แชร์

14. Kekejaman Kevin Drakenis

ผู้เขียน: Zhu Phi
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-04-10 14:04:31

Udara di Paviliun Barat Caraxis begitu tegang, seolah-olah dunia menahan napas. Jejak darah yang mengering di antara batu-batu lantai menjadi saksi bisu dari tragedi barusan—Utusan Gubernur tergeletak tak bernyawa dengan kepalanya terpisah dari tubuhnya, dan jeritannya masih terngiang di dinding-dinding batu. Tapi semua itu tak membuat Helena Caraxis gentar. Meskipun tubuhnya remuk, semangatnya belum padam.

Ia tergeletak di ujung halaman, tubuhnya terbungkus pakaian anggun yang kini robek dan berlumur debu. Dua kakinya terkulai tak berdaya—patah, hancur oleh tendangan Kevin Drakenis sebelumnya. Setiap gerakan kecil pun membuatnya menggertakkan gigi menahan nyeri. Namun dari matanya, masih menyala api kemarahan yang tak kalah menyakitkan.

"Kalian tunggu apa lagi?! Serang dia... sekarang juga!" suaranya melengking, parau, penuh amarah dan rasa malu. Ia tak peduli lagi dengan darah yang menetes dari bibirnya. Ia menunjuk ke arah Kevin dengan tangan gemetar, bukan karena takut—tapi karena
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก
ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
Bambang Irawan
mana lanjutannya?
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   15. Hitung Mundur

    “BERHENTI!!”Suara itu menggelegar seperti halilintar yang memecah langit mendung. Langkah Kevin terhenti seketika. Getaran dari teriakan itu seolah memukul udara di sekitarnya, menggantungkan ketegangan yang mendebarkan.Dari balik bangunan utama paviliun, muncullah sosok Albert Caraxis. Bajunya tampak rapi dengan jubah khas pemimpin paviliun, namun matanya menyala oleh amarah yang membara. Dia berdiri di hadapan Kevin, dadanya naik turun, napasnya terdengar seperti desisan hewan buas yang sedang terluka namun belum menyerah.“Beraninya kau… menyentuh putriku…” katanya dengan suara berat, tiap katanya seolah mengguncang tanah di bawah kaki mereka.Kevin menoleh perlahan, senyuman sinis menyungging di bibirnya. Sorot matanya dingin, meremehkan, seperti menatap seekor anjing tua yang menggonggong tanpa bisa menggigit.“Akhirnya muncul juga, ya?” gumamnya. “Kupikir pengecut macam kau sudah kabur entah ke mana. Ternyata masih punya nyali juga... Ayah mertua.”Nada sarkastisnya menampar h

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-11
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   16. Teringat Masa Lalu

    Langkah-langkah Kevin Drakenis terdengar lembut di atas kerikil halaman, tapi ada sesuatu yang jauh lebih berat daripada sepatunya—beban dendam yang telah lama dipendam. Udara sore itu dingin dan penuh ketegangan, seolah angin pun menahan napasnya ketika pria itu mendekat ke arah Helena.Helena Caraxis menggeser tubuhnya mundur satu langkah, lalu satu lagi. Tubuhnya gemetar seperti daun di ujung ranting saat badai hendak datang. Matanya membesar, sorotnya bercampur takut dan bersalah, melihat sosok yang berjalan pelan menuju ke arah dirinya."Apa... apa maumu?" suaranya nyaris tak terdengar.Kevin tak langsung menjawab. Ia menyelipkan sebatang rokok berbungkus emas ke antara bibirnya—rokok khas dari Claudia Xander, aromanya tajam dan menguar harum dedaunan terbakar. Ia menyalakannya perlahan, seakan menikmati setiap detik keheningan yang menusuk.Asap rokok pertama dihembuskannya dengan lambat, melingkar seperti ular di udara, sebelum menyentuh wajah Helena yang pucat. Ia menarik bang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-11
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   17. Informasi Penting

    Matahari siang memancarkan cahaya terik di atas halaman Paviliun Barat Caraxis. Bayangan pohon-pohon tua merambat di atas batuan putih yang panas membakar telapak kaki. Udara kering seolah mengiris kulit, namun hawa paling menyengat justru datang dari tatapan Kevin yang berdiri di tengah pelataran, memandangi sosok yang tergeletak di hadapannya.Helena. Tubuhnya terkulai di atas lantai batu, napasnya tak beraturan. Gaun indahnya sobek di banyak bagian, penuh noda darah yang mulai mengering. Kedua tangannya... telah tiada. Dan kedua kakinya—patah dan remuk, tidak bisa lagi menyangga tubuhnya sendiri. Setiap gerakan kecil saja membuatnya mengerang tertahan.Namun bahkan dalam keadaan seperti itu, Helena menegakkan kepalanya, mencoba bertahan di bawah tatapan yang menusuk itu.Kevin melangkah perlahan, debu-debu beterbangan di sekitarnya. Di tangan kanannya, Pedang Dewa Ilahi berkilauan di bawah cahaya matahari. Ujungnya mencuat rendah, menyeret jejak tipis di permukaan batu."Aku tanya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-12
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   18. Kematian Tragis

    Siang itu, matahari menggantung tinggi di langit Nagapolis, memancarkan cahaya menyilaukan yang memantul di lantai batu halaman Paviliun Barat Caraxis. Udara panas menyelimuti setiap sudut bangunan tua yang berdiri kokoh dengan pilar-pilar hitam berhias ukiran kuno. Di sudut halaman, di bawah bayang-bayang tiang tinggi, Helena tergeletak tak berdaya.Darah kering menempel di sisi pelipisnya. Kedua tangan gadis itu buntung, hanya tersisa lengan yang menggigil dalam balutan perban kasar. Kakinya tak bisa digerakkan—remuk, bengkok tak alami seperti patahan dahan setelah badai.Helena mengangkat wajahnya dengan susah payah. Rambut hitamnya acak-acakan, menutupi sebagian wajah pucatnya yang dipenuhi luka dan debu. Suara langkah berat menghentikan gumaman kesakitannya. Sepatu bot hitam menginjak kerikil dengan nada dingin, pelan, dan mengancam.Sosok itu berdiri di hadapannya.Kevin Drakenis.Wajahnya yang dulu pernah ia cintai, kini tampak seperti patung batu—dingin, kejam, tak menyisakan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-12
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   19. Kehancuran Paviliun Caraxis

    Langit siang begitu jernih, membentang luas tanpa sepotong awan pun. Matahari menggantung tinggi—membara, menyilaukan, dan menyengat. Cahaya keemasannya menimpa halaman Paviliun Barat Caraxis, memantul di atas tanah berdebu yang retak dan mengering. Udara masih menyimpan aroma khas ... campuran tanah gosong, dedaunan yang hangus terbakar, dan jejak samar darah yang sempat tertumpah pagi tadi. Segalanya seperti napas dari medan pertarungan yang belum sepenuhnya mati.Di tengah pelataran yang mulai ditumbuhi bayang-bayang reruntuhan, Kevin Drakenis berdiri diam. Bahunya tegap, wajahnya keras seperti diukir dari batu granit. Angin semilir menyapu pakaiannya, memainkannya pelan seolah mengingatkan bahwa dunia belum sepenuhnya tenang.Pandangannya menyapu deretan pepohonan kamper di tepi halaman, dedaunnya bergemerisik pelan, membentuk lengkungan alami seperti gerbang tersembunyi menuju dunia lain. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya—melainkan tatapan. Sesuatu... atau seseorang... ten

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-13
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   20. Peti Mati Spiritual

    Cahaya matahari menyinari pelataran Paviliun Dracarys, tapi bagi Claudia, dunia seakan menggelap. Ia berdiri mematung di tengah halaman paviliun ... tenggorokannya terasa mengering, sementara setitik keringat dingin menggelinding pelan dari pelipis ke sisi wajahnya. Udara di sekitarnya seharusnya hangat... tapi kulitnya justru menggigil.Di hadapannya, api spiritual yang menyala di lentera kristal memantul di mata Kevin Drakenis. Bola matanya tak berkedip, serupa cermin kosong yang menyerap cahaya dan mengembalikannya sebagai ancaman tak bersuara. Claudia menelan ludah. Tatapan itu... bukan milik manusia biasa."Beruntung aku tidak jadi musuhnya," bisiknya dalam hati, menahan jemari yang mulai bergetar pelan. Ia mengepalkan tangan di balik gaunya yang melekat erat di tubuhnya, berusaha meredam gemetar yang menyebar dari dada hingga ke ujung lutut.Kevin tak berbicara. Ia hanya berdiri di balik meja batu obsidian, menatap daftar pesanan yang telah ia ajukan. Claudia membacanya satu per

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-13
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   21. Menetralisir Darah Iblis Es

    Langit sore di atas Paviliun Dracarys memerah seperti bara, seolah mencerminkan kegelisahan yang bergolak di dalam bangunan megah itu. Di sebuah kamar perawatan mewah yang remang dan sunyi, Ravena terbaring lemah di atas ranjang putih bersprei sutra. Napasnya tersengal, terengah seperti tersangkut di tenggorokan, dan dari kulit pucatnya tampak samar kilau kebiruan—pertanda bahwa Darah Iblis Es di dalam tubuhnya sedang memberontak.Udara di ruangan itu dingin menggigit, bukan karena alat pendingin, tapi karena hawa beku yang merembes dari tubuh Ravena. Embun es membeku di ujung rambutnya yang terurai, dan jari-jarinya membiru perlahan seperti hendak menjadi kristal.“Tekanan tubuhnya turun drastis... Suhunya nyaris membekukan alat monitor,” bisik salah satu dokter sambil menyesuaikan masker oksigen yang menutupi wajah Ravena.Di balik pintu, suara langkah tergesa menggema di sepanjang lorong marmer. Kevin Drakenis nyaris menerobos masuk saat melihat tubuh Ravena menggigil hebat di bali

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-13
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   22. Kekuasaan Chief Executive

    “Apa kamu sudah membawakan semua yang aku minta?”Nada suara Kevin datar dan dingin, seolah tak berasal dari seorang manusia, melainkan dari gunung es yang menjulang tak tersentuh. Ia tak menoleh sedikit pun ke arah Claudia, matanya tetap terpaku ke luar jendela kamar perawatan yang diselimuti kabut tipis, seperti menyembunyikan kemarahan di balik ketenangan.Claudia berlutut di hadapannya, lututnya menyentuh lantai dingin marmer yang mengilap. Tangannya memeluk erat kantong belanja berisi bahan-bahan yang diminta. Ia tahu—satu kesalahan kecil saja, nyawa seseorang bisa melayang.Ruangan itu sunyi, seolah membeku oleh tekanan spiritual yang memancar dari Kevin. Para perawat dan dokter yang sebelumnya lalu-lalang kini lenyap, mundur satu per satu setelah merasakan hawa menusuk yang menjalar seperti kabut musim dingin. Suhu di dalam ruangan seolah turun drastis, membuat Claudia menggigil meski tubuhnya dilindungi mantel tebal.“Sudah, Chief,” ucapnya dengan suara bergetar, namun berusah

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14

บทล่าสุด

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   39. Kekalahan Telak Varion

    “AAAAARRRGGHHH!!”Jeritan Varion melesat ke langit seperti kilat yang menusuk jantung semesta. Suaranya memecah udara, memantul di antara dinding langit spiritual yang bergemuruh, mengguncang pilar-pilar cahaya surgawi yang berdiri rapuh di kejauhan.Tubuhnya terlempar seperti meteor liar, membelah angkasa dengan jejak api spiritual yang berkelip-kelip. Dalam sekejap, ia menghantam dinding batu surgawi—benteng yang bahkan waktu segan menyentuhnya. Ledakannya mengguncang dimensi itu, memicu runtuhan dahsyat. Pilar-pilar suci hancur tak bersisa, beterbangan seperti debu emas diterjang badai. Dentuman itu menggema panjang, lalu perlahan menghilang, digantikan keheningan yang nyaris tak wajar.Tanah tempat Varion jatuh membentuk kawah dalam—sebuah bunga lotus terbalik, seolah-olah alam sendiri mengejek ironi. Ia, sang penerus teknik Lotus Spiritual, kini menjadi puing di tengah simbolnya sendiri.Partikel-partikel debu spiritual melayang di udara, mengambang lembut dalam cahaya senja yang

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   38. Jurus Terakhir Mahadewa Pedang

    Langit seketika berubah kelam. Bukan hanya gelap—tetapi gelap yang padat, seperti tinta ilahi tumpah menutupi kanvas dunia. Tak ada gerakan. Tak ada bisikan angin. Bahkan suara dedaunan, langkah semut, dan bisikan roh pun… lenyap.Segalanya membeku, terhenti dalam satu detik yang terlalu panjang untuk disebut waktu.Hanya satu bunyi yang tetap bertahan.Detak jantung.Detak jantung Kevin.Suara itu terdengar jelas—menggema, menggetarkan dada setiap makhluk yang menyaksikannya. Seperti dentang lonceng perang surgawi, membangkitkan rasa gentar dan takjub sekaligus. Bum… bum… bum… tiap detaknya mengandung kekuatan yang bisa membangunkan roh para leluhur atau menjatuhkan para dewa.Kevin berdiri tak bergerak. Ia menatap ke depan—mata yang dulu bersinar kini berubah menjadi galaksi kecil yang menyala, seperti ada bintang yang terbakar hidup-hidup di dalam tatapannya.Dengan suara rendah namun bergema hingga ke dasar jiwa, ia berucap:“Ini akhir dari segalanya …”Nafasnya tenang. Tapi tiap

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   37. Satu Jurus Lagi

    Kevin dan pedangnya... telah menyatu. Seperti kabut yang menjadi bagian dari udara, seperti nyala yang menyatu dengan api. Tak terlihat, namun terasa—mengerikan dan pasti.Dan kemudian—“HEAVEN-SUNDERING FLASH!!”Suara itu meledak dari langit, seperti tiupan sangkakala yang menggetarkan bintang-bintang. Cahaya turun dari atas, bukan sekadar terang—tapi terang yang menyayat. Sebilah pedang ilahi menyayat langit, turun bagaikan kilatan meteor surgawi yang hendak memisahkan dunia dari langit.Varion mendongak. Matanya membelalak.Terlambat.Formasi lotus mulai retak—retakan kecil, lalu menjalar, membelah, menghancurkan. Satu demi satu, lapisan perisai spiritualnya runtuh seperti kaca diserang badai bintang.“Tidak—!” seru Varion, mengangkat tombaknya.Tapi kekuatan itu… terlalu besar.Tubuhnya terpental seperti boneka, terdorong puluhan meter ke belakang. Tumitnya menggores lantai arena, menciptakan parit mendalam yang menyala dengan percikan api spiritual. Setiap gesekan membakar tanah

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   36. Mahadewa Pedang Tak Terkalahkan - II

    Langit mendadak bergemuruh. Bukan karena badai. Bukan pula karena petir yang menggelegar. Tapi karena satu sosok—sebuah entitas yang berdiri di puncak dunia dengan napas agung dan mata yang menembus lapisan realitas.Kevin Drakenis telah bangkit.Namun, ia bukan lagi manusia biasa. Bukan lagi pemuda yang berdarah dan berdaging seperti yang dikenal banyak orang. Ia kini menjelma menjadi sesuatu yang hanya pernah disebut dalam desahan doa, hanya digambarkan dalam catatan langit kuno—Mahadewa Pedang Tak Terkalahkan.Udara di sekelilingnya menjadi sunyi. Bahkan angin pun menahan napasnya, seperti makhluk kecil yang sadar sedang berada di hadapan penguasa semesta. Daun-daun yang tadinya beterbangan di udara perlahan gugur dengan tenang, seolah menghaturkan hormat.Langkahnya ringan, nyaris tanpa suara, namun setiap jejak yang ia tinggalkan membuat tanah bergetar perlahan. Aura keagungannya menjulang tak terlihat namun terasa—mendesak dan melingkupi, seperti lautan energi suci yang menguar

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   35. Mahadewa Pedang Tak Terkalahkan

    Langit bergetar seolah hendak runtuh. Tanah di bawah kaki Kevin pecah, membentuk retakan-retakan seperti guratan kutukan kuno.Dan saat cahaya ledakan memudar…“DEMON STRIKE SWORD!!”Suara Kevin kini berubah. Dalam gaungnya, ada murka dan penderitaan, seperti dentang lonceng terakhir bagi jiwa-jiwa tersesat.Tubuhnya memuntahkan gelombang energi hitam pekat, menjulang ke langit dan membelah udara seperti cakar iblis. Dari dalam energi itu, terdengar jeritan—lolongan menyayat dari jiwa-jiwa yang terkunci dalam penderitaan abadi.Energi itu menyapu semua pedang spiritual yang datang. Satu per satu pedang dihancurkan, meledak menjadi cahaya hitam kebiruan sebelum menghilang dalam kehampaan. Tapi teknik itu tidak tanpa harga.Tubuh Kevin terpental ke belakang. Kakinya menyeret permukaan batu keras, meninggalkan goresan panjang dan dalam. Tanah berkeping, debu mengepul liar.Ketika angin pertempuran akhirnya mereda… pelipis kirinya robek. Darah segar mengalir lambat, menuruni pipinya seper

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   34. Ratusan Pedang Spiritual

    Dari pusaran yang perlahan memudar, Varion berdiri tegak. Tombaknya diturunkan perlahan, dan napasnya terdengar berat namun terkontrol.Setetes darah merah gelap meluncur turun dari sudut bibirnya, menodai jubah putihnya yang bersimbol lotus perak. Warna merah itu mencolok, kontras di atas kain suci—sebuah luka kecil... namun bagi seorang Celestial Myrad, luka sekecil itu bisa menjadi pertanda bencana.Dia menatap Kevin dengan mata yang kini tidak lagi tenang. Ada kilatan waspada dan hormat, sesuatu yang jarang muncul dari sosok seperti dirinya.“Kau bukan lawan sembarangan…” gumam Varion. Suaranya tak setenang sebelumnya—ada nada berat yang menggantung di ujung kalimatnya, seperti beban yang baru saja ia sadari.Ia mengangkat satu tangan, menyeka darah dari bibirnya. “Ini… pertama kalinya dalam lima tahun seseorang bisa menembus pertahanan spiritualku.”Kevin tidak menjawab langsung. Ia melompat mundur dengan lincah, mendarat ringan di atas reruntuhan aula yang hancur. Debu berhambu

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   33. Kehebatan Serangan Varion

    Dalam sekejap yang nyaris tak terdeteksi oleh mata manusia, Varion lenyap dari tempatnya berdiri. Bukan bergerak cepat, bukan melompat—ia benar-benar menghilang dari jalinan ruang dan waktu, seolah terhapus oleh kuas takdir. Udara di sekitarnya bergolak, mencabik dirinya sendiri dalam keheningan yang mencekam. Seperti kain tua yang disobek dari tengah, ruang di sekitarnya robek, menciptakan hisapan halus yang menyakitkan telinga.Lantai marmer yang menjadi pijakannya langsung meledak—bukan hanya retak, tapi pecah dan menciptakan lubang menganga. Retakan itu menjalar seperti guratan petir di tanah tandus. Pilar batu raksasa yang berada di dekatnya tak luput dari kehancuran .. patah dengan suara gemeretak seperti tulang rapuh yang diinjak paksa, hancur oleh kekuatan yang tak dapat dijinakkan.GWAARR!!Suara menggelegar yang menggema seperti raungan naga dari kedalaman neraka mengguncang ruang aula. Dalam detik yang bahkan tak memberi waktu untuk berkedip, ujung tombak perak bercabang du

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   32. Celestial Myrad : Varion

    Kabut darah yang menggantung di udara seolah membeku. Dari arah barat, tekanan spiritual luar biasa datang menghantam seisi paviliun seperti gelombang laut yang menggulung daratan. Bukan sekadar aura… tapi kekuatan yang dasyat. Seakan langit sendiri menolak keberadaan Kevin karena dianggap telah melawan takdir langit dengan kekuatannya.Langkah-langkah berat mengguncang paviliun, perlahan namun pasti. Setiap langkah seperti palu ilahi yang menghantam jantung siapa pun yang mendengarnya. Para anggota paviliun dari lima cultivator elite yang tewas—yang bahkan terlalu takut untuk melarikan diri—tersungkur, tubuh mereka gemetar tanpa mampu mengangkat kepala.Lalu—dari balik kabut, muncul satu sosok ...Tinggi. Tegar. Tak tergoyahkan. Sosok itu berdiri bagaikan pilar langit yang menjulang di tengah lautan kematian.Ia mengenakan jubah putih panjang yang jatuh mulus hingga menyentuh lantai, dengan sulaman benang emas dan ungu yang membentuk lambang bunga lotus terbalik—simbol suci milik Cel

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   31. Lima Cultivator Elite

    Kevin mengayunkan pedangnya tanpa menoleh.TRANG!!Satu kilatan cahaya spiritual bertubrukan. Serangan yang datang dari belakang tertahan hanya sejengkal dari tengkuk Kevin. Aura spiritual meledak seperti badai petir yang menggelagar membelah langit.Kevin sama sekali tidak terpengaruh oleh ledakan aura spiritual. Ia tetap berdiri tegak.Dari balik asap, muncul lima sosok, mengenakan jubah panjang dengan bordiran lambang Paviliun Langit Kembar, Paviliun Api Hitam, Paviliun Salju Darah, Paviliun Cakar Petir, dan Paviliun Teratai Hitam. Wajah mereka terbungkus topeng roh kuno—lambang resmi cultivator elit pendukung Gubernur. Ranah mereka seragam ... Transcending—ranah yang sama dengan Kevin tapi memiliki kekuatan yang berbeda jauh.Pemimpin mereka, seorang pria bertubuh jangkung dengan rambut keperakan seperti benang petir, melangkah maju. Tatapannya tajam dan menghina."Kevin Drakenis, bajingan haram yang harusnya mati lima tahun lalu. Atas perintah Gubernur, kami akan menghapusmu dari

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status