“Auramu menggelap Rena, apa kau baik-baik saja?”“Aku hanya kesal, selebihnya aku baik-baik saja, kau mau kemana?” Renata menatap Seno yang berdiri.“Aku harus harus kembali, kau bisa mencariku di tempat biasa jika kau memerlukan aku”Renata hanya diam menatap tubuh Seno yang perlahan menghilang, sedangkan Dylan yang tau bahwa Renata sedang berkomunikasi dengan Seno hanya memandangi Renata yang menatap ke tempat kosong di depanya. Ada terselip perasaan bersalah saat tadi dia berbicara sedikit keras pada Renata. Dylan tak bermaksud untuk membela Yasmine, hanya saja dia selalu mendengar orang-orang membicarakan hal miring tentnag Yasmine dari dulu, teman-temanya banyak yang memperingatinya untuk berhati-hati pada Yasmine yang terlihat selalu meminta ini itu padanya, sedangkan Dylan merasa hal tersebut wajar karena dia merasa Yasmine mencintainya, hanya saja dia merasa belum ada kepastian dari Dylan.“Maaf jika tadi aku sedikit emosi Re, aku sama sekali tak bermaksud untuk mendebatmu,
Keesokan harinya, fakultas teknik melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa, Damar sudah memberikan keterangan pada pihak polisi kalau apa yang di alaminya diakibatkan oleh penyakitnya. Renata memarkirkan mobilnya dan berjalan memasuki gedung fakultasnya.“Kamu ada kelas pagi juga? Tau gitu tadi kita bareng aja berangkatnya”Tiba-tiba Dylan sudah menjajari langkah kaki Renata.“Kak Dylan? Bikin kaget aja”“Kamu jalan sambil ngelamun sih, jadi ga sadar kalau ada orang yang jalan disampingmu dari tadi”“Masa sih? Aku ga ngelamun kok, cuma lagi fokus aja ke depan”“Saking fokusnya jadi ga sempet melihat seseorang yang jalan di sampingmu”Renata melirik jengah ke arah Dylan yang dianggapnya ambigu, dia terus melangkahkan kakinya menuju kelas.“Renataaa”Dari kejauhan Yoke sudah berteriak memanggil nama Renata dengan suara cempreng andalanya.“Aduh Ke, lo bisa ga kalo ga usah pake tereak manggil orang?” semprot Renata saat langkah kaki Yoke sudah sampai di dekatnya.“Ya ampun Re, g
“Nah kan, lo liat sendiri kan Re, emang gue beban banget ya? Sampe-sampe Nadia menjauh gitu?”“Ngga sih Ke, gue rasa bukan karena itu, pasti ada sesuatu” Renata merangkul pundak Yoke, berusaha menghiburnya. “Ya udah, kita ke kantin yuk?” lanjutnya.“Emang lo ga ada kelas?”“Ada sih, tapi gampanglah itu, lagian gue juga ada yang mau di omongin sama lo?”“Mau ngomong apa?”“Makanya kita ke kantin”Renata langsung menggandeng lengan Yoke agar mengikutinya melangkah menuju kantin.“Re, itu kan Kak Wendi, dia mau kemana? Ko bawa rantang gitu?”Renata menoleh ke arah yang di tunjuk oleh Yoke, di lihatnya Wendi sedang berjalan menuju ke kantin, hanya saja di tanganya membawa sebuah rantang susun.“Mungkin dia mau makan di kantin, tapi bawa makanan sendiri Ke”“Ayo kita gabung saja Re, siapa tau masakan Kak Wendi enak”Mereka berdua pun mengikuti Wendi yang berjalan tergesa dari belakang. Sesampainya di kantin Wendi langsung memesan makanan dan meminta ibu kantin untuk menempatkanya di ranta
Seminggu telah berlalu, Damar pun sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit dan sudah kembali mengajar di kampus. Sedangkan Nadia semakin menjauhi Renata dan Yoke. Sikap Nadia yang mendadak berubah itu membuat banyak pertanyaan dalam benak Renata, dia bertekad untuk mencari tau perihal penyebab berubahnya Nadia.Wendi terlihat sering menyendiri di perpustakaan, membuat Renata kesulitan untuk bertanya padanya. Berkali-kali renata mencari cara agar bisa berkomunikasi dengan Wendi maupun Nadia, namun keduanya seperti selalu menemukan cara untuk menghindar.Di sisi lain Dylan selalu berusaha mencari jalan untuk terus dekat dengan renata. Seperti siang ini, Dylan sengaja menunggu Renata di depan kelasnya, dan langsung menghampiri begitu yang ditunggunya melangkah keluar dari pintu kelas.“Kak Dylan?”“Re, kamu ada waktu kan? bisa ikut aku sebentar?”“Kemana?”“Kita ke rumah kakaknya Yasmine, kamu ga keberatan kan?”“Ke rumah Kak Camelia?”“Kamu kenal?”“Aku sudah beberapa kali datang kes
Renata merasa serba salah dalam menengahi permasalahan Dylan dengan Damar, yang menurut Renata adalah kecemburuan akan kasih sayang seorang ayah. Dylan sudah pasti merasa kesal dengan sikap ayahnya yang selalu membela Damar. Akhirnya Renata hanya menanggapinya dengan mengangkat bahu. Mungkin karena Renata juga adalah anak tunggal, jadi dia mengerti bagaimana perasaan Dylan ketika tiba-tiba ayahnya berbagi kasih sayang dengan orang lain yang dianggap anak olehnya. Namun Renata tak habis pikir mengapa Damar ikut membenci Dylan.Renata juga tak menyangka bahwa suami dari Camelia adalah Damar, selama ini Renata menyangka suami Camelia adalah Bramantyo, karena Camelia pernah mengatakan kepergian Yasmine diatur oleh suaminya.‘Apakah itu artinya Pak Damar yang menginginkan Yasmine untuk pergi dan menetap di luar negeri?’ pertanyaan Renata yang hanya diutarakanya dalam hati saja.“Aku antar kamu ke rumah?” akhirnya Dylan membuka percakapan setelah sekian lama mereka berdua terdiam dalam perj
“Renata..” Dylan menepuk-nepuk pipi Renata pelan.“Senooo...”Renata masih saja memanggil-manggil nama Seno dengan mata yang masih terpejam, Dylan menjadi panik dan mengguncang tubuh Renata.“Renata.. bangun Re, kamu hanya mimpi, sadarlah Re”Mata Renata tiba-tiba terbuka. “Seno...Seno..”“Re? Kau sudah bangun?”Renata menatap sekelilingnya, beberapa saat baru dia tersadar bahwa dia masih berada di dalam mobil Dylan.“Kamu mimpi apa Re?” Dylan mengusap lembut kening Renata yang bercucuran keringat.“Seno... dia... ada api, disana ada api”“Sshh... kamu tenangkan diri kamu dulu, ini minumlah” Dylan menyodorkan air putih kemasan botol pada Renata.Renata membetulkan posisi duduknya dan menerima botol minuman dari tangan Dylan.“Aku bermimpi, tapi... aku merasakan mimpi itu begitu nyata” ucapnya setelah meneguk hampir seluruh isi dari botol yang diambilnya tadi.“Kau mengigau dan terus memanggil nama Seno, memangnya kau bermimpi apa?”Renata pun menceritakan semua yang di lihatnya dalam
“Kita harus pergi Re” Dylan buru-buru mengamit lengan Renata dan membawanya pergi dari sana. “Kak Dylan kenapa sih? Aku masih harus memastikan kalau itu benar-benar sama seperti dalam mimpiku” protes Renata “Dan jika itu memang benar-benar sama bagaimana? Apa kau akan membahayakan dirimu sendiri dengan berdiam disana dan membiarkan orang itu mengetahui bahwa kau tau apa yang dia sedang lakukan?” Renata terdiam, dalam hati dia membenarkan apa yang dikatakan oleh Dylan. “Kita akan kembali kesini lagi, tapi sebelumnya kita harus ke rumahku dulu” Dylan langsung membuka pintu mobilnya untuk Renata saat keduanya sudah berada di parkiran. “Kenapa aku harus ikut ke rumah Kak Dylan?” “Lebih baik kau ikuti saja rencanaku Re, jangan banyak protes” Dylan dengan cepat menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan pekarangan parkir kampus mereka. karena lokasi rumah Dylan tak jauh dari kampus, dalam hitungan menit mobil yang dikendarai oleh Dylan sudah memasuki carport rumahnya. “Sekarang kit
Dylan setuju dengan apa yang dikatakan Renata, dia menoleh kesana kemari untuk memastikan keadaan sudah aman bagi mereka. Perlahan dia menuntun Renata untuk keluar dari tempat persembunyianya.“Apa yang harus kita lakukan untuk menolong Seno Re?”“Aku juga ga ngerti kak, tapi sepertinya dupa dan baskom serta nyala lilin di sana itu yang dia buat sebagai senjata untuk menyakiti Seno”Baik Dylan maupun Renata masih dalam mode berbisik saat berbicara, setelah semua dipastikan sudah aman, Dylan berjalan menghampiri lilin yang masih menyala, kemudian di tiupnya nyala lilin itu hingga padam.Perlahan suara jeritan kesakitan pun mulai berkurang. “Sepertinya itu berhasil, lalu bagaimana dengan dupa dan air di baskom ini kak?”Dylan nampak berpikir sesaat, dia berjalan modar mandir memikirkan suatu ide. “Bagaimana kalau kita tumpahkan saja airnya ke tanah itu Re?”“Menurut Kak Dylan itu akan berhasil?”“Kita tidak akan tau kalau tidak mencoba Re”“Baiklah sepertinya hanya itu yang bisa kita la
Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala
“Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke
Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada
Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik
Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik
Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p
Camelia mendengar seluruh pertengkaran Yasmine dan kedua orangtua Damar, dia juga mendengar semua yang diucapkan Damar saat Yasmine pergi dengan membawa amarahnya atas penolakan kedua orangtua Damar tersebut, juga tentang ancaman Ayah Damar yang tidak akan memberikan warisanya jika terbukti bahwa anak yang dikandung Yasmine itu adalah anaknya.Setelah Damar pun kemudian pergi karena di suruh Sri untuk menemui Camelia di rumah sakit, Camelia pun keluar dari persembunyianya dan langsung menemui Sri dan Abdulah yang terkejut melihat kemunculan Camelia yang tiba-tiba di rumah mereka.“Lia? Sejak kapan kamu datang nak?” tanya Sri dengan wajah cemas dan was-was kalau Camelia mendengar semua pertengkaran yang baruan terjadi.“Lia sudah mendengar dan mengetahui semuanya bu, jadi bapak dan ibu tak perlu menutupi hal ini lagi dari Lia”Sri langsung menangis dan memeluk Camelia. “Maafkan anak ibu nak, damar itu memang laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita baik sepertimu, tapi ibu mohon jang
Mulut Renata terbuka lebar heran sekaligus merasa geli sendiri dengan apa yang Dylan ucapkan. “Kak Dylan kaya anak kecil aja sih, lagian aku kan bukan barang, aku juga bisa jaga diri aku sendiri”Renata menyembunyikan tawanya dengan berdehem beberapa kali. “Jadi Kak Dylan malam-malam datang kesini cuma buat ngomongin ini?”“Yy… ya ga gitu juga Re, aku kesini karena khawatir sama kamu” Dylan nampak tergagap menjawab pertanyaan Renata.“Khawatir? Aku kan ada di rumah, lagipula ada mommy dan papiku disini”Dylan langsung terlihat salang tingkah dan menundukan kepalanya, bukan karena kalimat yang diucapkan Renata, tetapi karena papinya Renata yang terlihat sedang menuruni tangga dan melihat ke arah mereka berdua.“Malam om” Dylan berdiri dan menganggukan kepalanya.“Malam, ada hal penting apa sampai kamu bertamu malam-malam begini ke rumah seorang gadis?”Renata ikut berdiri dan menolah ke belakang saat mendengar suara bariton milik sang ayah.“Eh papi, kenalin pih, ini temen Re... namany
“Kenapa kamu ga pernah keliatan setelah kejadian di kampus itu? Kamu juga ga datang sewaktu aku di rawat di rumah sakit”Renata menatap Seno yang tengah menatapnya dengan senyuman tersungging di bibir tipisnya.“Kata siapa aku tidak datang? Aku selalu ada di sisimu, hanya saja kamu sudah tidak bisa lagi melihat atau mendengarku”“Memangnya kenapa?”“Karena… waktuku sudah hampir habis Rena, aku datang kesini hendak berpamitan denganmu, dan terimakasih banyak karena kamu sudah mau membantuku, kini aku tak lagi merasakan kemarahan dalam hatiku, juga kegelisahan itu tak pernah lagi ada di hatiku”“Sekarang aku sudah bisa menerima semuanya, dan sebentar lagi aku akan dijemput, jika kamu merindukan aku, kamu bisa menatap langit, disana aku melihatmu dan juga mendoakan dirimu”Mata Renata berkaca mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Seno, ada rasa sesak dalam dadanya. Seno mengangkat satu tanganya untuk mengusap airmata yang bergulir di pipi Renata.“Jangan menangis, kau tau? Aku p