Home / Horor / Pesugihan Genderuwo / 10. Kejanggalan Sikap Bagas

Share

10. Kejanggalan Sikap Bagas

Author: Wenchetri
last update Last Updated: 2024-11-15 13:08:28

Saat membuka kantung itu, petani tercengang dengan kilauan emas di genggamannya. "Ju—Juragan! Ju—Juragan ini buat saya?" tanyanya bergetar.

"Ya. Itu buatmu, hanya 2 koin emas aja aku kasih," kata Bagas sambil bertolak pinggang.

"I—Ini udah sangat banyak Juragan! Terima kasih ... Terima kasih!" balas petani sambil sujud di hadapan Bagas.

"Udah hentikan!" Bagas melirik dengan tajam. "Nanti, anak buahku akan antar beras dan sayur ke rumahmu, jadi kamu tidak kelaparan lagi," lanjutnya berbicara.

"Alhamdulillah, terima kasih juragan! Terima kasih banyak!" Petani itu semakin bersujud di hadapan Bagas.

Saat petani bersujud syukur pada Bagas, Ratih muncul melihat pandangan yang berbeda.

"Ada apa, Mas?" tanyanya heran.

"Nggak ada apa-apa?" balas singkat sambil memalingkan badannya.

"Juragan Ratih! Saya pamit pulang, terima kasih!" ucapnya lalu pergi.

Ratih menyusul Bagas yang masuk ke dalam rumah. Melihat Bagas duduk di ruang tamu sambil menggenggam handphone.

Di ujung telepon dia berbica
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Genderuwo   11. Tumbal di Ladang Sunyi

    "Ratih! Tih! Bangun!" Teriakan Bagas menggema di dapur. Tangannya mengguncang tubuh istrinya yang tergeletak lemah di lantai dingin.Mata Ratih perlahan terbuka, tapi terasa berat. Bayangan wajah suaminya terlihat samar di atasnya."Mas ... Mas Bagas? Itu kamu?" rintihnya dengan suara serak, tubuhnya terasa kaku."Iya, ini aku! Cepat bangun! Ini udah pagi. Ngapain kamu tidur di dapur kayak orang nggak waras!" Bagas mendengus kesal, nada suaranya keras.Ratih menggigil, entah karena dingin atau ketakutan. Dia mencoba berdiri, tapi tubuhnya terasa limbung, hampir jatuh lagi. Dengan susah payah, dia meraih meja untuk menopang dirinya.Tanpa berkata-kata, Ratih berjalan sempoyongan menuju kamar mandi. Saat melihat cermin, pandangannya langsung terpaku.Di wajahnya, di leher, dan di lengannya tampak memar-memar ungu kehitaman. Pergelangan tangannya penuh cap jari besar, seakan-akan telah dicengkeram dengan kekuatan luar biasa. Nafasnya tersengal, jantungnya berdegup kencang."I—ini apa? Ap

    Last Updated : 2024-11-16
  • Pesugihan Genderuwo   12. Perubahan yang Menakutkan

    "Mas, nggak ikut ngelayat ke rumah Bu Sunar?" tanya Ratih pelan sambil melepas selendang yang dikenakannya. Dia baru saja pulang dari pemakaman, tetapi pemandangan di ruang tamu membuat langkahnya terhenti. Di depan meja kecil, Bagas sedang meletakkan kemenyan dan menyalakan dupa."Untuk apa? Kalau udah mati, ya mati aja," jawab Bagas datar tanpa sedikit pun menoleh. Suaranya dingin, tanpa empati.Ratih terpaku. Perasaan takut bercampur bingung menyelimutinya. 'Sejak kapan Mas Bagas berubah seperti ini?' pikirnya. Perlahan, dia mencoba memberanikan diri."Mas ... dupa itu untuk apa? Mas sebenarnya melakukan apa, sih?" tanyanya, mencoba terdengar setenang mungkin meskipun suaranya bergetar.Tangan Bagas, yang tengah sibuk menyiapkan dupa, berhenti seketika. Dia mengangkat wajahnya perlahan, menatap Ratih dengan pandangan tajam yang membuat nyalinya ciut."Ratih, jangan ikut campur urusan ini!" suaranya rendah, tetapi penuh ancaman.Namun, Ratih tidak menyerah. Rasa takutnya kalah oleh

    Last Updated : 2024-11-16
  • Pesugihan Genderuwo   13. Mimpi Seperti Nyata

    'Mas Bagas? Apa di hadapanku ini benar Mas Bagas? Kenapa sentuhannya berbeda?'Ratih menggigil dalam batinnya. Tubuhnya terasa berat, tidak bisa digerakkan sama sekali. Semakin dia berusaha melawan, semakin kuat cengkeraman itu mencengkeramnya, membuatnya seperti terjebak dalam sesuatu yang gelap dan dingin.'Kalau dia bukan Mas Bagas, lalu siapa? Mas Bagas, tolong aku!'Ratih mencoba meronta dalam pikirannya, tapi sia-sia. Tubuhnya terasa kaku dan tidak bertenaga. Samar-samar, matanya menangkap bayangan seseorang di atasnya. Sosok itu hanya diam, tidak mengucapkan sepatah kata pun.Ratih memicingkan mata, mencoba menjernihkan pandangan. Sekilas, wajah di hadapannya memang mirip dengan Bagas, suaminya. Tapi ketika dia berkedip beberapa saat, wajah itu berubah—menjadi sesuatu yang menyeramkan.'Mas Bagas! Aku nggak bisa!' rintihnya pelan, napasnya tersengal.Perasaan itu kembali datang, rasa yang familiar tapi juga mengerikan. Tubuhnya terasa sakit, berat, dan dipaksa tunduk pada kehen

    Last Updated : 2024-11-16
  • Pesugihan Genderuwo   14. Harga Perjanjian

    Bagas terdiam, mencoba mencerna kata-kata Ratih. Wajah istrinya yang basah oleh air mata menambah beban di dadanya."Lalu, aku ... aku terbangun dengan darah ini. Tapi aku nggak tau dari mana darah ini datang," suara Ratih makin kecil, terputus-putus karena tangis.Bagas mendekat, mengelus kepala istrinya pelan. "Udah, yang penting sekarang kamu aman. Jangan takut, aku di sini."Namun, seolah tidak ingin memberikan ketenangan, lampu kamar tiba-tiba berkedip-kedip. Ratih menoleh cepat ke arah lampu, napasnya kembali memburu."Mas ... kenapa lampunya kayak gitu?" tanyanya dengan suara bergetar.Bagas menghela napas panjang, mencoba tetap tenang. "Mungkin ada korsleting. Kamu tunggu di sini, aku cek dulu ke depan.""Jangan pergi, Mas! Jangan tinggalin aku sendirian!" Ratih memegang lengan Bagas erat-erat, matanya memohon.Bagas tersenyum kecil, berusaha menenangkannya. "Aku cuma sebentar, Ratih. Nggak akan lama."Dengan berat hati, Ratih melepas pegangannya. Bagas berjalan keluar kamar,

    Last Updated : 2024-11-17
  • Pesugihan Genderuwo   15. Satu Jiwa Lagi

    Bagas mundur selangkah, matanya berkaca-kaca. "Jangan! Jangan sentuh dia! Aku akan lakukan apa aja, tapi jangan dia! Kamu udah cukup menyentuhnya malam ini!"Makhluk itu mendekat, langkahnya berat dan menyeret, seolah sengaja menciptakan suara yang menakutkan."Oh, kamu akan melakukannya? Bagus, Maka bawakan aku darah segar. Satu jiwa lagi, Bagas. Lalu kamu akan merasakan ketenangan—untuk sementara. Tapi ingat ... aku nggak pernah kenyang. Nggak pernah puas."Bagas menggelengkan kepalanya dengan panik. "Berapa lama aku harus melayani ini? Sampai kapan?! Aku nggak sanggup lagi!""Kamu sudah memilih jalan ini, Bagas. Jalan yang nggak ada akhirnya. Penyesalanmu hanya akan memperburuk segalanya. Malam ini, aku menunggumu membawa korbanmu. Jangan membuatku kecewa."Lampu di kamar kembali berkedip-kedip, disertai dengan tawa berat yang bergema. Bayangan makhluk itu perlahan memudar, meninggalkan Bagas yang terjatuh lemas di lantai. Tubuhnya gem

    Last Updated : 2024-11-17
  • Pesugihan Genderuwo   16. Kecurigaan Penduduk Desa

    "Kamu belum selesai, Andi?" tanya Bagas, mencoba berbicara santai agar tidak menimbulkan kecurigaan."Iya, Juragan! Ini sebentar lagi selesai," sahut Andi dengan suara bersemangat, meskipun tubuhnya terlihat lelah."Udah, besok pagi aja dilanjut. Bawa ini pulang," ujar Bagas seraya menyerahkan sebuah kantung merah kepada Andi.Andi menerima kantung itu dengan ragu. Namun, begitu tangannya menyentuh kantung tersebut, ekspresinya berubah drastis. Wajahnya mendadak kosong, matanya menerawang tanpa fokus, seolah pikirannya telah diambil alih oleh sesuatu yang tak kasatmata."Aku serahkan dia untuk menjadi tumbalku malam ini," ucap Bagas dengan suara lirih, menggunakan bahasa Jawa yang terdengar seperti mantra.Andi tidak merespons. Tubuhnya seolah menjadi boneka yang digerakkan oleh kekuatan lain. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju ladang yang gelap, meninggalkan Bagas yang berdiri mematung.Di kejauhan, Bagas melihat sosok Gen

    Last Updated : 2024-11-17
  • Pesugihan Genderuwo   17. Desakan Penduduk

    "Saya nggak ngerti maksud Pak Lurah," jawab Bagas dengan tenang, meskipun keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Saya juga baru tahu kalau Andi ditemukan seperti ini. Saya nggak ada sangkut pautnya."Pria tua itu, Pak Marwan, tidak menurunkan telunjuknya. "Jangan bohong, Nak Bagas. Sejak kapan kamu, yang dulu hidup serba pas-pasan, mendadak punya sawah luas, dan rumah besar? Semua orang tau, kekayaan seperti itu nggak mungkin datang tanpa harga!"Para warga mulai bersuara, bisik-bisik yang tadinya samar berubah menjadi gumaman keras."Iya, bener! Dia tiba-tiba kaya. Aneh banget!""Pesugihan, ya? Kalau nggak, kenapa Andi mati begini?""Makanya aku bilang, ada yang nggak beres sama Juragan Bagas ini!"Bagas melangkah mundur perlahan, matanya beralih dari satu wajah ke wajah lainnya. Wajah-wajah yang dulunya penuh penghormatan kini berubah menjadi lautan kebencian dan kecurigaan."Saya ini kerja keras, Pak Marwan," kata B

    Last Updated : 2024-11-17
  • Pesugihan Genderuwo   18. Tipu Daya Bagas

    “Kalian udah puas menuduhku?” suara Bagas menggelegar, memecah keheningan. Raut wajahnya menunjukkan kemarahan, tapi di dalam hatinya, ada rasa puas karena ia merasa berhasil menipu semua orang.Di sudut ruangan, Pak Marwan maju selangkah, menatap Bagas dengan penuh kecurigaan. “Kyai, dia pakai ilmu hitam, kan?” desaknya, menoleh pada Kyai Ahmad yang berdiri dengan tenang di sampingnya.Kyai Ahmad, pria tua dengan sorot mata bijaksana, tidak segera menjawab. Dia memandangi Bagas, mencoba membaca apa yang ada di balik tatapan tajam pria itu. Di sudut lain, Ratih mengamati Kyai Ahmad dengan hati yang berdebar. Dia mengenal Kyai itu tanpa sepengetahuan suaminya. Justru Kyai Ahmad yang meminta Ratih untuk lebih memperhatikan perubahan perilaku Bagas.‘Auranya begitu gelap,’ gumam Kyai Ahmad dalam hati. ‘Matanya berbicara lebih banyak daripada mulutnya. Dia sudah terlalu jauh masuk ke dalam kegelapan ini.’“Kyai! Kenapa diam saja? Dia pasti pakai ilmu hitam, kan?” Pak Marwan kembali mende

    Last Updated : 2024-11-18

Latest chapter

  • Pesugihan Genderuwo   255. Gila?

    "Jangan...!"Napas Ratih memburu, memenuhi ruangan yang kini terasa semakin sempit. Tubuhnya gemetar hebat, peluh membasahi pelipisnya."Tidak mungkin... Ini tidak akan terjadi!"Ratih berdiri dari duduknya dengan tergesa, tangannya meraih teko air di atas meja dan meneguk beberapa gelas sekaligus. Namun, rasa sesak di dadanya tak kunjung mereda."Mimpi itu datang lagi!"Tangan Ratih semakin gemetar. Keringat dingin mengalir deras di punggungnya. Kenapa dia selalu bermimpi buruk tentang masa depan? Mengapa bayangan Jagat dan Kala yang berubah menjadi sosok mengerikan selalu menghantuinya?Dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Namun, pikirannya terus berkecamuk."Tidak mungkin ini akan terjadi, kan? Apa yang harus aku lakukan jika semua itu benar-benar terjadi?"Krek!Ratih terperanjat.Suara itu datang dari belakangnya—suara seperti kuku yang mencakar kayu.Krek!Kali ini suara itu semakin jelas. Seolah-olah sesuatu sedang merayap mendekat.Ratih membeku. Tangannya men

  • Pesugihan Genderuwo   254. Amukan massa

    “Bakar rumahnya!”Teriakan itu menggema di sepanjang gang sempit menuju rumah kontrakan Ratih. Puluhan warga dari Desa Sumberarum dan Karangjati berkumpul dengan wajah penuh amarah. Beberapa membawa obor, yang lainnya menggenggam golok, kayu, atau batu. Mereka datang bukan untuk berdialog, melainkan untuk menghakimi."Keluar, Ratih! Jangan sembunyikan lagi anak-anak setanmu itu!"Suara-suara itu semakin mendekat. Ratih yang berada di dalam rumah segera meraih kedua anak balitanya, Jagat dan Kala, lalu berlari ke dalam kamar.“Diam ya, Nak… jangan bersuara,” bisiknya dengan napas memburu.Tangannya gemetar saat membuka lemari pakaian kayu yang mulai lapuk. Dia memasukkan kedua anaknya ke dalam, lalu menutup pintunya pelan."Jangan keluar sampai Ibu bilang, ya?" suaranya nyaris berbisik.Jagat dan Kala menatapnya dengan mata bulat mereka yang hitam pekat. Mereka tidak menangis, tidak bersuara.Ratih menarik napas dalam, lalu berbalik. Di luar, suara warga semakin memanas.Braak! Braak!

  • Pesugihan Genderuwo   253. Rahasia

    Ratih melangkah perlahan memasuki kediaman Kiai Ahmad. Hatinya diliputi kegelisahan, tetapi dia berusaha menenangkan diri. Dua hari telah berlalu sejak Kiai Ahmad dilarikan ke rumah sakit setelah kejadian mengerikan di pendopo. Ratih masih belum bisa melupakan peristiwa itu, terutama sosok dua anaknya yang dia lihat di sana.Namun, kali ini dia memilih diam.Di dalam rumah, dia melihat Kiai Ahmad sedang beristirahat di dipan, tubuhnya dipenuhi perban. Luka-luka yang tampak di lengan dan wajahnya membuat dada Ratih semakin sesak."Kiai, bagaimana keadaannya?" tanyanya dengan suara pelan.Seorang perempuan muda yang duduk di dekat Kiai Ahmad menoleh. Dia adalah anak perempuan Kiai Ahmad, seorang wanita yang terlihat kuat namun tetap lembut dalam sikapnya."Ini sudah lebih baik, Mbak Ratih," jawabnya dengan senyum tipis.Ratih mengangguk. "Syukur alhamdulillah," ucapnya lega, meskipun di dalam hati, dia masih menyimpan banyak pertanyaan.Dia duduk di kursi kayu yang berada di samping tem

  • Pesugihan Genderuwo   252. Hal Yang Aneh

    "Ada apa itu?""Sepertinya dari rumah Pak Windra!"Suara teriakan dari arah ladang membuat Ratih tersentak. Warga desa yang masih berkumpul di pendopo pun langsung menoleh.Beberapa warga segera berlari ke arah sumber suara. Ratih berdiri mematung, tubuhnya seakan tidak bisa digerakkan. Jagat dan Kala masih berdiri di tempat yang sama, menatapnya dengan senyum aneh itu."Ayo-ayo kita kesana!""Iya, ada apa di sana?"Ratih tidak mau tahu. Dia harus pergi ke rumah Pak Windra! Dia harus memastikan.Dengan cepat, Ratih berlari menyusul warga yang sudah lebih dulu sampai. Ketika dia tiba di sana, teriakan histeris memenuhi udara."Ya Allah, Pak Windra!"Ratih menyibak kerumunan dan langsung terkejut.Pak Windra tergeletak di tanah dengan mata membelalak ketakutan. Tubuhnya penuh luka, robek di sana-sini, dan yang paling mengerikan—darah menggenang di sekitar lehernya yang hampir putus.

  • Pesugihan Genderuwo   251. Cerita Bagas Kembali mencuat

    "Aku sudah bilang, suami Ratih itu bukan manusia biasa!""Benar! Aku juga pernah melihat sesuatu yang aneh di rumah mereka dulu.""Apa mungkin dia yang membunuh Feri?"Bisikan demi bisikan memenuhi udara malam yang dingin. Warga Desa Karangjati berkumpul di depan pendopo, membicarakan hal yang selama ini tak pernah mereka ungkapkan dengan lantang. Sosok Bagas, yang dulunya hanyalah seorang lelaki pendiam, kini kembali menjadi pusat ketakutan mereka."Genderuwo!" "Wah, itu makhluk terbesar yang pernah aku lihat di ladang Bagas!" Ratih berdiri tak jauh dari kerumunan, tubuhnya lelah dan wajahnya penuh luka cakaran. Darah yang mengering di pipinya terasa perih, namun lebih perih lagi mendengar namanya dan Bagas disebut-sebut sebagai sumber malapetaka."Aku dengar, Bagas dan Ratih dulu sering bertengkar di rumah mereka.""Dia, katanya Ratih ingin pergi, tapi Bagas tak pernah membiarkannya!""Apa jangan-ja

  • Pesugihan Genderuwo   250. Pendopo

    "Astagfirullah, Kiai!"Ratih mundur beberapa langkah, tubuhnya bergetar hebat.Darah.Darah mengalir di lantai kayu, merembes ke sela-sela papan yang mulai lapuk. Tubuh Kiai Ahmad terkulai di atas tikar dengan napas yang tersengal-sengal.Matanya setengah terbuka, tapi pandangannya kosong."Ya Allah, Kiai! Apa yang telah terjadi!" Seluruh tubuhnya dipenuhi luka. Sayatan panjang di dadanya menganga, dan bekas cakaran mencabik kulit di lengannya.Ada sesuatu yang telah menyerangnya.Ratih menutup mulutnya, rasa mual merayap di tenggorokannya.Ini ulah mereka.Jagat dan Kala."Na—Nak Ratih..."Suara Kiai Ahmad bergetar, nyaris tak terdengar.Ratih buru-buru berlutut di sampingnya, berusaha mencari cara untuk menghentikan pendarahan. Namun, darah terus mengalir, membasahi jubah putihnya."Kiai, bertahanlah!" Ratih menahan air matanya. "Saya akan minta bantuan!""A—anak ... anak mu! ha—harus segera—"Dengan tangan gemetar, Ratih berlari ke luar rumah."Tolong! Ada yang bisa membantu?!"Be

  • Pesugihan Genderuwo   249. Cakaran Anaknya

    "Siapa yang telah terbunuh?"Jantung Ratih berdegup kencang. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.Tidak... ini tidak mungkin terjadi lagi.Ratih menggigit bibir, mencoba menenangkan napasnya yang tersengal. Dadanya naik turun dengan cepat, pikirannya berkecamuk."Mayat siapa itu? Ke—kenapa...?"Tangannya mencengkeram gagang pintu dengan erat. Tubuhnya terasa kaku, namun ketakutan yang mencekam membuatnya tidak bisa berdiam diri.Dia harus melihatnya.Ratih melangkah maju, lalu berhenti. Ragu.Tangannya gemetar saat dia meraih sebilah pisau di atas meja. Genggamannya erat, seakan itu satu-satunya hal yang bisa melindunginya dari kengerian di balik pintu.Duka dan ketakutan menyelimuti hatinya.Lalu, dengan gerakan perlahan, dia mendorong pintu kamar itu.Kreek...Suara engsel berderit, membuka pemandangan yang membuat Ratih membeku.Darah.Darah ada di mana

  • Pesugihan Genderuwo   248. Hutan Terlarang

    "Ibu... kita di sini!"Suara itu kembali terdengar, menggetarkan udara malam yang dingin. Ratih menoleh ke kanan dan kiri, matanya liar mencari sumber suara. Namun, yang dia temukan hanyalah pepohonan tinggi yang menjulang, menciptakan bayangan gelap yang bergerak seiring tiupan angin."Di sini, Bu... di sini!"Ratih menelan ludah. Suaranya semakin dekat, tapi bayangan kedua anaknya tak juga terlihat.Bagaimana mereka bisa keluar rumah?Jantungnya berdebar kencang. Rasa takut menyusup ke setiap sudut pikirannya."Jagat... Kala!" teriaknya, suaranya bergetar.Namun, hanya sunyi yang menjawabnya.Argh!Sebuah erangan tajam menggema di kegelapan.Ratih terperanjat, tangannya mencengkeram bajunya sendiri. Dia melangkah mundur, matanya liar mencari sumber suara.Tapi tidak ada siapa-siapa.Srek!Sesuatu bergerak di antara dedaunan kering. Ratih menahan napas. Dia tahu dia tidak sendirian di sini."Ibu... kami di sini!"Suara itu kembali terdengar, kali ini dari arah yang berbeda. Ratih mel

  • Pesugihan Genderuwo   247. Teror di Desa Sumberarum

    "Bu, kenapa mereka takut?"Suara kecil itu membuat Ratih tersentak. Dia menoleh, melihat Jagat dan Kala duduk di ambang pintu, mata merah mereka berkilat dalam gelap."Kenapa mereka ketakutan, Bu?" ulang Jagat, kepalanya sedikit miring, seperti tidak mengerti.Ratih menggigit bibirnya. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan gemetar yang perlahan merayapi dirinya.Mereka tidak tahu? Atau mereka hanya berpura-pura?Malam semakin larut. Di ujung desa, Pak Tarjo duduk di depan kandangnya, menggenggam obor yang menyala redup.Sejak kematian tragis istri Pakde Karto, warga Sumberarum mulai ketakutan. Kini, kejadian aneh terus berulang—ternak mati kehabisan darah, dan mayat ditemukan dengan luka mengerikan.Pak Tarjo menguap kecil, namun matanya tetap awas. Sudah tiga ekor kambingnya mati dalam dua malam terakhir.“Aku tidak akan membiarkan kejadian itu terulang lagi,” gumamnya, mempererat genggaman pada

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status