‘’Cukup!’’ Yura mengangkat satu tangannya hingga keduanya terdiam. Sandra menunduk dan Gavi membuang wajah ke sembarang arah.‘’Mama tidak mau tahu. Kamu harus nikahi Sandra secepatnya.’’ ‘’Tapi, Ma! Gavi sudah punya Vania dan Gia. Gavi tidak butuh istri ataupun anak tambahan.’’‘’Lalu malam itu kamu datang ke kamarku, Gav? Kenapa?’’ serunya lirih.‘’Jangan salahkan aku. Karena kalau waktu itu kau menolak, aku pasti tak akan berani melakukan itu.’’Hancur sehancur-hancurnya menjadi Sandra. Sudah tak diakui, kini disalahkan padahal Sandra telah menyerahkan seluruh harga dirinya.Wanita itu menunduk, membendung air mata yang ditahan namun tetap keluar airnya tersebut.Mengusap beberapa kali. Berusaha tegar menghadapi kenyataan. ‘’Aku…’’ Diliriknya Sandra dan Yura bergantian. Namun, Gavi tetap berterus terang sekalipun sakit untuk didengar. ‘’Aku hanya melampiaskan hasratku.’’Degh.Ternyata semua pria memang sama saja.Dari luar boleh berbeda. Tapi sifat alami mereka? Sudah terbukti
‘’Kenapa kamu bicara seperti itu?’’‘’Aku bicara apa adanya,’’ Sandra menarik diri menyeka tumpahan air mata. ‘’Bagaimana kamu akan mengatakannya pada Vania?’’Bila sebelumnya Yura tidak peduli akan perasaan menantunya itu, lainya halnya dengan sekarang. Timbul perasaan tak tega, andai Vania tahu yang sebenarnya.Gavi pun tidak tahu harus mulai dari mana. Keadaan ini terlalu rumit dan sangat singkat. Semenit berpikir demi merangkai kata pun rasanya sulit.‘’Apa kamu sanggup berkata jujur?’’ tambah Sandra kemudian.‘’Bagaimanapun Vania harus tahu alasannya. Istriku tidak berhak ditipu apalagi diperdaya.’’Gavi duduk di sebelah Yura dengan pikiran kusut, bertanya-tanya apakah Vania akan menerima?Vania telah mengalami badai petir di pernikahan pertamanya. Dan Gavi paling tahu akan keadaan Vania saat itu. Vania terpuruk, putus asa, bahkan trauma.Gavi akan menjadi manusia jahat, apabila memberi Vania seorang madu.‘’Kamu harus mengambil keputusan, Gavi,’’ lirih Yura di sebelahnya.‘’Iya,
Belum sempat Lia menjawab tentang kepulangan Gavi, Vania sudah buru-buru menuruni tangga karena melihat sedan hitam sudah parkir.‘’Tuan sedang di kamar Nyonya Yura, Non.’’ Lia keceplosan dan buru-buru menutup mulutnya.Gavi menyuruhnya jangan memberitahu Vania. Tapi Vania tahu sendiri sebelum Lia berterus terang.‘’Yah, setidaknya aku nggak bahas tuan sudah pulang. Aku cuma kasih tau tuan ada di mana.’’ Yura mengangkat bahu merasa tidak salah bicara.Padahal Gavi sudah bilang akan membicarakannya di rumah. Tapi setelah sampai, yang dicari bukan dirinya melainkan Yura.Vania sudah tidak tahan lagi.
Vania masuk kian dalam. Kedua tangan menggantung hanya bisa terkepal. Embun di mata tumpah tak tertahan mendapati kejadian dulu telah terulang.‘’Tolong katakan itu semua tidak benar,’’ lirih Vania dengan hati hancur,’’ Kamu hamil?’’ Vania ingin mendengar langsung dari mulut Sandra karena tidak percaya apa yang didengarnya.‘’Jawab!’’Sandra terdiam. Saat ini bicara pun percuma. Posisinya tidak akan dianggap benar.‘’Ini rencana, Mama? Mama yang membuat Gavi sampai tidur dengan Sandra?’’Tatapan Vania beralih pada Yura. Dan wanita itu langsung memeluk menje
Sirine ambulan mengaung membelah macetnya ibukota. Mobil-mobil refleks membuka jalan ketika van putih yang membawa Sandra itu nyaring menekan klakson.Di dalam sana, dengan alat bantu seadanya, Gavi menemani Sandra yang sudah tak sadarkan diri.Sedangkan Yura dan Vania berada di mobil lain.‘’Pak, digenggam tangan istrinya. Biar dia tahu, kalau ada suaminya yang menemani.’’Tapi dia bukan istriku. Bila Gavi ingin berkata lantang.Namun tak sampai hati, akhirnya Gavi menuruti apa yang petugas ambulan katakan.Bibir pucat karena kehilangan banyak darah
Gavi berdiri menghampiri Vania. Baginya keputusan itu sangat gila.‘’Kamu bicara apa? Aku tidak mau.’’ Gavi berdesis di telinga Vania.Namun siapapun tahu, dari ekspresi saja sudah menjelaskan apa yang Gavi bisikkan.‘’Kita harus bicara berdua.’’ Gavi menarik lengan Vania untuk menjauhi brankar. Tetapi langkah baru saja sesenti, Vania menyentak pegangan tersebut hingga terlepas.‘’Tidak. Semua harus dibicarakan di sini.’’Gavi melotot memberi isyarat. Tapi Vania berkeras dengan keputusannya.Berada di posisi yang tidak tahu menahu itu seperti kambing bodoh. Ada dalam situasi tapi tidak mengerti karena orang-orang di sekeliling menutupi.Apapun yang ingin Gavi sampaikan, Sandra juga berhak tahu.‘’Tidak ada tempat untuk lari, Gavi. Menghindar ataupun menolak, tidak merubah kalau kamu sudah membuat Sandra hamil,’’ seru Vania pada sang suami.Gavi terhenyak. Vania seakan tahu yang dipikirkannya.‘’Kamu harus menikahi dia, Gavi. Kamu harus menikah dengannya.’’Mental Sandra saat ini sanga
Vania menahan napas sejenak, perlahan masuk ke kamarnya dan menatap sekitar.Menyadari tempat itu adalah tempatnya dan Gavi, kini merasa sudah tak sama lagi.Foto pernikahan yang menggantung, tak hanya Gavi dengannya tapi juga dengan Sandra.Apa ini?Aku di mana?‘’Tidak, tidak!’’ gumam Vania. Kedua tangan meremas rambut di kepala. Adakah mimpi buruk yang seperti ini? Mimpi namun terasa nyata? ‘’Tidak. Aku tidak mau ada wanita itu!’’ ‘’Tidak… tidaaaakkk!’’ teriaknya. Hingga membuat Vania membuka mata. Berikut nafas memburu takut.Astaga!‘’Aku mimpi?’’ Vania bergumam bersama rasa lega. Melihat figura masih menggantung tunggal tanpa ada figura lain di kedua sisi.Mimpi buruk yang baru saja dialami seperti nyata. Perlahan Vania mendudukkan tubuh dengan kepala yang sedikit sakit.‘’Apa sungguhan? Apa sekarang aku sudah punya madu?’’ Vania masih linglung menyimpulkannya.‘’Mama! Mama sudah sadar?’’Suara mungil itu menyentak Vania dari kebingungan. Pusing seakan hilang. Seketika mencar
‘’Maaf mama jadi menangis.’’ Yura menghapus air matanya. Terlalu larut dalam suasana hingga lupa tujuan ke kamar Vania.‘’Nggak apa-apa, kok, Ma.’’‘’Kamu gimana? Apa sudah enakan? Apa yang dirasa, Nak?’’Vania menggeleng. Hanya sedikit pusing tapi sudah membaik. ‘’Vania malah mengkhawtirkan mama. Vania takut sakit jantung mama kambuh.’’‘’Akhirnya ada kemajuan juga, Van. Ini semua karena San… ah, sudahlah kita jangan bahas dia.’’ Yura tak ingin membuat Vania sedih. Dan juga, sekarang dirinya sudah sembuh. Takutnya bila membahas Sandra, jantungnya malah jadi kambuh.‘’Kamu makan, ya. Mama sudah suruh Lia bawain bubur.’’‘’Iya, Ma.’’Bertepatan dengan itu, Lia datang membawa mangkuk putih di atas nampan. Asapnya mengepul pertanda masih panas.‘’Cepat sini, Lia. Nanti buburnya dingin.’’‘’Baik, Nyonya.’’Tertatih namun waspada sang ART menyodorkannya.‘’Buka mulutnya, Nak.’’ Yura bersiap ingin menyuapi.‘’Ma, Vania bisa sendiri,’’ Vania berseru ingin meraih mangkuk dari tangan Yura.‘’