Home / Fantasi / Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa / 19. Kehancuran Paviliun Caraxis

Share

19. Kehancuran Paviliun Caraxis

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2025-04-13 14:37:14

Langit siang begitu jernih, membentang luas tanpa sepotong awan pun. Matahari menggantung tinggi—membara, menyilaukan, dan menyengat. Cahaya keemasannya menimpa halaman Paviliun Barat Caraxis, memantul di atas tanah berdebu yang retak dan mengering. Udara masih menyimpan aroma khas ... campuran tanah gosong, dedaunan yang hangus terbakar, dan jejak samar darah yang sempat tertumpah pagi tadi. Segalanya seperti napas dari medan pertarungan yang belum sepenuhnya mati.

Di tengah pelataran yang mulai ditumbuhi bayang-bayang reruntuhan, Kevin Drakenis berdiri diam. Bahunya tegap, wajahnya keras seperti diukir dari batu granit. Angin semilir menyapu pakaiannya, memainkannya pelan seolah mengingatkan bahwa dunia belum sepenuhnya tenang.

Pandangannya menyapu deretan pepohonan kamper di tepi halaman, dedaunnya bergemerisik pelan, membentuk lengkungan alami seperti gerbang tersembunyi menuju dunia lain. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya—melainkan tatapan. Sesuatu... atau seseorang... ten
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   20. Peti Mati Spiritual

    Cahaya matahari menyinari pelataran Paviliun Dracarys, tapi bagi Claudia, dunia seakan menggelap. Ia berdiri mematung di tengah halaman paviliun ... tenggorokannya terasa mengering, sementara setitik keringat dingin menggelinding pelan dari pelipis ke sisi wajahnya. Udara di sekitarnya seharusnya hangat... tapi kulitnya justru menggigil.Di hadapannya, api spiritual yang menyala di lentera kristal memantul di mata Kevin Drakenis. Bola matanya tak berkedip, serupa cermin kosong yang menyerap cahaya dan mengembalikannya sebagai ancaman tak bersuara. Claudia menelan ludah. Tatapan itu... bukan milik manusia biasa."Beruntung aku tidak jadi musuhnya," bisiknya dalam hati, menahan jemari yang mulai bergetar pelan. Ia mengepalkan tangan di balik gaunya yang melekat erat di tubuhnya, berusaha meredam gemetar yang menyebar dari dada hingga ke ujung lutut.Kevin tak berbicara. Ia hanya berdiri di balik meja batu obsidian, menatap daftar pesanan yang telah ia ajukan. Claudia membacanya satu per

    Last Updated : 2025-04-13
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   21. Menetralisir Darah Iblis Es

    Langit sore di atas Paviliun Dracarys memerah seperti bara, seolah mencerminkan kegelisahan yang bergolak di dalam bangunan megah itu. Di sebuah kamar perawatan mewah yang remang dan sunyi, Ravena terbaring lemah di atas ranjang putih bersprei sutra. Napasnya tersengal, terengah seperti tersangkut di tenggorokan, dan dari kulit pucatnya tampak samar kilau kebiruan—pertanda bahwa Darah Iblis Es di dalam tubuhnya sedang memberontak.Udara di ruangan itu dingin menggigit, bukan karena alat pendingin, tapi karena hawa beku yang merembes dari tubuh Ravena. Embun es membeku di ujung rambutnya yang terurai, dan jari-jarinya membiru perlahan seperti hendak menjadi kristal.“Tekanan tubuhnya turun drastis... Suhunya nyaris membekukan alat monitor,” bisik salah satu dokter sambil menyesuaikan masker oksigen yang menutupi wajah Ravena.Di balik pintu, suara langkah tergesa menggema di sepanjang lorong marmer. Kevin Drakenis nyaris menerobos masuk saat melihat tubuh Ravena menggigil hebat di bali

    Last Updated : 2025-04-13
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   22. Kekuasaan Chief Executive

    “Apa kamu sudah membawakan semua yang aku minta?”Nada suara Kevin datar dan dingin, seolah tak berasal dari seorang manusia, melainkan dari gunung es yang menjulang tak tersentuh. Ia tak menoleh sedikit pun ke arah Claudia, matanya tetap terpaku ke luar jendela kamar perawatan yang diselimuti kabut tipis, seperti menyembunyikan kemarahan di balik ketenangan.Claudia berlutut di hadapannya, lututnya menyentuh lantai dingin marmer yang mengilap. Tangannya memeluk erat kantong belanja berisi bahan-bahan yang diminta. Ia tahu—satu kesalahan kecil saja, nyawa seseorang bisa melayang.Ruangan itu sunyi, seolah membeku oleh tekanan spiritual yang memancar dari Kevin. Para perawat dan dokter yang sebelumnya lalu-lalang kini lenyap, mundur satu per satu setelah merasakan hawa menusuk yang menjalar seperti kabut musim dingin. Suhu di dalam ruangan seolah turun drastis, membuat Claudia menggigil meski tubuhnya dilindungi mantel tebal.“Sudah, Chief,” ucapnya dengan suara bergetar, namun berusah

    Last Updated : 2025-04-14
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   23. Memadatkan Pil Spiritual

    Udara di ruang alkimia itu dipenuhi aroma logam dan embun herbal yang samar. Suasana hening, nyaris beku, seolah waktu menahan napasnya sendiri. Di tengah ruangan yang dilingkupi lingkaran sihir kuno, cairan padat melayang dan berputar lambat di udara. Tidak seperti air biasa—zat itu berkilau seperti kaca cair, mengalir dan berdenyut dengan napasnya sendiri. Satu per satu butiran bercahaya melayang turun, bergerak dalam tarian teratur menuju telapak tangan Kevin, seolah ditarik oleh kekuatan purba yang tak kasat mata.Aura spiritual memancar dari tubuhnya seperti gelombang panas di atas api. Matanya menyala tajam, penuh konsentrasi yang nyaris menyakitkan untuk disaksikan. Aliran energi di sekitarnya bergemuruh pelan, tak terdengar oleh telinga biasa namun bisa dirasakan oleh tulang. Setiap helaan napas Kevin menggetarkan ruang, membuat udara berdesir aneh.Claudia berdiri tak jauh di belakangnya, namun satu hentakan kecil dari energi yang terlepas membuat tubuhnya mundur setapak, refl

    Last Updated : 2025-04-14
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   24. Menemani Tidur

    “Gubernur sedang tidak berada di tempat, Chief!” suara Claudia terdengar lembut namun jelas, membuyarkan fokus Kevin yang sedang menatap ke luar jendela kaca paviliun. “Beliau baru akan pulang untuk menghadiri pesta ulang tahunnya—tiga hari lagi.”Kevin mengerutkan kening, baru tersadar. Ia mengira Gubernur masih berada di Kota Godam. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat—ia sudah menyusun rencana matang untuk melampiaskan dendamnya, namun ternyata harus menunda. Ulang tahun Gubernur ke-55, itulah momen yang ditunggu. Dan ternyata, ia masih harus menanti.“Benar juga katamu…” gumam Kevin pelan, matanya menatap lantai seperti sedang menimbang-nimbang. Ia menghela napas panjang, lalu mengangguk mantap. “Kalau begitu, aku akan menyembuhkan Ravena terlebih dahulu. Dia lebih penting sekarang.”Lalu ia menoleh, menatap Claudia. “Apa kalian punya tempat penginapan untukku?”Claudia melangkah mendekat dengan langkah ringan namun penuh keyakinan. Wajahnya menyimpan senyum—senyum manis yang s

    Last Updated : 2025-04-15
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   01. Kuburan Iblis dan Dewa

    Kuburan Iblis dan Dewa ...Sebuah kuburan kuno yang paling ditakuti oleh seluruh praktisi bela diri di Nagapolis, Propinsi Xandaria yang merupakan propinsi terbesar di Negara Vandarian."Kevin Drakenis, aku hadiahkan Pedang Dewa Ilahi kepadamu. Seluruh ilmu Pedang Dewa Ilahi telah kuajarkan kepadamu! Roh Pedang juga ada di dalam pedang ini, kalau kemampuanmu sudah mencapai maksimum maka Roh Pedang akan muncul membantumu! Tinggal kamu tunjukkan pedang ini kepada Klan Vasendra maka keturunanku ini akan membantumu sebaik mungkin."Pemuda yang berumur sekitar 18 tahun ini menatap pedang yang berwarna biru pada bilah pedangnya ini dan memantulkan kilatan cahaya yang menyilaukan. Tangannya dengan ringan mengayunkan pedang besar yang cukup berat ini. Tidak ada ucapan apapun dari pemuda ini ... wajahnya terlihat dingin menerima pedang pusaka ini."Ada beberapa ilmu pedang lain di dalam Kitab Ilmu Pedang Dewa yang bisa kamu pelajari untuk meningkatkan ilmu pedangmu!" lanjut bayangan yang membe

    Last Updated : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   02. Perpisahan dan Penghianatan

    Sepuluh bayangan yang menyerupai roh, setengahnya adalah bayangan putih sedangkan setengahnya adalah bayangan hitam berkumpul bersama dengan mengelilingi Kevin Drakenis yang berada di tengah. Aura mengerikan terpancar dari seluruh bayangan ini yang membuat suasana Kuburan Iblis dan Dewa ini seperti mengalami badai kosmis. Aura mengerikan ini menunjukkan kehebatan mereka di masa kejayaan serta jaman keemasan dewa dan iblis ini.Saat ini, sepuluh penghuni Kuburan Iblis dan Dewa yang masih aktif ini tampak sangat berbahagia. Setelah lima tahun berlalu, mereka masih enggan untuk melepaskan Kevin ke dunia luar yang kejam.Ratusan tahun menunggu pewaris yang tepat, akhirnya mereka menemukan Kevin yang terjerumus masuk ke dalam Kuburan Iblis dan Dewa. Sekarang mereka tampak bahagia terhadap Kevin, tapi lima tahun lalu saat Kevin pertama kali tiba di kuburan ini, ia mengalami siksaan lahir-batin dari iblis dan dewa yang menghuni Kuburan Iblis dan Dewa ini selama berabad-abad lamanya.Sekarang

    Last Updated : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   03. Dendam

    Kevin Drakenis masih saja tidak habis pikir dengan sikap kekasihnya yang berbalik membencinya."Ayahku memperlakukanmu dengan baik, menerima keluargamu saat kalian hampir bangkrut! Begini cara kalian membalasnya?!" suaranya penuh kemarahan, namun tubuhnya terlalu lemah untuk melawan. Helena mendekat, menatap Kevin seolah ia adalah serangga yang pantas dihancurkan. "Kau sudah bukan Jenius Bela Diri lagi, Kevin. Sekarang, akulah yang akan menggantikanmu! Dan hari ini, Keluarga Drakenis akan binasa dari Vandaria!" Pernyataan itu menyadarkannya. Kevin berbalik dan berlari secepat mungkin, mengabaikan rasa sakit yang menjalari seluruh tubuhnya. Ketika akhirnya ia tiba di Paviliun Drakenis, semua sudah terlambat. Bangunan yang dulu megah kini hanya reruntuhan yang dilalap api. Bau anyir darah bercampur dengan asap hitam yang membubung ke langit. Mayat-mayat bergelimpangan di sepanjang halaman, tubuh mereka dingin dan tak bernyawa Di antara mereka, Kevin menemukan sosok yang paling ia

    Last Updated : 2025-03-24

Latest chapter

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   24. Menemani Tidur

    “Gubernur sedang tidak berada di tempat, Chief!” suara Claudia terdengar lembut namun jelas, membuyarkan fokus Kevin yang sedang menatap ke luar jendela kaca paviliun. “Beliau baru akan pulang untuk menghadiri pesta ulang tahunnya—tiga hari lagi.”Kevin mengerutkan kening, baru tersadar. Ia mengira Gubernur masih berada di Kota Godam. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat—ia sudah menyusun rencana matang untuk melampiaskan dendamnya, namun ternyata harus menunda. Ulang tahun Gubernur ke-55, itulah momen yang ditunggu. Dan ternyata, ia masih harus menanti.“Benar juga katamu…” gumam Kevin pelan, matanya menatap lantai seperti sedang menimbang-nimbang. Ia menghela napas panjang, lalu mengangguk mantap. “Kalau begitu, aku akan menyembuhkan Ravena terlebih dahulu. Dia lebih penting sekarang.”Lalu ia menoleh, menatap Claudia. “Apa kalian punya tempat penginapan untukku?”Claudia melangkah mendekat dengan langkah ringan namun penuh keyakinan. Wajahnya menyimpan senyum—senyum manis yang s

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   23. Memadatkan Pil Spiritual

    Udara di ruang alkimia itu dipenuhi aroma logam dan embun herbal yang samar. Suasana hening, nyaris beku, seolah waktu menahan napasnya sendiri. Di tengah ruangan yang dilingkupi lingkaran sihir kuno, cairan padat melayang dan berputar lambat di udara. Tidak seperti air biasa—zat itu berkilau seperti kaca cair, mengalir dan berdenyut dengan napasnya sendiri. Satu per satu butiran bercahaya melayang turun, bergerak dalam tarian teratur menuju telapak tangan Kevin, seolah ditarik oleh kekuatan purba yang tak kasat mata.Aura spiritual memancar dari tubuhnya seperti gelombang panas di atas api. Matanya menyala tajam, penuh konsentrasi yang nyaris menyakitkan untuk disaksikan. Aliran energi di sekitarnya bergemuruh pelan, tak terdengar oleh telinga biasa namun bisa dirasakan oleh tulang. Setiap helaan napas Kevin menggetarkan ruang, membuat udara berdesir aneh.Claudia berdiri tak jauh di belakangnya, namun satu hentakan kecil dari energi yang terlepas membuat tubuhnya mundur setapak, refl

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   22. Kekuasaan Chief Executive

    “Apa kamu sudah membawakan semua yang aku minta?”Nada suara Kevin datar dan dingin, seolah tak berasal dari seorang manusia, melainkan dari gunung es yang menjulang tak tersentuh. Ia tak menoleh sedikit pun ke arah Claudia, matanya tetap terpaku ke luar jendela kamar perawatan yang diselimuti kabut tipis, seperti menyembunyikan kemarahan di balik ketenangan.Claudia berlutut di hadapannya, lututnya menyentuh lantai dingin marmer yang mengilap. Tangannya memeluk erat kantong belanja berisi bahan-bahan yang diminta. Ia tahu—satu kesalahan kecil saja, nyawa seseorang bisa melayang.Ruangan itu sunyi, seolah membeku oleh tekanan spiritual yang memancar dari Kevin. Para perawat dan dokter yang sebelumnya lalu-lalang kini lenyap, mundur satu per satu setelah merasakan hawa menusuk yang menjalar seperti kabut musim dingin. Suhu di dalam ruangan seolah turun drastis, membuat Claudia menggigil meski tubuhnya dilindungi mantel tebal.“Sudah, Chief,” ucapnya dengan suara bergetar, namun berusah

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   21. Menetralisir Darah Iblis Es

    Langit sore di atas Paviliun Dracarys memerah seperti bara, seolah mencerminkan kegelisahan yang bergolak di dalam bangunan megah itu. Di sebuah kamar perawatan mewah yang remang dan sunyi, Ravena terbaring lemah di atas ranjang putih bersprei sutra. Napasnya tersengal, terengah seperti tersangkut di tenggorokan, dan dari kulit pucatnya tampak samar kilau kebiruan—pertanda bahwa Darah Iblis Es di dalam tubuhnya sedang memberontak.Udara di ruangan itu dingin menggigit, bukan karena alat pendingin, tapi karena hawa beku yang merembes dari tubuh Ravena. Embun es membeku di ujung rambutnya yang terurai, dan jari-jarinya membiru perlahan seperti hendak menjadi kristal.“Tekanan tubuhnya turun drastis... Suhunya nyaris membekukan alat monitor,” bisik salah satu dokter sambil menyesuaikan masker oksigen yang menutupi wajah Ravena.Di balik pintu, suara langkah tergesa menggema di sepanjang lorong marmer. Kevin Drakenis nyaris menerobos masuk saat melihat tubuh Ravena menggigil hebat di bali

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   20. Peti Mati Spiritual

    Cahaya matahari menyinari pelataran Paviliun Dracarys, tapi bagi Claudia, dunia seakan menggelap. Ia berdiri mematung di tengah halaman paviliun ... tenggorokannya terasa mengering, sementara setitik keringat dingin menggelinding pelan dari pelipis ke sisi wajahnya. Udara di sekitarnya seharusnya hangat... tapi kulitnya justru menggigil.Di hadapannya, api spiritual yang menyala di lentera kristal memantul di mata Kevin Drakenis. Bola matanya tak berkedip, serupa cermin kosong yang menyerap cahaya dan mengembalikannya sebagai ancaman tak bersuara. Claudia menelan ludah. Tatapan itu... bukan milik manusia biasa."Beruntung aku tidak jadi musuhnya," bisiknya dalam hati, menahan jemari yang mulai bergetar pelan. Ia mengepalkan tangan di balik gaunya yang melekat erat di tubuhnya, berusaha meredam gemetar yang menyebar dari dada hingga ke ujung lutut.Kevin tak berbicara. Ia hanya berdiri di balik meja batu obsidian, menatap daftar pesanan yang telah ia ajukan. Claudia membacanya satu per

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   19. Kehancuran Paviliun Caraxis

    Langit siang begitu jernih, membentang luas tanpa sepotong awan pun. Matahari menggantung tinggi—membara, menyilaukan, dan menyengat. Cahaya keemasannya menimpa halaman Paviliun Barat Caraxis, memantul di atas tanah berdebu yang retak dan mengering. Udara masih menyimpan aroma khas ... campuran tanah gosong, dedaunan yang hangus terbakar, dan jejak samar darah yang sempat tertumpah pagi tadi. Segalanya seperti napas dari medan pertarungan yang belum sepenuhnya mati.Di tengah pelataran yang mulai ditumbuhi bayang-bayang reruntuhan, Kevin Drakenis berdiri diam. Bahunya tegap, wajahnya keras seperti diukir dari batu granit. Angin semilir menyapu pakaiannya, memainkannya pelan seolah mengingatkan bahwa dunia belum sepenuhnya tenang.Pandangannya menyapu deretan pepohonan kamper di tepi halaman, dedaunnya bergemerisik pelan, membentuk lengkungan alami seperti gerbang tersembunyi menuju dunia lain. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya—melainkan tatapan. Sesuatu... atau seseorang... ten

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   18. Kematian Tragis

    Siang itu, matahari menggantung tinggi di langit Nagapolis, memancarkan cahaya menyilaukan yang memantul di lantai batu halaman Paviliun Barat Caraxis. Udara panas menyelimuti setiap sudut bangunan tua yang berdiri kokoh dengan pilar-pilar hitam berhias ukiran kuno. Di sudut halaman, di bawah bayang-bayang tiang tinggi, Helena tergeletak tak berdaya.Darah kering menempel di sisi pelipisnya. Kedua tangan gadis itu buntung, hanya tersisa lengan yang menggigil dalam balutan perban kasar. Kakinya tak bisa digerakkan—remuk, bengkok tak alami seperti patahan dahan setelah badai.Helena mengangkat wajahnya dengan susah payah. Rambut hitamnya acak-acakan, menutupi sebagian wajah pucatnya yang dipenuhi luka dan debu. Suara langkah berat menghentikan gumaman kesakitannya. Sepatu bot hitam menginjak kerikil dengan nada dingin, pelan, dan mengancam.Sosok itu berdiri di hadapannya.Kevin Drakenis.Wajahnya yang dulu pernah ia cintai, kini tampak seperti patung batu—dingin, kejam, tak menyisakan

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   17. Informasi Penting

    Matahari siang memancarkan cahaya terik di atas halaman Paviliun Barat Caraxis. Bayangan pohon-pohon tua merambat di atas batuan putih yang panas membakar telapak kaki. Udara kering seolah mengiris kulit, namun hawa paling menyengat justru datang dari tatapan Kevin yang berdiri di tengah pelataran, memandangi sosok yang tergeletak di hadapannya.Helena. Tubuhnya terkulai di atas lantai batu, napasnya tak beraturan. Gaun indahnya sobek di banyak bagian, penuh noda darah yang mulai mengering. Kedua tangannya... telah tiada. Dan kedua kakinya—patah dan remuk, tidak bisa lagi menyangga tubuhnya sendiri. Setiap gerakan kecil saja membuatnya mengerang tertahan.Namun bahkan dalam keadaan seperti itu, Helena menegakkan kepalanya, mencoba bertahan di bawah tatapan yang menusuk itu.Kevin melangkah perlahan, debu-debu beterbangan di sekitarnya. Di tangan kanannya, Pedang Dewa Ilahi berkilauan di bawah cahaya matahari. Ujungnya mencuat rendah, menyeret jejak tipis di permukaan batu."Aku tanya

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   16. Teringat Masa Lalu

    Langkah-langkah Kevin Drakenis terdengar lembut di atas kerikil halaman, tapi ada sesuatu yang jauh lebih berat daripada sepatunya—beban dendam yang telah lama dipendam. Udara sore itu dingin dan penuh ketegangan, seolah angin pun menahan napasnya ketika pria itu mendekat ke arah Helena.Helena Caraxis menggeser tubuhnya mundur satu langkah, lalu satu lagi. Tubuhnya gemetar seperti daun di ujung ranting saat badai hendak datang. Matanya membesar, sorotnya bercampur takut dan bersalah, melihat sosok yang berjalan pelan menuju ke arah dirinya."Apa... apa maumu?" suaranya nyaris tak terdengar.Kevin tak langsung menjawab. Ia menyelipkan sebatang rokok berbungkus emas ke antara bibirnya—rokok khas dari Claudia Xander, aromanya tajam dan menguar harum dedaunan terbakar. Ia menyalakannya perlahan, seakan menikmati setiap detik keheningan yang menusuk.Asap rokok pertama dihembuskannya dengan lambat, melingkar seperti ular di udara, sebelum menyentuh wajah Helena yang pucat. Ia menarik bang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status