“Itu tidak mungkin Re, mobil dalam keadaan terkunci dari dalam, sebelum pulas aku ingat sudah mengunci semua pintu, dan hanya menyisakan jendela yang sedikti terbuka”“Kak Dylan tidur di kursi pengemudi?”“Tidak, aku tidur di kursi penumpang sebelah kursi supir, tapi mobil dalam keadaan terkunci, dan mesin pun dalam keadaan mati”Tiba-tiba Seno terduduk lemas di lantai, di hadapan Dylan. Renata langsung berlari menghampirinya.“Seno, kamu kenapa kenapa? Apa yang terjadi? Apa kamu merasa sakit lagi?”Kepala Seno yang tertunduk hanya menggeleng lemah. “Tidak Rena, hanya saja aku berharap ada yang terjadi padaku setelah berdekatan dengan Dylan, tapi tak ada yang kurasakan”Mendengar semua penjelasan Seno, membuat Renata menarik napas lega. Dylan yang menyaksikan betapa Renata mengkhawatirkan Seno, merasa iri pada Seno.“Bahkan ketika sudah meninggal pun kamu masih bisa membuat seorang gadis langsung berlari kearahmu saat dia sedang berbicara denganku” gumamnya yang masih bisa di dengar
“Auramu menggelap Rena, apa kau baik-baik saja?”“Aku hanya kesal, selebihnya aku baik-baik saja, kau mau kemana?” Renata menatap Seno yang berdiri.“Aku harus harus kembali, kau bisa mencariku di tempat biasa jika kau memerlukan aku”Renata hanya diam menatap tubuh Seno yang perlahan menghilang, sedangkan Dylan yang tau bahwa Renata sedang berkomunikasi dengan Seno hanya memandangi Renata yang menatap ke tempat kosong di depanya. Ada terselip perasaan bersalah saat tadi dia berbicara sedikit keras pada Renata. Dylan tak bermaksud untuk membela Yasmine, hanya saja dia selalu mendengar orang-orang membicarakan hal miring tentnag Yasmine dari dulu, teman-temanya banyak yang memperingatinya untuk berhati-hati pada Yasmine yang terlihat selalu meminta ini itu padanya, sedangkan Dylan merasa hal tersebut wajar karena dia merasa Yasmine mencintainya, hanya saja dia merasa belum ada kepastian dari Dylan.“Maaf jika tadi aku sedikit emosi Re, aku sama sekali tak bermaksud untuk mendebatmu,
Keesokan harinya, fakultas teknik melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa, Damar sudah memberikan keterangan pada pihak polisi kalau apa yang di alaminya diakibatkan oleh penyakitnya. Renata memarkirkan mobilnya dan berjalan memasuki gedung fakultasnya.“Kamu ada kelas pagi juga? Tau gitu tadi kita bareng aja berangkatnya”Tiba-tiba Dylan sudah menjajari langkah kaki Renata.“Kak Dylan? Bikin kaget aja”“Kamu jalan sambil ngelamun sih, jadi ga sadar kalau ada orang yang jalan disampingmu dari tadi”“Masa sih? Aku ga ngelamun kok, cuma lagi fokus aja ke depan”“Saking fokusnya jadi ga sempet melihat seseorang yang jalan di sampingmu”Renata melirik jengah ke arah Dylan yang dianggapnya ambigu, dia terus melangkahkan kakinya menuju kelas.“Renataaa”Dari kejauhan Yoke sudah berteriak memanggil nama Renata dengan suara cempreng andalanya.“Aduh Ke, lo bisa ga kalo ga usah pake tereak manggil orang?” semprot Renata saat langkah kaki Yoke sudah sampai di dekatnya.“Ya ampun Re, g
“Nah kan, lo liat sendiri kan Re, emang gue beban banget ya? Sampe-sampe Nadia menjauh gitu?”“Ngga sih Ke, gue rasa bukan karena itu, pasti ada sesuatu” Renata merangkul pundak Yoke, berusaha menghiburnya. “Ya udah, kita ke kantin yuk?” lanjutnya.“Emang lo ga ada kelas?”“Ada sih, tapi gampanglah itu, lagian gue juga ada yang mau di omongin sama lo?”“Mau ngomong apa?”“Makanya kita ke kantin”Renata langsung menggandeng lengan Yoke agar mengikutinya melangkah menuju kantin.“Re, itu kan Kak Wendi, dia mau kemana? Ko bawa rantang gitu?”Renata menoleh ke arah yang di tunjuk oleh Yoke, di lihatnya Wendi sedang berjalan menuju ke kantin, hanya saja di tanganya membawa sebuah rantang susun.“Mungkin dia mau makan di kantin, tapi bawa makanan sendiri Ke”“Ayo kita gabung saja Re, siapa tau masakan Kak Wendi enak”Mereka berdua pun mengikuti Wendi yang berjalan tergesa dari belakang. Sesampainya di kantin Wendi langsung memesan makanan dan meminta ibu kantin untuk menempatkanya di ranta
Seminggu telah berlalu, Damar pun sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit dan sudah kembali mengajar di kampus. Sedangkan Nadia semakin menjauhi Renata dan Yoke. Sikap Nadia yang mendadak berubah itu membuat banyak pertanyaan dalam benak Renata, dia bertekad untuk mencari tau perihal penyebab berubahnya Nadia.Wendi terlihat sering menyendiri di perpustakaan, membuat Renata kesulitan untuk bertanya padanya. Berkali-kali renata mencari cara agar bisa berkomunikasi dengan Wendi maupun Nadia, namun keduanya seperti selalu menemukan cara untuk menghindar.Di sisi lain Dylan selalu berusaha mencari jalan untuk terus dekat dengan renata. Seperti siang ini, Dylan sengaja menunggu Renata di depan kelasnya, dan langsung menghampiri begitu yang ditunggunya melangkah keluar dari pintu kelas.“Kak Dylan?”“Re, kamu ada waktu kan? bisa ikut aku sebentar?”“Kemana?”“Kita ke rumah kakaknya Yasmine, kamu ga keberatan kan?”“Ke rumah Kak Camelia?”“Kamu kenal?”“Aku sudah beberapa kali datang kes
Renata merasa serba salah dalam menengahi permasalahan Dylan dengan Damar, yang menurut Renata adalah kecemburuan akan kasih sayang seorang ayah. Dylan sudah pasti merasa kesal dengan sikap ayahnya yang selalu membela Damar. Akhirnya Renata hanya menanggapinya dengan mengangkat bahu. Mungkin karena Renata juga adalah anak tunggal, jadi dia mengerti bagaimana perasaan Dylan ketika tiba-tiba ayahnya berbagi kasih sayang dengan orang lain yang dianggap anak olehnya. Namun Renata tak habis pikir mengapa Damar ikut membenci Dylan.Renata juga tak menyangka bahwa suami dari Camelia adalah Damar, selama ini Renata menyangka suami Camelia adalah Bramantyo, karena Camelia pernah mengatakan kepergian Yasmine diatur oleh suaminya.‘Apakah itu artinya Pak Damar yang menginginkan Yasmine untuk pergi dan menetap di luar negeri?’ pertanyaan Renata yang hanya diutarakanya dalam hati saja.“Aku antar kamu ke rumah?” akhirnya Dylan membuka percakapan setelah sekian lama mereka berdua terdiam dalam perj
“Renata..” Dylan menepuk-nepuk pipi Renata pelan.“Senooo...”Renata masih saja memanggil-manggil nama Seno dengan mata yang masih terpejam, Dylan menjadi panik dan mengguncang tubuh Renata.“Renata.. bangun Re, kamu hanya mimpi, sadarlah Re”Mata Renata tiba-tiba terbuka. “Seno...Seno..”“Re? Kau sudah bangun?”Renata menatap sekelilingnya, beberapa saat baru dia tersadar bahwa dia masih berada di dalam mobil Dylan.“Kamu mimpi apa Re?” Dylan mengusap lembut kening Renata yang bercucuran keringat.“Seno... dia... ada api, disana ada api”“Sshh... kamu tenangkan diri kamu dulu, ini minumlah” Dylan menyodorkan air putih kemasan botol pada Renata.Renata membetulkan posisi duduknya dan menerima botol minuman dari tangan Dylan.“Aku bermimpi, tapi... aku merasakan mimpi itu begitu nyata” ucapnya setelah meneguk hampir seluruh isi dari botol yang diambilnya tadi.“Kau mengigau dan terus memanggil nama Seno, memangnya kau bermimpi apa?”Renata pun menceritakan semua yang di lihatnya dalam
“Kita harus pergi Re” Dylan buru-buru mengamit lengan Renata dan membawanya pergi dari sana. “Kak Dylan kenapa sih? Aku masih harus memastikan kalau itu benar-benar sama seperti dalam mimpiku” protes Renata “Dan jika itu memang benar-benar sama bagaimana? Apa kau akan membahayakan dirimu sendiri dengan berdiam disana dan membiarkan orang itu mengetahui bahwa kau tau apa yang dia sedang lakukan?” Renata terdiam, dalam hati dia membenarkan apa yang dikatakan oleh Dylan. “Kita akan kembali kesini lagi, tapi sebelumnya kita harus ke rumahku dulu” Dylan langsung membuka pintu mobilnya untuk Renata saat keduanya sudah berada di parkiran. “Kenapa aku harus ikut ke rumah Kak Dylan?” “Lebih baik kau ikuti saja rencanaku Re, jangan banyak protes” Dylan dengan cepat menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan pekarangan parkir kampus mereka. karena lokasi rumah Dylan tak jauh dari kampus, dalam hitungan menit mobil yang dikendarai oleh Dylan sudah memasuki carport rumahnya. “Sekarang kit