Bab84
- Pov Raka-"Dokter, apakah ini serius?" Syok, dan rasanya jantungku berhenti berdetak, kala menatap wajah kuyu istriku, Tania.
Aku sulit mengerti dan rasanya tidak dapat aku terima kenyataan ini. Bagaimana mungkin, Tania yang masih berusia muda, harus menderita penyakit ini.
Meskipun terlihat berat, Dokter pun akhirnya mau menjelaskan tentang penyakit yang Tania derita. Ia juga menyarankan, agar Tania jangan sering di tinggal seorang diri.
Sebab, akan ada masanya, dimana Tania tidak lagi mampu untuk melakukan pekerjaan kecil seorang diri.
Bahkan walau hanya untuk sekedar mengetik dan menerima panggilan telepon.
Tania menangis terisak, aku memeluknya, mencoba untuk memenangkannya, meskipun aku sendiri rasanya mau mati mendengar semua ini.
"Lepas, lepaskan aku." Tania mencoba mendorongku.
Namun aku berusaha memeluknya semakin erat.
"Kita harus berpisah! Aku tidak ingin menjadi beban kamu, mas."&nbs
Bab85 - pov Raka-"Apa? Alzheimer, kamu yakin Raka?" Ayah bertanya dengan nada setengah berteriak."Iya, Yah." Aku menjawab dengan lirih dan suara ini seakan tercekat di tenggorokan. "Penyakit itu perlahan-lahan akan membuat Tania melupakan Raka, Yah. Dan, dia juga akan melupakan kita semua."Tidak tahan lagi, bahkan sebagai laki-laki, aku kehilangan rasa malu. Aku menangis terisak, bercerita pada Ayah, walau hanya melalui sambungan telepon."Ya Allah, astagfirullah, menantuku." Terdengar suara lirih Ayah yang menyayat hati, aku merasa semakin pilu."Sekarang kondisinya bagaimana, Nak?""Terkadang Tania seperti berpikir keras, mungkin ia masih berusaha mengingat semua dengan baik."Tania sudah melupakan hal-hal kecil, meskipun ia akan kembali mengingat sesekali, namun hal itu sukses memacu jantungku setiap saat, takut, takut Tania benar-benar akan melupakan kami, dan ingatan itu selamanya akan m
Bab86 - pov Raka-"Ada apa sih? Kalian ribut-ribut." Terdengar suara berat Ayah dari dalam rumah, ia berjalan menuju ke arah kami, dengan wajah yang terheran-heran.Ibu segera berlari ke arah Ayah, dan mulai playing victim."Anak kamu itu mengamuk, tuh liat tas aku dan Rina!" tunjuk Ibu dengan mengadu. "Raka sudah sangat keterlaluan, Yah. Masa dia memukuli tangan Rina dengan kayu."Ayah menoleh ke arahku dengan raut wajah penuh tanda tanya."Raka, apa yang terjadi?" tanya Ayah."Ibu merusuh ke rumah Raka, semua pekerja ia suruh keluar rumah dengan alasan beli ini itu, termasuk Tania. Hanya ada pengasuh yang masih di rumah. Ibu dan Rina mencuri uang dan juga perhiasan Tania."Ayah yang mendengar hal itu pun terlihat sangat marah dan wajahnya memerah. Ia berjalan cepat ke arahku dan merebut kayu dari genggaman tangan ini.Aku sedikit heran, namun setelah merebut kayu itu, Ayah menoleh ke arah Rina dan Ibu yang ter
Bab87 - pov Raka-Aku beranjak dari dudukku, dan memeluk Tania dari belakangnya. Ada perasaan sesak di dalam dada ini, Tania sukses membuatku ketakutan setiap hari."Tania, sayang. Mas mohon! Jangan begini, Mas tidak mau kehilangan kamu," ungkapku dengan terisak pelan.Aku memeluk tubuhnya dengan erat, seakan diri ini takut, takut akan kehilangan dia, dia yang memberiku cinta dan kasih sayang sedalam ini.Meskipun kutahu, mencintai makhluk hidup secara berlebihan, tidaklah baik. Namun faktanya, aku tidak kuasa menahan diri ini.Dia mentari di rumahku, dihidupku, juga hidup anakku. Bagaimana mungkin aku sanggup tanpa dia kelak? Oh Tuhan, aku tidak kuat, walau hanya membayangkannya.Tania masih muda, mengapa penyakit seperti itu sudah bersarang kepadanya. Apakah ini hukuman untukku? Karena lalai menjadi seorang suami yang baik? Ampuni aku Tuhan.Tubuhku bergetar hebat, membuat Tania berusaha mengurai pelukanku. Ia membalikan
Bab88 - Pov Raka-Aku pun berdiri, mengikuti tarikan tangan Ibu di lenganku.Aku menatap Ibu, yang nampak puas melihatku menurutinya."Yasudah, kalau laki nggak boleh main di dapur! Ibu bantu Tania," pintaku, dengan tatapan tegas."Tania bisa sendiri, masa harus Ibu bantu."Lagi-lagi aku menghela napas berat, dan tetap berusaha tenang. Bang Juna mendekat ke arah aku dan Ibu, yang sedari tadi berdiri di muara dapur."Raka, di panggil Ayah." Bang Juna berkata, sembari meraih gelas minum di dispenser.Sebelum menemui Ayah, aku melihat istriku memilihi sayuran yang berantakan, dan di bantu yang lainnya.Sedangkan Kak Susi, tidak terlihat batang hidungnya.Aku pun bergegas keluar, menemui Ayah di ruang keluarga.Memang sudah menjadi kebiasaan kami, jika sudah berkumpul, ruang keluarga paling rame."Itu istri apa tawanan? Kesana kemari di awasi," ejek Bang Juna.Aku pun tidak perduli, dengan semua
Bab89"Saya mohon, saya mohon!" Tangis Rina, dengan tetap memeluk kaki calon mertuanya.Mama Ahmad menatap Rina, kemudian dia menatap Annisa anaknya."Rina, sudahlah, Nak. Mungkin, Ahmad bukan jodoh kamu," kata Sutina, berusaha lapang dada.Mama Ahmad yang terlihat tidak tega itu pun membungkuk, dan meraih kedua bahu Rina, meminta Rina untuk berdiri."Sebelum kamu benar-benar menghilangkan sifat kasarmu itu! Mama tidak akan izinkan kalian menikah," katanya. Sambil mengulas senyum, dan mengusap lembut pipi Rina."Jangan, tolong! Saya mohon." Rina masih terus mengiba.Namun Mama Ahmad melepaskan pegangan tangan Rina dengan perlahan, kemudian mengkode Annisa, untuk tetap meninggalkan kediaman rumah Sutina dan Adam.Rina menoleh ke arah Tania dengan terisak."Semua gara-gara kamu! Dasar pembawa sial," teriak Rina.Tania yang terkejut melepaskan pegangan tangannya dari nampan yang dia pegang. Hing
Bab90Raka menarik napas berat, dia tidak melihat ketulusam di mata Ibunya sendiri. Biar bagaimana pun juga, Raka tahu sikap dan sifat Ibunya sendiri.Namun, demi menghindari keributan, Raka pun terpaksa memaafkan."Rumah kamu besar dan mewah banget, Raka. Boleh nggak, kami numpang di rumah kalian? Dan, tolong dong, masukin Abang ke Perusahaan kamu!" pinta Juna panjang lebar."Kalau mau kerja, Raka bisa bantu. Tapi kalau untuk tinggal di sini, maaf, Raka tidak bisa kasih izin.""Loh, kenapa?" tanya Juna."Pokoknya, nggak bisa, Bang.""Bu ...." Juna menatap Ibunya."Raka, mereka ini saudara kamu!" seru Sutina."Tahu kok, Bu. Tapi maaf, Raka tidak bisa," tegas RaK"Kenapa?""Tidak bisa, gitu aja."Raka tidak ingin, kehadiran mereka berdua, semakin mengacaukan, ketenangan hidup keluarga kecilnya.Mereka pulang dengan perasaan sangat kecewa kepada Raka.Juna merasa benci,
Bab92Tania mengulas senyum, ketika merasa semuanya berada di genggamannya.Ia pun melakukan panggilan telepon ke nomor Karin, dan mulai bercerita, tentang kejadian di rumah tangganya."Gila, nekat banget kamu, Tan!" pekik Karin di sebrang telepon.Tania terkekeh. "Harus dong, Kak. Jika tidak begitu, Raka bakal jadi agar-agar, Kak.""Tapi kamu tahukan, resiko berbohong itu?berat loh.""Iya tahu, Kak. Tapi ini semua, demi meraih cinta suamiku.""Jujur, Kakak nggak setuju dengan hal ini.""Hmmm. Udah deh, Kakak nggak usah khawatir lagi, ya! Tania yakin, semua akan baik-baik saja."Karin pun tidak dapat banyak bicara, lagi. Tania bersikeras, bahwa semua yang dia lakukan, untuk sebuah kebaikan.Meskipun, Karin sudah mengingatkan Tania, bahwa semua yang dia lakukan ini, terlalu beresiko tinggi.Tania yang merasa, semua berjalan sesuai dengan maunya, hanya merasakan, ini mudah.________Sa
Bab92Mereka begitu asik mengobrol. Tanpa Tania sadari, ada rasa kecewa di hati Dewi."Hahaha, iya, kamu kan dulu bucin banget sama aku!" ucap Tania dengan terkekeh."Ya namanya juga masa putih abu-abu. Aku kan masih belia saat itu," sahut Ilham membuat lelucuan.Tania makin terkekeh, mendengar kata belia yang Ilham katakan. Mereka berdua tidak sadar, terbuai dengan pertemuan itu. Dewi menahan rasa sedih, kecewa di dalam hati.Ilham, lelaki yang dia sukai, bukannya mengajaknya berbincang hangat.Sebaliknya, lelaki itu fokus ke masa lalunya, yang ternyata wanita itu, adalah Tania.Bagi Dewi, dunia ini terasa sempit luar biasa, dia tidak menyangka. Dari niat memperkenalkan lelaki pujaannya, malah berakhir melukis rasa kecewa dalam hatinya kini.Dewi menghela napas berat, namun Ilham dan Tania yang nampak asik mengobrol itu, tidak memperhatikan mata Dewi yang mulai berkaca-kaca.Ingin wanita itu menangis, dan me