewa Jari Maut telah mengajar. Menciptakan perilaku yang kelewat batas. Mereka tidak memberi ampun pada siapa pun. Mereka begitu menikmati pembalasan dendam yang mereka tahan selama bertahun-tahun. Melihat temannya tewas, anggota perkumpulan Sapu Tangan Merah yang mengejar Nyai Layangsewu dan Mayang geram. Tanpa belas kasihan, orang itu melempar pedangnya dengan disertai pengerahan tenaga dalam ke arah Nyai Layangsewu.Pedang itu melesat lurus menuju punggung istri Dewa Jari Maut. Wanita itu mengejang saat bilah tipis dan panjang itu menerebos tubuhnya. Pegangan tangannya lepas. Mayang keheranan karena tiba-tiba tangan ibunya terlepas dari genggaman tangannya.

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-10
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 107. Komplotan Elang Gunung

    Mahisa Dahana duduk bersama Ki Sempana dan Ki Gondo yang saat itu diangkat sebagai penasihat perguruan. Pemuda itu teringat ibunya, Nyai Anjarsewu yang telah meninggal. Seandainya ibunya itu masih hidup, tentu ikut merasakan kebahagiaan hari ini.Paksi Jingga melihat Mahisa Dahana. Adiknya itu memiliki hati lemah. Pantas tadi dia mendapat laporan bahwa dia sengaja membiarkan anak gadis Dewa Jari Maut hidup."Anggap saja hari ini hari bagus karena aku ditetapkan sebagai ketua baru, Mahisa. Akan tetapi, aku tidak akan mengampunimu jika kau melakukan hal bodoh lagi," gumam Paksi Jingga geram dengan tingkah adiknya."Sebenarnya hari ini aku tidak ingin membicarakan hal ini, tapi ini sungguh penting untuk kelangsungan perguruan kita. Manggala dan istrinya berhasil melarikan diri. Untuk itu aku ingin menugaskan seseorang yang paling tepat untuk menangkap mereka." Paksi Jingga tersenyum penuh arti pada semua orang.Semua orang bertanya-tanya. Siapa orang

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-13
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 108. Garam Beracun

    Mereka memasukkan pedang kembali ke warangkanya. Dengan tersenyum licik, keduanya bermaksud memanfaatkan Raden Prana Kusuma untuk diperas. Mereka yakin, dengan memanfaatkan Senopati itu, uang yang banyak akan mereka dapatkan."Kami akan membantumu, tapi kau harus membayar uang muka terlebih dahulu," ujar si tompel menaikan alisnya. Raden Prana Kusuma tersenyum. Tangannya merogoh pinggang. Kantung kecil berisi keping uang dia lemparkan ke depan dua komplotan Elang Gunung."Ambillah."Mereka tersenyum puas saat membuka kantung dan melihat isinya. Uang itu sangat banyak untuk ukuran uang muka."Baik, kemarilah." Mereka mengajak Raden Prana Kusuma menuju bawah pohon rindang."Gadis bisu itu kami lihat menaiki kuda menuju selatan." Teman si tompel mulai memberi keterangan bohong. Pemuda gagah dan tampan itu diam-diam mengepalkan tangan di belakang punggung."Kalian tahu kemana tujuannya?" tanya Raden Prana Kusuma memancing. Dengan rau

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-15
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 109. Bertemu Selasih

    "Itu karena aku sudah menganggap Sekar Pandan sebagai adikku sendiri. Di tanah Jawa Dwipa ini dia tidak memiliki siapapun. Saudara angkatnya sendiri menghilang entah kemana.""Saya tahu, tapi Raden terlalu perhatian padanya. Pantas saja jika Gusti putri Dewi Gayatri cemburu," omel Ludro Gempol. Dia selalu membela gadis yang akan dijodohkan dengan junjungannya itu."Eh? Apa kau bilang? Dia cemburu? Aku adalah pemuda yang tidak bisa memilih calon istriku sendiri karena urusan itu sudah ditangani keluarga istana. Bagaimana dia bisa cemburu?" Mata pemuda itu menatap penuh tanda tanya pada pelayannya. Ludro Gempol hanya mengangkat pundak."Gadis itu pasti beruntung jika mendapatkan hati Raden," cetus Ludro Gempol."Sudahlah. Kembalilah pada Nimas Dewi Gayatri agar tidak cemas.""Raden, jaga dirimu baik-baik." Lelaki tinggi dan gagah itu tidak tega meninggalkan junjungan yang harus dia jaga itu sendirian. Sepeninggal Ludro Gempol, dia

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-17
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 110. Bertemu Nenek Bunga Seruni

    Selasih memiliki pinggang ramping dan tubuh layaknya seorang gadis yang baru mekar menjadi dewasa."Mengapa kalian bercerai? Kau masih muda. Sayang kalau harus berpisah dengan laki-laki yang melindungi kamu," tukas Raden Prana Kusuma. Buru-buru pemuda itu membelokkan kakinya ke kanan saat Selasih tiba-tiba menyuruhnya mengambil jalan kanan."Banyak hal menjadi pemicu perceraian kami. Apakah Kakang Prana belum menikah?" Selasih memberanikan diri."Aku belum menikah," jawab Raden Prana Kusuma. Pemuda itu merunduk saat sulur-sulur tumbuhan bergelayutan di sepanjang jalan. Tiba-tiba dia teringat Sekar Pandan."Perempuan yang mendapatkan Kakang pasti sangat beruntung," gumam Selasih tersenyum manis. Namun, Senopati muda itu tidak beruntung karena dia berada di depan si perempuan.Entah sejak dia berusia berapa warsa terjadi kesepakatan antara orang tuanya dengan keluarga Kerajaan. Mereka membuat kesepakatan bahwa perjodohannya harus diatur kel

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 111. Bertemu Kembali.

    "Aku Prana Kusuma mengucapkan terima kasih, Nenek Bunga Seruni," ucap Raden Prana Kusuma tersenyum. Pemuda itu bersandar pada dinding. Dia merasa keadaannya lebih baik. Yang dikatakan Selasih tentang Nenek Bunga Seruni ternyata benar. Wanita itu bukan orang bhumi Majapahit. Dia berasal dari India."Nenek berasal dari India daerah mana?" Dia bertanya dengan halus tapi jelas."Apa pedulimu?" Bukan jawaban yang keluar dari mulutnya tetapi serangan pertanyaan balik."Aku kenal banyak pedagang dari India." Nenek Bunga Seruni menatap wajah Raden Prana Kusuma lekat-lekat. Cahaya dari jendela yang ada di samping pemuda itu menunjukkan raut wajahnya dengan jelas. Wajah itu terkejut."Kau dari kota raja, Anak muda?" Dia bertanya dengan pelan. Sepasang mata lebar dengan celak tebal itu tidak berkedip menatap tamunya."Aku hanya pengembara yang tidak memiliki rumah. Kebetulan aku sering berjumpa dengan orang-orang asing yang masuk ke wilayah Majapahi

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-23

Bab terbaru

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 239. Ketetapan Hati

    Istri kepala dusun dan Nyai Kriwil merawat Sekar Pandan dengan baik sehingga kesehatan gadis itu pulih dengan cepat. Pagi-pagi sekali, keduanya berpamitan kepada orang-orang baik itu untuk melanjutkan perjalanan ke kota raja Majapahit. Sebelum meninggalkan rumah kepala dusun, Raden Prana Kusuma memberikan seikat gobog kepada Ki Kriwil.Lelaki tua itu hanya menatap gobog di tangan pemuda gagah itu dengan tatapan heran. " Untuk apa uang itu, Raden?""Pondok Ki Kriwil telah rusak karena kami. Ini ada sedikit ....""Tidak perlu. Pondok yang rusak bisa diperbaiki secara gotong royong. Di dusun ini banyak ditumbuhi bambu, dengan kerjasama beberapa warga pondok itu akan cepat selesai. Raden lebih membutuhkan gobog itu daripada kami karena harus menempuh perjalanan jauh." Dengan tersenyum penuh pengertian Ki Kriwil mendorong tangan Raden Prana Kusuma yang menyodorkan gobog."Kami terbiasa mengembara, Ki. Seorang pengembara tidak akan kelaparan di tengah

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 238. Pendekar Tampan Berambut Putih.

    Jantung Raden Prana Kusuma berdesir. Tatapannya nanar pada lelaki yang memiliki tinggi yang sama dengannya itu.Dengan wajah kebingungan pemuda itu bertanya, "Kau tahu namaku?""Bagaimana aku tidak tahu diriku sendiri." Jawaban lelaki berambut putih panjang itu makin membuat Raden Prana Kusuma diliputi pertanyaan. Selama ini mereka tidak pernah bertemu. Orang itu tadi mengatakan apa? Dia adalah dirinya? Alis pemuda Majapahit itu berkerut. Pikirannya masih sulit mencerna.Dalam kebingungannya, dia hanya diam saat lelaki tampan berambut putih itu menggeser tempatnya. Tanpa menunggu persetujuan Raden Prana Kusuma, lelaki itu menyingkirkan kain penutup tubuh Sekar Pandan pelan. Tubuh itu seperti tidak terluka apapun karena istri kepala dusun telah membelitkan selembar ken atau jarit ke tubuh Sekar Pandan."Hm, bagaimana mungkin kau akan meninggalkan dunia ini, jika anak kita belum lahir." Raden Prana Kusuma kurang jelas dengan gumaman lelaki

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 237. Lelaki Tampan Berambut Putih

    Kepala dusun segera menyahut dan mempersilakan mereka beristirahat di rumahnya. Pagi itu, Raden Prana Kusuma membawa Sekar Pandan ke rumah kepala dusun untuk mengobati lukanya. Pedang Sulur Naga yang menjadi penyebab semua itu diambil Ki Kriwil dengan rasa takut.Di rumah kepala dusun, Sekar Pandan dirawat Raden Prana Kusuma siang dan malam tanpa henti. Hasilnya belum ada tanda kalau gadis itu akan sadar. Dengan wajah penuh kegelisahan, Raden Prana Kusuma duduk di tepi balai-balai yang beralaskan selembar tikar pandan. Matanya tidak ingin beralih dari wajah pucat di depannya.Keadaannya sendiri cukup berbahaya karena setiap saat harus menyalurkan hawa murni ke tubuh Sekar Pandan. Jika diteruskan, tidak mustahil pemuda itu akan cidera bahkan bisa tewas. Akan tetapi, tidak ada yang sanggup mencegah seandainya ada yang tahu hal itu. Kepala dusun memang pernah sedikit belajar tentang ilmu kanuragan. Mengenai hal detail itu dia belum banyak mengerti. Yang dia ketahui ha

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 236. Terluka

    "Prana ... Prana Kusuma, kau ... Pemuda hebat! Aku mengaku ... ka-kalah!" Dari mulut Hang Dineshcarayaksa menyembur cairan merah yang sama. Dia menoleh sekilas. Sosok di atasnya tampak buram dan berubah bayang-bayang. Raden Prana Kusuma menahan tangannya di udara."Tapi aku puas. Setelah aku ... tiada, dia juga pasti tiada, kau tidak akan bisa bersama ... gadis itu," ujarnya terbata. Senyum licik tersungging di bibir. Kemarahan pemuda Majapahit itu sudah sampai ubun-ubun. Ditatapnya lawan lemah tidak berdaya di bawah kakinya. Lawan itu ingin segera dihabisi karena telah mencelakai Sekar Pandan."Kau memang telah kalah. Kalah oleh keserakahanmu sendiri, Kisanak. Bersiaplah menjemput maut. Maut yang kau kejar sampai ke tempat ini. Sekar Pandan akan selamat karena aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya," lirihnya menahan geram.Wajah tampan Raden Prana Kusuma mengeras dengan gigi geraham menggertak kuat. Sepasang mata yang biasanya teduh menenangka

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 235. Tumbangnya Sang Penguasa Jurang.

    Terbukti, pundaknya telah mengeluarkan darah. Berkali-kali dia menggeram dan meraung layaknya hewan buas.Dua anak muda itu saling pandang, seolah telah menyepakati sebuah rencana bagus untuk mengalahkan lawan. Ikatan batin yang telah terjalin selama hampir dua tahun membuat mereka mampu mengartikan jalan pikiran masing-masing. Tubuh Sekar Pandan melesat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk lingkaran sambil terus menghujani Hang Dineshcarayaksa dengan pukulan Ajian Ombak Memecah Karang.Sinar kekuningan yang melesat dari tangan Sekar Pandan bagai hujan bintang dari langit. Setiap sinar tidak mengenai sasaran, maka akan menghantam apa saja yang ada di depannya. Suara keras disusul robohnya pohon mengubah malam yang awalnya tenang menjadi neraka.Sementara itu, Keris Naga Kemala juga masih terus menyerang tanpa henti. Kali ini keris itu berhasil melukai pinggang Hang Dineshcarayaksa."Aaaaarrgg!"Raungan sang penguasa dasar jurang Hun

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 234. Berebut Pedang.

    Sekar Pandan membawa pedang di tangannya demikian lincah. Menyelinap di bagian tubuh Hang Dineshcarayaksa yang terbuka tanpa perlindungan. Senyum yang semula lebar pada Hang Dineshcarayaksa kini berubah cemas.Pasalnya, pedang itu seperti bernyawa di tangan pemiliknya. Berkali-kali, mata pedang hampir melukai kulit gelap sang penguasa dasar jurang Hung Leliwungan."Sontoloyo! Gadis ini sekarang lebih hebat dari sebelumnya," gumam laki-laki tinggi besar itu.Hang Dineshcarayaksa melompat ke belakang dan terus melayang menggunakan ilmu meringankan tubuh, sementara Pedang Sulur Naga yang ujungnya mengarah ke dadanya terus mengejar tanpa ampun.Dia memutar tubuhnya kemudian mengayunkan ujung tulang di tangannya ke punggung Sekar Pandan. Gadis itu terkesiap. Cekatan tubuhnya membungkuk lalu melemparkan ujung selendang dari jarak dekat ke lawan.Tangan kiri Hang Dineshcarayaksa menangkap ujung selendang dengan cepat, memutar, dan menarik kuat k

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 233. Dua Kekuatan Berlawanan

    Raden Prana Kusuma memerhatikan tulang itu. Dia tahu, itu bukan tulang biasa. Tokoh sakti seperti Hang Dineshcarayaksa tidak mungkin membawa tulang biasa. Tulang panjang di tangan Hang Dineshcarayaksa adalah tulang yang menjadi senjata pusaka kelompok mereka. Kekuatan dan kekerasan tulang itu tidak jauh beda dengan tembaga yang menjadi bahan senjata pada umumnya. Walaupun tidak seperti senjata sakti. Tulang manusia yang mereka gunakan sebagai senjata adalah tulang manusia pilihan. Manusia yang memiliki tulang kuat layaknya tulang para pendekar, yang mereka korbankan. Mereka melakukan upacara khusus agar tulang-tulang itu dapat digunakan sebagai senjata pusaka. Tidak hanya dengan upacara, tulang-tulang itupun masih menyimpan kekuatan ruh pemiliknya. Ruh yang telah berubah jahat karena dipengaruhi iblis."Tulang di tanganmu itu kurasa adalah senjata yang sangat hebat. Untuk apa kau menginginkan keris ini dan juga pedang milik Sekar Pandan?" Kedu

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 232. Berhadapan dengan Hang Dineshcarayaksa.

    Sekar Pandan melompat ke arah tubuh Ki Kriwil yang masih pingsan di tengah halaman. Tubuh renta itu tergeletak tak sadarkan diri di dekat tubuh Bimala dan Elakshi. Serangkum angin serangan dari belakang tiba-tiba menerjang tubuh ramping Sekar Pandan. Rupanya Hang Dineshcarayaksa tidak ingin gadis itu menyelematkan orang yang dia lempar ke halaman. Dia juga ingin Sekar Pandan tewas karena telah melumpuhkan Bimala dan Elakshi.Merasakan serangan, gadis itu membuang tubuhnya ke samping. Dia bergulingan sejenak sebelum melompat tinggi sambil mengirimkan pukulan tangan kosong ke Hang Dineshcarayaksa. Ajian Ombak Memecah Karang melabrak tubuh besar penguasa dasar jurang Hung Leliwungan.Hang Dineshcarayaksa yang mendapat pukulan balasan dengan kekuatan besar berteriak nyaring sambil melompat tinggi. Demikian pula dengan Raden Prana Kusuma. Pemuda itu juga menghindar dari serangan Sekar Pandan. Cahaya kuning kemerahan bablas dan menghantam sebatang pohon pisang.

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 231. Melawan Hang Dineshcarayaksa.

    Mendengar suara keras dari atap pondok, anak dan istri Ki Kriwil terbangun. Dengan muka pucat karena ketakutan, mereka menuju asal suara keras tersebut. Wajah tiga wanita itu terkesiap saat melihat ke atas.Atap pondok mereka jebol dan rusak. Kayu-kayu jatuh berserakan di bawahnya.Anak bungsu Ki Kriwil bergegas menuju pintu yang sebagian daunnya telah rusak. Gadis berbadan kurus dengan rambut tergerai sebahu itu menjerit sekuatnya. Di halaman pondok, dia melihat ayahnya tengah tergeletak dan dihampiri sosok tinggi besar berambut kriting gimbal."Ada apa, Nduk?" Ibunya bertanya.Gadis itu langsung memeluk ibunya dengan ketakutan. Air matanya telah jatuh dari tadi. "Ayah," lirihnya.Anak sulung Ki Kriwil segera berlari ke luar menghampiri tubuh ayahnya yang pingsan."Ayah." Dia menghambur dan memeluk tubuh kurus Ki Kriwil.Sosok laki-laki tinggi besar itu mendengkus. Tubuhnya membungkuk. Jari-jarinya yang berukuran b

DMCA.com Protection Status