Home / Fantasi / Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa / 21. Menetralisir Darah Iblis Es

Share

21. Menetralisir Darah Iblis Es

Author: Zhu Phi
last update Huling Na-update: 2025-04-13 23:51:14

Langit sore di atas Paviliun Dracarys memerah seperti bara, seolah mencerminkan kegelisahan yang bergolak di dalam bangunan megah itu. Di sebuah kamar perawatan mewah yang remang dan sunyi, Ravena terbaring lemah di atas ranjang putih bersprei sutra. Napasnya tersengal, terengah seperti tersangkut di tenggorokan, dan dari kulit pucatnya tampak samar kilau kebiruan—pertanda bahwa Darah Iblis Es di dalam tubuhnya sedang memberontak.

Udara di ruangan itu dingin menggigit, bukan karena alat pendingin, tapi karena hawa beku yang merembes dari tubuh Ravena. Embun es membeku di ujung rambutnya yang terurai, dan jari-jarinya membiru perlahan seperti hendak menjadi kristal.

“Tekanan tubuhnya turun drastis... Suhunya nyaris membekukan alat monitor,” bisik salah satu dokter sambil menyesuaikan masker oksigen yang menutupi wajah Ravena.

Di balik pintu, suara langkah tergesa menggema di sepanjang lorong marmer. Kevin Drakenis nyaris menerobos masuk saat melihat tubuh Ravena menggigil hebat di bali
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   22. Kekuasaan Chief Executive

    “Apa kamu sudah membawakan semua yang aku minta?”Nada suara Kevin datar dan dingin, seolah tak berasal dari seorang manusia, melainkan dari gunung es yang menjulang tak tersentuh. Ia tak menoleh sedikit pun ke arah Claudia, matanya tetap terpaku ke luar jendela kamar perawatan yang diselimuti kabut tipis, seperti menyembunyikan kemarahan di balik ketenangan.Claudia berlutut di hadapannya, lututnya menyentuh lantai dingin marmer yang mengilap. Tangannya memeluk erat kantong belanja berisi bahan-bahan yang diminta. Ia tahu—satu kesalahan kecil saja, nyawa seseorang bisa melayang.Ruangan itu sunyi, seolah membeku oleh tekanan spiritual yang memancar dari Kevin. Para perawat dan dokter yang sebelumnya lalu-lalang kini lenyap, mundur satu per satu setelah merasakan hawa menusuk yang menjalar seperti kabut musim dingin. Suhu di dalam ruangan seolah turun drastis, membuat Claudia menggigil meski tubuhnya dilindungi mantel tebal.“Sudah, Chief,” ucapnya dengan suara bergetar, namun berusah

    Huling Na-update : 2025-04-14
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   23. Memadatkan Pil Spiritual

    Udara di ruang alkimia itu dipenuhi aroma logam dan embun herbal yang samar. Suasana hening, nyaris beku, seolah waktu menahan napasnya sendiri. Di tengah ruangan yang dilingkupi lingkaran sihir kuno, cairan padat melayang dan berputar lambat di udara. Tidak seperti air biasa—zat itu berkilau seperti kaca cair, mengalir dan berdenyut dengan napasnya sendiri. Satu per satu butiran bercahaya melayang turun, bergerak dalam tarian teratur menuju telapak tangan Kevin, seolah ditarik oleh kekuatan purba yang tak kasat mata.Aura spiritual memancar dari tubuhnya seperti gelombang panas di atas api. Matanya menyala tajam, penuh konsentrasi yang nyaris menyakitkan untuk disaksikan. Aliran energi di sekitarnya bergemuruh pelan, tak terdengar oleh telinga biasa namun bisa dirasakan oleh tulang. Setiap helaan napas Kevin menggetarkan ruang, membuat udara berdesir aneh.Claudia berdiri tak jauh di belakangnya, namun satu hentakan kecil dari energi yang terlepas membuat tubuhnya mundur setapak, refl

    Huling Na-update : 2025-04-14
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   24. Menemani Tidur

    “Gubernur sedang tidak berada di tempat, Chief!” suara Claudia terdengar lembut namun jelas, membuyarkan fokus Kevin yang sedang menatap ke luar jendela kaca paviliun. “Beliau baru akan pulang untuk menghadiri pesta ulang tahunnya—tiga hari lagi.”Kevin mengerutkan kening, baru tersadar. Ia mengira Gubernur masih berada di Kota Godam. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat—ia sudah menyusun rencana matang untuk melampiaskan dendamnya, namun ternyata harus menunda. Ulang tahun Gubernur ke-55, itulah momen yang ditunggu. Dan ternyata, ia masih harus menanti.“Benar juga katamu…” gumam Kevin pelan, matanya menatap lantai seperti sedang menimbang-nimbang. Ia menghela napas panjang, lalu mengangguk mantap. “Kalau begitu, aku akan menyembuhkan Ravena terlebih dahulu. Dia lebih penting sekarang.”Lalu ia menoleh, menatap Claudia. “Apa kalian punya tempat penginapan untukku?”Claudia melangkah mendekat dengan langkah ringan namun penuh keyakinan. Wajahnya menyimpan senyum—senyum manis yang se

    Huling Na-update : 2025-04-15
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   25. Bersama Claudia Xander

    Kevin berdiri di sana, memandangi pintu yang baru saja tertutup. Jantungnya berdetak cepat. Ia merasa aneh—bukan karena takut, tapi karena bagian dari dirinya yang sudah lama tertidur kini mulai terbangun. Bukan hanya hasrat fisik, tapi juga kerinduan akan kedekatan, sentuhan, dan kehangatan yang bukan berasal dari pertempuran atau intrik.Beberapa menit kemudian, pintu kembali terbuka perlahan. Claudia masuk dengan mengenakan jubah malam berbahan tipis berwarna senada dengan rambutnya. Jubah itu nyaris menyatu dengan kulitnya, menyembunyakan dan memperlihatkan dalam takaran yang pas. Ia terlihat bagaikan dewi malam yang turun dari langit, membawa janji kenyamanan yang tak bisa dijelaskan.Kevin duduk di sisi ranjang berukuran besar yang tertata rapi. Tangannya bertumpu di lutut, pandangannya mengikuti Claudia yang berjalan ke arahnya dengan langkah tenang. Ia berhenti di depannya, lalu berlutut perlahan.“Chief…” ucap Claudia, suaranya begitu pelan hingga nyaris tertelan udara. “Sebel

    Huling Na-update : 2025-04-15
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   26. Pagi di Paviliun Dracarys

    Pagi datang perlahan, membawa cahaya keemasan yang menyelinap masuk lewat celah tirai kamar. Sinar matahari pagi memantul di dinding marmer, menciptakan siluet lembut yang menari di permukaan ranjang.Kevin terbangun pelan. Matanya terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya. Untuk sesaat, ia merasa asing… lalu menyadari kehangatan tubuh di sampingnya. Claudia masih tertidur, wajahnya damai, nafasnya teratur seperti melodi yang menenangkan.Rambut panjang Claudia terserak di bantal, dan tangannya masih menggenggam lengan Kevin seperti enggan melepaskannya. Kevin hanya menatapnya sejenak—sebuah senyum kecil terbit di sudut bibirnya. Ada ketenangan yang aneh. Mungkin karena ia tak merasa sendiri pagi ini.Ia membelai pipi Claudia pelan, dan perempuan itu mengerjapkan matanya, lalu membuka mata perlahan. Saat melihat Kevin menatapnya, senyumnya langsung tumbuh.“Pagi, Chief…” ucap Claudia dengan suara serak manja khas seseorang yang baru terbangun.“Pagi, Claudia.” Kevin membalas, s

    Huling Na-update : 2025-04-15
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   27. Vermillion Vein

    Ravena mengangguk kecil, wajahnya sedikit menegang. “Kadang-kadang… saat aku tidur, aku merasa seperti tenggelam di dalam es. Aku bahkan mendengar suara… seperti bisikan, Kak.”Kevin tidak langsung menjawab. Ia merogoh saku dalam jubah hitamnya dan mengeluarkan sebuah batu kristal berwarna merah menyala. Permukaannya berdenyut pelan, seolah hidup. Ia mengikat kristal itu pada sebuah benang merah yang tebal, lalu mengalungkannya ke leher Ravena.“Ini Vermillion Vein. Batu ini bisa menekan pengaruh Darah Iblis Es dalam tubuhmu,” ujarnya sambil merapikan posisi liontin itu di dada adiknya. Suaranya lembut, hampir seperti nyanyian penenang. “Aku akan mengajarimu teknik penekanan energi itu nanti, tapi untuk sekarang… percayakan semuanya pada batu ini. Aku masih punya urusan penting.”Mata Ravena berkaca-kaca. “Kakak… kamu selalu datang di saat aku butuh.”Kevin tersenyum, senyum langka yang hanya muncul di hadapan satu orang di dunia ini—Ravena.“Tentu saja aku akan selalu datang,” bisikny

    Huling Na-update : 2025-04-15
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   28. Chief Gila dan Nekat

    Angin pagi menyusup lembut ke sela-sela dinding kayu Paviliun Dracarys, membawa serta aroma tanah basah yang baru saja disirami embun malam. Harum bunga camelia yang mekar di taman belakang berpadu dengan wangi kayu cendana, menciptakan atmosfer yang seharusnya menenangkan. Namun, ketegangan pekat menggantung di udara, seolah-olah waktu sendiri enggan bergerak.Kevin Drakenis berdiri membelakangi cahaya matahari yang masih malu-malu muncul di ufuk timur. Siluet tubuhnya menjulang, kaku seperti patung prajurit yang siap terjun ke medan perang. Di hadapannya, Claudia Xander berdiri dengan tangan terlipat di dada, sorot matanya tajam namun dibalut kekhawatiran yang tak bisa disembunyikan.“Kau yakin tak mau membawa beberapa pengawal saja, Chief?” Suaranya lirih tapi jelas, serupa bisikan angin yang menyapu permukaan danau. “Mereka bisa membantumu, atau setidaknya berjaga dari jauh.”Kevin tidak langsung menjawab. Matanya menyipit, memandangi titik jauh di balik jendela terbuka. Rahangnya

    Huling Na-update : 2025-04-16
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   29. Kericuhan di Paviliun Drakenis

    Di antara langkah-langkah Kevin yang menyusuri Kota Nagapolis, kenangan masa lalu muncul satu per satu—tak diundang, namun tak bisa diabaikan.Tawa renyah sang adik, Ravena, ketika mereka bermain petak umpet di halaman belakang. Suara sang ayah yang tegas namun penuh cinta saat mengajarinya teknik bela diri. Kehangatan pelukan ibu yang selalu membuat segalanya terasa baik-baik saja.Namun semua itu telah hilang. Direnggut. Dibakar. Dihancurkan.Yang tersisa hanyalah serpihan kenangan… dan bara dendam yang tak pernah padam.Saat tiba di depan Paviliun Drakenis, Kevin berdiri mematung. Napasnya memburu, bukan karena kelelahan, melainkan karena ledakan emosi yang begitu kuat, begitu nyata, hingga nyaris membuat tubuhnya bergetar.Bangunan di depannya berdiri megah. Terlalu megah.Dinding yang dulu kusam kini berkilau, dengan pilar-pilar baru berukir motif naga modern. Gerbang utama—yang dulu hanya dari kayu tua—kini dibuat dari baja mengilap, berlapis anti karat. Mewah. Dingin. Tak

    Huling Na-update : 2025-04-16

Pinakabagong kabanata

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   34. Ratusan Pedang Spiritual

    Dari pusaran yang perlahan memudar, Varion berdiri tegak. Tombaknya diturunkan perlahan, dan napasnya terdengar berat namun terkontrol.Setetes darah merah gelap meluncur turun dari sudut bibirnya, menodai jubah putihnya yang bersimbol lotus perak. Warna merah itu mencolok, kontras di atas kain suci—sebuah luka kecil... namun bagi seorang Celestial Myrad, luka sekecil itu bisa menjadi pertanda bencana.Dia menatap Kevin dengan mata yang kini tidak lagi tenang. Ada kilatan waspada dan hormat, sesuatu yang jarang muncul dari sosok seperti dirinya.“Kau bukan lawan sembarangan…” gumam Varion. Suaranya tak setenang sebelumnya—ada nada berat yang menggantung di ujung kalimatnya, seperti beban yang baru saja ia sadari.Ia mengangkat satu tangan, menyeka darah dari bibirnya. “Ini… pertama kalinya dalam lima tahun seseorang bisa menembus pertahanan spiritualku.”Kevin tidak menjawab langsung. Ia melompat mundur dengan lincah, mendarat ringan di atas reruntuhan aula yang hancur. Debu berhambu

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   33. Kehebatan Serangan Varion

    Dalam sekejap yang nyaris tak terdeteksi oleh mata manusia, Varion lenyap dari tempatnya berdiri. Bukan bergerak cepat, bukan melompat—ia benar-benar menghilang dari jalinan ruang dan waktu, seolah terhapus oleh kuas takdir. Udara di sekitarnya bergolak, mencabik dirinya sendiri dalam keheningan yang mencekam. Seperti kain tua yang disobek dari tengah, ruang di sekitarnya robek, menciptakan hisapan halus yang menyakitkan telinga.Lantai marmer yang menjadi pijakannya langsung meledak—bukan hanya retak, tapi pecah dan menciptakan lubang menganga. Retakan itu menjalar seperti guratan petir di tanah tandus. Pilar batu raksasa yang berada di dekatnya tak luput dari kehancuran .. patah dengan suara gemeretak seperti tulang rapuh yang diinjak paksa, hancur oleh kekuatan yang tak dapat dijinakkan.GWAARR!!Suara menggelegar yang menggema seperti raungan naga dari kedalaman neraka mengguncang ruang aula. Dalam detik yang bahkan tak memberi waktu untuk berkedip, ujung tombak perak bercabang du

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   32. Celestial Myrad : Varion

    Kabut darah yang menggantung di udara seolah membeku. Dari arah barat, tekanan spiritual luar biasa datang menghantam seisi paviliun seperti gelombang laut yang menggulung daratan. Bukan sekadar aura… tapi kekuatan yang dasyat. Seakan langit sendiri menolak keberadaan Kevin karena dianggap telah melawan takdir langit dengan kekuatannya.Langkah-langkah berat mengguncang paviliun, perlahan namun pasti. Setiap langkah seperti palu ilahi yang menghantam jantung siapa pun yang mendengarnya. Para anggota paviliun dari lima cultivator elite yang tewas—yang bahkan terlalu takut untuk melarikan diri—tersungkur, tubuh mereka gemetar tanpa mampu mengangkat kepala.Lalu—dari balik kabut, muncul satu sosok ...Tinggi. Tegar. Tak tergoyahkan. Sosok itu berdiri bagaikan pilar langit yang menjulang di tengah lautan kematian.Ia mengenakan jubah putih panjang yang jatuh mulus hingga menyentuh lantai, dengan sulaman benang emas dan ungu yang membentuk lambang bunga lotus terbalik—simbol suci milik Cel

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   31. Lima Cultivator Elite

    Kevin mengayunkan pedangnya tanpa menoleh.TRANG!!Satu kilatan cahaya spiritual bertubrukan. Serangan yang datang dari belakang tertahan hanya sejengkal dari tengkuk Kevin. Aura spiritual meledak seperti badai petir yang menggelagar membelah langit.Kevin sama sekali tidak terpengaruh oleh ledakan aura spiritual. Ia tetap berdiri tegak.Dari balik asap, muncul lima sosok, mengenakan jubah panjang dengan bordiran lambang Paviliun Langit Kembar, Paviliun Api Hitam, Paviliun Salju Darah, Paviliun Cakar Petir, dan Paviliun Teratai Hitam. Wajah mereka terbungkus topeng roh kuno—lambang resmi cultivator elit pendukung Gubernur. Ranah mereka seragam ... Transcending—ranah yang sama dengan Kevin tapi memiliki kekuatan yang berbeda jauh.Pemimpin mereka, seorang pria bertubuh jangkung dengan rambut keperakan seperti benang petir, melangkah maju. Tatapannya tajam dan menghina."Kevin Drakenis, bajingan haram yang harusnya mati lima tahun lalu. Atas perintah Gubernur, kami akan menghapusmu dari

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   30. Menghabisi Keluarga Caraxis

    Saat itu, waktu seolah melambat. Angin pagi berhenti berhembus. Embun di rerumputan bergeming. Dunia diam, menunggu denting pertama dari pedang yang akan berbicara atas nama dendam.Langkah Kevin terhenti hanya tiga tapak dari dua penjaga gerbang. Mata mereka menajam, urat di leher menegang, jemari menggenggam gagang pedang mereka erat-erat, siap untuk bertindak. Tapi Kevin hanya berdiri diam, lalu—dengan tenang, nyaris malas—tangannya bergerak ke pinggang, jari-jarinya menyentuh gagang pedang.Tak ada ketegangan dalam gerakannya. Tidak ada ancaman. Seolah ia tengah mengambil sapu tangan, bukan senjata pembunuh. Udara pagi terasa menebal, menanti sesuatu yang tak bisa dihindari.Lalu—SREEET!Cahaya dingin dari logam berkelebat.Darah menyembur ke udara, menari dalam kabut merah yang samar. Suara pedangnya bahkan nyaris tak terdengar—secepat itu, setajam itu. Dalam satu ayunan halus, tanpa teriakan, tanpa peringatan, dua tubuh ambruk bersamaan. Kepala mereka terlepas dari bahu, menggel

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   29. Kericuhan di Paviliun Drakenis

    Di antara langkah-langkah Kevin yang menyusuri Kota Nagapolis, kenangan masa lalu muncul satu per satu—tak diundang, namun tak bisa diabaikan.Tawa renyah sang adik, Ravena, ketika mereka bermain petak umpet di halaman belakang. Suara sang ayah yang tegas namun penuh cinta saat mengajarinya teknik bela diri. Kehangatan pelukan ibu yang selalu membuat segalanya terasa baik-baik saja.Namun semua itu telah hilang. Direnggut. Dibakar. Dihancurkan.Yang tersisa hanyalah serpihan kenangan… dan bara dendam yang tak pernah padam.Saat tiba di depan Paviliun Drakenis, Kevin berdiri mematung. Napasnya memburu, bukan karena kelelahan, melainkan karena ledakan emosi yang begitu kuat, begitu nyata, hingga nyaris membuat tubuhnya bergetar.Bangunan di depannya berdiri megah. Terlalu megah.Dinding yang dulu kusam kini berkilau, dengan pilar-pilar baru berukir motif naga modern. Gerbang utama—yang dulu hanya dari kayu tua—kini dibuat dari baja mengilap, berlapis anti karat. Mewah. Dingin. Tak

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   28. Chief Gila dan Nekat

    Angin pagi menyusup lembut ke sela-sela dinding kayu Paviliun Dracarys, membawa serta aroma tanah basah yang baru saja disirami embun malam. Harum bunga camelia yang mekar di taman belakang berpadu dengan wangi kayu cendana, menciptakan atmosfer yang seharusnya menenangkan. Namun, ketegangan pekat menggantung di udara, seolah-olah waktu sendiri enggan bergerak.Kevin Drakenis berdiri membelakangi cahaya matahari yang masih malu-malu muncul di ufuk timur. Siluet tubuhnya menjulang, kaku seperti patung prajurit yang siap terjun ke medan perang. Di hadapannya, Claudia Xander berdiri dengan tangan terlipat di dada, sorot matanya tajam namun dibalut kekhawatiran yang tak bisa disembunyikan.“Kau yakin tak mau membawa beberapa pengawal saja, Chief?” Suaranya lirih tapi jelas, serupa bisikan angin yang menyapu permukaan danau. “Mereka bisa membantumu, atau setidaknya berjaga dari jauh.”Kevin tidak langsung menjawab. Matanya menyipit, memandangi titik jauh di balik jendela terbuka. Rahangnya

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   27. Vermillion Vein

    Ravena mengangguk kecil, wajahnya sedikit menegang. “Kadang-kadang… saat aku tidur, aku merasa seperti tenggelam di dalam es. Aku bahkan mendengar suara… seperti bisikan, Kak.”Kevin tidak langsung menjawab. Ia merogoh saku dalam jubah hitamnya dan mengeluarkan sebuah batu kristal berwarna merah menyala. Permukaannya berdenyut pelan, seolah hidup. Ia mengikat kristal itu pada sebuah benang merah yang tebal, lalu mengalungkannya ke leher Ravena.“Ini Vermillion Vein. Batu ini bisa menekan pengaruh Darah Iblis Es dalam tubuhmu,” ujarnya sambil merapikan posisi liontin itu di dada adiknya. Suaranya lembut, hampir seperti nyanyian penenang. “Aku akan mengajarimu teknik penekanan energi itu nanti, tapi untuk sekarang… percayakan semuanya pada batu ini. Aku masih punya urusan penting.”Mata Ravena berkaca-kaca. “Kakak… kamu selalu datang di saat aku butuh.”Kevin tersenyum, senyum langka yang hanya muncul di hadapan satu orang di dunia ini—Ravena.“Tentu saja aku akan selalu datang,” bisikny

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   26. Pagi di Paviliun Dracarys

    Pagi datang perlahan, membawa cahaya keemasan yang menyelinap masuk lewat celah tirai kamar. Sinar matahari pagi memantul di dinding marmer, menciptakan siluet lembut yang menari di permukaan ranjang.Kevin terbangun pelan. Matanya terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya. Untuk sesaat, ia merasa asing… lalu menyadari kehangatan tubuh di sampingnya. Claudia masih tertidur, wajahnya damai, nafasnya teratur seperti melodi yang menenangkan.Rambut panjang Claudia terserak di bantal, dan tangannya masih menggenggam lengan Kevin seperti enggan melepaskannya. Kevin hanya menatapnya sejenak—sebuah senyum kecil terbit di sudut bibirnya. Ada ketenangan yang aneh. Mungkin karena ia tak merasa sendiri pagi ini.Ia membelai pipi Claudia pelan, dan perempuan itu mengerjapkan matanya, lalu membuka mata perlahan. Saat melihat Kevin menatapnya, senyumnya langsung tumbuh.“Pagi, Chief…” ucap Claudia dengan suara serak manja khas seseorang yang baru terbangun.“Pagi, Claudia.” Kevin membalas, s

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status