Home / Lainnya / Petaka Mendua / Tidak berujung

Share

Tidak berujung

Author: Rias Ardani
last update Last Updated: 2021-09-28 03:09:38

Part24

°pov Aisya°

Masih begitu terasa nyeri, pasca operasi pencangkokan ginjal untuk Ummi. 

Namun hatiku berbunga-bunga, suami yang teramat aku rindukan, kini ada di depanku dengan pandangan wajah yang teramat khawatir menatapku.

"Kamu sudah siuman sayang?" tanyanya lembut, kemudian mencium mesra punggung tanganku, juga puncuk kepalaku.

Aku tersenyum menatapnya. "Aku rindu!" bisikku pelan. 

"Aku juga, sangat rindu! Maaf lama pergi, mas sempat merasa malu untuk kembali ke kampung," jawabnya pelan, kemudian wajah tampan nan rupawan itu menunduk.

"Tidak apa-apa, mas." 

Kemudian pintu terbuka, muncul sosok seorang wanita yang tidak aku kenali.

"Mas, siapa?" tanyaku, sambil melirik ke arah daun pintu. Tempat wanita itu berdiri.

Mas Yusuf menoleh ke arahnya, kemudian kembali tersenyum menatapku. 

"Dinda namanya, sepupu mas! Mungkin dia akan menema
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Petaka Mendua   Madu

    Part25°pov Aisya°"Mas, kamu hargain aku dong! Aku ini juga istri kamu, aku nggak mau di perkenalkan sebagai pembantu!" rengek Dinda."Memang pantes kok di kata pembantu! Norak soalnya!" cetus Bu Daung dengan mencibir."Heh, nggak usah ikut-ikutan dong! Makin runyam aja nih," sahut Dinda, masih pelan, tidak segalak di awal."Bu Daung, saya minta maaf atas ketidaknyamanan kalian," ucap mas Yusuf pelan.Bu Daung mendengus, mobil orang tua mas Yusuf memasuki pekarangan rumah kami.Ummi bergegas keluar dari mobil, kemudian menghampiriku yang diam membeku. Dari kejauhan pun, terlihat Ibuku berjalan menuju kemari.'Ya Allah, bakal rame nih rumah.' celetukku dalam hati."Sayang ..., Maafin Ummi ya, Nak."Aku tidak bergeming, masih diam seraya memeluk kedua lututku."Aisya, kita buka lembaran baru lagi, demi keluarga kita!" seru mas Yusuf.

    Last Updated : 2021-09-28
  • Petaka Mendua   Maaf

    Part26°pov Aisya°Aku tidak tahu, mengapa Dinda menganggapku mandul, aku juga tidak berani menuduh Ummi. Hanya seperti yang aku dengar saat itu, Dinda bilang Ummi mengatakan bahwa aku mandul.Mandul dari mana? Sedangkan aku pernah keguguran. Mungkin itu alasan mereka, agar Dinda, mau jadi istri kedua mas Yusuf."Aisya mandul Ummi, mas Yusuf, kalian bisa nyari perempuan yang sempurna.""Mandul bagaimana? Sa. Bukankah kamu pernah keguguran? Kok bisa mendadak mandul?" tanya Ibu, ia terlihat begitu bingung dengan pernyataanku."Aisya hanya mengulang tuduhan Dinda, katanya Aisya hamil, seakan Dinda sudah tahu segalanya.""Loh, kan Ummi yang ngasih tau!" jawab Dinda lugas dan jelas. Ummi menunduk, sedangkan Ibu menatap kecewa kepada Ummi."Maaf," lirih Ummi.Mas Yusuf pun tidak berani menatap wajah Ibu yang semakin masam."Apa sebenarnya tujuan Bu Hajah saya tidak perduli

    Last Updated : 2021-09-28
  • Petaka Mendua   Mesra

    Part27Biar bagaimanapun, Aisya tetaplah adik yang kukasihi, meskipun pernah kubenci.Melihat hidupnya kacau seperti ini, membuatku seakan terpental ke masa lalu.Masa disaat mas Yusuf menyakitiku dan masa di saat aku makan hati.Kini terulang kembali, ke Aisya."Mas Yusuf, sebenarnya kamu itu jadi laki-laki bagaimana? Tidak bisa kah belajar bersukur, sudah memiliki Aisya. Bukankah kamu dulu, sangat menginginkannya, bahkan kamu rela menyakitiku. Lalu, kenapa harus terulang lagi?" tanyaku, dengan napas memburu."Maaf, mungkin ini sudah menjadi bagian, jalan takdirku." Mas Yusuf berkata pelan, dengan wajah yang terus menunduk."Memang kamu nya saja yang serakah! Mas. Kurang bersukur, maruk.""Karin ...." Terdengar suara mas Alif, aku menoleh ke arahnya, yang sudah berdiri di belakang mas Yusuf."Ingat pesan, mas!" ucapnya pelan. Aku pun hanya bisa berdecak, ingin membantah aku rasa tidak mungk

    Last Updated : 2021-09-28
  • Petaka Mendua   Drama

    Part28"Eh neng Karin, mau masak apa?" Bu Romlah menyapaku, ketika melihatku memilih-milih sayuran segar di tukang sayur mang Diman."Mau masak-masakan kesukaan mas Alif," sahutku santai. Dengan mata dan tangan terus fokus ke sayuran yang ingin kubeli."Eh, Kakak si pelakor ada disini," sungut Dinda, yang tiba-tiba datang dari belakang Bu Romlah.Dinda memang tidak serumah dengan mas Yusuf dan Aisya, untuk sementara ia tinggal di rumah Ummi."Nggak usah jail tu mulut," sahutku, masih dalam mode santai, sambil meraih ayam yang sudah di potong-potong dan dibuat dalam plastik."Idih tersinggung! Emang bener kan?" cibirnya lagi.Aku masih diam, berusaha untuk tidak menanggapi. Kemudian Aisya datang dan mengucapkan salam kepada kami semua.Mang Diman si tukang sayur, juga Bu Romlah dan aku menjawab salamnya. Hanya Dinda yang tidak menyahut."Alah, sok alim banget sih," sindir Dinda.&n

    Last Updated : 2021-09-28
  • Petaka Mendua   Drama selesai

    Petaka MenduaPart29"Dinda, ada apa?" tanya suamiku dengan ramah. Aku yang tadinya berniat masuk, menghentikan langkahku."Em, Akang! Dinda mau bicara sama si Karin," ucapnya genit.Cih, pengen kugilas wajah sok manisnya itu."Ada apa?" cetusku, dengan wajah yang mulai nampak emosi.Dan, sepertinya mas Alif pun paham, dengan raut wajahku, yang sudah tidak bersahabat."Yang lembut dong! Karin. Percuma pake jilbab, kalau tutur katanya kasar!" ucapnya, dengan tersenyum menatap suamiku tanpa kedip.Tadi awal datang dia-nya yang galak, eh sekarang dia-nya sok imut macam begini, gila, pikirku."Ada apa?" tanyaku, berusaha menahan diri."Karin, nggak sopan banget sih, kalau ada tamu itu suruh masuk kek dulu. Masa, kita ngobrol di depan toko, tempat suami kamu mengais rezeki," celetuknya panjang lebar. Membuatku melongo, dengan tingkah nggak tau dirinya."Mas, Karin masu

    Last Updated : 2021-09-28
  • Petaka Mendua   Nasib

    Petaka MenduaPart30"Danang, tanggung jawab kamu! Gara-gara kamu, si Linda kabur ...." Bu Daung datang, langsung menyemprot Danang."Emm .... Maaf, Bu. Apa yang bisa Danang lakukan? Agar menebus kesalahan Danang?"Adik mas Alif itu nampak memucat, namun ia masih bersikap berani tanggung jawab."Jemput Linda, mungkin di rumah Neneknya!" kata Bu Daung.Seketika, wajah Danang yang tadi pucat dan nyaris mendung, mendadak cerah, seakan mendapat angin segar."Dimana rumah Neneknya? Bu. Kapan Danang bisa kesana?" tanya Danang, antusias."Sekarang, nanti Ibu catatkan lokasinya! Jemput dia hari ini juga, kalau gagal, saya sate kamu!" seloroh Bu Daung.Mas Alif bergidik mendengar ancamannya, sedangkan aku hanya terkekeh.Sepulang Bu Daung, di toko hanya tersisa aku dan mas Alif.Sedangkan Danang, ia pergi menyelesaikan misi dari Bu Daung, sebagai bentuk tanggung jawa

    Last Updated : 2021-09-28
  • Petaka Mendua   Luka

    Petaka MenduaPart31°pov Aisya°"Assalamualaikum," ucapku, pada mas Yusuf yang masih tidur.Mas Yusuf tidak menyahut, hingga berulang kali aku bisikkan, barulah ia menyahut pelan."Walaikumsalam," jawabnya dengan mata yang masih terpejam."Mas, ayo bangun," bisikku lembut. "Aisya lapar!" kataku lagi.Mas Yusuf menggeliat, kemudian ia mengucek-ngucek matanya berulang."Hmmm ..., Kamu nggak bikin sarapan? Dek."Aisya mendengus. "Tadi ke mang Diman, malah di hina Bu Daung, juga si Dinda, mas.""Di hina bagaimana?" tanya mas Yusuf, kemudian ia duduk di sampingku."Pelakor, itulah nama yang kini melekat, untukku." Aku berkata lirih, seraya menyeka pelan air mataku.Mas Yusuf memelukku erat, kemudian ia mencium puncuk kepalaku."Bagus, enak sekali siang-siang mesra-mesraan!" teriak Dinda, yang berdiri diambang pintu kamar kami, seraya menyenderk

    Last Updated : 2021-09-28
  • Petaka Mendua   Tertabrak

    Petaka MenduaPart32°Pov Aisya.°Mas Yusuf dan Dinda keluar dari kamar."Mas, ceraikan wanita itu," rengek Dinda, mas Yusuf hanya terdiam, ia kemudian menghempaskan diri diatas sofa. Aku masuk ke dalam kamar, kubanting kasar pintu.Apa yang tidak mungkin berubah dalam dunia ini, tidak ada bukan? Begitu juga dengan hati manusia. Seperti dia yang dulunya begitu menginginkanku, kini dia begitu menyia-nyiakan perasaanku.Jika saja hati ini buatan Negeri tirai bambu, mungkin sudah lama eror, bahkan terancam mati total.Hanya saja, Allah begitu hebat, menciptakan hati ini begitu kuat.Kuakui, salahku memang, yang begitu berharap kepada manusia. Kutatap langit-langit kamar, inikah akhirnya? Akhir dari rumah tangga, yang begitu kekeuh aku lindungi.Rasanya hati ini remuk, bukan hanya tentang dia yang sudah mendua, namun dia yang juga sudah mulai tidak perduli lagi.Kuraih foto pe

    Last Updated : 2021-09-28

Latest chapter

  • Petaka Mendua   Panik

    Bab110 "Tenang," seru Dewi, yang sadar, dari tadi majikannya tidak tenang. "Apaan sih." Tania kesal. Ia pun mengetikkan sebuah pesan singkat, dan mengirimnya kepada Raka, yang tengah sibuk meeting. "Aku menyesal, telah ada di saat keluarga kamu butuh. Sedangkan kamu, ah sudahlah. Kadang, kebaikan tidak harus dibalas dengan hal yang sama." Membaca pesan singkat dari Tania, Raka merasa tidak nyaman hati. Meskipun faktanya, proyek ini masih bisa dihandle anak buahnya. Namun Raka yang selalu bertanggung jawab penuh dengan pekerjaannya, tidak ingin melakukan kesalahan sama sekali.Sebab itulah, dia tidak ingin meninggalkan proyek ini. Namun membaca pesan singkat itu, mendadak Raka menjadi gusar. Ia pun tidak konsen, memulai pekerjaannya hari ini.______ Tania dan Dewi yang sudah sampai di rumah Sari, pun mulai bertanya banyak, tentang hal yang menimpa Karin. Sari mulai menceritakan semuanya secara detail. Wanita paru baya it

  • Petaka Mendua   Tidak Tenang

    Bab109"Maaf? Ada apa?" tanya Karin, sembari melepaskan diri, dari pelukan Hanung."Ya maaf," Hanung menunduk. "Aku berburuk sangka pada kamu dan Emilia. Aku nggak nyangka aja, anak kecil itu begitu dewasa.""Aku juga tidak menyangka, dia akan menolakku. Tapi aku lega, dia tidak melupakanku sama sekali," ucap Karin, sembari menyeka air matanya."Setidaknya, aku bisa melepas rindu. Melihat dia tumbuh dengan baik saja, aku sudah merasa tenang. Meskipun di lubuk hati yang paling dalam, aku tidak bahagia, merelakannya tetap di sana. Tapi aku ...."Karin menghela napas berat, ia mulai kesulitan untuk bicara. Wajah bahagia Emilia, saat bertemu dia tadi, selalu terngiang diingatan Karin.Apalagi, saat Emilia berkata kangen, membuat Karin semakin merasakan sakit luar biasa."Ya Allah, anakku!" pekik Karin, membuat Hanung sedikit terkejut.Karin menangis dengan meraung, layaknya anak kecil. Bahkan, dia tidak lagi duduk diata

  • Petaka Mendua   Maaf

    Bab108"Ummi, Karin mohon!" pinta Karin, wanita itu pun berusaha bersimpuh.Namun Hanung mencegahnya."Mau memberikan Emilia baik-baik, atau lewat jalur hukum?" gertak Hanung.Mendengar ucapan suami baru Karin itu, Ummi melotot. Sedangkan Abah, berusaha untuk tetap tenang."Berani sekali kamu mengancam orang tua! Apakah kamu tidak di ajari Ibumu?" bentak Ummi.Mendengar dirinya disinggung. Sari hanya memusut dada, membesarkan rasa sabar, dan berpikir jernih."Ibu, istri saya ini, berhak atas anak ini. Dan Ibu, jangan coba menghalangi kami membawanya. Kecuali, Emilia menolaknya," terang Hanung dengan tegas.Ummi berjongkok, mensejajarkan wajahnya pada Emilia."Emil, kamu sayang Nenek, kan?" tanya Ummi.Emilia terisak. "Emilia sayang Nenek, juga Kakek. Tapi ...."Gadis kecil itu menghentikan ucapannya, dia menatap lekat wajah Neneknya yang sangat sedih."Tapi apa, Nak?" tanya Karin tidak sabar.

  • Petaka Mendua   Di Tolak

    Bab107Karin melangkah pelan, dia menuju pintu utama."Kak Karin," seru Aisya, yang baru keluar dari dapur.Karin berbalik badan, dan menoleh ke arah Aisya dengan terheran."Kamu ada disini?" tanya Karin, sambil mengucek matanya berkali-kali."Aish ....""Hhmm, ada apa?" Aisya tahu, bahwa Karin penasaran, dengan rumah yang kini dia tempati untuk tidur."Ini rumah teman Aish, kita kemalaman dijalan, kasihan Bang Hanung, sepertinya sangat lelah. Sedangkan perjalanan menuju kampung Abah, masih sangat jauh. Jadi, Aisya meminta izin teman umtuk menginap."Karin mengangguk. "Ayo tidur lagi," pinta Aish pada Karin.Karin pun percaya begitu saja, dan mau menuruti ucapan Aisya.Untung saja Aisya cepat tanggap, jika tidak, mungkin malam ini, mereka tidak jadi tidur lagi.Sebab jika Karin tahu, bahwa dia ada di kampungnya. Maka, dia akan terus mengomel hingga pagi, dan membuat kegaduhan.______Usai salat subu

  • Petaka Mendua   Penasaran

    Bab106Azzam meminta waktu, untuk berbicara dengan Aisya berdua saja."Ada apa?" tanya Aish, dia nampak sangat kesal, dengan keputusan Azzam, yang menolak memberikan alamat."Ummi dan Abah kembali ke kampung. Kata Ayah, mereka juga mengadakan sukuran, ulang tahun Emilia.""Kamu tidak bohongkan, Mas?" selidik Aisya. Seakan semua kebetulan, membuat Aisya meragu."Sebenarnya, Ummi dan Abah, sudah tiga hari ini, ada di kampung. Dan esok, adalah perayaan ulang tahun Emilia.""Alhamdulilah, Mas.""Eh, jadi dari tadi, Mas ngerjai aku?" pekik Aisya, yang tiba-tiba sadar.Azzam terkekeh. "Iya maaf."Bibir Aisya manyun, dia kesal, dengan ulah suaminya."Malam ini juga, kalian duluan saja ke kampung. Ibu beneran sakit.""Yakin, nggak lagi ngerjain aku?""Iya, bener.""Dirujuk ke rumah sakit beneran?""Iya, Mas akan langsung, menemui mereka nanti. Kamu bawa saja, kak Karin ke rumah kita. Tadi

  • Petaka Mendua   Pupus Lagi

    Bab105Melihat wajah Hanung yang sangat datar, menimbulkan tanya dihati Karin. Wanita itu, yang tadinya sangat bersemangat, kini tiba-tiba meredup, seperti lilin yang menyala, kemudian padam tertiup angin."Ada apa?" tanya Karin, dengan perasaan, yang mulai tidak nyaman."Karin, Emilia itu bagian dari masa lalu. Dan kami, kami masa depanmu!" ucap Hanung. Membuat Karin merasa syok, begitu juga dengan Aisya, yang tidak sengaja, mendengar ucapan Hanung."Mas, tega sekali kamu berkata begitu!" lirih Karin. "Tidak ada yang kata masa lalu buat anak. Emilia itu darah dagingku, cinta pertama dalam hidupku. Dia yang mengajari aku jadi Ibu. Dan kamu, memintaku melupakannya? Jahat kamu!" kata Karin dengan terisak."Bukan begitu, Karin. Mas tidak minta, kamu untuk melupakan Emilia. Aku mengerti, tidak ada mantan anak. Tapi tidak bisakah, kamu hanya fokus kepada kami? Dan Emilia, biarkan dia, hanya ada di hati kamu.""Apa? Maksudnya apa?""Ya, kam

  • Petaka Mendua   Mendapatkan Alamat

    Bab104"Suami kamu!"Aisya terdiam, melihat Azzam yang nampak kusut."Suami Aisya?" tanya Hanung pada Karin. Karin mengangguk.Sari memegang bahu Aish. "Hadapi, dan selesaikan baik-baik," ucap Sari."Iya, Aish. Bagaimana pun juga, dia masih suami kamu," timpal Karin.Meskipun rasa hati teramat berat, Aisya tetap, mengikuti saran mereka.Karin keluar dari mobil, membuka pintu pagar. Dan mobil Hanung pun, memasuki pekarangan rumah."Masuklah, Zam!" seru Karin, sembari berjalan, menuju ke arah rumahnya.Mobil Hanung pun menepi, mereka semua keluar. Sedangkan Karin, membuka pintu rumah.Azzam pun berjalan ke depan pintu pagar, semberi menatap istrinya, yang baru keluar dari mobil.Aisya melangkah, mendekati Azzam."Masuk dulu, Mas!" ucap Aisya dengan lembut.Azzam pun mengangguk, mengikuti langkah Aisya. Ada debaran rasa gugup, yang mengganggunya kini.Karin duduk bersama anaknya Aisy

  • Petaka Mendua   Pemakaman

    Bab103Saat itu, pukul 05.30 sore. Sesampainya Raka di rumah Sutina, hanya ada beberapa tetangga dekat rumah, yang berada di rumah duka.Raka menepikan mobilnya, bergegas keluar dan sedikit tergopoh. Di dalam rumah, ada keluarga besar Tania, juga Sutina dan Rina."Ayah!" lirih Raka. Sutina tidak mau menoleh ke arah Raka, begitu juga dengan Tania.Kedua wanita ini, merasa sangat terluka, dengan perlakuan Raka. Mereka merasa, Raka abai dan begitu mementingkan perasaannya sendiri."Ayah, maafkan Raka ....""Ibu," lirihnya, berusaha memegangi tangan Sutina. Sutina hanya bisa terisak, dia tidak mampu berkata-kata lagi.Secapat ini, Tuhan memisahkan mereka. Bahkan selama ini, Sutina merasa banyak salah dan berdosa pada suaminya.Namun apalah daya, mereka di pisahkan oleh maut, yang di perantai tangan anak kandungnya sendiri."Kamu kemana saja?" tanya Sutina dengan pelan, ketika Raka memeluk ibunya."Ma

  • Petaka Mendua   Kabar Duka

    Bab102Aisya menulis alamat Karin disecarik kertas. Sebab itulah, dia melupakan ponselnya, dan fokus memegangi alamat rumah Karin.Kini Aisya merasa was-was, kalau Azzam, akan datang menyusulnya ke rumah Karin.Ia pun kembali memencet tombol bell berulang kali, hingga pintu rumah, bercat putih itu kini terbuka."Kak Karin," pekik Aisya. Sambil melambaikan tangan.Karin yang melihat di depan pintu pagar itu Aisya, sedikit berlari ke dalam rumah, dan gegas meraih kunci pagar.Ia pun tidak sabar, ingin berpelukan dengan Aisya, adik yang sangat dia rindukan selama ini.Karin keluar rumah, dan membuka kunci pagar. Aisya mendorong pelan pagar, yang sudah tidak terkunci lagi.Mereka saling berpelukan, melepas sejuta rasa rindu yang mendalam.Sedangkan anak Aisya, hanya menatap heran.Kakak beradik itu menangis terisak, dan melupakan si kecil yang menatap heran pada mereka."Siapa Rin?" tanya Sari, yang

DMCA.com Protection Status