Renata kembali menutup matanya, sedangkan Seno masih setia menggenggam tangan Renata. Saat itu Dylan berjalan mendekati ranjang pasien, dan melihat Renata masih terpejam. Ada rasa hangat menyelimuti dadanya, dia kagum dengan keberanian dan tekad Renata untuk membantu Seno.Pagi hari pun tiba, terlihat Dylan yang masih tidur sambil duduk di kursi, dengan kepala berada di ranjang tempat Renata terbaring, tanganya menggenggam tangan Renata.Mba Iyus masuk di ikuti dua orang dibelakangnya. Satu laki-laki paruh baya dan satu lagi wanita yang usianya tak jauh berbeda.“Renata? Ya ampuun Re... kamu kenapa sayang? Ini mommy nak”Perempuan yang mengaku ibunya Renata duduk di sisi ranjang, dan mengusap kepala Renata penuh kasih sayang. Dylan mengerjapkan matanya, dan melihat sekeliling, dia pun berdiri dan mundur, memberikan jalan bagi laki-laki yang diperkirakanya sebagai ayah Renata untuk duduk di sisi ranjang satunya lagi, menempati tempat duduk Dylan tadi.“Re, maafkan papi nak, selama ini
“Ok ladies... persiapkan diri kalian untuk sebuah rencana, kita akan membuat Yasmine kembali mendatangi kampus kita, karena sepertinya dia adalah kunci dari semua masalah Seno” ucap Dylan.Semua yang ada mengangguk setuju, membenarkan ucapan Dylan.“Tapi gimana caranya bikin Yasmine kembali ke tanah air kak?”“Kita akan cari cara Re, selama ini kita jalan sendiri-sendiri dalam mengungkap kebenaran tentang kematian Seno, kini sudah saatnya kita bersatu, siapa tau dengan begitu justru misi kita akan berhasil. Dan lo Wen... gue tau selama ini lo sebenernya selalu mencari siapa dalang di balik kematian Seno, gue juga tau lo sering berkunjung ke rumah Seno bahkan lo sering bantu ngurus toko kelontongnya Nenek Seno”“Lo mata-matain gue Lan?”Wajah Wendi berubah saat Dylan mengatakan bahwa dia mengetahui semua yang di lakukan Wendi.“Bukan mata-matain, mungkin itu terjadi karena gue pun melakukan hal yang sama, yaitu pengen tau siapa yang membuat Seno melakukan bunuh diri”“Maaf Kak Dylan,
Siang ini sepulang dari kuliah, Renata dan kedua sahabatnya kembali menyambangi rumah Camelia, mereka bermaksud untuk membujuknya untuk meminta Yasmine pulang ke Indonesia.Renata juga mengatakan pada Nadia dan Yoke tentang pertemuanya dengan Camelia di mall kemarin, namun dia tak mengatakan bahwa dia melihat Bramantyo dan Camelia bersama di sebuah restoran yang ada di mall tersebut, karena Renata merasa sungkan untuk menceritakan bahwa dia melihat wajah Camelia sembab seperti habis menangis.‘Biarlah itu menjadi urusan rumah tangga mereka, kalau aku cerita ke Nadia dan Yoke takutnya malah jadi gosip’ begitu pikir Renata.Camelia menyambut kedatangan yang dianggapnya sebagai para mahasiswi suaminya itu dengan ramah, mereka berbincang-bincang sebentar sebelum Renata cs mengutarakan maksud kunjungan mereka.“Jadi begini Kak Lia, ada teman kami yang sangat membutuhkan kehadiran Kak Yasmine untuk memulihkan nama baiknya, saat ini dia merasa sangat tertekan atas tudingan orang-orang yang
Esok hari, karena merasa penasaran Renata pun tetap mengikuti perkataan si pengirim pesan misterius, dia pergi ke cafe yang ada di depan kampusnya, Renata menunggu sebentar di dalam cafe. Matanya terus mengawasi orang yang berlalu lalang di depan cafe. Renata sengaja memilih tempat duduk di pojok yang bisa meliaht ke arah luar cafe dari kaca jendela.Mata Renata terbelalak saat melihat seorang pria. “Itu kan pria yang mengeroyok Seno”Renata hampir saja menghampiri pria tersebut, saat tanpa sengaja matanya menangkap soso Dylan yang sedang berjalan, kemudian pria tadi menghampiri Dylan. Mereka berdua terlihat berbincang untuk beberapa saat, setelah itu keduanya berpisah. Sesaat kemudian Renata melihat Wendi menghampiri Dylan dan mereka pun berdua pergi entah kemana.“Kak Dylan? Apa hubunganya dia dengan orang yang mengeroyok Seno? lalu apa Kak Wendi mengetahui soal itu? Mereka berdua mau pergi kemana?”***Di rumah Camelia.
“Mereka abis ngapain berduaan di dalam sana?” bisik Nadia di dekat telinga Renata.“Aku juga ga tau, gimana kalo kita masuk aja ke dalam sana?” Renata balas berbisik.Keduanya pun memasuki runag UKM setelah memastikan bahwa keadaan sekitar telah aman.Renata memutar pandanganya ke setiap penjuru ruangan, matany tanpa sengaja melirik ke arah lemari besar yang terdapat di pojok ruangan. Dia berjalan ke arah lemari dan melihat-lihat. Ternyata di belakang lemari itu terdapat sofa yang sudah tak ada lagi sandaranya, namun masih empuk untuk di duduki, sofa itu tak akan terlihat jika orang hanya melihat ataupun masuk ke ruangan itu sekilas, tapi orang akan tau keberadaan sofa tersebut jika dia melongok ke belakang lemari besar di sudut ruangan.“Re, menurutmu apa yang dilakukan dua orang berlainan jenis di ruangan ini? dan pada saat keluar penampilan mereka sudah tidak terlihat rapi?”Rena
Selesai kuliah, Nadia pulang bersama Yoke, seperti biasanya dia akan mampir dulu ke rumah Yoke untuk mengantarnya pulang, baru kemudian dia pulang ke rumahnya sendiri yang tak jauh dari tumah Yoke.Sesampianya di rumah, Nadia melihat Wendi sudah pulang lebih dulu darinya. “Kak, lagi sibuk ga? Aku mau bicara sama kakak”“Mandi dulu sana, datang-datang bukanya bersih-bersih dulu ini malah tampangnya udah kaya orang mau ngajak ribut”“Gampanglah itu kak, badanku tidak bau-bau amat biarpun belum mandi, tapi ada yang harus aku omongin serius sama kakak”“Boleh, tapi ada syaratnya”“Apa itu? jangan yang susah syaratnya”“Kamu harus gantiin kakak besok, ke anterin sayuran ke hotel yang di Jakarta Pusat”Nadia berpikir sejenak, mempertimbangkan permintaan kakaknya. Usaha keluarga Nadia memang mensuply sayuran segar ke beberapa hotel yang ada
Pagi hari Renata di kejutkan dengan banyaknya orang berkerumun di gedung fakultas teknik.“Ada apaan sih? kok rame banget?”Karena penasaran Renata pun ikut bergabung di kerumunan itu, dia bertanya pada beberapa orang yang ada di dekatnya, dan mendapat informasi bahwa ada seorang pria di temukan dalam keadaan pingsan di lorong gedung tersebut , pria tersebut di temukan dengan tubuh yang hampir beku karena dingin, namun masih bernapas. Sesaat kemudian Renata mendengar sirine ambulan kian mendekat.Renata masih belum bisa melihat wajah orang yang sedang di gotong menggunakan tandu untuk di bawa ke rumah sakit dengan mobil ambulan, dia hanya melihat orang-orang saling berbisik satu sama lain.Setelah mobil ambulan pergi meninggalkan area kampus, kerumunan mahasiswa pun membubarkan diri, walaupun masih ada sebagian yang tetap berkumpul dan bergosip.“Ada apaan sih? Ko rame banget?” tanya Renata pada salah satu mahasiswi yang masih berkerumun.“Oh..kamu baru dateng ya? Itu tadi ada dosen k
“RENATA”Renata tersentak kaget mendengar suara orang berteriak memanggil namanya. Dengan gerakan refleks dia menoleh dan melihat Dylan sedang menatapnya sambil terus berjalan menghampirinya.“Apa yang kau lakukan disini? apa kau tidak melihat garis polisi disana itu? itu tandanya tak ada yang boleh masuk”Pelan Renata menegakan kepalanya dan berdiri. “Kak Dylan sendiri ngapain masuk kesini? Emang ga liat ada garis polisi?”“Kamu itu ngeyel banget sih! Ditanya malah balik nanya”Renata melirik ke arah Seno sebentar, dia takut amarah Seno tersulut seperti biasanya jika berada di dekat Dylan. Namun dilihatnya Seno diam dan tenang, tak ada tanda-tanda kemarahan di wajahnya. Renata pun bernapas lega.“Maaf Kak Dylan... aku duluan ya, kelas kan di liburkan untuk mahasiswa teknik, jadi aku mau pulang sekarang”Renata berjalan tergesa melewati Dylan, namun terhenti karena tang
Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala
“Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke
Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada
Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik
Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik
Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p
Camelia mendengar seluruh pertengkaran Yasmine dan kedua orangtua Damar, dia juga mendengar semua yang diucapkan Damar saat Yasmine pergi dengan membawa amarahnya atas penolakan kedua orangtua Damar tersebut, juga tentang ancaman Ayah Damar yang tidak akan memberikan warisanya jika terbukti bahwa anak yang dikandung Yasmine itu adalah anaknya.Setelah Damar pun kemudian pergi karena di suruh Sri untuk menemui Camelia di rumah sakit, Camelia pun keluar dari persembunyianya dan langsung menemui Sri dan Abdulah yang terkejut melihat kemunculan Camelia yang tiba-tiba di rumah mereka.“Lia? Sejak kapan kamu datang nak?” tanya Sri dengan wajah cemas dan was-was kalau Camelia mendengar semua pertengkaran yang baruan terjadi.“Lia sudah mendengar dan mengetahui semuanya bu, jadi bapak dan ibu tak perlu menutupi hal ini lagi dari Lia”Sri langsung menangis dan memeluk Camelia. “Maafkan anak ibu nak, damar itu memang laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita baik sepertimu, tapi ibu mohon jang
Mulut Renata terbuka lebar heran sekaligus merasa geli sendiri dengan apa yang Dylan ucapkan. “Kak Dylan kaya anak kecil aja sih, lagian aku kan bukan barang, aku juga bisa jaga diri aku sendiri”Renata menyembunyikan tawanya dengan berdehem beberapa kali. “Jadi Kak Dylan malam-malam datang kesini cuma buat ngomongin ini?”“Yy… ya ga gitu juga Re, aku kesini karena khawatir sama kamu” Dylan nampak tergagap menjawab pertanyaan Renata.“Khawatir? Aku kan ada di rumah, lagipula ada mommy dan papiku disini”Dylan langsung terlihat salang tingkah dan menundukan kepalanya, bukan karena kalimat yang diucapkan Renata, tetapi karena papinya Renata yang terlihat sedang menuruni tangga dan melihat ke arah mereka berdua.“Malam om” Dylan berdiri dan menganggukan kepalanya.“Malam, ada hal penting apa sampai kamu bertamu malam-malam begini ke rumah seorang gadis?”Renata ikut berdiri dan menolah ke belakang saat mendengar suara bariton milik sang ayah.“Eh papi, kenalin pih, ini temen Re... namany
“Kenapa kamu ga pernah keliatan setelah kejadian di kampus itu? Kamu juga ga datang sewaktu aku di rawat di rumah sakit”Renata menatap Seno yang tengah menatapnya dengan senyuman tersungging di bibir tipisnya.“Kata siapa aku tidak datang? Aku selalu ada di sisimu, hanya saja kamu sudah tidak bisa lagi melihat atau mendengarku”“Memangnya kenapa?”“Karena… waktuku sudah hampir habis Rena, aku datang kesini hendak berpamitan denganmu, dan terimakasih banyak karena kamu sudah mau membantuku, kini aku tak lagi merasakan kemarahan dalam hatiku, juga kegelisahan itu tak pernah lagi ada di hatiku”“Sekarang aku sudah bisa menerima semuanya, dan sebentar lagi aku akan dijemput, jika kamu merindukan aku, kamu bisa menatap langit, disana aku melihatmu dan juga mendoakan dirimu”Mata Renata berkaca mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Seno, ada rasa sesak dalam dadanya. Seno mengangkat satu tanganya untuk mengusap airmata yang bergulir di pipi Renata.“Jangan menangis, kau tau? Aku p