Beranda / Horor / Pesugihan Genderuwo / 17. Desakan Penduduk

Share

17. Desakan Penduduk

Penulis: Wenchetri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-17 10:24:29

"Saya nggak ngerti maksud Pak Lurah," jawab Bagas dengan tenang, meskipun keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Saya juga baru tahu kalau Andi ditemukan seperti ini. Saya nggak ada sangkut pautnya."

Pria tua itu, Pak Marwan, tidak menurunkan telunjuknya. "Jangan bohong, Nak Bagas. Sejak kapan kamu, yang dulu hidup serba pas-pasan, mendadak punya sawah luas, dan rumah besar? Semua orang tau, kekayaan seperti itu nggak mungkin datang tanpa harga!"

Para warga mulai bersuara, bisik-bisik yang tadinya samar berubah menjadi gumaman keras.

"Iya, bener! Dia tiba-tiba kaya. Aneh banget!"

"Pesugihan, ya? Kalau nggak, kenapa Andi mati begini?"

"Makanya aku bilang, ada yang nggak beres sama Juragan Bagas ini!"

Bagas melangkah mundur perlahan, matanya beralih dari satu wajah ke wajah lainnya. Wajah-wajah yang dulunya penuh penghormatan kini berubah menjadi lautan kebencian dan kecurigaan.

"Saya ini kerja keras, Pak Marwan," kata B
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pesugihan Genderuwo   18. Tipu Daya Bagas

    “Kalian udah puas menuduhku?” suara Bagas menggelegar, memecah keheningan. Raut wajahnya menunjukkan kemarahan, tapi di dalam hatinya, ada rasa puas karena ia merasa berhasil menipu semua orang.Di sudut ruangan, Pak Marwan maju selangkah, menatap Bagas dengan penuh kecurigaan. “Kyai, dia pakai ilmu hitam, kan?” desaknya, menoleh pada Kyai Ahmad yang berdiri dengan tenang di sampingnya.Kyai Ahmad, pria tua dengan sorot mata bijaksana, tidak segera menjawab. Dia memandangi Bagas, mencoba membaca apa yang ada di balik tatapan tajam pria itu. Di sudut lain, Ratih mengamati Kyai Ahmad dengan hati yang berdebar. Dia mengenal Kyai itu tanpa sepengetahuan suaminya. Justru Kyai Ahmad yang meminta Ratih untuk lebih memperhatikan perubahan perilaku Bagas.‘Auranya begitu gelap,’ gumam Kyai Ahmad dalam hati. ‘Matanya berbicara lebih banyak daripada mulutnya. Dia sudah terlalu jauh masuk ke dalam kegelapan ini.’“Kyai! Kenapa diam saja? Dia pasti pakai ilmu hitam, kan?” Pak Marwan kembali mende

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Pesugihan Genderuwo   19. Fitnah atau Fakta

    Para pekerja pulang di waktu siang hari. Mereka semua mengambil beberapa pakan yang di perintahkan Bagas."Terima kasih Juragan!" ucap para petani dan mereka pulang. Tak beberapa lama Bagas pun pulang kerumahnya. Saat sampai Ratih telah berada di dalam rumah. Menunggu kepulangan Bagas. "Mas ada yang mau aku tanyakan?" kata Ratih memulai percakapan.Bagas menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ratih. "Ada apa?" Ratih menggenggam kedua tangannya erat di pangkuannya. "Akhir-akhir ini, aku merasa ada yang aneh. Tentang kamu. Tentang semuanya."Bagas terdiam, mencoba menetralkan ekspresi wajahnya. "Aneh gimana? Aku nggak ngerti maksudmu."Ratih menatapnya tajam. "Mas, sejak kita tiba-tiba punya uang banyak, kamu berubah. Kamu sering keluar malam tanpa bilang. Kamu selalu menghindar kalau aku tanya darimana uang itu berasal. Dan sekarang, aku malah sering dengar berita dari warga desa. Bahkan tadi di balai desa pun orang ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Pesugihan Genderuwo   20. Bau Busuk dan Anyir

    "Udah!" sahutnya tegas, matanya menatap Kyai Ahmad penuh keyakinan. "Bahkan aku udah lama merasa ada yang aneh dengan sikap Mas Bagas, terutama kalau malam tiba," lanjutnya dengan suara lirih, namun sarat emosi.Kyai Ahmad mengangguk pelan, seakan mencerna setiap kata. "Hem, terus apa yang kamu lihat?" tanyanya, mencoba menggali lebih dalam.Dia menarik napas panjang sebelum menjawab. "Aku sering lihat Mas Bagas bangun di tengah malam. Dia menyalakan dupa dan kemenyan, lalu duduk bersila sambil komat-kamit, seperti sedang membaca sesuatu yang nggak aku mengerti."Kyai Ahmad mengerutkan kening, namun tetap membiarkan dia melanjutkan."Yang bikin aku makin takut, waktu Mas Bagas izin keluar rumah, dia selalu pulang dalam kondisi berbeda. Dia jadi lebih pendiam, auranya terasa aneh, dan yang paling nggak bisa aku tahan adalah bau badannya. Bau busuk bercampur anyir, kayak ada sesuatu yang mati." Suaranya bergetar, tanda ketakutan yang selama ini dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Pesugihan Genderuwo   21. Mimpi Buruk Bagas

    Waktu semakin cepat berlalu. Langit mulai gelap, menandakan malam telah tiba. Tak ada suara jangkrik atau nyanyian malam. Bagas terbaring di tempat tidurnya, tetapi matanya tak kunjung terpejam. Kegelisahan menggelayuti pikirannya, berputar-putar seperti bayangan kecurigaan yang datang dari penduduk desa. Namun, kelelahan akhirnya mengalahkan kecemasannya. Perlahan, matanya terpejam, dan tubuhnya terlelap dalam tiduran yang tak pernah benar-benar memberikan kedamaian.***Di dalam mimpinya, Bagas merasa dirinya berada di tengah hutan yang gelap gulita. Udara terasa sesak, seperti ada yang menekan dadanya. Pohon-pohon besar berdiri di sekelilingnya, diam, seperti saksi bisu yang mengawasinya dari kejauhan."Di mana ini?" gumam Bagas, suaranya serak dan gemetar, berusaha mencari jawaban di dalam kegelapan.Tidak ada yang menjawab. Namun, langkah-langkahnya terasa seperti diarahkan oleh kekuatan lain, memaksanya untuk masuk lebih

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Pesugihan Genderuwo   22. Cairan Hitam Balas Dendam

    Klik!Gagang pintu berderak dan pintu itu terbuka perlahan.“Ada apa lagi kamu ke sini, Nak, Bagas?” tanya Ki Praja dengan suara beratnya, tatapan matanya tajam meski tampak tenang.“Aku butuh bantuanmu lagi, Ki!” jawab Bagas dengan nada cemas, napasnya terengah-engah seolah baru saja berlari.Ki Praja menggosok-gosok jenggot putihnya, lalu berkata dengan suara datar, “Masuk ke dalam.”Bagas melangkah masuk, dan begitu melintasi ambang pintu, bau busuk yang menyengat menusuk hidungnya. “Bau apa ini, Ki?” tanyanya, wajahnya mengernyit, mencium aroma yang sangat asing dan tak enak itu.“Darah hewan,” jawab Ki Praja sambil tersenyum sinis. “Kenapa? Kamu mau?” tanyanya, sambil memperhatikan Bagas dengan tatapan tajam, seakan sudah bisa menebak apa yang ada dalam pikiran anak muda itu."Nggak!" jawab singkatnya.Bagas terdiam sejenak, matanya tetap menatap Ki Praja dengan waspada. “Aku … aku butuh bantuanmu, Ki. Ada sesuatu yang mengancam ku,” ujar Bagas akhirnya, suaranya parau, penuh ket

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Pesugihan Genderuwo   23. Tatapan dalam Pertemuan

    Bagas merasa hawa ruangan semakin berat, napasnya semakin sesak. Namun, dia tak berani mengalihkan pandangannya dari ritual yang sedang berlangsung. Bagas merasa seolah dunia di sekitarnya bergetar, seakan ada sesuatu yang tengah bergerak di luar kendalinya.Ketika Ki Praja selesai menggambar simbol itu, dia melemparkan serbuk emas ke dalam api yang menyala di atas dupa. Api itu tiba-tiba membesar, menyala dengan warna biru kehijauan yang aneh, menyorotkan cahaya yang begitu terang hingga memancar ke seluruh ruangan."Sekarang, kita panggil dia," kata Ki Praja dengan suara yang lebih berat, seakan berbicara dalam bahasa yang tak dimengerti Bagas.Tiba-tiba, ruangan itu terasa semakin mencekam. Bayangan gelap mulai muncul di dinding, bergerak perlahan, seolah mengelilingi mereka. Bagas merasa tubuhnya kaku, seolah tak bisa bergerak, meskipun pikirannya berteriak untuk melarikan diri."Genderuwo?" tanya Bagas, suaranya hampir tak terdengar."Ya. Dia bisa membantumu, Bagas," jawab Ki Pra

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Pesugihan Genderuwo   24. Bagas Merasa Terancam

    "Sepertinya sibuk sekali, Nak Bagas," ujar Kyai Ahmad membuka percakapan dengan suara lembut, namun penuh wibawa."Ya. Begitulah!" jawab Bagas singkat, sambil mengerutkan dahi. Matanya terus memandangi Kyai Ahmad dengan tatapan tak ramah."Bagus dong. Kerja keras demi keluarga, demi istri," sambung Kyai Ahmad, tersenyum kecil.Namun, alih-alih merasa tersanjung, Bagas justru semakin merasa terancam. "Ratih, kamu ngapain bawa orang tua ini ke rumah kita?" tanyanya kasar, nada bicaranya meninggi.Ratih tampak salah tingkah, tapi berusaha tetap tenang. "Kyai hanya ingin ngobrol, Mas. Beliau ingin silaturahmi dan bertemu sama Mas," ujar Ratih, menyembunyikan alasan sebenarnya. Nyatanya, Kyai Ahmad datang karena curiga dengan gerak-gerik Bagas belakangan ini.Bagas mendengus kesal. "Tadi kan udah ketemu di balai desa. Apa lagi yang mau dibahas?" katanya ketus, sambil melirik tajam ke arah Kyai Ahmad. Hatinya penuh waspada. 'Orang tua ini pasti ada maksud lain,' pikirnya.Kyai Ahmad tetap

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Pesugihan Genderuwo   25. Pertemuan dengan Mbah Damar

    Tiba-tiba, Bagas berdiri dengan kasar. Kursinya tergeser keras, mengeluarkan suara mencolok di pagi yang hening. “Aku bilang nggak ada apa-apa, Ratih!” bentaknya.Ratih tertegun. Matanya melebar, tapi ia memilih diam. Hatinya perih, namun dia tahu memaksa suaminya bicara hanya akan memperkeruh suasana. Bagas, tanpa sepatah kata lagi, berjalan keluar rumah dengan langkah cepat, meninggalkan istrinya yang hanya bisa menatap kepergiannya dengan hati penuh kecemasan.Langkah Bagas berat, pikirannya kacau. Bayangan mimpi buruk yang terus menghantui mengoyak ketenangannya. Kata-kata Genderuwo itu kembali menggema di benaknya. "Harga yang harus kamu bayar belum lunas."Bagas mengepalkan tangannya keras. Apa maksudnya? pikirnya panik. Dia sudah menjalani semua ritual yang diminta Ki Raden Praja. Dia sudah mengorbankan banyak hal. Jadi kenapa ini masih menghantuinya? Tubuhnya terasa melemah, seperti ada energi tak kasat mata yang perlahan-lahan menghisap kehidupannya.Tanpa sadar, langkahnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20

Bab terbaru

  • Pesugihan Genderuwo   220. Gunjingan hidup

    "Bagas, kamu ngapain?" Terdengar suara lantang dari salah seorang warga desa. Sekelompok orang datang berbondong-bondong, penasaran dengan apa yang sedang dikerjakan Bagas. "I—ini ... emm, cuma mau buat pondokan aja!" Bagas menjawab gugup, tangannya masih sibuk dengan kayu dan paku. Para warga saling pandang, merasa heran dengan kegugupan yang diperlihatkan Bagas. "Udah, yok, pergi! Biarkan aja dia. Mungkin dia mau buat gubuk derita untuk dirinya sendiri!" seru seorang warga dengan nada mengejek. "Kalian tahu kan kalau Bagas sudah nggak tinggal sama Ratih lagi?" Warga lain menimpali, "Tentu saja aku tahu! Mana ada wanita yang tahan hidup dalam kemiskinan." Belum mereka jauh melangkah, seorang lagi menambahkan dengan tawa meremehkan, "Iya! Istriku aja sering minta ini-itu. 'Mas, belikan ini! Mas, belikan itu!' Coba kalau Ratih jadi istriku, pasti aku bahagia! Soalnya Ratih itu cewek cantik, kembang desa yang sederhana dan, ya ... sempurna lah!" Dia tertawa keras, disusul

  • Pesugihan Genderuwo   219. Kehidupan baru

    "Aku harus melakukan apa setelah ini?" Bagas duduk di tepi ranjang, menatap Ratih yang masih terbaring lemah. Wajah istrinya pucat, tubuhnya begitu lemas setelah melahirkan. Kedua anak mereka tidur di sampingnya—anak laki-laki dengan tubuh hitam berbulu tipis dan mata yang sesekali berubah merah, serta anak perempuan yang terlihat seperti bayi normal, hanya memiliki tanda lahir yang cukup besar di tangannya. Bagas menelan ludah. Dadanya terasa sesak. "Aku harus bagaimana?" batinnya. Kyai Ahmad berdiri di sudut ruangan, memperhatikan Bagas yang terlihat begitu gelisah. Akhirnya, Kyai itu membuka suara. "Bagas, kamu tahu bahwa anak-anak ini nggak bisa tumbuh seperti anak pada umumnya, bukan?" Bagas mendongak, menatap Kyai dengan sorot penuh kebingungan. "Tapi mereka tetap anakku, Kyai! Aku tidak bisa membuang mereka begitu saja! Meski pun dalam hati ini menyangkal dia anak ku!" Kyai menghela napas panjang. "Aku nggak menyuruhmu membuang mereka, Bagas. Aku hanya ingin Kamu sadar

  • Pesugihan Genderuwo   218. Kembar

    "Ini anak apa?" Bagas tercengang, matanya tak berkedip menatap bayi yang baru saja lahir. Tubuh kecil itu hitam legam, ditutupi bulu halus, seperti makhluk yang bukan manusia. "Kyai, anak itu kenapa seperti ini?" suara Bagas bergetar, tangannya gemetar saat menunjuk bayi yang meringkuk di genangan darah bercampur lendir pekat. Bayi itu menggeliat perlahan, mata merah menyala berkedip, sebelum tiba-tiba berubah seperti mata manusia normal. Bagas mundur dengan napas tersengal. "Astaga ... ini anak siapa?" Sementara itu, Kyai Ahmad membaca doa berulang kali, wajahnya penuh keterkejutan. Dia tidak pernah melihat kelahiran seperti ini seumur hidupnya. Di tengah kebingungan mereka, Ratih tiba-tiba menjerit histeris. "Aaa ... sakit!" Dia menarik baju Bagas, cengkeramannya kuat seperti ingin menyalurkan seluruh rasa sakitnya. Matanya terpejam erat, tubuhnya melengkung karena rasa sakit yang luar biasa. "Kyai! Apa Ratih akan melahirkan lagi?" Bagas bertanya panik. Kyai Ahmad tidak l

  • Pesugihan Genderuwo   217. Kelahiran Mengerikan

    "Ratih, bangun!"Bagas berlutut di samping tubuh istrinya yang tergeletak di lantai. Napasnya memburu, matanya terbelalak melihat lengan Ratih yang penuh goresan. Darah sudah mulai mengering di sana."Apa dia mencoba mengakhiri hidupnya, Kyai?" tanya Bagas, suaranya bergetar.Kyai Ahmad berdiri di belakangnya, tatapannya tajam namun penuh ketenangan."Kita harus segera menyadarkannya."Mereka berdua datang ke rumah Ratih setelah mendapat kabar dari ibu pemilik kontrakan yang ditempati Bagas. Wanita tua itu bercerita bahwa Ratih semakin sering bertingkah aneh, bahkan beberapa kali terdengar berbicara sendiri di tengah malam.Bagas tidak bisa tinggal diam. Dia harus memastikan bahwa kehamilan Ratih benar-benar bukan kehamilan biasa."Ratih, bangun!" Bagas menepuk pipi istrinya dengan lembut, namun Ratih tidak bereaksi.Jantungnya berdebar makin kencang."Apa Ratih sudah meninggal, Kyai?"Kyai Ahmad segera berlutut, menempelkan dua jari di leher Ratih untuk mengecek denyut nadinya. Beber

  • Pesugihan Genderuwo   216. Masuk ke tubuh Ratih

    Ratih terkulai lemah. Ada cap tangan kecil yang terlihat di perutnya yang tipis, seakan bayi itu akan segera keluar ke dunia. Dia merangkak ke kamar mandi, duduk dengan tubuh gemetar, merasakan sakit yang luar biasa. "Ah, kenapa sakit sekali!" Matanya mulai kabur. Pandangannya buram, tetapi samar-samar dia melihat sosok berbadan besar berdiri di hadapannya. "Si—siapa?" suara Ratih bergetar. Sosok itu hanya diam. Tangan besarnya terlihat menyeramkan, dengan jari-jari yang panjang dan hitam. Ratih yakin itu bukan manusia. Ketika tangan besar itu hendak menyentuhnya, tiba-tiba bayi di dalam perutnya bereaksi dengan ganas. Rasa sakit semakin menusuk, membuatnya ingin berteriak, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Ratih mencengkeram lantai kamar mandi yang dingin, tubuhnya bergetar hebat. Dia merasakan perutnya berguncang seperti ada sesuatu yang ingin keluar, bukan dengan cara yang normal. Sosok besar itu semakin mendekat, mengulurkan tangannya ke arah perut Ratih yang

  • Pesugihan Genderuwo   215. Suara mengerikan

    Ratih terengah-engah, tubuhnya gemetar hebat. Matanya memandang ke arah bayangan dirinya di cermin. Tatapan merah menyala itu bukan lagi miliknya. Itu adalah mata seorang pemangsa. "Aku seperti ... Mas Bagas!" gumamnya, nyaris tak percaya. Dia mengingat betul bagaimana Bagas dulu. Setelah menerima berkah pesugihan, suaminya menjadi sosok yang haus darah, makan daging mentah dengan lahap, dan sering kali kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Tapi Bagas masih bisa bertahan, sedangkan dirinya? Dia lebih buruk. Jauh lebih buruk. Ratih memejamkan mata, berharap ini hanya mimpi buruk. Tapi sensasi menjalar di tubuhnya terlalu nyata. Kengerian itu terlalu jelas. Kepalanya terasa berputar, mulutnya masih dipenuhi sisa darah kepala kambing yang tadi dia makan. "Aaaah!!!" Teriaknya tiba-tiba. Dia menjambak rambutnya, menariknya dengan kasar seakan ingin merobek kepalanya sendiri. Namun, itu tak cukup. Dia butuh lebih dari sekadar kesakitan biasa untuk melepaskan diri dari penderit

  • Pesugihan Genderuwo   214. Kepala Kambing

    "Neng, bangun!" Suara familiar terdengar di telinga Ratih. Tubuhnya sedikit diguncang. Mata Ratih terbuka dan melihat seorang lelaki di depannya. "Siapa?" tanyanya. Mata Ratih masih samar, tetapi suara itu terdengar tidak asing. Itu adalah tukang becak yang sering dia temui. "Neng, kamu kenapa?" "Iss, kepalaku sakit! Ada apa, Kang?" tanya Ratih masih terlihat lemas. Tukang becak itu memberikan bungkusan kepada Ratih. "Ini barangnya tertinggal." "Oh, makasih, letakkan saja di atas meja!" ucap Ratih sambil memegangi kepalanya. Setelah itu, tukang becak itu pamit untuk pulang. Namun, dia tampak terkejut melihat Ratih. Bahkan, dia gemetar saat meletakkan bungkusan itu. "Apa itu benar-benar kepala hewan?" katanya pelan hampir tak terdengar Ratih. Bukannya langsung segera pergi, tukang becak itu tidak bergerak. DIa masih berdiri di tempatnya, menatap Ratih dengan sorot mata penuh ketakutan. "Neng .…" suaranya bergetar. "Isinya itu beneran kepala hewan, ya?" Ratih, ya

  • Pesugihan Genderuwo   213. Babak baru

    "Haha, belum saatnya semua ini berakhir!"Suara itu terdengar mengerikan, lebih dalam dan bergema, seolah bukan berasal dari tenggorokan manusia. Jelas, sosok di hadapan mereka bukanlah Kyai Ahmad yang asli.Bagas menelan ludah, tubuhnya menegang. Sosok itu masih menyerupai Kyai Ahmad, tetapi ada sesuatu yang janggal—cara berdirinya terlalu kaku, dan sorot matanya terlalu tajam, lebih seperti predator yang mengincar mangsanya.Dalam hati, Bagas yakin sosok itu bukan sekadar penyamaran Ki Raden Praja. Bisa saja dia dibantu oleh Genderuwo—makhluk astral yang pernah membantunya dalam pesugihan."Apa yang kamu inginkan?!" tanya Kyai Ahmad tegas, suaranya menggema di dalam pendopo. Tangannya menggenggam tasbih erat-erat, menunjukkan keteguhan hatinya.Makhluk itu menyeringai tipis, sudut bibirnya terangkat dengan cara yang tidak wajar. Perlahan, dia mengangkat tangannya dan menunjuk lurus ke arah Bagas."Kehancuranmu!"Bagas tersentak.Jantungnya seakan berhenti berdetak. Kepalanya terasa

  • Pesugihan Genderuwo   212. Dua Kyai

    "Sepertinya ini sudah di luar kendali!" Kyai mulai mencium bau yang kurang sedap, seperti ada sesuatu yang telah dilakukan di pendoponya. "Saya serius, Kyai. Sejak tadi saya bicara dengan Kyai, dengan segala keluh kesah saya!" Bagas mencoba meyakinkan Kyai Ahmad. "Ya, Nak Bagas, saya percaya hal itu. Mungkin saja ini kerjaan orang iseng yang membuat kita terpecah belah," jelas Kyai sambil terus memandang kamar tersebut. Bagas mencoba mencerna setiap kejadian, namun dia tidak menemukan cela sedikit pun. Semua gaya bicara dan kebijaksanaan Kyai membuatnya bingung, tak tahu mana Kyai yang asli. "Jelas ini pasti ulah Ki Praja. Dia bisa berubah jadi apa saja—bahkan mungkin saat ini bisa saja dia berubah jadi Feri atau kembali berubah seperti Kyai!" gumamnya pelan. Feri yang merasa tatapan Bagas begitu tajam padanya langsung mengumpat."Heh, apa yang kamu lihat?" tanyanya dengan nada ketus."Tidak—" Bagas mencoba menjawab, tetapi Feri langsung memotongnya."Jangan bohong, Mas Bagas! S

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status