Beranda / Romansa / Pesona Wanita yang Ternoda / CHAPTER 3. Bertemu Lagi

Share

CHAPTER 3. Bertemu Lagi

Penulis: Banyu Biru
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kiya sudah duduk di tengah dua gundukan tanah yang bersebelahan. Nisan kayu bertuliskan nama dua orang yang ia sayangi tertancap di bagian atas tanah. Helaan napas berat terdengar dari wanita itu. Sudah sangat lama ia tidak pernah berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir ayah dan kakaknya. 

“Kenapa kalian bisa pergi dengan mudahnya. Sedangkan aku? Rasanya tidak adil saat aku selalu saja gagal melakukan itu. Kalian tahu, dunia ini sangat kejam. Entah kenapa keadilan tidak berpihak pada orang kecil seperti kita.” Kiya menatap sebuah gundukan tanah di samping kirinya. “Kak, apa kamu tahu? Rasanya begitu berat untuk tetap bertahan. Aku sekarang tahu, kenapa kamu dulu memilih untuk meninggalkan dunia ini. Tetapi, kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang sama sepertimu? Rasanya sangat tidak adil. Kak.”

Setetes air mata jatuh saat Kiya memejamkan mata. Ia beralih menatap gundukan tanah di sisi kanannya. “Yah, Ayah pernah berjanji akan menjaga aku dan Ibu setelah Kakak pergi, bukan? Tetapi kenapa Ayah mengingkari janji itu? Kenapa Ayah lebih memilih menyusul Kakak? Ayah tidak tahu bagaimana beratnya hari-hari yang aku dan Ibu lalui. Aku harus menanggung luka dan malu seorang diri. Rasanya sangat menyakitkan saat melihat bagaimana mereka menatap iba padaku dan Ibu. Aku benci dengan ketidakadilan ini. Aku ingin menangkap para bajingan itu, tetapi lagi-lagi itu hanya sebuah harapan yang tidak pernah bisa terwujud. Lalu, pada siapa aku harus menuntut keadilan itu? Aku bahkan sekarang sudah tidak percaya jika Dia ada. Dia tidak pernah menolongku!”

Suara itu terdengar lirih dan Kiya mulai terisak. Ia menelungkupkan wajahnya di atas lutut. 

Elena hanya bisa menatap sahabatnya dari kejauhan. Ia ingin menghampiri wanita itu, tetapi Kiya tidak akan suka. Kiya akan marah jika sampai Elena menghampirinya saat ia sedang menangis.

“Kenapa aku tidak bisa pergi bersama kalian? Aku sudah lelah.” Kiya menumpahkan tangisnya di atas dua pusara orang ia sayangi. 

Setelah puas meluapkan isi hatinya di sana, Kiya bangkit dari duduknya. Ia menyeka sisa kristal bening yang membasahi kedua pipi. Ia berdiri sejenak sembari menatap kedua pusara di depannya sebelum benar-benar meninggalkan tempat tersebut. Hanya dengan mengunjungi tempat itu, ia bisa meluapkan rasa rindu pada mereka yang sudah tiada.

“Habis ini mau ke mana lagi?” tanya Elena saat sahabatnya itu menghampiri.

“Pulang.”

Sesingkat itu jawaban yang Kiya berikan. Sebenarnya Elena sangat merindukan Kiya yang dulu. Kiya yang ceria dan sangat ramah. Kiya yang senang sekali bercerita tentang apa pun yang telah ia lewati selama ini. Kiya yang selalu menyampaikan impian dan harapannya di masa depan. Namun, Elena tidak lagi menemukan itu dalam diri Kiya yang sekarang.

Hanya sebatas mengantar Kiya untuk pulang. Meskipun Elena ingin mengajak sahabatnya pergi ke tempat di mana mereka biasa menghabiskan waktu bersama. Karena wanita itu mengatakan jika ia ingin istirahat. Elena paham itu. Saat ini Kiya sedang tidak ingin diganggu.

Ditengah perjalanan pulang, mereka bertemu dengan pria yang kemarin sore menyelamatkan Kiya.  

“Ada apa, A?” tanya Elena  setelah menghentikan laju motornya.

Pria yang pernah sekali bertemu dengan mereka itu sengaja menghentikan motor yang Elena kendarai.

“Saya bisa minta tolong, tidak, Teh?” tanya pria berkaus hitam tersebut.

“Kalau kami bisa, kami akan bantu,” balas Elena. Sedangkan Kiya hanya diam tanpa mau menatap pria itu. 

“Begini, sepertinya motor yang saya pakai kehabisan bensin. Dari tadi saya menunggu ada yang lewat, tetapi tidak ada. Kebetulan saya juga tidak membawa ponsel. Jadi, tidak bisa menghubungi teman saya di vila. Dan lagi, saya lupa membawa dompet.” Pria itu menjelaskan. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Kiya yang terlihat sangat acuh.

“Oh, begitu. Sebentar, ya, A.” Elena berbalik menghampiri Kiya.

“Kasih aja kenapa, sih, uangnya sama dia. Biar dia dorong motornya sendiri buat beli bensin,” protes Kiya yang tidak setuju saat Elena mengatakan ingin membantu pria itu.

“Kiy, dia juga 'kan udah nolong kamu! Enggak ada salahnya kita balas kebaikan dia,” sanggah Elena.

“Aku enggak pernah minta dia menolongku. Aku justru benci karena dia sudah menggagalkan rencanaku!” Kiya menatap kesal pada sahabatnya. Ia kemudian megalihkan pandangan pada pria asing tersebut dengan tatapan menyalang penuh kebencian.

“Kiy, kali ini saja, ya. Tempat yang jual bensin jauh banget loh, dari sini. Kasihan 'kan, kalau dia harus dorong motornya sejauh itu? Lagian dia juga sepertinya bukan orang sini,” bujuk Elena sembari mengguncang pelan lengan sahabatnya. “Ayolah, Kiy. Setelah ini kita juga belum tentu  ketemu lagi sama dia.” Elena masih terus membujuk Kiya.

Kiya menatap Elena yang sedang mengerjapkan mata dengan senyum khas wanita itu saat sedang membujuknya. Bersikap seperti anak kecil yang sedang merengek minta dibelikan es krim pada ibunya.

Pria itu bisa mendengar dengan jelas perdebatan kedua wanita yang berjarak tidak jauh darinya. Ingin melepaskan pandangan ke arah lain, tetapi hati menginginkan untuk tetap menatap wanita berwajah dingin tersebut. 

Kiya menghela napas berat. “Terserah.”

Satu jawaban itu membuat sebuah lengkungan tipis di kedua sudut bibir Elena. Wanita itu kembali menghampiri pria berkaus hitam tersebut dan mengatakan akan membantu membelikan bensin.

Lima belas  menit menunggu, Kiya dan Elena datang dengan membawa satu liter bensin yang dimasukan ke dalam botol aqua. Masih seperti pertama, Kiya menunggu di atas motor dan Elena yang mengantarkan bahan bakar tersebut. 

“Terima kasih, Teh. Ke mana saya harus mengantarkan uang untuk mengganti bensin ini?” tanya pria itu.

“Tidak usah, A. Ini pakai uang sahabat saya. Kebetulan saya juga tidak bawa dompet,” Elena terkekeh. “Katanya tidak perlu diganti,” sambungnya.

 Pria itu mengangguk. Ia kemudian menuangkan bensin tersebut ke dalam tangki motor.

Mereka berpisah dengan arah yang berbeda. Dalam hati, pria itu berdoa semoga Tuhan akan mempertemukan ia kembali dengan Kiya. Entah kenapa rasa penasaran itu memenuhi benaknya. Sementara Kiya tidak merapalkan doa apa pun. Bagaimana ia mau merapalkan kalimat itu jika ia sendiri sudah tidak percaya dengan Tuhan.

***

Warna jingga membentang indah di langit sepanjang garis pantai. Suasana pantai yang biasanya ramai, kini berubah sepi karena cuaca buruk. Pihak pengelola wisata pantai tersebut tidak mengizinkan pengunjung untuk bermain di pantai sore hari seperti ini. Air laut yang sedang pasang, ombak yang kuat, dan angin barat yang kencang membuat suasana pantai terlihat mencekam.

Hal itu membuat tiga orang pria hanya menghabiskan waktu mereka di dalam kamar vila setelah mereka mengunjungi salah satu air terjun yang ada di desa wisata tersebut.

“Kenz, nyokap lo nanyain terus nih, kapan kita balik. Coba deh, lo kabarin dia,” ucap salah satu pria pada temannya. 

“Ogah. Paling juga suru cepat pulang. Biar aja,” jawab Kenzie.

“Setidaknya lo kasih kabar sama nyokap lo, biar dia nggak khawatir. Kita, bilangnya cuman nginap satu malam. Taunya lo masih betah di sini.” Pria berambut gondrong yang sedang asyik dengan ponselnya ikut menimpali.

“Iya, nanti gue telepon nyokap gue,” balas Kenzie mengakhiri percakapan mereka.

Ketiga orang pria tersebut adalah wisatawan yang datang dari ibu kota. Ketiganya sengaja ingin menghabiskan waktu liburan akhir pekan mereka di desa wisata tersebut. Karena kurang informasi, mereka tidak bisa menikmati suasana pantai sesuai rencana.  Cuaca sedang buruk dan sedang masuk musim angin barat. Beruntung, mereka masih bisa menikmati wisata alam yang lain untuk melihat keindahan beberapa air terjun yang disuguhkan di kawasan wisata tersebut.

“Kita mau pulang hari apa, Kenz?” tanya Gio. “Cewek gue udah nanyain mulu, nih,” adunya.

“Yaelah, Gi, nikmati aja liburan kita. Jarang-jarang kita dapat libur panjang akhir pekan kayak gini. Mumpung si Tuan Muda Kenzie lagi buruk moodnya,” timpal pria berambut gondrong bernama Alex yang terkekeh sambil melirik Kenzie yang sedang berbaring menatap langit-langit kamar.

“Rabu kita pulang,” balas Kenzie tanpa mengalihkan perhatiannya.

Itu artinya mereka masih punya waktu satu hari lagi di sana. Sebenarnya tidak ada yang perlu Alex dan Gio khawatirkan tentang masa liburan mereka yang terbilang lebih dari waktu yang seharusnya. Selama Kenzie turun tangan, semua urusan menjadi beres. Keduanya tidak perlu takut kehilangan pekerjaan mereka. Bahkan mereka berdua masih tetap mendapatkan gaji meskipun tidak bekerja.

Kenzie tiba-tiba saja bangkit dari tidurnya dan mengambil ponsel di atas kasur. Ia kemudian menelpon seseorang.

“Gue butuh bantuan lo. Nanti gue akan jelaskan di chat. Ini rahasia. Jangan sampai bokap dan nyokap gue tahu soal ini,” imbuh Kenzie pada seseorang di seberang telepon. 

Bab terkait

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 4. Rasaku, Tanggung Jawabku

    Sementara itu, di tempat lain di desa yang sama. Kiya sedang membantu ibunya menyiapkan pesanan dadakan untuk makan siang dari salah satu pemilik homestay di sana. Ibu Kiya sendiri membuka usaha katering tersebut setelah kepergian suaminya, tepat tiga bulan setelah kepergian kakak perempuan Kiya.Setelah kepergian suami tercinta, Ratna harus tetap memutar otak untuk membiayai kebutuhan sehari-hari mereka dan juga biaya sekolah Kiya yang saat itu masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Tawaran dari salah seorang tetangga menjadi awal mula usahanya. Merambat dari informasi mulut ke mulut, usaha katering Ratna semakin berkembang. Dia rutin menyiapkan pesanan untuk wisatawan yang datang setiap minggu di beberapa penginapan yang ada di sana.Dari hasil katering itu, Ratna juga sudah mempersiapkan tabungan untuk biaya kuliah putri bungsunya. Namun, impian itu harus terkubur bersama dengan luka yang putrinya rasakan. Tidak putus asa, Ratna tetap berdoa. Semoga suatu saat Tuhan akan mendengarkan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 5. Melepaskan

    “Sorry, sengaja,” balas pria itu tanpa dosa. Ia bahkan mengulas senyum yang begitu menyebalkan. “Aku mau mengembalikan ini,” sambungnya sambil menyodorkan uang pada Kiya.“Minggir!” teriak Kiya. Ia mengabaikan pria itu.“Temanmu bilang, bensin itu dibeli pakai uang milikmu. Aku tidak mau punya hutang. Jadi, ambil ini.” Pria itu masih belum menyerah.Kiya menatap marah pria di depannya. “Kembalikan saja pada temanku!”“Ck! Apa susahnya, sih, ambil saja,” decak pria itu.“Kenzie … lo ngapain di situ?” teriak teman Kenzie berhasil mengalihkan perhatian pria itu.“Sebentar,” balasnya sambil menoleh ke arah temannya.Kiya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia menarik tuas gas motornya dan melajukan kendaraan roda dua tersebut.“Argh!” erang Kenzie saat stang motor Kiya menabrak lengannya. “Cewek si … astagfirullah al-adzim,” imbuhnya yang meralat kalimat yang belum ia lanjutkan. Ia tersenyum miring mantap motor milik Kiya yang menghilang di tikungan.Kiya yang sudah memarkirkan motornya

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 6. KEMBALI LAGI

    Ratna menatap wajah putrinya. Mata berhias bulu lentik itu masih terpejam. “Kiya.” Ratna segera menggenggam tangan putrinya saat melihat mata putrinya mengerjap. Dita menoleh menatap ibunya setelah mata itu terbuka lebar dan kesadarannya kembali sepenuhnya. “Kiya baik-baik saja, Bu. Kiya hanya kecapean,” imbuhnya berusaha meyakinkan sang ibu yang menatap khawatir padanya. Ratna hanya mengganggu bersamaan dengan air mata yang menetes. “Jangan buat ibu khawatir, Nak. Istirahatlah kalau kamu merasa badanmu sudah lelah.” Ratna mengusap kepala putrinya dan mendapat anggukan dai wanita itu. Ratna tahu jika putrinya sedang berdusta. Pun dengan Kiya yang tahu jika ibunya pasti tahu alasan sebenarnya kenapa dia bisa pingsan. Namun, keduanya memilih untuk tidak membahas apa pun. Ratna tidak ingin putrinya semakin sedih dan membuat Kiya kembali mengingat hal menyedihkan itu lagi. Karena itu dia memilih mengiyakan alasan putrinya dan menyimpannya dengan rapat. “Kamu istirahat saja, ya. Untuk b

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 7. MENEMUKAN CELAH

    Sebuah penginapan sudah dipesan oleh Hamish untuk mereka menginap beberapa hari di sana. Keduanya hanya istirahat sebentar karena mereka sudah ada janji dengan pemilik tanah yang akan mereka beli. Obrolan itu berlangsung cukup lama. Sampai kesepakatan tentang harga di dapat oleh kedua belah pihak.Hamish dan Kenzie kembali ke penginapan untuk beristirahat. Mereka juga mendapatkan informasi tentang tukang yang akan bertanggung jawab untuk pembangunan penginapan milik Kenzie. Dan yang membuat Hamish heran adalah, Kenzie ingin mengawasi sendiri pembangunan itu sampai selesai. Tentu saja hal itu semakin membuat pria super teliti itu merasa curiga. Kenzie biasa tidak akan turun tangan sendiri. Dia biasanya hanya akan terlibat di awal dan menerima laporan dari kantor saja. Tapi, kali ini berbeda. “Minta mereka untuk mengurus semuanya, Ham,” titah Kenzie pada asistennya dan mendapat anggukan dari pria itu. Ia menghampiri asistennya tersebut dan menepuk pundak Hamish. “Kau istirahat saja. A

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 8. PRIA MENYEBALKAN YANG SELALU MUNCUL

    Kenzie tidak menyerah begitu saja meskipun mendapat penolakan dari Kiya beberapa kali. Pria itu tetap menyapa Kiya. Dia akan menunggu wanita berparas ayu itu setiap hari saat mengantar makan siang ke tempatnya. “Bukankah kamu bisa membayar beberapa pekerja tambahan agar proyek pembangunan penginapan itu bisa selesai lebih cepat, Kenzie?” tanya sang papa lewat sambungan telepon. “Pekerja yang saat ini saja sudah cukup, Pa. Aku juga tidak ingin buru-buru.” Hanya jawaban itu yang Kenzie berikan pada sang papa. Bukan tanpa alasan Radit bertanya seperti itu pada putranya. Pasalnya Kenzie tidak bersikap seperti biasanya. Bertanya pada Hamish pun pria paruh baya itu tidak mendapat jawaban yang memuaskan. “Saya tidak menemukan bukti apa-apa yang bisa menjawab kecurigaan Anda, Tuan.” Hanya jawaban itu yang bisa Hamish berikan saat Radit meminta penjelasan kenapa putranya tidak ikut pulang bersamanya dan apakah ada yang hal lain yang sedang direncanakan oleh Kenzie tanpa sepengetahuannya

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 9. Jangan Kangen Aku, Ya

    “Ah, Bapak bisa saja,” elak Kenzie.Pria paruh baya itu terkekeh pelan. “Jangan diambil hati kalau Kiya bersikap seperti itu, ya, Den. Kiya sebenarnya anak yang baik. Dia juga sangat ramah dan disayangi oleh orang-orang di desa ini. Terutama anak-anak. Dulu, Kiya sangat aktif di mushola dekat rumahnya. Dia selalu membantu mengajar ngaji di sana.”“Tapi kenapa sekarang saya tidak pernah lihat dia datang ke mushola, Pak? Padahal jarak mushola dan rumahnya sangat dekat,” tanya Kenzie. Kedua orang itu sedang duduk mengawasi para pekerja. Pak Min sendiri adalah pemborong yang Kenzie percaya untuk membangun penginapan tersebut. Pria paruh baya itu mulai bercerita sedikit tentang Kiya.Kenzie cukup terkejut mendengar cerita Pak Min. Ia tidak menyangka jika wanita dingin yang selama ini membuatnya penasaran itu memiliki sebuah masa lalu yang menyakitkan.“Apa sampai sekarang tidak ada yang tahu pelakunya, Pak?” tanya Kenzie setelah mendengar cerita Pak Min.“Tidak. Kami menemukan Kiya di pos

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 10. Semakin Penasaran

    Kiya masuk ke dalam setelah Kenzie pergi dari rumahnya. Ia juga bahkan membiarkan satu pria lain salah paham dengan sikapnya. “Kenapa kamu bersikap seolah membenarkan dugaan Nak Amar, Nak?” Ibu mendekati putrinya dan mengusap tangan wanita itu. “Lebih baik seperti itu, Bu. Biar A Amar tidak berharap apa pun dari Kiya dan dia bisa mencari wanita lain.” Kiya mengusap sudut matanya yang sudah basah. “Kiya tidak mau dia berharap lagi sama Kiya, Bu.”“Tapi kamu akan membuat pria lain salah sangka dengan sikap kamu, Nak. Apalagi kalau sampai dia memiliki perasaan pada kamu, dia akan mengira kamu mempunyai perasaan yang sama.” Ibu menatap khawatir pada putrinya. Kiya tersenyum sembari menggeleng. “Nggak mungkin, Bu. Aku nggak kenal siapa dia dan aku sangat membencinya” sanggah Kiya dengan cepat. “Tapi kamu akan membuat Nak Amar semakin salah paham dan menilai buruk kamu, Nak.”“Lebih baik seperti itu, Bu. Kalau dengan membenciku bisa membuat dia cepat melupakan aku, biarkan saja. Itu ja

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 11. Bertemu Lagi

    Kenzie menatap lurus ke depan, fokus mengemudi. Sedangkan pria yang duduk di sampingnya sudah terlelap. Rencana awal, Kenzie akan menyuruh Hamish untuk tidur dulu beberapa jam sebelum mereka kembali ke Jakarta. Namun, apa daya. Raditya sudah menelpon dan meminta mereka untuk cepat kembali ke Jakarta. Hamish bangun saat mobil yang dikendarai Kenzie berhenti di rest area untuk mengisi bahan bakar sekaligus beristirahat sebentar. Pria itu melipir ke sebuah minimarket untuk membeli minum. “Aku ingin ke toilet dulu,” imbuh Hamish setelah Kenzie kembali ke mobil. “Hem.” Kenzie menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil, mengatur posisi senyaman mungkin. Baru saja bersandar beberapa menit, ponsel miliknya berdering dan ia mendesah berat karena itu adalah panggilan dari sang papa. ‘Apa kalian sudah jalan pulang, Kenzie?’“Kami sedang istirahat sebentar di rest area, Pa.”‘Baiklah, kami akan menunggumu.’Radit mematikan sambungan teleponnya. Kening Kenzie mengernyit. “Kami? Papa sed

Bab terbaru

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 18. AKU BISA MEMOTONG BAWANG

    Kiya tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Kenzie. Ia pikir, pria itu tidak akan pernah kembali lagi ke desa. Kiya merutuki dirinya sendiri yang tidak berani mengucapkan kata maaf pada pria itu. Padahal, rangkaian kata maaf sudah ia susun sebaik mungkin, nyatanya ia membisu saat di depan pria itu. “Kamu kenapa, Nak?” Ratna mengerutkan kening saat melihat Kiya yang langsung masuk ke dalam kamar. Kiya duduk di sisi tempat tidur dan mengatur napasnya. Beberapa kali ia menarik napas dan mengembuskan perlahan. “Argh!” Kiya frustasi sendiri dengan perasaannya. Ia paling tidak suka dengan rasa bersalah yang terus memenuhi benaknya. “Mau ke mana lagi, Nak?” tanya Ratna saat melihat Kiya kembali ke luar dari kamar.“Ada urusan yang harus Kiya selesaikan, Bu,” jawab Kiya. Ratna tidak bisa bertanya lagi karena Kiya sudah menghilang di balik pintu yang sudah kembali tertutup. Motor Kiya kembali terparkir di tempat biasa. Ia melirik mobil di sampingnya. seharusnya ia bisa langsung turun

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 17. BERTEMU KEMBALI

    Obrolan kedua anak manusia itu masih berlanjut. "Aku sudah siap dengan semua resikonya, Kak. Boleh aku bertemu dengannya?" pinta Shanum dan mendapat gelengan dari Kenzie. "Dia tidak akan bisa menerima orang baru, Num. Aku tidak yakin dia mau bertemu dengan kamu." Shanum hanya menghela napas berat mendengar jawaban Kenzie. Dia tidak ingin memaksa pria itu lagi. "Sudah malam, Num. Sebaiknya kita kembali ke dalam." Kenzie berdiri dari duduknya dan berjalan lebih dulu, diikuti Shanum di belakangnya. Obrolan mereka memang sudah selesai, tetapi tidak dengan perasaan Shanum untuk Kenzie. Ia memutuskan untuk menunggu. Orang tua mereka tersenyum menyambut anak-anak mereka yang sudah datang dan ikut bergabung bersama mereka. Tidak ada yang membahas seputar hubungan antara Shanum dan Kenzie. Mereka seolah tahu dan tidak ingin membahas apa pun untuk menghargai perasaan anak-anak mereka. Mereka hanya membahas seputar pekerjaan Shanum di kantor. “Sejauh ini Shanum bekerja dengan sangat baik

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 16. MARI BERTARUNG DALAM DOA

    Kiya masih menunggu Amar melanjutkan ucapannya. Membiarkan suara angin yang menerpa pepohonan di sekitar mereka mendominasi suasana yang terasa canggung. “Apa pria itu adalah pilihan kamu, Ky? Apa kamu benar-benar mempunyai hubungan dengannya?” Amar bertanya dan ingin memastikan untuk terakhir kalinya. “Kenapa kamu bertanya hal yang akan menyakiti diri kamu sendiri, A? Bukannya sudah cukup tahu dan tidak perlu mencari tahu kejelasan hubunganku dengan siapapun? Bukti seperti apalagi yang kamu inginkan?” Kiya balik bertanya. Ia beranikan diri untuk menatap Amar berusaha mengendalikan diri. “Aku hanya ingin memastikan, Ky. Kalau kamu benar-benar mencintai pria itu, maka aku akan melepaskanmu dan menjalani kehidupanku yang baru. Jika dia benar-benar pilihanmu, sekeras apa pun aku memberi makan egoku, maka aku akan kalah. Aku bisa bersaing dengan puluhan laki-laki yang mencintai dan mengejarmu, tapi aku tidak akan mampu bersaing dengan satu pria yang kamu cintai.” Kalimat Amar terdenga

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 15. Menentukan Pilihan

    Tiga minggu sudah berlalu. Semua berjalan lancar. Pekerjaan di kantor sang papa berhasil Kenzie tangani seperti biasa. Namun, pria tampan itu belum bisa menata hatinya dengan benar. Hubungannya dengan Shanum juga berjalan layaknya atasan dan sekretaris saja. Ada sebuah perasaan yang berhasil menggelitik dan mengusik hati Kenzie. Rindu. Dia benar-benar rindu pada sosok wanita asing yang berhasil mengacak-ngacak hatinya. Berulang kali menepis dengan membalas pesan Shanum dan berkomunikasi dengan wanita itu seperti permintaan kedua orang tuanya, tetapi wajah Kiya semakin jelas berkelebatan dan menghantui setiap waktu. Seperti pagi itu, saat Shanum sedang menunggunya selesai menandatangani beberapa berkas penting. Pikiran Kenzie sedang berkelana dan tiba-tiba saja wajah Amar melintas dan semakin membuatnya merasa tidak tenang. Ia gelisah dan takut pria itu akan mendatangi Kiya. Dia belum mencari tahu siapa pria itu dan apa hubungannya dengan Kiya. "Maaf, Pak. Apa ada masalah dengan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 14. Pembelaan Seorang Ibu Terhadap Putrinya

    “Ibu, Ayah. Amar sudah bilang nggak perlu datang ke sini. Ini bukan salah Kiya, Bu, Yah.” Amar berdiri di ambang pintu. Napasnya tersengal, terlihat jika pria itu habis berlari. “ Bu, Kiya, Maafkan kedua orang tua saya.” Amar menatap tidak enak hati pada pemilik rumah. “Sebaiknya kamu bawa orang tua kamu pergi dari sini, Nak Amar. Tolong katakan pada mereka untuk berhenti menyalahkan Kiya dan jangan mengait-ngaitkan lagi dengan kehidupanmu saat ini. Bukankah pembicaraan kita saat itu sudah sangat jelas?” Ratna menatap Amar. “Maafkan saya, Bu,” ucap Amar. “Ayah, Ibu, Amar sudah jelaskan kepada kalian jika keputusan yang Amar ambil tidak ada hubungannya dengan Kiya. Ini murni keinginan Amar. Kiya meminta Amar untuk berhenti mengejar dan mengharapkan Kiya lagi, Bu. Amar sudah berusaha, tetapi ternyata Amar memang belum bisa melupakan Kiya. Bahkan, disaat Kiya sudah mendapatkan pengganti Amar pun masih menampik kenyataan itu.” “Kamu sudah gila, Amar. Apa kurangnya Zahra? Kamu bahkan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 13. Kejutan Tidak Terduga

    Pagi ini Kenzie sudah mengenakan pakaian rapi dan bersiap untuk ke kantor. Mama dan papanya menyapa saat mereka sarapan bersama. “Hari ini adalah hari pertama Shanum bekerja, Kenz. Bantu dia dan bersikap baiklah padanya. Jangan memberi harapan atau menunjukkan penolakan yang terlalu terlihat. Bicara pelan-pelan jika kamu sudah yakin dengan perasaanmu sendiri.” Radit memberikan nasihat pada putranya. “Baik, Pa. Kenzie akan berusaha menjaga perasaan Shanum.” Kenzie melanjutkan sarapannya. “Papa akan pergi ke Surabaya selama beberapa hari. Tolong bekerjalah dengan baik dan jangan tinggalkan perusahaan.”“Baik, Pa.” Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara ayah dan anak tersebut. Mereka kembali fokus pada sarapan masing-masing dan berangkat menuju kantor. “Mama akan ikut Papa?” tanya Kenzie pada sang mama saat wanita paruh baya itu mengantar putra dan suaminya ke depan. "Iya, Nak. Mama harus nemenin Papa. Sekalian menghadiri undangan salah satu kolega papa kamu di acara pernika

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 12. Menyerahlah Jika Kamu Tidak Yakin

    Kenzie sudah duduk bersama kedua orang tuanya di ruang keluarga saat tamunya sudah pulang. “Kenapa Papa nggak bicarakan dulu sama Kenzie tentang Shanum yang akan menggantikan Sesil di kantor? Dia akan bekerja denganku, Pa.” Kenzie sedang melayangkan protes pada sang papa. “Bukankah kamu senang kalau Shanum yang akan menggantikan Sesil jadi sekretaris kamu?“ Radit memicing menatap putranya. “Nak, Shanum itu masih menyimpan perasaannya untukmu dari dulu. Bukankah selama ini kamu tidak mau terlibat hubungan dengan wanita lain karena kamu juga sedang menunggunya?” Amelia mengusap tangan putranya. “Awalnya Kenzie juga berpikir begitu, Ma. Tidak ada wanita yang bisa menggetarkan Kenzie selama ini dan Kenzie masih berharap bisa bertemu lagi dengan Shanum, tapi semuanya sudah berbeda sekarang.” “Apa ada wanita lain yang kamu sukai, Kenzie?” tanya sang papa. Sorot matanya berubah tegas saat menatap putranya. Kenzie mengangguk. “Tapi Kenzie masih ragu dengan perasaan Kenzie, Pa. Kenzie

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 11. Bertemu Lagi

    Kenzie menatap lurus ke depan, fokus mengemudi. Sedangkan pria yang duduk di sampingnya sudah terlelap. Rencana awal, Kenzie akan menyuruh Hamish untuk tidur dulu beberapa jam sebelum mereka kembali ke Jakarta. Namun, apa daya. Raditya sudah menelpon dan meminta mereka untuk cepat kembali ke Jakarta. Hamish bangun saat mobil yang dikendarai Kenzie berhenti di rest area untuk mengisi bahan bakar sekaligus beristirahat sebentar. Pria itu melipir ke sebuah minimarket untuk membeli minum. “Aku ingin ke toilet dulu,” imbuh Hamish setelah Kenzie kembali ke mobil. “Hem.” Kenzie menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil, mengatur posisi senyaman mungkin. Baru saja bersandar beberapa menit, ponsel miliknya berdering dan ia mendesah berat karena itu adalah panggilan dari sang papa. ‘Apa kalian sudah jalan pulang, Kenzie?’“Kami sedang istirahat sebentar di rest area, Pa.”‘Baiklah, kami akan menunggumu.’Radit mematikan sambungan teleponnya. Kening Kenzie mengernyit. “Kami? Papa sed

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 10. Semakin Penasaran

    Kiya masuk ke dalam setelah Kenzie pergi dari rumahnya. Ia juga bahkan membiarkan satu pria lain salah paham dengan sikapnya. “Kenapa kamu bersikap seolah membenarkan dugaan Nak Amar, Nak?” Ibu mendekati putrinya dan mengusap tangan wanita itu. “Lebih baik seperti itu, Bu. Biar A Amar tidak berharap apa pun dari Kiya dan dia bisa mencari wanita lain.” Kiya mengusap sudut matanya yang sudah basah. “Kiya tidak mau dia berharap lagi sama Kiya, Bu.”“Tapi kamu akan membuat pria lain salah sangka dengan sikap kamu, Nak. Apalagi kalau sampai dia memiliki perasaan pada kamu, dia akan mengira kamu mempunyai perasaan yang sama.” Ibu menatap khawatir pada putrinya. Kiya tersenyum sembari menggeleng. “Nggak mungkin, Bu. Aku nggak kenal siapa dia dan aku sangat membencinya” sanggah Kiya dengan cepat. “Tapi kamu akan membuat Nak Amar semakin salah paham dan menilai buruk kamu, Nak.”“Lebih baik seperti itu, Bu. Kalau dengan membenciku bisa membuat dia cepat melupakan aku, biarkan saja. Itu ja

DMCA.com Protection Status