Bab 24. MEMBELI RUMAH MEWAH TIGA LANTAI “Bisa, tentu saja bisa. Saya akan menunggu bapak di lokasi.” Setelah saling janjian untuk bertemu dengan marketing itu, Jaka menutup panggilan teleponnya, kemudian merapikan laptopnya dan menaruhnya ke dalam lemari agar lebih aman, Jaka keluar lagi dari rumah kontrakannya. Karena hari sudah sore dan bertepatan dengan waktu jam pulang kerja, maka waktu tempuh Jaka bertambah lama sebelum sampai ke lokasi. Akan tetapi karena sudah janjian, maka dia segera keluar dari rumah kontrakannya dan menaiki taksi ke lokasi rumah tiga lantai itu. Satu jam kemudian Jaka sudah tiba di tempat janjian sesuai dengan alamat yang tertera di aplikasi yang dibacanya. Begitu taksi yang dinaikinya berhenti, seorang wanita cantik datang menghampirinya sambil tersenyum. “Ini bapak Jaka?” “Iya betul, apa anda bu Widya?” “Betul sekali saya Widyawati biasa di panggil Widya dari PT Murni Buana Developer.”Widya langsung mengul
Bab 25. TIDAK PERCAYA Tak lama kemudian sampailah mereka di kantor pemasaran PT Murni Buana Developer, meskipun hari sudah gelap akan tetapi masih banyak karyawan yang masih sibuk duduk di mejanya sambil menghadap monitor komputer. “Ada apa Widya kembali ke perusahaan? Apakah ada yang penting? Bukankah dia sudah pulang sejak tadi sore?” “Lihat dia kembali bersama seorang pria, apa mungkin pria itu pacarnya?” “Mana mungkin pria dengan penampilan dekil seperti itu menjadi pacar Widya, kita tahu sendiri seperti apa temperamennya?” “Mungkin pria itu OB baru yang akan bekerja di perusahaan kita.” “Tapi? Mana mungkin membawa karyawan baru malam-malam begini?” Sementara itu Widyawati sama sekali tidak peduli dengan pandangan curiga rekan kerjanya, dia terus berjalan kearah mejanya. “Silahkan duduk.”Widyawati segera mempersilahkan Jaka untuk duduk di depan mejanya, sementara itu dia terus mencari dokumen perjanjian jual beli dari dalam laci meja kerj
Bab 26. MENJAUHI INTAN Di tangannya ada tas yang berisi dokumen kepemilikan rumah mewah tiga lantai di kawasan Kemang Jakarta Selatan. “Sebaiknya saya pulang ke rumah kontrakan ataukah ke rumah yang baru saya beli untuk istirahat?”Jaka tampak bingung menentukan pilihan saat keluar dari kantor PT Murni Buana Developer, sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Jaka memilih untuk pulang ke rumah kontrakannya terlebih dahulu daripada tidur di rumah barunya. Waktu berlalu dengan cepat, keesokan harinya Jaka berangkat kuliah seperti biasa dengan menaiki bus kota. Sorenya, Jaka pulang dengan cepat ke rumah kontrakannya usai jam kuliah selesai. Saat ini Jaka sedang merapikan barang-barangnya yang akan dibawa ke rumah barunya, ketika tiba-tiba terdengar pintu diketuk dari luar di ikuti suara seorang wanita menyebut namanya. Tok tok tok… “Mas Jaka, apa anda di dalam?” “Eh bu Ratna, iya saya ada di
Bab 27. AJAKAN INTAN Jaka yang mendengarkan ucapan Intan hanya tersenyum tipis, sebagai seorang pria miskin tentu saja dia menyadari keadaan dirinya yang tidak pantas berhubungan dengan Intan. Hinaan Rustam Warsito atau ayahnya Intan saat itu masih teringat dalam hatinya, hinaan itu tertancap dengan dalam terukir di dalam pikirannya. Karena inilah, Jaka hanya tersenyum tipis mendengar perkataan Intan. Karena dia tidak ingin memperpanjang masalah, dia hanya mengiyakan apa yang di katakan Intan. Saat sedang asik ngobrol, tiba-tiba terdengar seseorang memanggil nama Jaka dengan suara keras. “Jaka, kemarilah! Saya mencari-cari kamu sedari tadi!”Ternyata yang memanggil nama Jaka adalah mahasiswa senior yang bernama Yoga bersama kroni-kroninya. Jaka segera menoleh ke arah sumber suara, ekspresi wajahnya seketika menjadi buruk, setelah tahu siapa orang yang memanggilnya. “Saya menemui kak Yoga dulu, kamu lanjutkan saja ke kelas.”Sebelum pergi menem
Bab 28. MEMBELI MOBIL OFFROAD Jaka tampak bersemangat setelah turun dari bis kota, perasaannya di penuhi dengan bayangan mobil SUV besar itu. Tak lama kemudian Jaka sudah sampai di toko mobil bekas yang memajang mobil SUV warna hitam yang sudah di modif dengan roda offroad. “Benar-benar keren mobil ini, berapa harganya ya?”Jaka tampak sangat bersemangat mengeliling mobil SUV warna hitam ini, tak lupa tangannya sibuk memegangi roda dan bodi mobil dengan penuh semangat. Saat sedang asik mengagumi mobil SUV ini, tiba-tiba Jaka dikejutkan oleh suara seorang wanita menyapanya. “Selamat sore kak, apakah kakak tertarik dengan mobil ini?” Jaka segera menoleh ke arah sumber suara, dengan ekspresi malu-malu Jaka tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Iya mbak, apakah saya boleh bertanya?” ucap Jaka dengan sedikit segan, bagaimanapun juga dia belum pernah membeli mobil, apalagi mobil sebagus yang ada di hadapannya meskipun hanya sebuah mobil bekas. “
Bab 29. TAWARAN DEWI Jaka duduk terdiam sambil memegangi kemudi dan sedang berpikir apa yang harus dilakukannya dengan mobil yang baru dibelinya. Sementara itu pemilik toko dan marketing yang sebelumnya melayani Jaka, masih berdiri di depan toko menunggu Jaka pergi membawa mobilnya. “Dewi, coba kamu lihat pelanggan kita. Coba tanya apakah ada yang perlu dibantu? Lihat sedari tadi mesin mobilnya belum juga dihidupkan?” “Baik pak.”Dewi segera berjalan ke arah pintu kemudi dimana Jaka berada, kemudian dia mengetuk jendela kaca ruang kemudi. Tok tok tok Jaka yang sedang kebingungan sangat terkejut ketika mendengar ketukan pada kaca jendela di sampingnya, dia segera menoleh ke arah sumber suara. Seketika ekspresi wajahnya yang buruk langsung berubah cerah ketika mengetahui siapa orang yang mengetuk kaca jendela mobilnya. Jaka segera membuka pintu, kemudian turun dari dalam mobil dan berdiri di depan Dewi sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gat
Bab 30. DIKIRA SELINGKUHAN DEWI Begitu mendapat persetujuan dari Jaka, ekspresi wajah Dewi langsung terlihat cerah, kemudian dia minta izin untuk mengambil tasnya dan berpamitan kepada pemilik toko untuk pulang bersama Jaka. Pemilik toko tidak tahu kalau Jaka sebenarnya tidak bisa mengemudi dan Dewi pulang bersamanya dikira Jaka mengajaknya makan malam. Mobil SUV hitam milik Jaka pergi meninggalkan toko mobil bekas ketika adzan maghrib terdengar dengan dikemudikan Dewi. “Kita langsung pulang atau mau pergi kemana terlebih dahulu?”Dewi membuka percakapan sambil menoleh sebentar kearah Jaka yang duduk di kursi yang ada di samping kursi pengemudi. “Langsung pulang saja, ini sudah malam nanti kamu pulangnya kemalaman,” sahut Jaka sambil menatap keramaian lalu lintas di depannya. “Saya biasa pulang malam, apalagi kalau toko sedang ramai.” “Kerja di toko mobil senang ya kak? Bisa mengemudikan mobil berbagai type.”Jaka melirik kearah Dewi sambil mencob
Bab 31. SALAH PAHAM PARAH “Ha ha ha ha…. seperti inikah kelakuanmu? Kita ini sebentar lagi akan tunangan, apa kamu begitu tega berkhianat di belakangku? Kalau begini kita putus saja, selamat tinggal tunangan!” “Kak Bagas, kejadiannya tidak seperti itu. Nanti pasti akan saya jelaskan, sebaiknya kak Bagas pulang terlebih dahulu atau mencari meja yang lain saja.”Dewi yang mendengar perkataan Bagas yang mengingatkannya akan pertunangan dan mendengar ancamannya yang menginginkan memutus hubungan mereka langsung mendinginkan hatinya yang memanas. “Kak Bagas, perkenalkan ini pak Jaka Customer toko saya.” Melihat situasi semakin tidak kondusif, Dewi yang awalnya merasa terganggu dan ikut marah dengan kedatangan Bagas, setelah melihat banyak puluhan pasang mata tertuju padanya, hatinya mulai melunak dan mulai memperkenalkan Jaka kepada Bagas. “Jadi begini kelakuanmu di belakangku dan suka bermain dengan Customer kamu?”Emosi Bagas sepertinya belum menurun, dia masih t
Bab 115. MENGHADANG MOBIL PENCULIK “Tolong beri jalan,” ucap Jaka sambil menatap ketiga pemuda kampung di depannya. “Beri jalan? He he he he…. sepertinya kamu tidak tahu apa yang terjadi pada dirimu yang sudah berani memasuki kamar wanita yang bukan muhrim?” celetuk Anto sambil menatap sinis ke arah Jaka. Ketiga pemuda kampung ini berjejer rapi menghalangi jalan keluar Jaka dari kamar kontrakan Dian Utami. “Bang Anto, apa yang kamu lakukan? Beri jalan kepada temanku!” perintah Dian Utami sambil melotot ke arah Anto dan kedua temannya. Anto dan kedua temannya seakan tidak mendengar perkataan Dian Utami, mereka bertiga tetap menghalangi jalan keluar Jaka dengan senyum penuh ejekan membayang di wajah mereka. Jaka menatap pemuda kampung di depannya dengan perasaan tidak suka, melihat ketiganya bersikeras untuk menghalangi jalannya, Jaka tetap melangkah untuk menabrak mereka bertiga. Telapak tangan Jaka mengibas seperti mengusir lalat yang mengerubuti
Bab 114. DISANGKA KUMPUL KEBO Tiga wanita yang ada di rumah kontrakan Dian Utami memandangi sosok Jaka dan Dian Utami silih berganti, dengan hati penuh dengan seribu pertanyaan. “Teman-teman, kenalkan ini Jaka,” kata Dian Utami begitu memasuki rumah kontrakannya. “Hai,” sapa Jaka kepada ketiga gadis yang ada di rumah kontrakan. “Ehem… ehem… Dian, ngomong-ngomong sejak kapan kamu kenal dengan Om ganteng ini?” tanya salah satu teman Dian sambil melirik ke arah Jaka dengan ekspresi penasaran. Bagaimanapun juga mereka berempat adalah sahabat baik, sehingga apa yang terjadi pada setiap orang, yang lainnya pasti tahu. Tapi sekarang ketika Dian Utami pulang sambil membawa Jaka, tentu saja mereka bertiga sangat terkejut dan penasaran. “Perlu diceritakan apa tidak ya?” canda Dian dengan ekspresi lucu dan memainkan matanya ke arah mereka. Pada saat ini, Dian Utami sangat senang, karena dia bisa bertemu dengan pemuda pujaannya yang semalam dikenali.
Bab 113. PERTEMUAN YANG TIDAK DISANGKA Dian Utami yang melihat Jaka tampak bingung, hanya bisa tersipu malu. Memang pergaulan di kota besar, membuat setiap Individu di dalamnya menjadi seseorang yang pemberani dan menghilangkan rasa malu untuk sebagian individu. Seperti halnya Dian Utami yang mempunyai impian untuk mempunyai kekasih dari golongan kaya. Kini ketika dia bertemu seorang pemuda yang mengemudikan mobil mewah, tentu saja dia berusaha keras untuk mendapatkannya. Meskipun dia berusaha menyembunyikan rasa malunya. “Iya, kalau boleh,” sahut Dian Utami sambil menundukkan wajahnya menahan malu. “Sepertinya tidak perlu, mungkin lain kali kalau kita bertemu lagi akan saya pikirkan,” kata Jaka pada akhirnya. Tentu saja Jaka tidak ingin banyak orang mengetahui nomor ponselnya yang akan membuatnya merasa tidak nyaman. Setelah itu Jaka masuk kedalam mobilnya dan membuka kaca jendelanya dan berkata, “Terimakasih sudah membantu membawakan baran
Bab 112. DIAN UTAMI Ekspresi Jaka tetap datar, namun dari sinar matanya bang Jago bisa melihat, kalau di tatapan pemuda di depannya ini ada cahaya kematian yang terpancar. Akhirnya sampai juga Jaka di depan bang Jago dan jarak mereka hanya sisa dua meter lagi. “Sepertinya kalian sudah sering membuat masalah dan mengganggu masyarakat kecil. Hmmm… sebaiknya kamu sebagai pemimpin mereka diapakan ya?” gumam Jaka sambil mengusap dagunya yang mulus, sambil tersenyum sinis ke arah bang Jago. “Ampun, tolong ampuni saya. Kami tidak akan berbuat onar lagi,” pinta bang Jago sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Dakh… “Argh….” Tiba-tiba sebuah tendangan kilat mengenai perut bang Jago yang mau berlutut kepadanya sebagai bentuk permintaan maaf. Jaka yang tidak menyukai ada orang yang berlutut kepada sesama manusia. Apalagi kepada dirinya, segera saja dia mengayunkan kakinya yang tepat mengenai perut bang Jago. Tendangan kilat itu
Bab 111. SERANGAN MAUT MENYELESAIKAN MASALAH Orang yang merupakan pemimpin para preman ini segera turun dari motornya dan berjalan ke arah Jaka dengan langkah tegap dan tatapan penuh dengan penghinaan memandang kearah Jaka. “Hei keparat, apakah kamu yang sudah berani melukai anak buahku?” gertak bang Jago begitu turun dari motornya. Jaka tidak menjawab pertanyaan bang Jago, dia tetap duduk dengan santai, tapi bola matanya berputar dan ekspresi wajahnya penuh dengan ejekan. “Kurang ajar, apa kamu tidak tahu sekarang sedang berada dimana? Cepat kamu berikan uang pengobatan untuk anak buahku, kalau tidak kamu akan saya hajar lebih parah dari anak buahku!” Jaka tetap diam, dia sangat malas beradu argumen dengan para preman yang sukanya membuat onar terhadap masyarakat. “Kurang ajar, sepertinya kamu orang bisu yang perlu diberi pelajaran, agar tahu kamu sedang berhadapan dengan siapa. Kamu, kamu, dan kamu hajar keparat ini dan suruh dia berlutut di hadapa
Bab 110. GENG BANG JAGO Kening Jaka berkerut ketika mendengar perkataan kedua preman di depannya, dalam hati dia berkata, “Sepertinya ada orang yang ingin mati, berani membuat masalah denganku.” Semangat Jaka kini sudah berubah setelah tahu, kalau dia memiliki kekuatan yang sangat hebat warisan dari Naga Majapahit yang sedang bertapa. “Terus apa mau kalian? Kalau kalian tidak menerima uang sepuluh ribu ini, maka uang ini akan saya masukkan ke dalam kantong lagi,” kata Jaka sambil mengambil uang yang tergeletak di atas meja. Brakk…. Melihat keberanian Jaka, seketika kedua preman ini langsung menggebrak meja dengan keras, membuat pemilik warung nasi goreng ketakutan. Jaka tampak tidak peduli dengan kemarahan kedua preman di depannya, dia menatap kedua preman itu dengan tatapan sinis. “Kamu melawan perintah kami? Apa kamu mau mati?” bentak salah satu preman yang berdiri di belakang temannya sambil menyodorkan tinjunya kearah Jaka. “Pergilah,
Bab 109. AJIAN LAMPAH LANGIT Saking senangnya Jaka melompat begitu saja keatas, dan tanpa sadar lompatannya sangatlah tinggi hingga melewati genteng rumahnya yang berlantai tiga. Wuss… Tentu saja Jaka sangat panik ketika tubuhnya tiba-tiba saja melesat ke atas dengan sangat cepat melewati atap rumahnya dan terus naik hingga ketinggian seratus meter. Jaka segera mengatur nafas dan emosinya untuk mengontrol gerakan tubuhnya yang melayang di udara. Setelah nafasnya kembali normal dan menghilang rasa kagetnya, dengan perlahan Jaka berusaha mempraktekkan ilmu Ajian Lampah Langit yang membuatnya bisa melayang di udara hampa. Setelah menghentikan daya lontar tubuhnya, Jaka berusaha menapakkan kakinya di atas udara dan ajaibnya, seketika itu juga udara yang di injak kakinya langsung memadat. “Wah hebat, ternyata ilmu yang diberikan guru Naga sangat hebat,” ucap Jaka sambil berjalan-jalan di atas udara kosong sambil menari. Saking senangnya bisa berjal
Bab 108. MENGELUARKAN KEMAMPUAN TERSEMBUNYI Sebenarnya Jaka bisa langsung memerintahkan Rektor Agus untuk langsung menerimanya masuk kelas bersama teman-temannya. Akan tetapi Jaka tidak melakukan itu, karena dia ingin saat dia diterima masuk kelas, tidak ada pelanggaran hukum dan kedisiplinan. Karena itulah Jaka berusaha menaklukan jiwa dan pikiran Rektor Agus dengan lembut, sehingga dia bisa berpikir secara logis dan tidak langsung menerima begitu saja bisikan yang masuk ke otaknya. “Begini saja, terima Jaka masuk ke kelas yang sama dengan temannya, tapi beri dia ujian susulan kenaikan semester tiga. Dan satu lagi, cabut beasiswanya sebagai hukuman atas ketidak disiplinannya selama ini.” Bisikan itu kembali masuk ke otaknya bersamaan dengan rasa sakit yang menyerang kepalanya. “Siapa kamu? Kenapa kamu bisa masuk ke pikiranku,” kata Rektor Agus dalam benaknya. “Aku? Aku adalah jiwa bersih dan jiwa baik yang ada di dalam tubuhmu, atau yang lebih dikenal
BAB 107. AJIAN PENAKLUK JIWA Mahasiswa itu terus memperhatikan Jaka dan Intan yang menghiraukan mereka dan terus berjalan menuju kantor dosen. Tak lama kemudian Jaka dan Intan sampai juga di kantor dosen Saras. Begitu sampai di kantor dosen, orang yang mereka cari sepertinya belum berangkat, sehingga Intan mengajak Jaka menunggunya. “Jaka, sebaiknya kita menunggu bu Saras terlebih dahulu. Bagaimanapun juga kamu juga tidak tahu akan masuk kelas ke semester tiga atau mengikuti mata kuliah semester satu bersama mahasiswa baru,” ucap Intan yang mencari kursi untuk duduk menunggu kedatangan dosen Saras yang ada di luar kantor. Sambil menunggu kedatangan dosen Saras, Intan menanyakan apa sebenarnya yang terjadi dengan Jaka, hingga tiba-tiba saja menghilang tidak ada kabar berita selama tujuh bulan lamanya. Dengan terus terang, Jaka menceritakan apa yang terjadi. Meskipun berterus terang, Jaka tidak menceritakan pertemuannya dengan mbah Marijan di dimensi Le