Home / Horor / Pesugihan Genderuwo / 164. Bagas Terpuruk dalam keadaan

Share

164. Bagas Terpuruk dalam keadaan

Author: Wenchetri
last update Last Updated: 2025-01-04 20:36:59

"Benar-benar nggak bisa seperti dulu lagi," gumam Bagas, hampir tak terdengar.

Dia kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu—pria yang pernah dihormati, disegani, dan menjadi tumpuan banyak orang. Kehilangan rumah, bisnis, dan kepercayaan dari warga desa membuatnya merasa seperti manusia yang tak berarti. Setiap langkah terasa berat, setiap napas seperti menambah beban yang tak pernah bisa lepas.

Bagas membatin. "Apa gunanya aku sekarang? Semua yang ku bangun hancur. Rumah itu ... tanah itu ... bahkan harga diriku. Mereka semua benar, aku ini gagal. Bagaimana aku bisa menatap wajah Ratih lagi? Dia pasti kecewa ... Tapi, kenapa dia masih bertahan? Aku bahkan nggak pantas untuknya."

Di matanya, dunia yang dulu penuh warna kini berubah menjadi kelabu. Dia terjebak dalam lingkaran rasa bersalah dan keputusasaan.

"Andai aku berusaha dengan tenaga. Mungkin semua ini nggak akan hilang! Tapi, pesugihan itu juga sebagian dari tenaga dan pikiran. Aku juga merasa lelah. Aku udah pantaskan di
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Genderuwo   165. Menjadi Sorotan Warga

    Beberapa hari kemudian, Bagas memutuskan pergi ke kota untuk mencoba berbicara dengan mantan rekan bisnisnya, berharap ada celah untuk memulai sesuatu yang baru. Namun, langkahnya terhenti ketika suara bisikan warga yang sedang bergunjing mencapai telinganya."Eh, itu si Bagas," bisik seorang pria paruh baya di pojok jalan, matanya melirik tajam ke arah Bagas yang berjalan dengan kepala menunduk. "Dulu dia sombong banget. Sekarang? Jatuh miskin, kayak orang nggak punya arah."Temannya menyahut dengan nada penuh ejekan. "Iya, karma. Kalau tamak dan mau menang sendiri, ya akhirnya begini. Aku denger-denger, ladangnya juga angker. Siapa yang mau beli?"Pria pertama terkekeh, matanya berkilat penuh kepuasan. "Bukan cuma soal ladang. Dulu kan katanya dia pesugihan, makanya sukses cepat. Sekarang semua berbalik. Dengar-dengar, setiap kejadian aneh di desa kita juga gara-gara ulah dia.""Benar. Orang kayak dia cuma bikin sial. Tapi anehnya, masih ada aja yang nganggap dia baik," tambah teman

    Last Updated : 2025-01-04
  • Pesugihan Genderuwo   166. Bagas Merasa Kenangan Semu

    Bagas duduk terdiam di ruang tamu yang sunyi, menatap foto lama yang terletak di meja. Foto itu menunjukkan mereka berdua di masa kejayaan—senyum lebar, penuh harapan, dan impian yang seolah tak terbatas. Namun kini, semua itu terasa jauh, seolah berada di kehidupan yang berbeda."Kenangan ini, menyenangkan tapi juga banyak penyesalan. Aku terlalu bodoh untuk bisa menganggap semua ini kebahagiaan. Nyatanya aku hanya membawakan penderitaan terhadap Ratih! Hm, memalukan!" Ratih masuk perlahan, membawa secangkir teh hangat. Dengan hati-hati, dia meletakkan secangkir teh di atas meja dan duduk di samping Bagas. Keheningan di antara mereka begitu terasa, meskipun mereka duduk bersebelahan. Seolah ada dinding tak kasat mata yang memisahkan mereka, meskipun jarak fisik mereka begitu dekat."Mas," Ratih akhirnya bersuara, mencoba menjangkau suaminya. "Aku tahu ini sulit. Tapi kita masih punya satu sama lain."Bagas menggeleng pelan, suaranya serak dan penuh penyesalan. "Aku bahkan nggak pa

    Last Updated : 2025-01-04
  • Pesugihan Genderuwo   167. Kekosongan

    "Mas aku tau ini semua sulit bagimu!",Namun, meskipun Ratih mencoba menyentuh hati Bagas, dia tahu suaminya butuh waktu untuk menerima dirinya yang sekarang. Kekosongan yang dirasakan Bagas perlahan menggerogoti hubungan mereka, menjauhkan mereka satu sama lain. Setiap malam, Ratih terbangun dengan perasaan kosong, merasa seperti ada dinding tak terlihat yang memisahkan mereka, meski mereka tinggal di atap yang sama.'Bahkan aku merasa diriku juga tidak baik-baik aja, Mas! Aku merasa aneh! Walaupun aku menguatkan kamu, tapi diriku tidak juga sekuat itu!' Suatu pagi, Ratih memutuskan pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Di sana, dia bertemu dengan seorang teman lamanya, Siti, yang sudah lama tak dia temui.Siti menatap Ratih dengan tatapan prihatin, seperti melihat sesuatu yang lebih dari sekadar wajah sahabat lamanya. Mereka duduk di teras rumah kontrakan sederhana milik Ratih, suasana sunyi hanya ditemani suara angin yang berhembus pelan, menciptakan rasa hampa di

    Last Updated : 2025-01-04
  • Pesugihan Genderuwo   168. Menjadi Topik Hangat

    "Ratih, kamu sadar kan? Mereka semua menghindari kita."Bagas berdiri di depan jendela, matanya menatap kosong ke luar, menghindari tatapan Ratih."Apa yang kita lakukan sampai mereka begitu takut dekat dengan kita?" lanjutnya dengan suara hampir putus asa.Ratih menunduk, menahan emosinya. "Kita nggak bisa kontrol apa yang orang lain pikirkan, Mas."Bagas berbalik, wajahnya dipenuhi amarah yang terkendali. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Terus seperti ini, terasing di rumah yang semakin rapuh?"Ratih menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Kita nggak akan selamanya terperangkap di sini, Mas. Kita hanya perlu waktu. Waktu untuk bangkit.""Tapi bagaimana kalau waktu itu nggak datang?" Bagas menyahut, suara penuh keraguan.Suasana desa terasa dingin, meski matahari bersinar cerah. Setiap kali Ratih atau Bagas mencoba keluar rumah, pandangan sinis dan bisikan warga mengikuti mereka. Kehilangan harta benda telah memisahkan mereka dari status sosial yang dulu tinggi, sementa

    Last Updated : 2025-01-05
  • Pesugihan Genderuwo   169. Mengisolasi Diri

    Di salah satu warung kopi desa, suasana santai berubah menjadi obrolan serius ketika beberapa warga mulai membahas keluarga Bagas.Seorang pria muda menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu dan berbisik pelan, "Aku dengar mereka sampai jual ladang dan rumah mewahnya. Benar-benar habis semuanya. Kasihan juga, sih."Bapak-bapak berkumis yang sedang menyeruput kopi, meletakkan cangkirnya dan mendesah. "Tapi ya, itu pelajaran buat kita semua. Jangan serakah. Lagipula, kamu tau cerita tentang kakeknya Bagas, kan?"Pria muda mengernyit penasaran. "Cerita yang mana?"Bapak tua mulai mendekatkan tubuhnya, seolah takut ada yang mendengar. "Konon, dia dulu pernah bermain dengan ilmu hitam. Katanya sih, dia minta kekayaan dengan cara nggak wajar."Warga yang lainnya yang dari tadi diam, tiba-tiba menimpali. "Mungkin ini balasannya. Kalau bukan sekarang, ya, turunnya ke keturunan."Pria muda itu mengangguk serius. "Apa pun itu, keluarganya memang lagi diuji habis-habisan. Aku cuma berharap mereka bi

    Last Updated : 2025-01-05
  • Pesugihan Genderuwo   170. Suara-suara aneh

    "Hentikan... Bukan aku! Bukan aku!"Jeritan Bagas menggema, memecah keheningan siang itu. Suara itu terdengar hingga keluar rumah, membuat Ratih yang sedang menyapu halaman tertegun. Dia segera menghentikan pekerjaannya dan bergegas masuk ke dalam.Pintu rumah yang setengah terbuka memperlihatkan pemandangan yang membuat Ratih kaget. Barang-barang berantakan—kursi terjungkal, pecahan gelas berserakan di lantai, dan meja kecil yang biasanya rapi kini terbalik. Di tengah kekacauan itu, Bagas duduk meringkuk di sudut ruangan, tubuhnya gemetar hebat."Mas, kamu kenapa?!" Ratih mendekatinya dengan hati-hati, tetapi Bagas tidak menjawab. Matanya melotot ke satu titik, seolah-olah ada sesuatu yang hanya bisa dia lihat."Tolong ... jangan dekati aku ...." Bagas bergumam lirih, tangannya menutup wajah.Ratih mencoba menyentuh bahunya, tetapi Bagas tiba-tiba menjerit keras. "Aku bilang jangan dekati aku! Jangan bawa mereka ke sini! Aku nggak sanggup lagi!"Ratih mundur sejenak, hatinya kalut. B

    Last Updated : 2025-01-06
  • Pesugihan Genderuwo   171. Semakin Terpojok

    "Orang gila ... orang gila!"Teriakan anak-anak kecil itu mengganggu Bagas yang sedang asik menghisap rokok di depan rumahnya. Suasana desa yang sunyi seketika pecah oleh suara mereka yang riuh. Bagas mengangkat wajahnya sedikit, menatap mereka dengan tatapan kosong, seolah tidak peduli. Namun, di balik matanya yang suram, ada kebencian yang tersirat. Dunia ini tak lagi memberi tempat baginya."Eh, itu loh orang gila baru!" salah seorang anak laki-laki berteriak dengan tertawa nakal."Wes, lempar batu!" sahut temannya yang lain."Ayo-ayo!" Anak-anak itu makin semangat, seakan menemukan hiburan dalam penderitaan orang lain.Buk! Buk!Batu-batu kecil melayang ke tubuh Bagas. Dia tak bergerak, hanya diam dan menatap mereka dengan tatapan penuh kebencian. Rasa sakit dari batu-batu yang menghantam tubuhnya tidak menggerakkannya sedikit pun. Ketika sebuah batu hampir mengenai wajahnya, Bagas akhirnya berdiri dengan perlahan, menekan rokok yang masih menyala itu di kakinya.Namun, sebelum

    Last Updated : 2025-01-06
  • Pesugihan Genderuwo   172. Tekanan Emosional

    Rumah kecil di pinggir desa itu sunyi, tapi penuh ketegangan. Bagas bukan lagi pria tangguh seperti dulu. Hidup yang berat telah meruntuhkannya. Dia terperangkap dalam bayang-bayang kegagalan.Prang!Ratih sedang memasak di dapur ketika terdengar suara benda pecah dari ruang tamu. Dia berlari ke sana dan melihat Bagas melemparkan vas bunga ke dinding. Pecahan vas berserakan di lantai, dan Bagas berdiri dengan napas memburu, matanya merah oleh amarah.Ratih terkejut melihat suaminya yang mengamuk di ruang tamu. "Mas, apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan nada panik.Bagas berteriak, suaranya dipenuhi kemarahan dan keputusasaan. "Ini semua salah mereka! Salah dunia ini! Kenapa semua orang menghancurkan hidupku?"Ratih mencoba mendekati suaminya dengan hati-hati. "Mas, tenang. Marah seperti ini nggak akan menyelesaikan masalah."Namun, Bagas menatapnya tajam sambil menunjuk dengan jari yang gemetar. "Kamu nggak ngerti, Ratih. Kamu nggak kehilangan harga dirimu seperti aku."Ratih terdi

    Last Updated : 2025-01-06

Latest chapter

  • Pesugihan Genderuwo   241. Firasat

    "Mas Bagas!"Ratih terbangun dengan napas memburu. Tangannya terulur seolah ingin meraih sesuatu yang tidak ada di sana. Matanya membelalak, keringat dingin membasahi dahinya."Kenapa aku mimpi seperti itu?" gumamnya, masih berusaha menenangkan detak jantungnya yang tidak beraturan.Dalam mimpi itu, dia melihat suaminya berdiri di tepi sungai dengan tubuh yang tidak lagi seperti manusia. Matanya merah menyala, kulitnya ditumbuhi bulu lebat, dan tubuhnya membesar seperti raksasa. Dia tidak mengenali Bagas dalam sosok itu.Ratih turun dari tempat tidur. Perasaan gelisah semakin menguasainya. Rumah terasa begitu sunyi, hanya suara jangkrik dan burung hantu yang terdengar. Dia membuka pintu depan dan melangkah keluar. Angin malam yang dingin menerpa kulitnya, tapi itu tidak menghentikan langkahnya untuk memandang ke sekeliling."Mas Bagas mana, ya? Kenapa sudah malam begini belum pulang?" suaranya terdengar gemetar.Dia kembali masuk ke dalam rumah dan melihat jam dinding. Sudah pukul set

  • Pesugihan Genderuwo   240. Rumah singgahan

    "Bagas, rumah itu buat anak setanmu, ya?" Suara itu terdengar begitu familiar. Bagas mengernyit. Sejak dulu, mereka—warga desa yang selalu mencaci makinya—tak pernah berubah. Saat dia miskin, mereka menghinanya. Saat dia kaya, mereka tetap merendahkannya. Bagas berusaha mengabaikan mereka. Tangannya sibuk menggergaji kayu, mencoba fokus pada pekerjaannya. "Hei, urus saja hidup kalian sendiri! Jangan ikut campur urusan orang lain!" teriak Bagas. Namun, bukannya pergi, warga malah semakin berani. "Sombong banget! Miskin tapi belagu!" seseorang berteriak lantang. Bagas mengepalkan tangan, mencoba menahan emosi. Namun, kesabarannya kini hampir habis. Matanya yang tadinya cokelat perlahan berubah merah. Dia berdiri, menatap mereka satu per satu. Napasnya mulai memburu, ada sesuatu yang bergolak dalam dirinya. Buk! Tanpa sadar, kepalan tangannya melayang dan mendarat di wajah salah satu warga. Warga yang lain langsung terperanjat. Mereka tak menyangka Bagas akan melawan. "Kurang

  • Pesugihan Genderuwo   239. Bayangan Masa lalu

    "Apa yang harus ku lakukan sekarang?" Bagas duduk di kursi kayu di depan rumah Ratih, menatap kosong ke arah kegelapan malam. Tangannya terangkat, menyibak lengan bajunya. Mata Bagas membelalak saat melihat bulu halus di lengannya yang semakin lebat dan tebal. Jantungnya berdebar. "Mau dicukur sampai kapan pun, bulu ini selalu tumbuh lebih banyak. Bagaimana sekarang?" gumamnya pelan. Angin malam berembus pelan, membuat helaian bulu di tangannya bergerak perlahan. Bagas meremas ujung bajunya dengan kuat, seolah berusaha menahan gemetar tubuhnya. Kegelisahan di hatinya semakin besar. Dulu, dia masih bisa menyembunyikannya dengan pakaian panjang—baju lengan panjang, celana panjang, bahkan sarung tangan saat bepergian. Tapi kini, tubuhnya semakin sulit dikendalikan. "Sampai kapan aku bisa menutupi ini?" bisiknya. Bagas mengusap wajahnya. Kulitnya terasa kasar, seperti ada sesuatu yang tumbuh di bawah permukaannya. Dia meraba pipinya dan merasakan bulu-bulu halus yang mulai menjalar

  • Pesugihan Genderuwo   238. Teror

    "Nak Bagas, kamu harus berhati-hati mulai sekarang!"Bagas mendongakkan kepala. Kejadian seseorang yang dapat mengubah dirinya menjadi Kyai Ahmad membuatnya sulit percaya kepada siapa pun yang ada di pendopo."Bagaimana aku bisa membedakan kalian dengan tipuan?" tanya Feri, yang juga merasakan kebingungan.Bagas mengangguk setuju. "Ya, Kyai! Bagaimana cara membedakannya? Karena tidak ada celah untuk mengetahui yang asli dan yang palsu!"Kyai Ahmad mendekat, lalu membisikkan sesuatu kepada mereka. Setelah itu, beliau memberikan sebuah gelang emas yang akan terlihat hanya ketika mereka membacakan doa. Itu akan menjadi tanda bahwa mereka adalah manusia asli."Gelang ini tidak bisa dilihat oleh orang lain, Bah?" tanya Feri, masih ragu. "Lalu bagaimana dengan yang lain? Apa mereka juga akan diberi gelang seperti ini?"Kyai Ahmad menghela napas, tampak tenang. "Tenang saja! Abah akan memberikannya juga kepada mereka."Saat gel

  • Pesugihan Genderuwo   237. Mbah Sarni adalah Ki Praja?

    Bab XII – Rahasia yang Kian Gelap"Mas, kamu ke mana aja?"Ratih menatap tajam ke arah Bagas yang baru saja tiba di rumah. Wajahnya memerah, sorot matanya penuh kemarahan."Kamu tahu nggak sih, Mas? Mereka semua bawa obor dan celurit! Mereka melihat anak kita seperti melihat iblis! Begitu kejamnya!" Ratih naik pitam, suaranya meninggi.Bagas terdiam sejenak. Dia menghela napas berat, jelas ada sesuatu yang mengganjal pikirannya."Maafkan aku, tadi di hutan aku mengalami kejadian aneh," jawab Bagas akhirnya.Ratih tetap cemberut. Dia bahkan tidak tertarik menanyakan kejadian yang dialami Bagas. Tanpa banyak bicara, dia langsung menarik tangan suaminya, menyeretnya ke dalam rumah."Lihat sendiri anak-anak kita!"Saat matanya jatuh pada Jagat, Bagas terkejut. Kulit anaknya tidak seperti biasanya. Ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak seharusnya terjadi."Loh, kenapa dengan Jagat?"Ratih men

  • Pesugihan Genderuwo   236. Penghakiman

    "Kalian di sini saja, biar aku dan Kadir yang ke Desa Sumberarum!"Seorang warga berkata lantang, bersiap berangkat ke desa tempat Ratih dan anak kembarnya tinggal. Malam semakin larut, dan obor yang mereka bawa menari-nari ditiup angin."Kenapa juga ya Ratih pergi dari Desa Karangjati?" tanya salah seorang warga, suaranya penuh rasa ingin tahu.Kadir, pria yang lebih tua dan cukup dihormati, mendengus. "Kalian ini bagaimana sih? Bagas dan Ratih sudah pisah rumah sejak lama!" Dia menyalakan obornya, cahayanya menerangi wajah seriusnya.Beberapa warga saling berpandangan. Salah satu dari mereka berbisik, "Kurasa karena Bagas sudah nggak kaya lagi."Bisikan itu memicu percakapan."Iya juga, dulu dia hidup berkecukupan. Tapi sekarang?""Kalian masih ingat kan, dulu ada desas-desus kalau Bagas pakai pesugihan?""Benar! Apalagi kakeknya juga pernah dituduh melakukan hal yang sama!"Obrolan itu semakin memana

  • Pesugihan Genderuwo   235. Mbah Sarni?

    Bab XI: Ancaman yang Menghilang“Anda siapa?”Bagas bergegas mengejar Mbah Sarni yang tiba-tiba meninggalkan kerumunan warga. Napasnya memburu, kakinya melangkah cepat di atas tanah yang berdebu. Tatapan matanya tajam, menatap penuh intimidasi ke arah wanita tua itu.Mbah Sarni tidak berhenti. Dia tetap berjalan dengan tenang seolah tak mendengar panggilan Bagas."Tunggu! Jangan pergi! Saya tidak akan membiarkan Anda pergi begitu saja!" seru Bagas keras.Wanita tua itu akhirnya berhenti. Dia berbalik perlahan, dan untuk pertama kalinya, mereka bertemu pandang dalam jarak dekat. Mata Bagas dipenuhi amarah, sementara mata Mbah Sarni kosong, seolah melihat sesuatu yang tak kasatmata.Bagas mendekat, suaranya bergetar karena emosi yang tertahan."Kenapa Anda berbicara seperti itu kepada warga?" suaranya meninggi. "Jelas-jelas Anda tidak ada di sana saat istri saya melahirkan! Anda bahkan baru muncul di desa ini! Apa tujuan A

  • Pesugihan Genderuwo   234. Desas-desus Anak setan

    "Kalian sudah dengar belum? Ratih melahirkan!" Suara gemuruh memenuhi warung kopi di sudut desa Karangjati. Warga berkumpul, saling berbisik dan bertukar cerita, seolah membicarakan hal yang lebih menarik daripada panen tahun ini. "Serius? Bukannya Ratih sudah lama meninggalkan Bagas?" "Nah, itu dia yang aneh! Tiba-tiba dia pulang, hamil, lalu melahirkan anak kembar! Bagaimana bisa?" Bagas yang kebetulan sedang melewati warung hanya diam. Dia sudah mendengar banyak bisikan serupa selama beberapa minggu terakhir. Langkahnya tetap tenang, meskipun di dalam dadanya ada bara yang siap menyala. Namun, warga tak berhenti berbicara. "Bagas! Hebat juga, ya, si Ratih bisa hamil!" seru seorang lelaki bertopi caping dengan nada mengejek. Bagas pura-pura tak mendengar. Dia sibuk menyusun kayu di hadapannya, memukul paku dengan keras, berusaha mengabaikan suara-suara yang semakin mendekatinya. Tuk! Tuk! "Gas, gimana bisa Ratih hamil? Bukannya dia sudah lama pergi?" Bagas masih m

  • Pesugihan Genderuwo   233. Mimpi Nyata

    "Bu, apa kamu nggak sayang sama kita?"Suara kecil itu menggema di telinga Ratih. Tubuhnya tersentak hebat. Dia menoleh dan melihat kedua anaknya—Jagat dan Kala—berdiri tegap di hadapannya.Tapi ada yang aneh. Mereka tidak lagi sekecil bayi. Tubuh mereka lebih besar, jauh lebih tinggi dari yang seharusnya. Wajah mereka pucat, mata mereka tajam, dan senyuman di bibir mereka... itu bukan senyuman seorang anak."Apa kalian ... Jagat dan Kala?" suara Ratih bergetar, ketakutan menyelimuti hatinya.Mereka tertawa kecil. Namun, tawa itu melengking, nyaring seperti suara besi yang bergesekan."Bahkan Ibu tidak mengenal kami," ucap salah satu dari mereka. Tangannya memegang sesuatu—benda hitam berkilat yang Ratih tak bisa kenali.Ratih mundur selangkah. Tubuhnya gemetar.Ini bukan anak-anaknnya.Dia berbalik dan berlari sekuat tenaga. Namun, langkahnya terasa berat, seolah ada sesuatu yang menariknya kembali. Dia terus b

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status