Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 138. Sosok Mbah Mijan dan Tawaran yang Mengerikan  

Share

138. Sosok Mbah Mijan dan Tawaran yang Mengerikan  

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2025-01-23 16:13:47

Malam itu, suasana terasa begitu mencekam. Udara di sekitar rumah Mahoni terasa berat, penuh dengan bisikan-bisikan gaib yang tidak bisa ditangkap oleh telinga manusia biasa. Lila berdiri di ambang pintu, tubuhnya bergetar. Di kejauhan, ia melihat kerumunan warga desa dengan obor dan senjata, mendekat perlahan, tetapi pasti.

Di belakangnya, Jatinegara, anak laki-lakinya, meringkuk di sudut ruangan dengan wajah pucat. Bocah itu memeluk lututnya, menangis tanpa suara. Lila berjongkok di hadapannya, mencoba menenangkan.

"Jatinegara, dengarkan Ibu." Suara Lila bergetar, tapi penuh ketegasan. "Apa pun yang terjadi, kamu harus tetap tenang. Ibu tidak akan membiarkan mereka menyakitimu."

"Iya, Bu..." Jatinegara memandang ibunya dengan mata yang basah.

Lila menarik napas dalam-dalam, menahan air matanya agar tidak tumpah. Ia menggenggam bahu putranya dengan erat, mencoba menyalurkan keberanian yang nyaris hilang.

Ketukan keras tiba-tiba terdengar di pintu, membuat keduanya terlonjak. Lila men
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Pesugihan Kandang Bubrah    139. Penyerangan Warga Desa

    ”Mereka sudah sampai,” gumam Lila ketakutan. Sedangkan Mbah Mijan seketika menghilang bersama dengan suara warga yang mendekat.Suara kayu pintu yang didobrak bergema di dalam rumah Mahoni. Warga desa menyerbu masuk dengan amarah yang meluap, membawa obor, golok, dan kayu yang mereka ayunkan ke segala arah. Suasana berubah menjadi kekacauan dalam hitungan detik. Perabotan di ruang tamu hancur berantakan, dan simbol-simbol ritual yang ada di rumah itu menjadi sasaran pertama.“Ini bukti! Mereka melakukan pesugihan!” teriak salah satu warga sambil menunjuk lingkaran ritual di tengah ruangan.“Akhiri keluarga ini! Mereka telah menghancurkan hidup kita!” seru yang lain, membakar amarah massa lebih jauh.Lila berdiri mematung, memeluk Jatinegara yang kini menangis ketakutan di pelukannya. Mbah Mijan entah bagaimana menghilang di tengah kekacauan itu, meninggalkan Lila dan Jatinegara menghadapi amukan massa seorang diri.“Dengarkan aku!” Lila berteriak, mencoba menjangkau akal sehat warga. “

    Last Updated : 2025-01-23
  • Pesugihan Kandang Bubrah    140. Munculnya Solusi yang Mengerikan

    Dari balik bayang-bayang, Mbah Mijan melangkah maju, senyum tipis yang menyeramkan terukir di wajahnya.“Lila, waktumu tidak banyak,” katanya dengan suara yang terdengar seperti bisikan bercampur desis ular. “Kau bisa mengakhiri semua ini. Tapi, untuk itu, Jatinegara harus menjadi tumbal terakhir.”Lila menatap Mbah Mijan dengan mata membelalak. “Tidak! Aku tidak akan menyerahkan anakku! Kau gila!” serunya dengan penuh ketegasan, meskipun tubuhnya gemetar ketakutan.Mbah Mijan tertawa kecil, tetapi ada kegelapan di matanya. “Kalau begitu, pilih jalan lain. Tapi ingat, semakin lama kau menunda, kutukan ini akan merenggut nyawa Jatinegara secara perlahan, sampai tidak ada yang tersisa. Apa kau siap melihatnya menderita?”Lila memeluk Jatinegara yang tubuhnya semakin dingin. Pola-pola gaib di kulit anaknya semakin menyala, seakan-akan menjadi tanda bahwa waktunya hampir habis.“Tidak ada cara lain?” Lila bertanya dengan suara bergetar. Air mata mengalir di pipinya, mencerminkan rasa putu

    Last Updated : 2025-01-25
  • Pesugihan Kandang Bubrah   141. Pertemuan di Dunia Gaib

    Arif berjalan dalam kegelapan yang seakan tiada ujung. Suara-suara bergema di sekelilingnya, memanggil namanya dengan nada penuh dendam. Sesekali, bayangan-bayangan kabur muncul, membentuk sosok yang familiar namun menakutkan.“Tumbal-tumbal yang kau serahkan,” bisik sebuah suara tajam di telinganya. “Kami datang untuk menagih!”Tiba-tiba, di depannya muncul sejumlah roh dengan wujud menyeramkan. Mata mereka menyala merah, tubuh mereka tampak seperti bayangan yang melayang, tetapi wajah mereka masih menunjukkan rasa sakit dan amarah.“Kau ingin membebaskan dirimu? Membebaskan keluargamu? Tidak semudah itu, Arif,” ujar salah satu roh. “Kami ingin keadilan. Jika bukan kau, maka anakmu akan menjadi gantinya.”Arif berusaha mempertahankan ketenangannya, meskipun ia tahu dirinya tidak memiliki kendali penuh di dunia ini. “Aku tidak akan membiarkan kalian mengambil Jatinegara!” suaranya tegas, tetapi gemetar di bawah tekanan roh-roh tersebut.“Kau berpikir kami peduli pada pengorbananmu? Ka

    Last Updated : 2025-01-25
  • Pesugihan Kandang Bubrah   142. Pertemuan di Dunia Gaib

    rif berjalan dalam kegelapan yang seakan tiada ujung. Suara-suara bergema di sekelilingnya, memanggil namanya dengan nada penuh dendam. Sesekali, bayangan-bayangan kabur muncul, membentuk sosok yang familiar namun menakutkan.“Tumbal-tumbal yang kau serahkan,” bisik sebuah suara tajam di telinganya. “Kami datang untuk menagih!”Tiba-tiba, di depannya muncul sejumlah roh dengan wujud menyeramkan. Mata mereka menyala merah, tubuh mereka tampak seperti bayangan yang melayang, tetapi wajah mereka masih menunjukkan rasa sakit dan amarah.“Kau ingin membebaskan dirimu? Membebaskan keluargamu? Tidak semudah itu, Arif,” ujar salah satu roh. “Kami ingin keadilan. Jika bukan kau, maka anakmu akan menjadi gantinya.”Arif berusaha mempertahankan ketenangannya, meskipun ia tahu dirinya tidak memiliki kendali penuh di dunia ini. “Aku tidak akan membiarkan kalian mengambil Jatinegara!” suaranya tegas, tetapi gemetar di bawah tekanan roh-roh tersebut.“Kau berpikir kami peduli pada pengorbananmu? Kau

    Last Updated : 2025-01-26
  • Pesugihan Kandang Bubrah   143. Portal Gaib

    Di rumah Mahoni, doa Ustadz Harman mendadak terhenti ketika sebuah getaran kuat mengguncang lantai. Dari tengah ruangan, muncul retakan yang memancarkan cahaya merah menyala. Retakan itu semakin melebar, hingga membentuk sebuah portal yang tampak seperti jurang tak berdasar.“Lila! Jaga Jatinegara!” seru Ustadz Harman.Dari dalam portal itu, muncul sosok Bunyu Mahoni. Wujudnya kini menyerupai bayangan besar dengan mata yang menyala merah. Ia melayang di atas portal, memandang Lila dengan ekspresi dingin.“Cukup sudah, Lila,” suara Bunyu Mahoni menggema. “Berhenti melawan. Serahkan Jatinegara pada kami, dan kutukan ini akan berakhir.”Lila berdiri di depan Jatinegara, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya bergetar. “Aku tidak akan menyerah! Kau tidak akan mengambil anakku!”Bunyu Mahoni tersenyum sinis. “Kalau begitu, aku sendiri yang akan mengambilnya.”Di dunia gaib, Arif merasakan kehadiran Bunyu Mahoni yang semakin mendominasi. Ia melihat roh-roh mulai menghilang satu per satu, s

    Last Updated : 2025-01-27
  • Pesugihan Kandang Bubrah   144. Pertaruhan Nyawa

    Di dunia gaib, Arif terjatuh ke lutut, kelelahan, tubuhnya gemetar karena roh-roh yang semakin menyeretnya. Bunyu berdiri di hadapannya, menawarkan pilihan yang paling sulit dalam hidup Arif.“Arif Mahoni, dengarkan baik-baik. Jika kau ingin keluargamu selamat, ada satu pilihan yang harus kau ambil. Serahkan Jatinegara sebagai tumbal terakhir dan kami akan membiarkan kalian pergi. Atau, kalian semua akan terjebak di dunia ini selamanya. Tidak ada jalan keluar,” kata Bunyu dengan suara yang keras, penuh ancaman.Arif menggigit bibirnya, hatinya semakin dihantui oleh pilihan yang tak terelakkan. Menyerahkan Jatinegara berarti menghancurkan hatinya sendiri. Tetapi jika ia menolak, seluruh keluarganya Lila dan Jatinegara akan ikut terjebak di dunia gaib ini selamanya.Pandangan Arif beralih ke wajah Bunyu, yang tampak begitu tak berperasaan, seperti tak ada kasih sayang atau kemaafan di dalamnya.“Pilihlah, Arif. Waktu sudah habis,” kata Bunyu dengan senyuman dingin.Di dunia nyata, Lila

    Last Updated : 2025-01-28
  • Pesugihan Kandang Bubrah    145. Kekuatan yang Tak Terduga

    Lila berdiri terpaku, tubuhnya gemetar di hadapan kekuatan yang tak ia mengerti. Cahaya yang memancar dari Jatinegara semakin terang, membuat wajah anaknya tampak seperti sosok yang bukan lagi seorang bocah kecil. Ada kilatan cahaya perak di matanya yang membuat Lila merasa asing.Bunyu, yang biasanya angkuh dan penuh percaya diri, kini terdiam. Ia melangkah mundur, tubuh besarnya seperti tertekan oleh kehadiran sesuatu yang lebih besar darinya. "Ini... ini tidak mungkin!" gumamnya dengan nada ketakutan. Suaranya tidak lagi mengintimidasi, melainkan penuh rasa gentar.“Jatinegara!” Lila berteriak, mencoba memanggil putranya. Namun suara gemuruh yang terus bergema seakan menelan suaranya. Lingkaran cahaya itu kini mulai meluas, menciptakan medan pelindung di sekitar Jatinegara.Bunyu mulai meronta. “Aku tidak akan menyerah begitu saja!” Dengan gerakan cepat, ia mencoba menyerang medan pelindung itu. Namun, begitu tangannya menyentuh cahaya tersebut, ia terpental jauh seperti dilemparka

    Last Updated : 2025-01-28
  • Pesugihan Kandang Bubrah   146. Perjalanan ke Dunia Lain  

    Lila duduk bersila di ruangan kecil yang diterangi oleh cahaya remang-remang dari lampu minyak. Suasana dalam ruangan itu terasa sangat mencekam.Dinding kayu yang sudah usang menambah kesan seram, sementara aroma kemenyan yang tercampur dengan wangi kayu gaharu menyelimuti udara. Setiap tarikan napasnya terasa semakin berat.Di depannya, Ustadz Harman tengah membacakan doa dengan suara yang khusyuk, penuh keteguhan dan keyakinan. Lila menatap anaknya, Jatinegara, yang terkulai lemah di pangkuannya.Tubuh anaknya yang kecil tampak sangat rapuh, keringat dingin membasahi wajahnya, dan napasnya terdengar berat seperti terengah-engah."Bu... ada yang ingin mengambilku..." suara Jatinegara terdengar sangat pelan, bibirnya yang pucat bergetar, namun matanya tetap terpejam, seolah terjebak dalam suatu dunia yang jauh dari jangkauan Lila.Lila menggenggam tangan anaknya lebih erat, menc

    Last Updated : 2025-01-29

Latest chapter

  • Pesugihan Kandang Bubrah   148. Menghadapi Kegelapan

    Arif menggelengkan kepala, tatapannya penuh penyesalan. "Kau harus mengerti, Lila. Ketika kita berada di dunia ini, kita sering kali terikat pada kenangan, pada tempat yang kita anggap aman. Namun, kenyataannya tidak selalu seperti itu. Rumah itu bukan tempat yang aman lagi. Sesuatu yang lebih gelap telah menguasainya."Lila menatap keduanya, seolah mencari petunjuk dalam kata-kata mereka. "Lalu, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa meninggalkan Jatinegara, dan aku tidak bisa membiarkan apa yang terjadi padanya."Dimas menarik napas dalam, menatap Lila dengan penuh keprihatinan. "Lila, kau tidak bisa bertahan di sana lebih lama lagi. Sesuatu yang buruk sudah terjadi, dan kau mungkin tidak bisa menyelamatkan Jatinegara jika kau tetap tinggal. Jika kau ingin melindunginya, kau harus pergi. Mungkin itu satu-satunya cara."Lila terdiam, kata-kata itu seperti petir yang menyambar dalam pikirannya. Ia ingin melawan, namun sesuatu dalam dirinya meresapi kebenaran yang disampaikan oleh

  • Pesugihan Kandang Bubrah   147. Mimpi yang Mengguncang

    Lila menggertakkan giginya, berusaha menahan rasa takut yang semakin menggigit. Ia menggenggam tasbih yang diberikan Ustadz Harman dengan tangan yang gemetar, mulai melantunkan doa dalam hati.Cahaya kecil mulai muncul, membentuk lingkaran pelindung di sekelilingnya, menyinari kegelapan yang mengancam.Bunyu meraung marah, tubuhnya mendekat dengan kecepatan luar biasa."Doa-doamu tidak akan menyelamatkanmu di sini!" teriaknya, mencoba menembus lingkaran cahaya itu.Namun, begitu tubuhnya menyentuh cahaya tersebut, Bunyu terlempar mundur dengan kekuatan yang luar biasa.Lila menatap Bunyu dengan mata yang penuh keberanian. "Aku tidak akan membiarkan kalian mengambil anakku! Aku akan memutus semua ini sekarang juga!"Ia melangkah maju, menuju gerbang besar yang terletak di hadapannya, yang diyakini sebagai sumber dari semua kegelapan ini.Suara bisikan semakin keras, mencoba menggoyahkan keyakinannya. "Lila... jangan tinggalkan anakmu. Dia akan baik-baik saja jika kau menyerahkan dirimu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   146. Perjalanan ke Dunia Lain  

    Lila duduk bersila di ruangan kecil yang diterangi oleh cahaya remang-remang dari lampu minyak. Suasana dalam ruangan itu terasa sangat mencekam.Dinding kayu yang sudah usang menambah kesan seram, sementara aroma kemenyan yang tercampur dengan wangi kayu gaharu menyelimuti udara. Setiap tarikan napasnya terasa semakin berat.Di depannya, Ustadz Harman tengah membacakan doa dengan suara yang khusyuk, penuh keteguhan dan keyakinan. Lila menatap anaknya, Jatinegara, yang terkulai lemah di pangkuannya.Tubuh anaknya yang kecil tampak sangat rapuh, keringat dingin membasahi wajahnya, dan napasnya terdengar berat seperti terengah-engah."Bu... ada yang ingin mengambilku..." suara Jatinegara terdengar sangat pelan, bibirnya yang pucat bergetar, namun matanya tetap terpejam, seolah terjebak dalam suatu dunia yang jauh dari jangkauan Lila.Lila menggenggam tangan anaknya lebih erat, menc

  • Pesugihan Kandang Bubrah    145. Kekuatan yang Tak Terduga

    Lila berdiri terpaku, tubuhnya gemetar di hadapan kekuatan yang tak ia mengerti. Cahaya yang memancar dari Jatinegara semakin terang, membuat wajah anaknya tampak seperti sosok yang bukan lagi seorang bocah kecil. Ada kilatan cahaya perak di matanya yang membuat Lila merasa asing.Bunyu, yang biasanya angkuh dan penuh percaya diri, kini terdiam. Ia melangkah mundur, tubuh besarnya seperti tertekan oleh kehadiran sesuatu yang lebih besar darinya. "Ini... ini tidak mungkin!" gumamnya dengan nada ketakutan. Suaranya tidak lagi mengintimidasi, melainkan penuh rasa gentar.“Jatinegara!” Lila berteriak, mencoba memanggil putranya. Namun suara gemuruh yang terus bergema seakan menelan suaranya. Lingkaran cahaya itu kini mulai meluas, menciptakan medan pelindung di sekitar Jatinegara.Bunyu mulai meronta. “Aku tidak akan menyerah begitu saja!” Dengan gerakan cepat, ia mencoba menyerang medan pelindung itu. Namun, begitu tangannya menyentuh cahaya tersebut, ia terpental jauh seperti dilemparka

  • Pesugihan Kandang Bubrah   144. Pertaruhan Nyawa

    Di dunia gaib, Arif terjatuh ke lutut, kelelahan, tubuhnya gemetar karena roh-roh yang semakin menyeretnya. Bunyu berdiri di hadapannya, menawarkan pilihan yang paling sulit dalam hidup Arif.“Arif Mahoni, dengarkan baik-baik. Jika kau ingin keluargamu selamat, ada satu pilihan yang harus kau ambil. Serahkan Jatinegara sebagai tumbal terakhir dan kami akan membiarkan kalian pergi. Atau, kalian semua akan terjebak di dunia ini selamanya. Tidak ada jalan keluar,” kata Bunyu dengan suara yang keras, penuh ancaman.Arif menggigit bibirnya, hatinya semakin dihantui oleh pilihan yang tak terelakkan. Menyerahkan Jatinegara berarti menghancurkan hatinya sendiri. Tetapi jika ia menolak, seluruh keluarganya Lila dan Jatinegara akan ikut terjebak di dunia gaib ini selamanya.Pandangan Arif beralih ke wajah Bunyu, yang tampak begitu tak berperasaan, seperti tak ada kasih sayang atau kemaafan di dalamnya.“Pilihlah, Arif. Waktu sudah habis,” kata Bunyu dengan senyuman dingin.Di dunia nyata, Lila

  • Pesugihan Kandang Bubrah   143. Portal Gaib

    Di rumah Mahoni, doa Ustadz Harman mendadak terhenti ketika sebuah getaran kuat mengguncang lantai. Dari tengah ruangan, muncul retakan yang memancarkan cahaya merah menyala. Retakan itu semakin melebar, hingga membentuk sebuah portal yang tampak seperti jurang tak berdasar.“Lila! Jaga Jatinegara!” seru Ustadz Harman.Dari dalam portal itu, muncul sosok Bunyu Mahoni. Wujudnya kini menyerupai bayangan besar dengan mata yang menyala merah. Ia melayang di atas portal, memandang Lila dengan ekspresi dingin.“Cukup sudah, Lila,” suara Bunyu Mahoni menggema. “Berhenti melawan. Serahkan Jatinegara pada kami, dan kutukan ini akan berakhir.”Lila berdiri di depan Jatinegara, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya bergetar. “Aku tidak akan menyerah! Kau tidak akan mengambil anakku!”Bunyu Mahoni tersenyum sinis. “Kalau begitu, aku sendiri yang akan mengambilnya.”Di dunia gaib, Arif merasakan kehadiran Bunyu Mahoni yang semakin mendominasi. Ia melihat roh-roh mulai menghilang satu per satu, s

  • Pesugihan Kandang Bubrah   142. Pertemuan di Dunia Gaib

    rif berjalan dalam kegelapan yang seakan tiada ujung. Suara-suara bergema di sekelilingnya, memanggil namanya dengan nada penuh dendam. Sesekali, bayangan-bayangan kabur muncul, membentuk sosok yang familiar namun menakutkan.“Tumbal-tumbal yang kau serahkan,” bisik sebuah suara tajam di telinganya. “Kami datang untuk menagih!”Tiba-tiba, di depannya muncul sejumlah roh dengan wujud menyeramkan. Mata mereka menyala merah, tubuh mereka tampak seperti bayangan yang melayang, tetapi wajah mereka masih menunjukkan rasa sakit dan amarah.“Kau ingin membebaskan dirimu? Membebaskan keluargamu? Tidak semudah itu, Arif,” ujar salah satu roh. “Kami ingin keadilan. Jika bukan kau, maka anakmu akan menjadi gantinya.”Arif berusaha mempertahankan ketenangannya, meskipun ia tahu dirinya tidak memiliki kendali penuh di dunia ini. “Aku tidak akan membiarkan kalian mengambil Jatinegara!” suaranya tegas, tetapi gemetar di bawah tekanan roh-roh tersebut.“Kau berpikir kami peduli pada pengorbananmu? Kau

  • Pesugihan Kandang Bubrah   141. Pertemuan di Dunia Gaib

    Arif berjalan dalam kegelapan yang seakan tiada ujung. Suara-suara bergema di sekelilingnya, memanggil namanya dengan nada penuh dendam. Sesekali, bayangan-bayangan kabur muncul, membentuk sosok yang familiar namun menakutkan.“Tumbal-tumbal yang kau serahkan,” bisik sebuah suara tajam di telinganya. “Kami datang untuk menagih!”Tiba-tiba, di depannya muncul sejumlah roh dengan wujud menyeramkan. Mata mereka menyala merah, tubuh mereka tampak seperti bayangan yang melayang, tetapi wajah mereka masih menunjukkan rasa sakit dan amarah.“Kau ingin membebaskan dirimu? Membebaskan keluargamu? Tidak semudah itu, Arif,” ujar salah satu roh. “Kami ingin keadilan. Jika bukan kau, maka anakmu akan menjadi gantinya.”Arif berusaha mempertahankan ketenangannya, meskipun ia tahu dirinya tidak memiliki kendali penuh di dunia ini. “Aku tidak akan membiarkan kalian mengambil Jatinegara!” suaranya tegas, tetapi gemetar di bawah tekanan roh-roh tersebut.“Kau berpikir kami peduli pada pengorbananmu? Ka

  • Pesugihan Kandang Bubrah    140. Munculnya Solusi yang Mengerikan

    Dari balik bayang-bayang, Mbah Mijan melangkah maju, senyum tipis yang menyeramkan terukir di wajahnya.“Lila, waktumu tidak banyak,” katanya dengan suara yang terdengar seperti bisikan bercampur desis ular. “Kau bisa mengakhiri semua ini. Tapi, untuk itu, Jatinegara harus menjadi tumbal terakhir.”Lila menatap Mbah Mijan dengan mata membelalak. “Tidak! Aku tidak akan menyerahkan anakku! Kau gila!” serunya dengan penuh ketegasan, meskipun tubuhnya gemetar ketakutan.Mbah Mijan tertawa kecil, tetapi ada kegelapan di matanya. “Kalau begitu, pilih jalan lain. Tapi ingat, semakin lama kau menunda, kutukan ini akan merenggut nyawa Jatinegara secara perlahan, sampai tidak ada yang tersisa. Apa kau siap melihatnya menderita?”Lila memeluk Jatinegara yang tubuhnya semakin dingin. Pola-pola gaib di kulit anaknya semakin menyala, seakan-akan menjadi tanda bahwa waktunya hampir habis.“Tidak ada cara lain?” Lila bertanya dengan suara bergetar. Air mata mengalir di pipinya, mencerminkan rasa putu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status