Home / Romansa / Pesona Wanita yang Ternoda / CHAPTER 8. PRIA MENYEBALKAN YANG SELALU MUNCUL

Share

CHAPTER 8. PRIA MENYEBALKAN YANG SELALU MUNCUL

Author: Banyu Biru
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kenzie tidak menyerah begitu saja meskipun mendapat penolakan dari Kiya beberapa kali. Pria itu tetap menyapa Kiya. Dia akan menunggu wanita berparas ayu itu setiap hari saat mengantar makan siang ke tempatnya. 

“Bukankah kamu bisa membayar beberapa pekerja tambahan agar proyek pembangunan penginapan itu bisa selesai lebih cepat, Kenzie?” tanya sang papa lewat sambungan telepon. 

“Pekerja yang saat ini saja sudah cukup, Pa. Aku juga tidak ingin buru-buru.” Hanya jawaban itu yang Kenzie berikan pada sang papa. 

Bukan tanpa alasan Radit bertanya seperti itu pada putranya. Pasalnya Kenzie tidak bersikap seperti biasanya. Bertanya pada Hamish pun pria paruh baya itu tidak mendapat jawaban yang memuaskan. 

“Saya tidak menemukan bukti apa-apa yang bisa menjawab kecurigaan Anda, Tuan.” Hanya jawaban itu yang bisa Hamish berikan saat Radit meminta penjelasan kenapa putranya tidak ikut pulang bersamanya dan apakah ada yang hal lain yang sedang direncanakan oleh Kenzie tanpa sepengetahuannya?

Radit harus puas dengan laporan Hamish sore itu. Hanya helaan napas yang terdengar dari pria itu. 

Pertanyaan serupa juga ditanyai oleh Amelia, mama Kenzie. Wanita berwajah teduh itu juga terlihat penasaran kenapa putranya memilih untuk tetap tinggal di sana.

“Apa ada perempuan yang Kenzie sukai di sana, Pah?” tanyanya. Pasangan itu sudah masuk ke dalam kamar untuk istirahat, tetapi pikiran tentang putra mereka masih mengusik. 

“Papa akan coba tanyakan pada Alex dan Gio, ya Ma.” Radit mengusap lengan istrinya. “Sekarang kita istirahat, ya.” Pria paruh baya itu mengajak istrinya untuk berbaring, menutup tubuh mereka dengan selimut dan memejamkan mata sambil memeluk tubuh istri tercinta. 

***

Suara kicauan burung yang bertengger di pepohonan menyapa Kiya saat wanita itu membuka pintu dapur. Udara  segar pagi hari membuat ia memejamkan mata menghirup aroma menangkan dari alam yang asri. Hamparan sawah yang terbentang menjadi pemandangan yang memanjakan mata. Satu sudut bibirnya terangkat membentuk lengkungan seperti bulan sabit. 

Kiya sedang menertawakan skenario yang sedang ia perankan. Takdir kejam yang sampai saat ini masih membelenggu jiwanya, membuat dia  meragukan keberadaan Tuhan yang dulu sangat diyakininya. 

Kiya menggigit bibir bawahnya, tangannya meremas rok yang ia pakai. Sakit. Dadanya kembali sakit dan sesak setiap kali bayangan mengerikan itu melintas. Hanya melintas, tetapi rasanya begitu sesak. Giginya mengerat dan tatapannya lurus ke depan. 

“Ki, Kiya.” Guncangan di tubuhnya menyadarkan wanita itu dari lamunan. Kiya menghirup oksigen seperti orang yang kehabisan napas. Ibu yang sudah paham pun mengusap punggungnya dan mengajar ia untuk duduk di kursi meja makan. 

“Sudah tenang?" tanya Ibu dan mendapat anggukan dari putrinya. “Minum dulu, ya.” Ibu tersenyum dan menyodorkan segelas air putih. Kiya menerima itu dan meneguk isinya. 

“Terima kasih, Bu.” Kiya meletakkan gelas ke atas meja. 

Ibu mengangguk dengan senyum hangatnya. “Tadi waktu belanja, ibu mampir ke warung Bu Marni buat beli ini.” Ibu menyodorkan bungkusan yang sudah ditaruh di atas piring itu pada putrinya. 

“Nasi uduk.” Kiya tersenyum senang dan segera membuka bungkusan itu. Aroma dari daun salam dan santan langsung menguar menusuk indra penciuman wanita itu.  Nasi uduk dengan lauk orek tempe dan bihun goreng kesukaan Kiya. Ditambah lagi dengan bakwan goreng sebagai pelengkapnya, tidak lupa sambal kacang juga. 

Ibu tersenyum melihat putrinya yang makan dengan lahap. Kiya memang bisa menjadi sosok ceria di depan ibunya jika dia sedang tidak kumat dan bersikap normal. Namun, di depan orang lain, Kiya tetap akan bersikap acuh dan terkesan mengabaikan mereka. Hanya akan membalas dengan anggukan jika berpapasan dengan orang yang menyapanya. Semua yang sudah mengenal Kiya akan maklum dan tidak akan menghiraukan sikap wanita itu. Kiya selalu menghindari tatapan orang-orang yang terkesan mengasihaninya. 

Seperti biasa, sejak pagi Kiya sudah bergelut di dapur membantu ibu, menyiapkan makan siang untuk para pekerja di penginapan yang sedang dibangun.  Kiya sebenarnya malas untuk mengantar katering itu ke sana, tetapi ia juga tidak mungkin menolak dan meminta ibunya saja yang mengantar. 

Pria ramah yang sok akrab menjadi alasan kenapa Kiya malas untuk datang ke tempat itu. Pria yang Kiya benci dan tidak pernah Kiya harapkan kehadirannya itu terus saja mengusik Kiya setiap hari. 

Apa dia tidak punya pekerjaan lain selain menggangguku setiap hari? Kenapa dia terus muncul di hadapanku, sih? Apa dia salah satu pekerja bangunan di sana?

Semua kalimat itu hanya mampu Kiya tanyakan dalam hati. Jika dipikir-pikir, penampilannya tidak mengarah ke arah pekerja bangunan. Kenzie selalu berpenampilan rapi walaupun hanya mengenakan kaus dan celana chinos. Itulah yang Kiya pikirkan tentang pria itu. Ah, apa mungkin Kenzie adalah pemborong di sana? Tapi Kiya tahu siapa pemborong yang bertanggung jawab dalam pembangunan penginapan tersebut dan itu bukan Kenzie.

“Argh!” Kiya memukul kepalanya sendiri karena kesal. “Kenapa aku malah mikirin pria menyebalkan itu,” gerutu Kiya pada diri sendiri.  

Jika Kiya menganggap Kenzie adalah pria menyebalkan, maka Kenzie menganggap Kiya adalah wanita aneh yang sedang pengusik hatinya. 

Cuaca siang ini cukup sejuk karena matahari tidak terlalu terik. Musim hujan belum usai, gerimis terkadang masih sering mengguyur desa. 

“Bu, Kiya berangkat dulu, ya. Pulang dari sana , Kiya mau main ke rumah Ayah dan Kakak.” Kiya pamit pada Ibunya.  Wanita paruh baya itu diam,  menatap putrinya. “Kenapa, Bu? Apa nggak boleh?” tanya Kiya. 

“Kamu ke sana sendiri? Elena ‘kan lagi ngantar ayahnya ke puskesmas.”

“Iya, Bu. Kiya juga ‘kan baik-baik aja. Kiya janji nggak akan aneh-aneh dan nggak akan pulang terlalu sore. Kiya cuman lagi kangen aja sama mereka.” Kiya meyakinkan ibunya. 

“Ya udah, hati-hati bawa motornya. Jalannya licin,” pesan Ibu dan mendapat anggukan dari putrinya. 

Sepanjang perjalanan, Kiya berharap tidak akan bertemu dengan pria menyebalkan itu. Setiap kali bertemu dengan Kenzie, suasana hati Kiya menjadi buruk. 

Kiya sudah memarkirkan motornya di tempat biasa. Ia menghela napas lega saat mobil Kenzie tidak ada di tempat biasa. 

“Hei, kamu sudah datang, ya.” Kiya terlonjak kaget, hampir saja  menjatuhkan box makanan yang ia bawa.

Kiya menatap nyalang pria yang mengagetkannya itu, tetapi Kenzie malah memasang senyum tanpa dosa. 

Kiya menghentikan kakinya dan segera meninggalkan Kenzie dengan perasaan kesal. 

“Pak, makanannya Kiya taruh di sini, ya.” Kiya sedikit berteriak pada pria  paruh baya yang ia tahu sebagai kepala pemborong di sana.” 

“Iya, Ky. Terima kasih.”

Kiya berbalik, hendak meninggalkan tempat itu. Namun, ia menghentikan langkahnya saat Kenzie mengikuti. “Jangan ikuti aku atau aku akan semakin membencimu!” ancamnya dan berhasil membuat Kenzie dengan refleks mengangguk. 

“Kenapa dia menyeramkan begitu?” gumam Kenzie yang hanya bisa menatap kepergian Kiya dari jauh. 

“Sepertinya kamu menyukai Kiya, ya.” Sebuah tepukan di pundaknya berhasil membuat  Kenzie kaget dan menoleh. 

Related chapters

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 9. Jangan Kangen Aku, Ya

    “Ah, Bapak bisa saja,” elak Kenzie.Pria paruh baya itu terkekeh pelan. “Jangan diambil hati kalau Kiya bersikap seperti itu, ya, Den. Kiya sebenarnya anak yang baik. Dia juga sangat ramah dan disayangi oleh orang-orang di desa ini. Terutama anak-anak. Dulu, Kiya sangat aktif di mushola dekat rumahnya. Dia selalu membantu mengajar ngaji di sana.”“Tapi kenapa sekarang saya tidak pernah lihat dia datang ke mushola, Pak? Padahal jarak mushola dan rumahnya sangat dekat,” tanya Kenzie. Kedua orang itu sedang duduk mengawasi para pekerja. Pak Min sendiri adalah pemborong yang Kenzie percaya untuk membangun penginapan tersebut. Pria paruh baya itu mulai bercerita sedikit tentang Kiya.Kenzie cukup terkejut mendengar cerita Pak Min. Ia tidak menyangka jika wanita dingin yang selama ini membuatnya penasaran itu memiliki sebuah masa lalu yang menyakitkan.“Apa sampai sekarang tidak ada yang tahu pelakunya, Pak?” tanya Kenzie setelah mendengar cerita Pak Min.“Tidak. Kami menemukan Kiya di pos

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 10. Semakin Penasaran

    Kiya masuk ke dalam setelah Kenzie pergi dari rumahnya. Ia juga bahkan membiarkan satu pria lain salah paham dengan sikapnya. “Kenapa kamu bersikap seolah membenarkan dugaan Nak Amar, Nak?” Ibu mendekati putrinya dan mengusap tangan wanita itu. “Lebih baik seperti itu, Bu. Biar A Amar tidak berharap apa pun dari Kiya dan dia bisa mencari wanita lain.” Kiya mengusap sudut matanya yang sudah basah. “Kiya tidak mau dia berharap lagi sama Kiya, Bu.”“Tapi kamu akan membuat pria lain salah sangka dengan sikap kamu, Nak. Apalagi kalau sampai dia memiliki perasaan pada kamu, dia akan mengira kamu mempunyai perasaan yang sama.” Ibu menatap khawatir pada putrinya. Kiya tersenyum sembari menggeleng. “Nggak mungkin, Bu. Aku nggak kenal siapa dia dan aku sangat membencinya” sanggah Kiya dengan cepat. “Tapi kamu akan membuat Nak Amar semakin salah paham dan menilai buruk kamu, Nak.”“Lebih baik seperti itu, Bu. Kalau dengan membenciku bisa membuat dia cepat melupakan aku, biarkan saja. Itu ja

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 11. Bertemu Lagi

    Kenzie menatap lurus ke depan, fokus mengemudi. Sedangkan pria yang duduk di sampingnya sudah terlelap. Rencana awal, Kenzie akan menyuruh Hamish untuk tidur dulu beberapa jam sebelum mereka kembali ke Jakarta. Namun, apa daya. Raditya sudah menelpon dan meminta mereka untuk cepat kembali ke Jakarta. Hamish bangun saat mobil yang dikendarai Kenzie berhenti di rest area untuk mengisi bahan bakar sekaligus beristirahat sebentar. Pria itu melipir ke sebuah minimarket untuk membeli minum. “Aku ingin ke toilet dulu,” imbuh Hamish setelah Kenzie kembali ke mobil. “Hem.” Kenzie menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil, mengatur posisi senyaman mungkin. Baru saja bersandar beberapa menit, ponsel miliknya berdering dan ia mendesah berat karena itu adalah panggilan dari sang papa. ‘Apa kalian sudah jalan pulang, Kenzie?’“Kami sedang istirahat sebentar di rest area, Pa.”‘Baiklah, kami akan menunggumu.’Radit mematikan sambungan teleponnya. Kening Kenzie mengernyit. “Kami? Papa sed

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 12. Menyerahlah Jika Kamu Tidak Yakin

    Kenzie sudah duduk bersama kedua orang tuanya di ruang keluarga saat tamunya sudah pulang. “Kenapa Papa nggak bicarakan dulu sama Kenzie tentang Shanum yang akan menggantikan Sesil di kantor? Dia akan bekerja denganku, Pa.” Kenzie sedang melayangkan protes pada sang papa. “Bukankah kamu senang kalau Shanum yang akan menggantikan Sesil jadi sekretaris kamu?“ Radit memicing menatap putranya. “Nak, Shanum itu masih menyimpan perasaannya untukmu dari dulu. Bukankah selama ini kamu tidak mau terlibat hubungan dengan wanita lain karena kamu juga sedang menunggunya?” Amelia mengusap tangan putranya. “Awalnya Kenzie juga berpikir begitu, Ma. Tidak ada wanita yang bisa menggetarkan Kenzie selama ini dan Kenzie masih berharap bisa bertemu lagi dengan Shanum, tapi semuanya sudah berbeda sekarang.” “Apa ada wanita lain yang kamu sukai, Kenzie?” tanya sang papa. Sorot matanya berubah tegas saat menatap putranya. Kenzie mengangguk. “Tapi Kenzie masih ragu dengan perasaan Kenzie, Pa. Kenzie

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 13. Kejutan Tidak Terduga

    Pagi ini Kenzie sudah mengenakan pakaian rapi dan bersiap untuk ke kantor. Mama dan papanya menyapa saat mereka sarapan bersama. “Hari ini adalah hari pertama Shanum bekerja, Kenz. Bantu dia dan bersikap baiklah padanya. Jangan memberi harapan atau menunjukkan penolakan yang terlalu terlihat. Bicara pelan-pelan jika kamu sudah yakin dengan perasaanmu sendiri.” Radit memberikan nasihat pada putranya. “Baik, Pa. Kenzie akan berusaha menjaga perasaan Shanum.” Kenzie melanjutkan sarapannya. “Papa akan pergi ke Surabaya selama beberapa hari. Tolong bekerjalah dengan baik dan jangan tinggalkan perusahaan.”“Baik, Pa.” Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara ayah dan anak tersebut. Mereka kembali fokus pada sarapan masing-masing dan berangkat menuju kantor. “Mama akan ikut Papa?” tanya Kenzie pada sang mama saat wanita paruh baya itu mengantar putra dan suaminya ke depan. "Iya, Nak. Mama harus nemenin Papa. Sekalian menghadiri undangan salah satu kolega papa kamu di acara pernika

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 14. Pembelaan Seorang Ibu Terhadap Putrinya

    “Ibu, Ayah. Amar sudah bilang nggak perlu datang ke sini. Ini bukan salah Kiya, Bu, Yah.” Amar berdiri di ambang pintu. Napasnya tersengal, terlihat jika pria itu habis berlari. “ Bu, Kiya, Maafkan kedua orang tua saya.” Amar menatap tidak enak hati pada pemilik rumah. “Sebaiknya kamu bawa orang tua kamu pergi dari sini, Nak Amar. Tolong katakan pada mereka untuk berhenti menyalahkan Kiya dan jangan mengait-ngaitkan lagi dengan kehidupanmu saat ini. Bukankah pembicaraan kita saat itu sudah sangat jelas?” Ratna menatap Amar. “Maafkan saya, Bu,” ucap Amar. “Ayah, Ibu, Amar sudah jelaskan kepada kalian jika keputusan yang Amar ambil tidak ada hubungannya dengan Kiya. Ini murni keinginan Amar. Kiya meminta Amar untuk berhenti mengejar dan mengharapkan Kiya lagi, Bu. Amar sudah berusaha, tetapi ternyata Amar memang belum bisa melupakan Kiya. Bahkan, disaat Kiya sudah mendapatkan pengganti Amar pun masih menampik kenyataan itu.” “Kamu sudah gila, Amar. Apa kurangnya Zahra? Kamu bahkan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 15. Menentukan Pilihan

    Tiga minggu sudah berlalu. Semua berjalan lancar. Pekerjaan di kantor sang papa berhasil Kenzie tangani seperti biasa. Namun, pria tampan itu belum bisa menata hatinya dengan benar. Hubungannya dengan Shanum juga berjalan layaknya atasan dan sekretaris saja. Ada sebuah perasaan yang berhasil menggelitik dan mengusik hati Kenzie. Rindu. Dia benar-benar rindu pada sosok wanita asing yang berhasil mengacak-ngacak hatinya. Berulang kali menepis dengan membalas pesan Shanum dan berkomunikasi dengan wanita itu seperti permintaan kedua orang tuanya, tetapi wajah Kiya semakin jelas berkelebatan dan menghantui setiap waktu. Seperti pagi itu, saat Shanum sedang menunggunya selesai menandatangani beberapa berkas penting. Pikiran Kenzie sedang berkelana dan tiba-tiba saja wajah Amar melintas dan semakin membuatnya merasa tidak tenang. Ia gelisah dan takut pria itu akan mendatangi Kiya. Dia belum mencari tahu siapa pria itu dan apa hubungannya dengan Kiya. "Maaf, Pak. Apa ada masalah dengan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 16. MARI BERTARUNG DALAM DOA

    Kiya masih menunggu Amar melanjutkan ucapannya. Membiarkan suara angin yang menerpa pepohonan di sekitar mereka mendominasi suasana yang terasa canggung. “Apa pria itu adalah pilihan kamu, Ky? Apa kamu benar-benar mempunyai hubungan dengannya?” Amar bertanya dan ingin memastikan untuk terakhir kalinya. “Kenapa kamu bertanya hal yang akan menyakiti diri kamu sendiri, A? Bukannya sudah cukup tahu dan tidak perlu mencari tahu kejelasan hubunganku dengan siapapun? Bukti seperti apalagi yang kamu inginkan?” Kiya balik bertanya. Ia beranikan diri untuk menatap Amar berusaha mengendalikan diri. “Aku hanya ingin memastikan, Ky. Kalau kamu benar-benar mencintai pria itu, maka aku akan melepaskanmu dan menjalani kehidupanku yang baru. Jika dia benar-benar pilihanmu, sekeras apa pun aku memberi makan egoku, maka aku akan kalah. Aku bisa bersaing dengan puluhan laki-laki yang mencintai dan mengejarmu, tapi aku tidak akan mampu bersaing dengan satu pria yang kamu cintai.” Kalimat Amar terdenga

Latest chapter

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 18. AKU BISA MEMOTONG BAWANG

    Kiya tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Kenzie. Ia pikir, pria itu tidak akan pernah kembali lagi ke desa. Kiya merutuki dirinya sendiri yang tidak berani mengucapkan kata maaf pada pria itu. Padahal, rangkaian kata maaf sudah ia susun sebaik mungkin, nyatanya ia membisu saat di depan pria itu. “Kamu kenapa, Nak?” Ratna mengerutkan kening saat melihat Kiya yang langsung masuk ke dalam kamar. Kiya duduk di sisi tempat tidur dan mengatur napasnya. Beberapa kali ia menarik napas dan mengembuskan perlahan. “Argh!” Kiya frustasi sendiri dengan perasaannya. Ia paling tidak suka dengan rasa bersalah yang terus memenuhi benaknya. “Mau ke mana lagi, Nak?” tanya Ratna saat melihat Kiya kembali ke luar dari kamar.“Ada urusan yang harus Kiya selesaikan, Bu,” jawab Kiya. Ratna tidak bisa bertanya lagi karena Kiya sudah menghilang di balik pintu yang sudah kembali tertutup. Motor Kiya kembali terparkir di tempat biasa. Ia melirik mobil di sampingnya. seharusnya ia bisa langsung turun

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 17. BERTEMU KEMBALI

    Obrolan kedua anak manusia itu masih berlanjut. "Aku sudah siap dengan semua resikonya, Kak. Boleh aku bertemu dengannya?" pinta Shanum dan mendapat gelengan dari Kenzie. "Dia tidak akan bisa menerima orang baru, Num. Aku tidak yakin dia mau bertemu dengan kamu." Shanum hanya menghela napas berat mendengar jawaban Kenzie. Dia tidak ingin memaksa pria itu lagi. "Sudah malam, Num. Sebaiknya kita kembali ke dalam." Kenzie berdiri dari duduknya dan berjalan lebih dulu, diikuti Shanum di belakangnya. Obrolan mereka memang sudah selesai, tetapi tidak dengan perasaan Shanum untuk Kenzie. Ia memutuskan untuk menunggu. Orang tua mereka tersenyum menyambut anak-anak mereka yang sudah datang dan ikut bergabung bersama mereka. Tidak ada yang membahas seputar hubungan antara Shanum dan Kenzie. Mereka seolah tahu dan tidak ingin membahas apa pun untuk menghargai perasaan anak-anak mereka. Mereka hanya membahas seputar pekerjaan Shanum di kantor. “Sejauh ini Shanum bekerja dengan sangat baik

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 16. MARI BERTARUNG DALAM DOA

    Kiya masih menunggu Amar melanjutkan ucapannya. Membiarkan suara angin yang menerpa pepohonan di sekitar mereka mendominasi suasana yang terasa canggung. “Apa pria itu adalah pilihan kamu, Ky? Apa kamu benar-benar mempunyai hubungan dengannya?” Amar bertanya dan ingin memastikan untuk terakhir kalinya. “Kenapa kamu bertanya hal yang akan menyakiti diri kamu sendiri, A? Bukannya sudah cukup tahu dan tidak perlu mencari tahu kejelasan hubunganku dengan siapapun? Bukti seperti apalagi yang kamu inginkan?” Kiya balik bertanya. Ia beranikan diri untuk menatap Amar berusaha mengendalikan diri. “Aku hanya ingin memastikan, Ky. Kalau kamu benar-benar mencintai pria itu, maka aku akan melepaskanmu dan menjalani kehidupanku yang baru. Jika dia benar-benar pilihanmu, sekeras apa pun aku memberi makan egoku, maka aku akan kalah. Aku bisa bersaing dengan puluhan laki-laki yang mencintai dan mengejarmu, tapi aku tidak akan mampu bersaing dengan satu pria yang kamu cintai.” Kalimat Amar terdenga

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 15. Menentukan Pilihan

    Tiga minggu sudah berlalu. Semua berjalan lancar. Pekerjaan di kantor sang papa berhasil Kenzie tangani seperti biasa. Namun, pria tampan itu belum bisa menata hatinya dengan benar. Hubungannya dengan Shanum juga berjalan layaknya atasan dan sekretaris saja. Ada sebuah perasaan yang berhasil menggelitik dan mengusik hati Kenzie. Rindu. Dia benar-benar rindu pada sosok wanita asing yang berhasil mengacak-ngacak hatinya. Berulang kali menepis dengan membalas pesan Shanum dan berkomunikasi dengan wanita itu seperti permintaan kedua orang tuanya, tetapi wajah Kiya semakin jelas berkelebatan dan menghantui setiap waktu. Seperti pagi itu, saat Shanum sedang menunggunya selesai menandatangani beberapa berkas penting. Pikiran Kenzie sedang berkelana dan tiba-tiba saja wajah Amar melintas dan semakin membuatnya merasa tidak tenang. Ia gelisah dan takut pria itu akan mendatangi Kiya. Dia belum mencari tahu siapa pria itu dan apa hubungannya dengan Kiya. "Maaf, Pak. Apa ada masalah dengan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 14. Pembelaan Seorang Ibu Terhadap Putrinya

    “Ibu, Ayah. Amar sudah bilang nggak perlu datang ke sini. Ini bukan salah Kiya, Bu, Yah.” Amar berdiri di ambang pintu. Napasnya tersengal, terlihat jika pria itu habis berlari. “ Bu, Kiya, Maafkan kedua orang tua saya.” Amar menatap tidak enak hati pada pemilik rumah. “Sebaiknya kamu bawa orang tua kamu pergi dari sini, Nak Amar. Tolong katakan pada mereka untuk berhenti menyalahkan Kiya dan jangan mengait-ngaitkan lagi dengan kehidupanmu saat ini. Bukankah pembicaraan kita saat itu sudah sangat jelas?” Ratna menatap Amar. “Maafkan saya, Bu,” ucap Amar. “Ayah, Ibu, Amar sudah jelaskan kepada kalian jika keputusan yang Amar ambil tidak ada hubungannya dengan Kiya. Ini murni keinginan Amar. Kiya meminta Amar untuk berhenti mengejar dan mengharapkan Kiya lagi, Bu. Amar sudah berusaha, tetapi ternyata Amar memang belum bisa melupakan Kiya. Bahkan, disaat Kiya sudah mendapatkan pengganti Amar pun masih menampik kenyataan itu.” “Kamu sudah gila, Amar. Apa kurangnya Zahra? Kamu bahkan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 13. Kejutan Tidak Terduga

    Pagi ini Kenzie sudah mengenakan pakaian rapi dan bersiap untuk ke kantor. Mama dan papanya menyapa saat mereka sarapan bersama. “Hari ini adalah hari pertama Shanum bekerja, Kenz. Bantu dia dan bersikap baiklah padanya. Jangan memberi harapan atau menunjukkan penolakan yang terlalu terlihat. Bicara pelan-pelan jika kamu sudah yakin dengan perasaanmu sendiri.” Radit memberikan nasihat pada putranya. “Baik, Pa. Kenzie akan berusaha menjaga perasaan Shanum.” Kenzie melanjutkan sarapannya. “Papa akan pergi ke Surabaya selama beberapa hari. Tolong bekerjalah dengan baik dan jangan tinggalkan perusahaan.”“Baik, Pa.” Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara ayah dan anak tersebut. Mereka kembali fokus pada sarapan masing-masing dan berangkat menuju kantor. “Mama akan ikut Papa?” tanya Kenzie pada sang mama saat wanita paruh baya itu mengantar putra dan suaminya ke depan. "Iya, Nak. Mama harus nemenin Papa. Sekalian menghadiri undangan salah satu kolega papa kamu di acara pernika

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 12. Menyerahlah Jika Kamu Tidak Yakin

    Kenzie sudah duduk bersama kedua orang tuanya di ruang keluarga saat tamunya sudah pulang. “Kenapa Papa nggak bicarakan dulu sama Kenzie tentang Shanum yang akan menggantikan Sesil di kantor? Dia akan bekerja denganku, Pa.” Kenzie sedang melayangkan protes pada sang papa. “Bukankah kamu senang kalau Shanum yang akan menggantikan Sesil jadi sekretaris kamu?“ Radit memicing menatap putranya. “Nak, Shanum itu masih menyimpan perasaannya untukmu dari dulu. Bukankah selama ini kamu tidak mau terlibat hubungan dengan wanita lain karena kamu juga sedang menunggunya?” Amelia mengusap tangan putranya. “Awalnya Kenzie juga berpikir begitu, Ma. Tidak ada wanita yang bisa menggetarkan Kenzie selama ini dan Kenzie masih berharap bisa bertemu lagi dengan Shanum, tapi semuanya sudah berbeda sekarang.” “Apa ada wanita lain yang kamu sukai, Kenzie?” tanya sang papa. Sorot matanya berubah tegas saat menatap putranya. Kenzie mengangguk. “Tapi Kenzie masih ragu dengan perasaan Kenzie, Pa. Kenzie

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 11. Bertemu Lagi

    Kenzie menatap lurus ke depan, fokus mengemudi. Sedangkan pria yang duduk di sampingnya sudah terlelap. Rencana awal, Kenzie akan menyuruh Hamish untuk tidur dulu beberapa jam sebelum mereka kembali ke Jakarta. Namun, apa daya. Raditya sudah menelpon dan meminta mereka untuk cepat kembali ke Jakarta. Hamish bangun saat mobil yang dikendarai Kenzie berhenti di rest area untuk mengisi bahan bakar sekaligus beristirahat sebentar. Pria itu melipir ke sebuah minimarket untuk membeli minum. “Aku ingin ke toilet dulu,” imbuh Hamish setelah Kenzie kembali ke mobil. “Hem.” Kenzie menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil, mengatur posisi senyaman mungkin. Baru saja bersandar beberapa menit, ponsel miliknya berdering dan ia mendesah berat karena itu adalah panggilan dari sang papa. ‘Apa kalian sudah jalan pulang, Kenzie?’“Kami sedang istirahat sebentar di rest area, Pa.”‘Baiklah, kami akan menunggumu.’Radit mematikan sambungan teleponnya. Kening Kenzie mengernyit. “Kami? Papa sed

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 10. Semakin Penasaran

    Kiya masuk ke dalam setelah Kenzie pergi dari rumahnya. Ia juga bahkan membiarkan satu pria lain salah paham dengan sikapnya. “Kenapa kamu bersikap seolah membenarkan dugaan Nak Amar, Nak?” Ibu mendekati putrinya dan mengusap tangan wanita itu. “Lebih baik seperti itu, Bu. Biar A Amar tidak berharap apa pun dari Kiya dan dia bisa mencari wanita lain.” Kiya mengusap sudut matanya yang sudah basah. “Kiya tidak mau dia berharap lagi sama Kiya, Bu.”“Tapi kamu akan membuat pria lain salah sangka dengan sikap kamu, Nak. Apalagi kalau sampai dia memiliki perasaan pada kamu, dia akan mengira kamu mempunyai perasaan yang sama.” Ibu menatap khawatir pada putrinya. Kiya tersenyum sembari menggeleng. “Nggak mungkin, Bu. Aku nggak kenal siapa dia dan aku sangat membencinya” sanggah Kiya dengan cepat. “Tapi kamu akan membuat Nak Amar semakin salah paham dan menilai buruk kamu, Nak.”“Lebih baik seperti itu, Bu. Kalau dengan membenciku bisa membuat dia cepat melupakan aku, biarkan saja. Itu ja

DMCA.com Protection Status