Gaisss, bisa tolong berikan aku semangatttt? he he ... Jujur aku lagi mellow akhir-akhir ini, jadi sebenernya cukup takut memberikan hawa kesedihan ke dua insan yang lagi jatuh cinta itu :") Aniweyyy, makasih banyak yang masih baca cerita ini sampe sekarang{}
Ternyata maksud dari ucapan Ryuga adalah … deep talk. Pria itu menunjukkan gummy smile-nya ketika mendapati wajah Claudia yang panik.“Kamu memikirkan apa, Claudia?” goda Ryuga menaikkan satu alisnya.Ekspresi yang ditunjukkan Claudia benar-benar menghiburnya. Wanita itu tampak gelisah.“Tidak ada, Ryuga. Mau mengobrol di mana?” tanya Claudia buru-buru membelokkan topik.Alih-alih menjawab, Ryuga malah menyodorkan tangannya. Jika tadi Ryuga asal menarik Claudia, kali ini pria itu tidak melakukannya.“Tanganmu, Claudia,” pinta Ryuga mengedikkan dagu ke arah tangannya.Claudia tidak langsung menurut. Pandangannya turun menatap tangan Ryuga lalu memicingkan mata ke arah pria itu.“Aku tanya. Di mana, Ryuga?”Bukan apa-apa, Claudia jadi merasa was-was. Bagaimana pun, meskipun Ryuga tidak akan macam-macam, tapi Claudia harus bisa menjaga batasan.Suara di kepala Claudia muncul. ‘Batasan apa, Claudia?’ Rasanya Claudia ingin menertawai dirinya sendiri yang tampak konyol.Tadi … hampir saja C
Claudia tahu arah pembicaraan Ryuga menjurus kemana ditambah tatapan pria itu tertuju pada bibir cherry-nya.‘Jangan bilang Ryuga mau menciumku lagi?!’ batin Claudia menjerit. ‘Apa dia tidak bosan?’ herannya.Memang benar Claudia tidak munafik menikmati apa yang Ryuga lakukan dengan bibir cherry-nya, tapi apa itu tak terlalu berbahaya? Claudia sendiri kewalahan mengatasi detak jantungnya yang siap untuk meledak serta darahnya yang berdesir hebat kala Ryuga menyentuhnya.Itu membuat Claudia tersiksa, namun dengan cara yang ‘berbeda’.Maka, detik Ryuga mulai mendekatkan wajah, memiringkan kepala, dan memejamkan mata, Claudia refleks mengangkat susu kotak strawberry yang sudah dibukanya dan memasukkan sedotan itu ke dalam mulut Ryuga.Seketika itu juga Ryuga membuka mata. Dia sempat menggigit sedotan itu melalui giginya lalu mendengus.“Apa yang kamu lakukan, Claudia?” geram Ryuga dengan suara yang rendah, masih dengan sedotan di dalam mulutnya.Claudia mengerjapkan matanya. Dia takut Ry
Sesi obrolan semalam berakhir jam tiga pagi karena Claudia tidak dapat menahan kantuknya. Dia dan Ryuga membicarakan banyak hal, namun sepakat untuk tidak membahas soal pertunangan keduanya terlebih dahulu. “Bu Claudia, biar saya saja yang lanjutkan. Pak Ryuga sudah turun ke bawah.” Suara Bu Nani–asisten rumah tangga Ryuga, tahu-tahu sudah ada di belakang Claudia yang sedang sibuk di depan kompor. Meskipun Claudia hanya tidur beberapa jam, dia tetap bangun pagi-pagi sekali. Selain karena tak enak, tubuhnya seperti memiliki alarm tersendiri. Juga, Claudia ingin membuatkan sarapan spesial untuk Ryuga dan Aruna. “Ohh Ryuga sudah bangun, Bu Nan?” tanya Claudia menolehkan kepalanya yang langsung diangguki Bu Nani. “Iya, Bu– “Apa yang kamu lakukan, Claudia?” Suara ketus Ryuga di belakang sana bertanya. Dia keheranan mendapati Claudia sepagi ini sudah ada di dapur dan tunggu, wanita itu memakai celemek yang biasa dipakai asistennya, Bu Nani. “Memasak. Kamu tidak lihat, Ryuga?” Claudia
“Maaf mengganggu, Pak Ryuga. Sarapannya sudah siap.”Pernyataan Bu Nani menyelamatkan Claudia dari pertanyaan Aruna. Dia bukan tidak bisa menjawab, tapi takut jika jawaban yang keluar dari mulutnya malah menyakiti perasaan Aruna.“B-biar saya bantu ya, Bu Nan!” balas Claudia bangkit berdiri dari duduknya.Sudah tabiat Claudia menghindar seperti itu. Ryuga hanya bisa mendengus. Tak menampik, dia sedikit kesal.Apa susahnya memberikannya kepastian?“Aruna, nggak apa-apa ‘kan Ibu bantu dulu Bu Nani? Nanti kita lanjut lagi ngobrolnya,” ucap Claudia meminta izin.Aruna menganggukkan kepala. “Oke, siap, Bu Claudia!” jawab gadis itu merasa tidak keberatan.Setelah Claudia menyusul Bu Nani ke pantry, Aruna duduk di kursi yang ditempati Claudia tadi.Matanya yang besar memicing ke arah Ryuga. “Dad!” panggilnya dengan suara pelan.Refleks Ryuga lebih mencondongkan badannya ke depan agar mendengar suara Aruna. “Ya, kenapa, Na?”“Aruna nggak tahu Daddy deketin Bu Claudia dengan cara apa, tapiiii
Sepertinya Ryuga menyukai aktivitas barunya di pagi hari kali ini, yakni mengantarkan Claudia dan Aruna pergi ke kampus. Meskipun pada kenyataannya dia tidak menyetir dan duduk sisi kanan Claudia.Tiba di parkiran, Ryuga menyuruh Aruna dengan lembut agar turun terlebih dahulu. Gadis itu menatapnya penuh protes. “Daddy mau apa sama Bu Claudia?”Baru Aruna bertanya begitu, dia segera menyadari jika mungkin saja Ryuga sedang berusaha lebih keras melakukan sesuatu untuk membuat Claudia tidak hanya menerima dia dan Ryuga, tapi bersedia untuk menikah dengan Daddy-nya.Sekon berikutnya, Aruna menyahut lagi, “Oke oke, Aruna ngerti.”Sebelum pergi, Aruna mengangkat tangannya dan membentuk lingkaran lumayan besar. Dia menyodorkannya ke arah Ryuga.“Dad, gigit,” pinta Aruna.Claudia refleks lebih memundurkan tubuhnya ke belakang karena dia berada di tengah-tengah keduanya.“He he, sebentar ya, Bu Clau,” kata Aruna menolehkan wajahnya pada Claudia.“Uhm, nggak masalah, Aruna.” Claudia ikut menung
Senyum tak lepas dari bibir Aruna saat gadis itu mulai masuk ke dalam kelas. Percayalah, Aruna sudah sembuh saat bangun dari tidurnya tadi pagi.Kebahagiaan yang Aruna rasakan dari Claudia tidak akan bisa ditukar dengan apa pun.Meskipun sudah jauh lebih membaik, Ryuga tetap membekalinya inhaler bahkan menyantolkannya di tali tas bahunya. Hal itu agar memudahkan Aruna untuk menggunakannya apabila butuh.“Pagi, Run. Seger bener lo,” tegur Andra begitu Aruna melewati kursinya.Ya, Aruna sudah masuk ke dalam kelas. Sebenarnya tidak ada jadwal SKS, hanya pengarahan untuk tugas di lapangan Minggu nanti. Wali dosen yang akan menyampaikannya. Itu artinya Claire Lee yang akan masuk.Aruna hanya menjawab pendek, “Pagi, Andra.”Refleks Andra memegangi lengan Aruna saat gadis itu hendak naik ke atas lagi, mencari kursi. Pemuda itu menatapnya heran.“Ini kekasih lo yang tampan rupawan ini nggak disapa, Run?” tanya Andra mengungkapkan keheranannya. Dia menatap Aruna lalu Dirga, bergantian.Kalau D
Udah ah, malu nggak sih … kalian jadi tontonan anak-anak tuh!” Teman di sebelah Aruna menginterupsi. Baik Aruna maupun Dirga masih bertatapan dengan perasaan kecamuk yang berbeda. Mengabaikan beberapa pasang puluh mata yang diam-diam memperhatikan penasaran dan merasa senang. Keduanya sangat dinantikan, kapan putus? ‘Apa harus membuat Dirga marah dulu agar dia mau menatapku lama seperti ini?’ batin Aruna dengan perasaan sedih. Jika dalam situasi normal, Dirga hanya akan lebih sering menatap ponsel atau tablet dibandingkan wajahnya. Pun, jika Aruna kedapatan memperhatikan Dirga, kekasihnya itu akan mengatakan risih. Sungguh ironis bukan menjadi kekasih seorang Dirga? Lagi-lagi teman di sebelah Aruna menginterupsi. “Helo, Aruna Dirga. Udah yu, udah.” Akhirnya Aruna mendengarkan saran temannya, dia memutuskan kontak mata terlebih dahulu. Gadis itu berucap, “Aku nggak bakal ngerepotin kamu. Jadi, kamu nggak perlu khawatir– Ucapan Aruna berhenti kala Dirga langsung pergi dari hadapa
Setelah berpamitan dengan Profesor Yedi, Claudia menyeret kakinya untuk menghampiri Lilia dan yang lain.Dia penasaran, mengapa mereka menggunakan setelan kaos olahraga?‘Lomba Lari Lintas Kampus kayaknya besok deh kalau nggak salah?’ pikir Claudia.Baru Claudia tiba dan hendak bertanya, Idellia langsung menghampiri dan menubruk Claudia dengan sebuah pelukan. Membuat Claudia mundur beberapa langkah karena tidak siap dengan pelukan itu.“Claudiaaaaaaaa,” pekik Idel tertahankan.“Hati-hati dong, Del,” ucap Lilia memperingatkan. Dia melipat tangannya di dada.Praya dan Zoya hanya terkekeh di tempatnya. Kebetulan meja mereka semua saling berdekatan, terkecuali meja Claudia yang berada di seberang.Setelah terdiam beberapa saat, Claudia baru membuka suara. “Kamu kenapa, Idel?” Sambil bertanya, Claudia membalas pelukan Idellia.Pun, setelah itu netra matanya mengedar ke arah yang lain sampai berhenti di sosok Fanya. Wanita itu memandang Claudia dengan canggung.Kemarin Ryuga sudah mencerita
Claudia gamang. Dia ingin menjawab, tapi takut salah. Tapi, tidak dijawab sepertinya lebih salah lagi. Ekor mata Claudia melirik Ryuga, ‘Bisa-bisanya Ryuga menanyakan itu di saat seperti ini?’Kepala Ryuga menatap lurus ke depan. Dia mendengus tidak percaya. Rasa-rasanya Ryuga tidak akan berpikir selama itu jika Claudia menanyakan hal yang serupa.“Akan aku pikir-pikir dulu, Ryuga,” jawab Claudia pada akhirnya. Tepat setelah Claudia meluruskan pandangannya, matanya memicing untuk melihat dua orang gadis yang terlihat duduk di bawah pohon, lebih tepatnya yang satu tengah berbaring.Mulut Ryuga terbuka, hendak menimpali. Namun, tertahan oleh suara Claudia. Wanita itu juga mengarahkan jari telunjuknya ke depan, membuat manik hitam Ryuga bergerak mengikutinya.“I-itu Aruna dan Anjani, Ryuga!” seru Claudia. Wanita itu sama sekali tidak sedang berusaha mengalihkan topik. Karena untuk sekarang, lebih baik fokus pada Aruna.Ryuga memarkirkan mobilnya di tepi jalan tidak jauh dari tempat Aruna
Karena pertolongan dua pemuda itu, Aruna dibaringkan di sisi lapangan tepat di bawah pohon yang cukup rindang sehingga tidak terpapar sinar matahari secara langsung.Usai membaringkan Aruna, Aland menatap ke arah gadis yang diduga sebagai teman larinya Aruna.“Kenapa Aruna bisa sampai pingsan segala?!” protesnya.Ditodong pertanyaan seperti itu, siapa yang tidak kesal? Anjani tidak merasa dirinya salah, alhasil dia menyahut santai. “Mana aku tahu. Kamu tanya Aruna saja.”Aland yang hendak menyahut lagi tertahan karena tangannya disentuh oleh pemuda yang bersamanya. “Tidak perlu marah-marah segala, Al. Mending kamu belikan Aruna minuman hangat.”“Sekalian sama minyak kayu putih, ya!” tambah Anjani. Takut disemprot lagi, Anjani menambahkan, “Biar Aruna cepet sadar ‘kan?!”Kalau bukan untuk Aruna, Aland mana mau. Mengembuskan napas berat, Aland pun berdiri lalu pergi meninggalkan keduanya.Entah kenapa Anjani merasa lucu melihat wajah kesal Aland yang tertahankan. Namun, fokusnya langsun
Tidak ingin menyia-nyiakan hari terakhir libur sebelum masuk perkuliahan, Aruna dan Anjani pagi-pagi sekali sudah siap dengan setelan training dan sweater rajut.Ya, keduanya memutuskan untuk berjalan sehat mengitari lapangan lari yang jaraknya tidak jauh dari kampus.“Nggak diantar Daddy kamu, Runa?” tanya Anjani begitu melihat Aruna yang datang turun dari ojek online.Aruna menggelengkan kepalanya. “Daddy lagi nggak ada.”“Emang Daddy kamu ke mana?” tanya Anjani lagi. Dia merasa penasaran. Anjani mengimbangi langkah Aruna untuk berjalan santai. Bukan berarti Anjani memutuskan tidak berlari seperti orang-orang di sekitarnya karena tahu Aruna memiliki asma, tapi itu karena Anjani malas saja. Dasar.Mata besar Aruna melirik teman dekatnya dengan senyum yang terlihat mengerikan. “Cari Mommy baru buat aku.”TUKKK“Aww, Anjani sakit!” ringis Aruna saat mendapatkan jitakan di pinggir dahinya.Tidak ada tanda-tanda Anjani menunjukkan perasaan bersalahnya. Dia malah mengajukan pertanyaan lag
Jika bukan karena alarm yang sudah menjerit-jerit, sepasang pria dan wanita yang tidur dalam satu ranjang itu tidak akan terbangun dalam bersamaan.Sang wanita berhasil membuka matanya lebih dulu. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, dia merasakan pergerakan dari sisi ranjangnya yang memang tidak begitu besar.Begitu menoleh, dia mendapati sesosok pria tampan yang tanpa mengenakan atasan juga tengah menolehkan kepalanya. Keduanya bertukar pandangan.“Saya bisa jelaskan–“Nggak perlu, gue inget apa yang terjadi semalam kok,” selanya dengan santai. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dia kembali berucap, “Gue nggak akan minta pertanggung jawaban apa pun dari lo.” Nada bicaranya terdengar sangat serius sehingga membuat Sang pria mengerutkan dahinya samar.“Seharusnya saya bisa membantu Anda dengan cara yang lain, Nona Lilia.” Sang pria menyebutkan nama wanita yang terbaring di sebelahnya.‘Cara lain?’ batin Lilia sambil mendengus kasar. Satu-satunya cara yang ampuh untuk melep
Dilihat dari sudut mana pun, jika dari luar Claudia tampak baik-baik saja. Wanita itu baru saja berdiri dari kursi meja riasnya dan tengah memunguti kapas kotor untuk dibuangnya ke dalam tong sampah kecil di sudut ruangan.Namun, belum sempat beranjak pergi, ada sepasang tangan yang melingkari perutnya.“Ryuga,” tegur Claudia dengan suara yang mengalun lembut.Alih-alih mengerti maksud teguran halus itu, Ryuga malah sengaja mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Claudia.“Biarkan seperti ini dulu. Aku masih merindukanmu, Claudia.” Suara rendah Ryuga yang berbisik tepat di belakang cuping telinga Claudia membuat wanita itu merasa kegelian.Pandangan keduanya beradu tatap melalui cermin rias milik Claudia. Manik hitam pria itu menyorotnya lembut. Dan sudah bisa dipastikan itu memicu debar di dada Claudia.Untuk mengalihkan itu, Claudia memutuskan bertanya selagi dirinya teringat, “Apa aku tidak salah dengar kamu menyebut nama Lilia, Ryuga? Apa terjadi sesuatu padanya?”Ryuga mende
Dibalik Ryuga dan Claudia yang kini sudah tiba di flat, lain lagi Riel yang harus terjebak bersama Idellia. Pria itu kesulitan mencari celah untuk melarikan diri sebab Idellia yang kini setengah mabuk tampak gelonjotan di lengannya.Kewarasan Idellia pasti berkurang sebab dia dengan berani menyentuh lengan bisep Riel yang tampak berotot. Idellia bergumam, “Wow, ototmu besar juga!”Ekspresi Riel menunjukkan kerisihannya. Dia belum pernah bertemu wanita seagresif Idellia. Maka, sehalus mungkin Riel mencoba menepis lengan Idellia.Selain dia tidak suka bersikap kasar pada wanita, Idellia adalah teman dari Claudia.“Saya harus pergi, Nona Idellia. Sepertinya Pak Ryuga dan Bu Claudia juga sudah tidak lagi di Club,” beritahu Riel sambil menundukkan wajah untuk melihat ke arah kepala Idellia yang sekarang tengah bersandar di sebelah pundaknya.Pria itu mengembuskan napas beratnya. Kalau seperti ini, bagaimana caranya agar dia pergi?“Kamu … pergi?” lirih Idellia. “Jangannnn~,” jawabnya denga
Untuk apa menghindar jika tidak mempunyai salah? Lagipula … percuma saja menghindari Ryuga. Ditambah posisi untuk Claudia kabur sangat tidak memungkinkan karena kedua tangan Ryuga mencengkram sisi-sisi kursi yang diduduki Claudia. Wanita itu merasakan detak jantungnya meningkat kala bersinggungan mata dengan manik hitam Ryuga. Sesaat Claudia memejamkan matanya, ‘Astaga … jantungku.’ Rasanya seperti ingin meledak. Bertepatan Claudia membuka mata, suara berat Ryuga mengudara, “Ikut aku sekarang, Claudia!” Ucapannya jelas tidak ingin dibantah. Begitu tangan kiri Ryuga menyentuh lengannya, pandangan Claudia turun untuk melihat. Entah sejak kapan gips di tangan Ryuga berhasil dilepaskan. Tapi, yang pasti Claudia merasa bersyukur. Claudia tidak terlalu memperhatikan saat acara pameran berlangsung tadi. Sekarang, tahu-tahu saja Ryuga melepaskan lengan Claudia. Manik hitamnya menyorot Claudia tajam. “Mau aku gendong atau berjalan sendiri, Claudia?” tanyanya tidak sabar. Ditambah kedua
Pencahayaan lampu yang berkelap-kelip itu tidak terbiasa dilihat oleh netra mata Claudia sehingga dia membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi. Selain itu, ada hal lain yang membuat Claudia tiba-tiba saja menolak bergabung ke lantai dansa.“Nanti aku menyusul. Aku merasa haus, ingin pesan minuman,” beritahu Claudia beralibi.Untung saja yang lain tidak curiga. Zoya menyahut, “Oke, Clau.” Lantas Zoya, Praya, dan Fanya berlalu pergi. Meninggalkan Claudia dan Lilia yang berdiri bersisian.Claudia menolehkan wajahnya ke arah Lilia. “Kamu … mau pesan minuman juga, Lilia?”Wanita itu merespons dengan menganggukkan kepala. Lalu Lilia baru menolehkan wajahnya. Tanpa mengatakan apa pun, dia menyambar lengan Claudia dan menariknya pergi menuju meja bartender.Claudia pasrah saja tangannya ditarik karena sejujurnya dia sudah tidak memiliki energi apa pun. Pandangannya tampak kosong dan Claudia tidak memperhatikan kondisi sekitar, termasuk ekspresi wajah Lilia yang tampak berubah sedikit gelisah.
Miwa Club.Claudia kedapatan menghela napas saat melihat papan nama dari tempat Club tersebut."Masih memikirkan Ryuga, Clau?"Mendengar pertanyaan itu, Claudia menolehkan kepalanya ke arah sesosok wanita seusianya yang menunjukkan raut wajah polosnya. Begitulah Idellia.Kedua sudut bibir Claudia tersenyum tipis. "Kenapa aku harus memikirkan Ryuga?" jawabnya dengan pertanyaan lagi.Idellia belum sempat memprotes karena Claudia kembali menyambung ucapannya. "Ah, gara-gara ucapanku tadi, ya?" tebaknya. Kepala Claudia mengangguk. "Aku memang merindukannya. Tapi, itu tadi."Tentu lain lagi tadi dan sekarang. Claudia kembali tersenyum. Pandangannya turun dan tangannya menyambar lengan Idellia. Dengan santainya, Claudia berucap, "Let's go, Idel. Kita akan bersenang-senang 'kan malam ini?"Setengah tidak percaya dengan jawaban dan sikap Claudia, Idellia hanya mengangguk pasrah dan diam saja ketika Claudia setengah menyeret langkahnya.Wanita itu membatin sambil menatap punggung Claudia lamat