Share

76. Terbebas

Penulis: Wenchetri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-07 09:37:24

"Kamu selamat, Bagas!"

Bagas mendengar suara samar yang mirip dengan Ki Praja. Dia tersenyum puas, seolah sesuatu telah berjalan sesuai rencananya. Tanpa bicara sepatah kata pun, Bagas berbalik dan berjalan perlahan menjauh dari Ratih dan Kyai Ahmad.

"Mas Bagas!" panggil Ratih dengan suara nyaring.

Namun, Bagas tak menoleh sedikit pun. Bahkan ucapan terima kasih kepada Kyai Ahmad yang sudah melerai kerumunan pun tak keluar dari mulutnya. Langkahnya mantap, meninggalkan kegelisahan di belakang.

Ratih bergerak ingin mengejar suaminya, tapi tangannya dicegah oleh Kyai Ahmad. "Jangan, Nak Ratih," ucap Kyai Ahmad sambil menatap tajam ke arah Bagas yang semakin jauh.

Ratih berbalik, bingung. "Kenapa, Kyai?" tanyanya, suaranya bergetar antara marah dan cemas.

Kyai Ahmad menatapnya dengan serius. "Kejadian hari ini... seperti ada campur tangan ilmu hitam," katanya perlahan, seolah menimbang kata demi kata.

Ratih terkejut. Matanya melebar, tapi tatapannya masih terpaku pada punggung suaminya y
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pesugihan Genderuwo   77. Mimpi di Dalam Mimpi

    "Jangan sentuh aku!"Ratih terbangun dari mimpi buruknya. Keringat mengucur deras dari kening. Napasnya tersengal sesak seperti orang yang sedang di buru sesuatu. "Nggak ... Nggak ... Jangan mimpi ini lagi!" Ratih semakin ketakutan. Tiba-tiba di hadapannya, terlihat samar sosok yang sering mengganggunya. Sosok itu perlahan Semakin mendekat. Lalu, tanpa di sangka sosok itu sudah berada tepat di depan wajahnya. Ratih teriak histeris. Badannya kaku, mulutnya tidak bisa berkata. Hanya teriakkan itu yang mengisi kamarnya. Tiba-tiba dia terbangun kembali dari mimpi buruknya."Ah, cuma mimpi!" ujarnya. Sambil membasuh keringat itu.Ratih kembali melihat sosok tersebut. Kini, sosok itu muncul di perutnya. Ratih gemetar, suaranya terdengar gagap. "Gen—Gen ... Genderowo!"Dadanya terasa sesak. Dia seakan tidak bisa lari dari hal tersebut. Tubuhnya benar-benar kaku. Matanya bertatapan dengan mata Genderuwo itu. "Aaaaa ...!" Ratih teriak sekencang-kencangnya."Ratih ... Ratih, bangun! Hei, b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Pesugihan Genderuwo   78. Bukan Dejavu

    Prank!Bagas membanting piring. Dia mengamuk begitu hebat."Kamu udah aku kasih taukan? Aku itu makan daging, bukan makan ini!" Dia melemparkan semua makanan yang ada di meja kelantai. Ratih hanya mengerutkan tubuhnya karena takut. "Kamu itu bisa di kasih tau nggak sih! Aku ini malas debat karena makan, Tih! Aku bilang daging mentah ya daging, nggak usah pakai makanan yang lain!" ujar Bagas begitu emosional.Ratih hanya bisa mengangguk sambil menahan tangis. Tubuhnya gemetar, tetapi dia tak berani mengucapkan sepatah kata pun. Amukan Bagas semakin menjadi-jadi. Tatapannya liat seperti binatang buas.Ratih berusaha membereskan pecahan piring di lantai. Namun, gerakan lambatnya justru membuat Bagas semakin marah."Berhenti berlagak lamban, Ratih! Cepat bersihkan itu senl aku benar-benar hilang kesabaran!" Bagas menggeram.Serpihan pecahan itu melukai jari Ratih. Darah menetes ke lantai. Tetapi, dia tidak mengeluh kesakitan.Bagas menatap darah di tangan Ratih dengan pandangan berbeda

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Pesugihan Genderuwo   79. Ikatan Semakin Erat

    "Aku minta kamu jangan dekat-dekat lagi sama Pak tua itu lagi. Ngerti?" suara Bagas tegas, tak meninggalkan ruang untuk perlawanan."Tapi Mas! Kyai orang baik, dia akan menolong kita dari perjanjianmu itu kan?" jawab Ratih sambil kembali ke dapur untuk membereskan meja makan.Namun, di dalam benaknya, kata-kata Kyai Ahmad terus terngiang. Panggilan itu terasa seperti peringatan, tetapi Ratih tidak berani membicarakannya dengan Bagas.Dia tahu bagaimana reaksi suaminya jika mendengar sesuatu yang dianggap mengganggu rutinitas mereka.Saat Ratih mencuci piring, pikirannya melayang ke mimpi buruk yang dialaminya tadi malam. Apa benar semuanya hanya mimpi? Bagas memang sering marah, tapi mimpi itu terasa terlalu nyata.Langkah kaki berat Bagas kembali terdengar mendekatinya. Ratih mencoba mengatur napasnya, bersiap menghadapi apa pun yang akan dikatakannya."Tih," suara Bagas datar, tapi ada nada aneh di dalamnya.Ratih berbalik, mendapati suaminya berdiri di ambang pintu dapur dengan eks

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Pesugihan Genderuwo   80. Penyakit tidak Wajar

    "Mas Bagas! Kamu kenapa?" Ratih mengguncang pelan tubuh Bagas yang tertidur di atas meja makan. Wajahnya penuh kekhawatiran. "Mas, kamu lagi sakit?" tanyanya cemas. Bagas membuka matanya perlahan, terlihat bingung. "Aku tadi... tertidur?" "Iya, Mas! Tiba-tiba aja kamu ketiduran," jawab Ratih dengan nada lembut. Bagas mengerutkan kening, seolah berusaha mengingat sesuatu. "Kyai Ahmad tadi ke sini?" tanyanya tiba-tiba, membuat Ratih terkejut. "Nggak, Mas. Kyai nggak pernah ke sini," jawab Ratih sambil mengerutkan alis, bingung dengan pertanyaan suaminya. Bagas memandangi meja di depannya, lalu bergumam pelan, nyaris tak terdengar. "Jadi... aku cuma mimpi? Tapi kenapa mimpinya begitu aneh?" Ratih menatapnya dengan sorot mata penuh tanya. "Mimpi apa, Mas?" Namun, Bagas tidak menjawab. Hanya diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Kemudian, Bagas berdiri. Dia berpamitan kepada istrinya untuk pergi ke ladang. Langkahnya dan pikirannya masih bertolak belakang. Mimpi itu tampak ny

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Pesugihan Genderuwo   81. Terbelenggu

    Nada bicaranya bergetar tapi keberanian di matanya terlihat jelas. Semua petani terdiam. Udara terasa berat, seperti badai yang akan meledak. Bagas memandang tajam petani itu. Matanya menyala penuh amarah. "Kamu bilang apa tadi?!" Suaranya rendah, penuh ancaman. "Juragan saya hanya mendengar! Nggak lebih!" Petani itu mundur satu langkah. Tetapi, Bagas menghampirinya dengan langkah cepat. "Kalau begitu, dengar ini baik-baik!" Bagas langsung menampar wajah petani itu dengan keras. Membuatnya tersungkur ke tanah. Tidak puas, Bagas menendang beberapa kali. "Maaf, Juragan! Ampun!" Petani itu memohon sambil melindungi kepalanya dengan kedua tangan. Bagas membungkuk, mencengkeram kerah baju petani tersebut. Lalu, menariknya hingga wajah mereka sejajar. "Kamu punya istri, kan?" "I—iya, Juragan!" jawabnya terbata-bata. "Punya anak juga?" Bagas bertanya lagi, nadanya dingin. "I—iya, Juragan ...." Bagas mendorong petani itu hingga jatuh lagi ke tanah. "Mulai sekarang, kamu nggak kerja

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Pesugihan Genderuwo   82. Keputusan Berat

    "Ki, saya bingung. Kenapa nafsu saya terhadap makanan mentah semakin tak terkendali?" tanya Bagas dengan cemas. Ki Praja menatapnya datar. "Daging?" tanyanya. "Iya, Ki! Setiap kali melihat daging, perut saya langsung lapar! Percuma punya uang banyak, tapi nggak bisa makan yang lain!" keluh Bagas. Ki Praja menarik napas panjang. "Itulah risikonya. Ingat, Le, kamu dan Genderuwo sudah menjadi satu. Nafsu kalian pun kini terikat. Ini akibat perjanjian yang kau buat," jelas Ki Praja dengan tenang. Bagas terdiam mendengar penjelasan Ki Praja. Rasa cemas dan bingung semakin mencekam dirinya. Dia merasa seolah terperangkap dalam keputusan yang pernah ia buat tanpa benar-benar memahami akibatnya. Hatinya bergejolak, tak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. "Jadi, ini memang tak bisa dihentikan?" tanya Bagas, suaranya terdengar lemah. Ki Praja mengangguk pelan. "Setiap perjanjian ada harga yang harus dibayar. Hawa nafsu yang menguasai tubuhmu itu adalah bagian dari pengikatan mu den

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Pesugihan Genderuwo   83. Gantung Diri

    "Mas Agung! Kenapa Mas tega ninggalin aku?!" Suara tangis istrinya memecah keheningan, menggema di antara bayangan tubuh yang tergantung kaku.Tetangga mulai berdatangan, wajah mereka penuh rasa cemas."Ayo-ayo, cepat bantu turunkan jasadnya!" seru seorang pria sambil menunjuk ke arah tali."Ambil kursi! Potong talinya dulu!" sahut yang lain.Mereka bergotong-royong menurunkan tubuh Agung yang tergantung di balok kayu. Saat tubuhnya akhirnya terbaring di lantai, istrinya langsung memeluk jasad itu dengan tangisan memilukan."Mas Agung! Kenapa tega ninggalin aku?!" jerit istrinya sambil tersedu.Seorang ibu-ibu memberanikan diri mendekat."Mbak, kok bisa nggak tahu kondisi Mas Agung?" tanyanya lirih.Istri Agung hanya menangis, tubuhnya bergetar, tanpa sepatah kata keluar dari bibirnya. Tetangga mulai berbisik-bisik, suara mereka semakin lantang."Eh, Bu! Ku rasa ini gara-gara istrinya, deh," ujar seorang wanita sambil melirik tajam."Kok bisa begitu?" sahut yang lain penasaran."Iya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Pesugihan Genderuwo   84. Rumah Duka

    "Juragan! Agung meninggal gantung diri!" seru seorang petani yang baru tiba di ladang dengan wajah panik. Bagas, yang tengah duduk santai di bawah pohon sambil menikmati rokoknya, hanya melirik sekilas. Bukannya menunjukkan rasa kaget atau iba. Dia justru menyunggingkan senyum tipis, senyum yang lebih terasa seperti ejekan. Bagas menghembuskan asap rokok perlahan, lalu berkata dengan nada datar, "Ya sudah, ngapain laporan sama saya?" Petani itu terdiam, bingung harus merespons bagaimana. Sementara Bagas, tanpa sedikit pun terganggu, kembali menikmati rokoknya, seolah kabar itu bukan apa-apa baginya. "Di sana lagi ricuh bicarakan Juragan!" ucap si petani, nadanya seolah sengaja ingin memancing emosi Bagas. Bagas menghentikan gerakannya sejenak, lalu mematikan puntung rokoknya dengan cepat. Wajahnya yang tadi terlihat santai berubah drastis. Tatapan dingin berganti dengan sorot penuh amarah, sementara langkahnya langsung tegap dan tergesa. Tanpa sepatah kata, Bagas bergegas meni

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08

Bab terbaru

  • Pesugihan Genderuwo   221. Jagat dan Kala

    "Ngapain kamu ke sini, Mas?"Langkah Bagas terhenti ketika Ratih melihatnya berada di rumah kontrakannya. Tanpa berkata apa pun, Bagas hanya menatap dua anak kembarnya."Apa kamu sudah menemukan nama untuk anak kembar kita?" tanya Bagas.Ratih mengerutkan dahi. "Anak kita? Jelas-jelas mereka bukan seperti manusia, Mas!""Ratih, sudahlah, cukup! Mau ini anakku atau bukan, aku tetap akan menganggap mereka anakku! Karena aku tahu ini adalah kesalahanku!" jawab Bagas dengan tegas.Ratih terdiam. Hatinya belum bisa menerima keberadaan anak kembar mereka, terlebih lagi anak laki-laki itu."Terserah. Mau kasih nama apa, aku nggak peduli!" sahut Ratih sambil mengalihkan pandangannya.Bagas hanya bisa diam. Dia tahu benar perasaan istrinya yang masih belum bisa menerima anak-anak mereka."Jagat Mayar, untuk anak laki-laki. Sedangkan anak perempuan, aku beri nama Kala Sundari," ucap Bagas sambil tersenyum memandang kedua anaknya.Ratih masih memalingkan wajahnya. Namun, dalam hatinya perlahan m

  • Pesugihan Genderuwo   220. Gunjingan hidup

    "Bagas, kamu ngapain?" Terdengar suara lantang dari salah seorang warga desa. Sekelompok orang datang berbondong-bondong, penasaran dengan apa yang sedang dikerjakan Bagas. "I—ini ... emm, cuma mau buat pondokan aja!" Bagas menjawab gugup, tangannya masih sibuk dengan kayu dan paku. Para warga saling pandang, merasa heran dengan kegugupan yang diperlihatkan Bagas. "Udah, yok, pergi! Biarkan aja dia. Mungkin dia mau buat gubuk derita untuk dirinya sendiri!" seru seorang warga dengan nada mengejek. "Kalian tahu kan kalau Bagas sudah nggak tinggal sama Ratih lagi?" Warga lain menimpali, "Tentu saja aku tahu! Mana ada wanita yang tahan hidup dalam kemiskinan." Belum mereka jauh melangkah, seorang lagi menambahkan dengan tawa meremehkan, "Iya! Istriku aja sering minta ini-itu. 'Mas, belikan ini! Mas, belikan itu!' Coba kalau Ratih jadi istriku, pasti aku bahagia! Soalnya Ratih itu cewek cantik, kembang desa yang sederhana dan, ya ... sempurna lah!" Dia tertawa keras, disusul

  • Pesugihan Genderuwo   219. Kehidupan baru

    "Aku harus melakukan apa setelah ini?" Bagas duduk di tepi ranjang, menatap Ratih yang masih terbaring lemah. Wajah istrinya pucat, tubuhnya begitu lemas setelah melahirkan. Kedua anak mereka tidur di sampingnya—anak laki-laki dengan tubuh hitam berbulu tipis dan mata yang sesekali berubah merah, serta anak perempuan yang terlihat seperti bayi normal, hanya memiliki tanda lahir yang cukup besar di tangannya. Bagas menelan ludah. Dadanya terasa sesak. "Aku harus bagaimana?" batinnya. Kyai Ahmad berdiri di sudut ruangan, memperhatikan Bagas yang terlihat begitu gelisah. Akhirnya, Kyai itu membuka suara. "Bagas, kamu tahu bahwa anak-anak ini nggak bisa tumbuh seperti anak pada umumnya, bukan?" Bagas mendongak, menatap Kyai dengan sorot penuh kebingungan. "Tapi mereka tetap anakku, Kyai! Aku tidak bisa membuang mereka begitu saja! Meski pun dalam hati ini menyangkal dia anak ku!" Kyai menghela napas panjang. "Aku nggak menyuruhmu membuang mereka, Bagas. Aku hanya ingin Kamu sadar

  • Pesugihan Genderuwo   218. Kembar

    "Ini anak apa?" Bagas tercengang, matanya tak berkedip menatap bayi yang baru saja lahir. Tubuh kecil itu hitam legam, ditutupi bulu halus, seperti makhluk yang bukan manusia. "Kyai, anak itu kenapa seperti ini?" suara Bagas bergetar, tangannya gemetar saat menunjuk bayi yang meringkuk di genangan darah bercampur lendir pekat. Bayi itu menggeliat perlahan, mata merah menyala berkedip, sebelum tiba-tiba berubah seperti mata manusia normal. Bagas mundur dengan napas tersengal. "Astaga ... ini anak siapa?" Sementara itu, Kyai Ahmad membaca doa berulang kali, wajahnya penuh keterkejutan. Dia tidak pernah melihat kelahiran seperti ini seumur hidupnya. Di tengah kebingungan mereka, Ratih tiba-tiba menjerit histeris. "Aaa ... sakit!" Dia menarik baju Bagas, cengkeramannya kuat seperti ingin menyalurkan seluruh rasa sakitnya. Matanya terpejam erat, tubuhnya melengkung karena rasa sakit yang luar biasa. "Kyai! Apa Ratih akan melahirkan lagi?" Bagas bertanya panik. Kyai Ahmad tidak l

  • Pesugihan Genderuwo   217. Kelahiran Mengerikan

    "Ratih, bangun!"Bagas berlutut di samping tubuh istrinya yang tergeletak di lantai. Napasnya memburu, matanya terbelalak melihat lengan Ratih yang penuh goresan. Darah sudah mulai mengering di sana."Apa dia mencoba mengakhiri hidupnya, Kyai?" tanya Bagas, suaranya bergetar.Kyai Ahmad berdiri di belakangnya, tatapannya tajam namun penuh ketenangan."Kita harus segera menyadarkannya."Mereka berdua datang ke rumah Ratih setelah mendapat kabar dari ibu pemilik kontrakan yang ditempati Bagas. Wanita tua itu bercerita bahwa Ratih semakin sering bertingkah aneh, bahkan beberapa kali terdengar berbicara sendiri di tengah malam.Bagas tidak bisa tinggal diam. Dia harus memastikan bahwa kehamilan Ratih benar-benar bukan kehamilan biasa."Ratih, bangun!" Bagas menepuk pipi istrinya dengan lembut, namun Ratih tidak bereaksi.Jantungnya berdebar makin kencang."Apa Ratih sudah meninggal, Kyai?"Kyai Ahmad segera berlutut, menempelkan dua jari di leher Ratih untuk mengecek denyut nadinya. Beber

  • Pesugihan Genderuwo   216. Masuk ke tubuh Ratih

    Ratih terkulai lemah. Ada cap tangan kecil yang terlihat di perutnya yang tipis, seakan bayi itu akan segera keluar ke dunia. Dia merangkak ke kamar mandi, duduk dengan tubuh gemetar, merasakan sakit yang luar biasa. "Ah, kenapa sakit sekali!" Matanya mulai kabur. Pandangannya buram, tetapi samar-samar dia melihat sosok berbadan besar berdiri di hadapannya. "Si—siapa?" suara Ratih bergetar. Sosok itu hanya diam. Tangan besarnya terlihat menyeramkan, dengan jari-jari yang panjang dan hitam. Ratih yakin itu bukan manusia. Ketika tangan besar itu hendak menyentuhnya, tiba-tiba bayi di dalam perutnya bereaksi dengan ganas. Rasa sakit semakin menusuk, membuatnya ingin berteriak, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Ratih mencengkeram lantai kamar mandi yang dingin, tubuhnya bergetar hebat. Dia merasakan perutnya berguncang seperti ada sesuatu yang ingin keluar, bukan dengan cara yang normal. Sosok besar itu semakin mendekat, mengulurkan tangannya ke arah perut Ratih yang

  • Pesugihan Genderuwo   215. Suara mengerikan

    Ratih terengah-engah, tubuhnya gemetar hebat. Matanya memandang ke arah bayangan dirinya di cermin. Tatapan merah menyala itu bukan lagi miliknya. Itu adalah mata seorang pemangsa. "Aku seperti ... Mas Bagas!" gumamnya, nyaris tak percaya. Dia mengingat betul bagaimana Bagas dulu. Setelah menerima berkah pesugihan, suaminya menjadi sosok yang haus darah, makan daging mentah dengan lahap, dan sering kali kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Tapi Bagas masih bisa bertahan, sedangkan dirinya? Dia lebih buruk. Jauh lebih buruk. Ratih memejamkan mata, berharap ini hanya mimpi buruk. Tapi sensasi menjalar di tubuhnya terlalu nyata. Kengerian itu terlalu jelas. Kepalanya terasa berputar, mulutnya masih dipenuhi sisa darah kepala kambing yang tadi dia makan. "Aaaah!!!" Teriaknya tiba-tiba. Dia menjambak rambutnya, menariknya dengan kasar seakan ingin merobek kepalanya sendiri. Namun, itu tak cukup. Dia butuh lebih dari sekadar kesakitan biasa untuk melepaskan diri dari penderit

  • Pesugihan Genderuwo   214. Kepala Kambing

    "Neng, bangun!" Suara familiar terdengar di telinga Ratih. Tubuhnya sedikit diguncang. Mata Ratih terbuka dan melihat seorang lelaki di depannya. "Siapa?" tanyanya. Mata Ratih masih samar, tetapi suara itu terdengar tidak asing. Itu adalah tukang becak yang sering dia temui. "Neng, kamu kenapa?" "Iss, kepalaku sakit! Ada apa, Kang?" tanya Ratih masih terlihat lemas. Tukang becak itu memberikan bungkusan kepada Ratih. "Ini barangnya tertinggal." "Oh, makasih, letakkan saja di atas meja!" ucap Ratih sambil memegangi kepalanya. Setelah itu, tukang becak itu pamit untuk pulang. Namun, dia tampak terkejut melihat Ratih. Bahkan, dia gemetar saat meletakkan bungkusan itu. "Apa itu benar-benar kepala hewan?" katanya pelan hampir tak terdengar Ratih. Bukannya langsung segera pergi, tukang becak itu tidak bergerak. DIa masih berdiri di tempatnya, menatap Ratih dengan sorot mata penuh ketakutan. "Neng .…" suaranya bergetar. "Isinya itu beneran kepala hewan, ya?" Ratih, ya

  • Pesugihan Genderuwo   213. Babak baru

    "Haha, belum saatnya semua ini berakhir!"Suara itu terdengar mengerikan, lebih dalam dan bergema, seolah bukan berasal dari tenggorokan manusia. Jelas, sosok di hadapan mereka bukanlah Kyai Ahmad yang asli.Bagas menelan ludah, tubuhnya menegang. Sosok itu masih menyerupai Kyai Ahmad, tetapi ada sesuatu yang janggal—cara berdirinya terlalu kaku, dan sorot matanya terlalu tajam, lebih seperti predator yang mengincar mangsanya.Dalam hati, Bagas yakin sosok itu bukan sekadar penyamaran Ki Raden Praja. Bisa saja dia dibantu oleh Genderuwo—makhluk astral yang pernah membantunya dalam pesugihan."Apa yang kamu inginkan?!" tanya Kyai Ahmad tegas, suaranya menggema di dalam pendopo. Tangannya menggenggam tasbih erat-erat, menunjukkan keteguhan hatinya.Makhluk itu menyeringai tipis, sudut bibirnya terangkat dengan cara yang tidak wajar. Perlahan, dia mengangkat tangannya dan menunjuk lurus ke arah Bagas."Kehancuranmu!"Bagas tersentak.Jantungnya seakan berhenti berdetak. Kepalanya terasa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status