Part24
°pov Aisya°Masih begitu terasa nyeri, pasca operasi pencangkokan ginjal untuk Ummi. Namun hatiku berbunga-bunga, suami yang teramat aku rindukan, kini ada di depanku dengan pandangan wajah yang teramat khawatir menatapku."Kamu sudah siuman sayang?" tanyanya lembut, kemudian mencium mesra punggung tanganku, juga puncuk kepalaku.Aku tersenyum menatapnya. "Aku rindu!" bisikku pelan. "Aku juga, sangat rindu! Maaf lama pergi, mas sempat merasa malu untuk kembali ke kampung," jawabnya pelan, kemudian wajah tampan nan rupawan itu menunduk."Tidak apa-apa, mas." Kemudian pintu terbuka, muncul sosok seorang wanita yang tidak aku kenali."Mas, siapa?" tanyaku, sambil melirik ke arah daun pintu. Tempat wanita itu berdiri.Mas Yusuf menoleh ke arahnya, kemudian kembali tersenyum menatapku. "Dinda namanya, sepupu mas! Mungkin dia akan menemaPart25°pov Aisya°"Mas, kamu hargain aku dong! Aku ini juga istri kamu, aku nggak mau di perkenalkan sebagai pembantu!" rengek Dinda."Memang pantes kok di kata pembantu! Norak soalnya!" cetus Bu Daung dengan mencibir."Heh, nggak usah ikut-ikutan dong! Makin runyam aja nih," sahut Dinda, masih pelan, tidak segalak di awal."Bu Daung, saya minta maaf atas ketidaknyamanan kalian," ucap mas Yusuf pelan.Bu Daung mendengus, mobil orang tua mas Yusuf memasuki pekarangan rumah kami.Ummi bergegas keluar dari mobil, kemudian menghampiriku yang diam membeku. Dari kejauhan pun, terlihat Ibuku berjalan menuju kemari.'Ya Allah, bakal rame nih rumah.' celetukku dalam hati."Sayang ..., Maafin Ummi ya, Nak."Aku tidak bergeming, masih diam seraya memeluk kedua lututku."Aisya, kita buka lembaran baru lagi, demi keluarga kita!" seru mas Yusuf.
Part26°pov Aisya°Aku tidak tahu, mengapa Dinda menganggapku mandul, aku juga tidak berani menuduh Ummi. Hanya seperti yang aku dengar saat itu, Dinda bilang Ummi mengatakan bahwa aku mandul.Mandul dari mana? Sedangkan aku pernah keguguran. Mungkin itu alasan mereka, agar Dinda, mau jadi istri kedua mas Yusuf."Aisya mandul Ummi, mas Yusuf, kalian bisa nyari perempuan yang sempurna.""Mandul bagaimana? Sa. Bukankah kamu pernah keguguran? Kok bisa mendadak mandul?" tanya Ibu, ia terlihat begitu bingung dengan pernyataanku."Aisya hanya mengulang tuduhan Dinda, katanya Aisya hamil, seakan Dinda sudah tahu segalanya.""Loh, kan Ummi yang ngasih tau!" jawab Dinda lugas dan jelas. Ummi menunduk, sedangkan Ibu menatap kecewa kepada Ummi."Maaf," lirih Ummi.Mas Yusuf pun tidak berani menatap wajah Ibu yang semakin masam."Apa sebenarnya tujuan Bu Hajah saya tidak perduli
Part27Biar bagaimanapun, Aisya tetaplah adik yang kukasihi, meskipun pernah kubenci.Melihat hidupnya kacau seperti ini, membuatku seakan terpental ke masa lalu.Masa disaat mas Yusuf menyakitiku dan masa di saat aku makan hati.Kini terulang kembali, ke Aisya."Mas Yusuf, sebenarnya kamu itu jadi laki-laki bagaimana? Tidak bisa kah belajar bersukur, sudah memiliki Aisya. Bukankah kamu dulu, sangat menginginkannya, bahkan kamu rela menyakitiku. Lalu, kenapa harus terulang lagi?" tanyaku, dengan napas memburu."Maaf, mungkin ini sudah menjadi bagian, jalan takdirku." Mas Yusuf berkata pelan, dengan wajah yang terus menunduk."Memang kamu nya saja yang serakah! Mas. Kurang bersukur, maruk.""Karin ...." Terdengar suara mas Alif, aku menoleh ke arahnya, yang sudah berdiri di belakang mas Yusuf."Ingat pesan, mas!" ucapnya pelan. Aku pun hanya bisa berdecak, ingin membantah aku rasa tidak mungk
Part28"Eh neng Karin, mau masak apa?" Bu Romlah menyapaku, ketika melihatku memilih-milih sayuran segar di tukang sayur mang Diman."Mau masak-masakan kesukaan mas Alif," sahutku santai. Dengan mata dan tangan terus fokus ke sayuran yang ingin kubeli."Eh, Kakak si pelakor ada disini," sungut Dinda, yang tiba-tiba datang dari belakang Bu Romlah.Dinda memang tidak serumah dengan mas Yusuf dan Aisya, untuk sementara ia tinggal di rumah Ummi."Nggak usah jail tu mulut," sahutku, masih dalam mode santai, sambil meraih ayam yang sudah di potong-potong dan dibuat dalam plastik."Idih tersinggung! Emang bener kan?" cibirnya lagi.Aku masih diam, berusaha untuk tidak menanggapi. Kemudian Aisya datang dan mengucapkan salam kepada kami semua.Mang Diman si tukang sayur, juga Bu Romlah dan aku menjawab salamnya. Hanya Dinda yang tidak menyahut."Alah, sok alim banget sih," sindir Dinda.&n
Petaka MenduaPart29"Dinda, ada apa?" tanya suamiku dengan ramah. Aku yang tadinya berniat masuk, menghentikan langkahku."Em, Akang! Dinda mau bicara sama si Karin," ucapnya genit.Cih, pengen kugilas wajah sok manisnya itu."Ada apa?" cetusku, dengan wajah yang mulai nampak emosi.Dan, sepertinya mas Alif pun paham, dengan raut wajahku, yang sudah tidak bersahabat."Yang lembut dong! Karin. Percuma pake jilbab, kalau tutur katanya kasar!" ucapnya, dengan tersenyum menatap suamiku tanpa kedip.Tadi awal datang dia-nya yang galak, eh sekarang dia-nya sok imut macam begini, gila, pikirku."Ada apa?" tanyaku, berusaha menahan diri."Karin, nggak sopan banget sih, kalau ada tamu itu suruh masuk kek dulu. Masa, kita ngobrol di depan toko, tempat suami kamu mengais rezeki," celetuknya panjang lebar. Membuatku melongo, dengan tingkah nggak tau dirinya."Mas, Karin masu
Petaka MenduaPart30"Danang, tanggung jawab kamu! Gara-gara kamu, si Linda kabur ...." Bu Daung datang, langsung menyemprot Danang."Emm .... Maaf, Bu. Apa yang bisa Danang lakukan? Agar menebus kesalahan Danang?"Adik mas Alif itu nampak memucat, namun ia masih bersikap berani tanggung jawab."Jemput Linda, mungkin di rumah Neneknya!" kata Bu Daung.Seketika, wajah Danang yang tadi pucat dan nyaris mendung, mendadak cerah, seakan mendapat angin segar."Dimana rumah Neneknya? Bu. Kapan Danang bisa kesana?" tanya Danang, antusias."Sekarang, nanti Ibu catatkan lokasinya! Jemput dia hari ini juga, kalau gagal, saya sate kamu!" seloroh Bu Daung.Mas Alif bergidik mendengar ancamannya, sedangkan aku hanya terkekeh.Sepulang Bu Daung, di toko hanya tersisa aku dan mas Alif.Sedangkan Danang, ia pergi menyelesaikan misi dari Bu Daung, sebagai bentuk tanggung jawa
Petaka MenduaPart31°pov Aisya°"Assalamualaikum," ucapku, pada mas Yusuf yang masih tidur.Mas Yusuf tidak menyahut, hingga berulang kali aku bisikkan, barulah ia menyahut pelan."Walaikumsalam," jawabnya dengan mata yang masih terpejam."Mas, ayo bangun," bisikku lembut. "Aisya lapar!" kataku lagi.Mas Yusuf menggeliat, kemudian ia mengucek-ngucek matanya berulang."Hmmm ..., Kamu nggak bikin sarapan? Dek."Aisya mendengus. "Tadi ke mang Diman, malah di hina Bu Daung, juga si Dinda, mas.""Di hina bagaimana?" tanya mas Yusuf, kemudian ia duduk di sampingku."Pelakor, itulah nama yang kini melekat, untukku." Aku berkata lirih, seraya menyeka pelan air mataku.Mas Yusuf memelukku erat, kemudian ia mencium puncuk kepalaku."Bagus, enak sekali siang-siang mesra-mesraan!" teriak Dinda, yang berdiri diambang pintu kamar kami, seraya menyenderk
Petaka MenduaPart32°Pov Aisya.°Mas Yusuf dan Dinda keluar dari kamar."Mas, ceraikan wanita itu," rengek Dinda, mas Yusuf hanya terdiam, ia kemudian menghempaskan diri diatas sofa. Aku masuk ke dalam kamar, kubanting kasar pintu.Apa yang tidak mungkin berubah dalam dunia ini, tidak ada bukan? Begitu juga dengan hati manusia. Seperti dia yang dulunya begitu menginginkanku, kini dia begitu menyia-nyiakan perasaanku.Jika saja hati ini buatan Negeri tirai bambu, mungkin sudah lama eror, bahkan terancam mati total.Hanya saja, Allah begitu hebat, menciptakan hati ini begitu kuat.Kuakui, salahku memang, yang begitu berharap kepada manusia. Kutatap langit-langit kamar, inikah akhirnya? Akhir dari rumah tangga, yang begitu kekeuh aku lindungi.Rasanya hati ini remuk, bukan hanya tentang dia yang sudah mendua, namun dia yang juga sudah mulai tidak perduli lagi.Kuraih foto pe