Jangan seperti ini, Kak Sam!”Sosok Claire menghampiri Sam dengan langkah yang tergesa, padahal beberapa detik yang lalu dia hampir kehilangan keseimbangan. Hal itu mengundang kebingungan bagi Gafi dan yang lain. Jarak di antara Claire dan Sam sangat tipis sehingga ketika Claire membisikki Sam sesuatu hanya pria itu yang bisa mendengarnya. “Mau popularitas Kak Sam meredup karena membongkar berakhirnya pertunangan kita? Huh?!”Manik keduanya bertemu. Sam masih tidak mempercayai jika dalam situasi sekarang Claire melayangkan ancaman padanya.Di tengah-tengah itu, Ryuga juga ikut berbisik di sebelah Claudia.“Mau pulang saja, Claudia?” tawar Ryuga dengan menaikkan satu alisnya.Padahal Ryuga hanya bertanya, tapi bagi Claudia entah mengapa itu terdengar menggodanya. Dia segera menganggukkan kepala.“Ayo, Ryuga. Lagipula kasihan Aruna dan Dirga,” sahut Claudia yang turut berbisik.Mendengarnya, Ryuga tersenyum hangat. Dia melirik ke arah putrinya. Kedua bocah itu–Aruna dan Dirga hanya men
Usai Claudia membalas pernyataan Ryuga, entah bagaimana dan siapa yang memulai, kedua insan itu berakhir saling memagut bibir.Lebih-lebih Claudia juga sudah ada dalam pangkuan Ryuga.Claudia bisa merasakan senyum pria itu kala mencoba menggigit bibir bawah Ryuga. Lantas Claudia menjauhkan diri. Dengan napas yang sedikit tersengal dan bibirnya yang basah, Claudia bertanya, “K-kenapa? A-apa aku menyakitimu, Ryuga?”Sial. Ryuga tidak bisa berkutik dengan raut wajah khawatir Claudia.Tidakkah Claudia sangat cantik sekarang? Matanya yang sayu dan suaranya yang setengah serak berhasil membangkitkan hasrat Ryuga.Pria itu menggigit bibir bawahnya selagi jempol tangannya bergerak untuk mengusap bibir bawah Claudia dengan sensual.Hal itu membuat Claudia merinding sebadan-badan.“Tentu saja tidak, Claudia,” sahut Ryuga terkekeh pelan. Tangan Ryuga berpindah untuk mengusap sebelah pipi wanita itu.Diam-diam Claudia menghela napas lega. Dia segera membatin, ‘Mungkin barusan aku terlalu berseman
Beberapa menit setelah kepergian Ryuga dan Claudia, Sam turut menyusul. Claire mengekorinya di belakang tanpa mempedulikan acara reuni yang sudah kacau balau. Wanita itu tidak menggubris panggilan Glenka dan Jasmine. Claire benar-benar tidak terima sudah dipermalukan. Tidak hanya oleh mantan teman dekatnya, tetapi juga mantan tunangannya?! “Kak, Kak Sam!” panggil Claire dengan sentakan. Dia berusaha mengejar Sambara. Namun, Sam tidak menggubris. Pria itu terus melanjutkan langkahnya menuju lobby hotel. Melihat itu, Claire tersulut emosi. Dia menghentikan langkah lalu berjongkok untuk melepaskan sebelah heels-nya dengan susah payah. ‘Benar-benar menyebalkan!’ rutuknya dalam hati setelah berhasil melepaskan heels dengan model tali tersebut. Kemudian Claire berdiri, dia langsung mengayunkan heels itu ke depan dengan percaya diri bahwa itu akan mengenai punggung Sam. Tapi, ups! Claire memelototkan mata melihat heels-nya mendarat salah sasaran. Seorang pria muda berpakaian serba hitam
Absennya Ryuga pagi ini membuat Aruna lebih leluasa untuk berduaan dengan Claudia. Diam-diam gadis itu merasa senang karena Ryuga tidak ada di antara keduanya.‘Kalau bisa, Daddy sering-sering aja pergi ke luar kota, aku nggak apa-apa banget ditinggal sama Bu Clau!’ Baru memikirkannya Aruna sudah bahagia.Gadis itu sudah tidak sabar menantikan pernikahan Ryuga dan Claudia. Selama ini Aruna tidak pernah menuntut kehadiran sosok Mommy dalam hidupnya, tapi setelah mengenal Claudia, Aruna menginginkannya.“Haloww. Selamat pagi Bu Clau cantik,” sapa Aruna dengan suaranya yang riang kala pintu mobil terbuka. Menampilkan sosok Claudia yang tampak casual dengan tampilan blazer dan celana bahan senada berwarna krem.Senyum Aruna yang tampak segar berhasil menularkannya pada Claudia.“Pagi, Aruna,” jawab Claudia hangat selagi masuk ke dalam mobil. Setelah duduk dengan nyaman, Claudia menolehkan wajah ke arah gadis itu dengan tatapan penuh selidik, “Senang banget kelihatannya … Ibu pikir kamu se
Usai mendiskusikan rencana yang akan keduanya buat–pada akhirnya Claudia mengiakan Aruna … melihat tatapan gadis itu yang menaruh harap, mana tega Claudia menolaknya?Pembicaraan harus dihentikan karena keduanya sudah tiba di parkiran bagian dalam kampus.“Tunggu dulu, Bu Clau,” cegah Aruna saat Claudia hendak membuka pintu mobil.Refleks Claudia menolehkan kepala. “Kenapa, Aruna?”“Aku pulangnya bareng sama ibu lagi … boleh ‘kan?”Sepertinya untuk permintaan Aruna yang satu itu, Claudia harus menolak. Alhasil Claudia menggelengkan kepala, “Terlalu malam, Aruna. Pulang setelah kelasmu selesai. Oke?”Aruna memanyunkan bibirnya. “Bu Clau kenapa nggak ngajar di kelas aku aja? Biar pulangnya bisa barengan.”Pertanyaan itu tidak dapat dijawab dengan jelas oleh Claudia. Pun, sama halnya ketika Bu Yuli dan Bu Desi menanyakan hal serupa kala Claudia menghampiri dosen senior itu untuk memperlihatkan progress lukisan para dosen.“Bukankah awalnya posisi kelas reguler itu diberikan padamu, Clau?
“Tunangan Claudia?” ulang Aji tanpa melepaskan pandangan dari pria yang Tisya bilang sebagai Ryuga Daksa.Detik setelahnya, Aji memutuskan pandangan dan menolehkan wajahnya pada Tisya. Ekspresinya tampak kesulitan. Dia bertanya, “Kamu tidak sembarangan bicara, Tisya?”Barangkali Tisya salah mengenali orang. Tidak mungkin Claudia memiliki seorang tunangan tanpa memberitahunya.Tisya menggelengkan kepalanya. “Tidak kok,” ucapnya. Dia yakin sekali pria yang semalam bersama Claudia adalah orang yang baru saja turun dari mobil mewah di depan halaman kantor desa.Lantas Tisya menatap Aji dengan sungkan. “Untuk lebih jelasnya, Pak Aji bisa bertanya sendiri pada Claudia.” Mendadak Tisya merasa bahwa memberitahu Aji adalah tindakan yang salah.Jadi, wanita itu buru-buru pamit dengan membenarkan tali tas bahunya. “Ma–mari, Pak Kades, permisi.”Tidak ada alasan bagi Aji untuk menahan Tisya lebih lama. “Ya,” sahutnya. Maka, dia pun segera menyeberang. Aji penasaran dengan sosok pria tampan yang t
Satu jam kemudian, Claudia sedang duduk di kursi dosennya sambil memberikan penilaian untuk gambar-gambar dari hasil praktek menggambar kemarin.Sesekali Claudia melirik ponselnya. Dia membatin, ‘Kenapa Ryuga belum menghubungiku sama sekali ya?’Jujur saja, Claudia penasaran. Apakah Ryuga sudah bertemu ayahnya? Dia ingin sekali menghubungi Ryuga, untuk sekadar memastikan. Namun, entah apa yang menahannya untuk melakukan itu.Menggelengkan kepalanya, Claudia mencoba untuk kembali fokus pada pekerjaannya. Tangan Claudia meraih sketchbook berikutnya. Dan Dia ternyata sketchbook bermotif strawberry itu milik Aruna.Mendadak saja Claudia tersenyum.‘Kuda laut?’ batin Claudia menautkan satu alisnya ketika melihat binatang yang menjadi objek gambar Aruna.Selagi memperhatikan itu, tanpa Claudia sadari, seseorang mendekat padanya. Seorang teman dosennya.“Claudia!”Panggilan itu sontak membuat Claudia mengangkat pandangan untuk melihat siapa sosok yang memanggilnya.Sudut bibir Claudia menyun
Selama beberapa saat, Claudia hanya bisa menarik napas dan mengembuskan napasnya perlahan. ‘Apa Ayah masih bisa mengubah pikirannya?’ Claudia bertanya-tanya dalam batinnya. Tak lama, dia memutar kursinya ke depan lagi. Napasnya tercekat saat mendapati sesosok wanita yang sempat dibicarakannya dengan Lilia. “Claire?!” seru Claudia mengerutkan dahinya samar. Wanita itu berdiri di depan meja dosen Claudia seraya memandang wajahnya tanpa ekspresi. Beberapa dosen yang ada di dalam ruangan tampak menoleh penasaran. Namun, tidak berniat untuk ikut campur. Berbeda dengan Lilia yang sudah sigap berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat. "Ayo bicara untuk terakhir kalinya ... karena setelah ini, mungkin kita nggak akan pernah bertemu lagi, Clau." Claire mengatakan itu dalam satu kalimat lantas membalikkan tubuh yang langsung berhadapan dengan Lilia. Belum sempat Lilia berucap, Claire lebih dulu bersuara dengan dingin. "Minggir, gue nggak punya urusan sama lo!" Kepala Claire m
Jika bukan karena disibukkan oleh berbagai aktivitas, Claudia lebih rentan terserang penyakit pikiran. Baik memikirkan tentang dirinya maupun sosok terdekatnya seperti pernikahan Lilia yang akan terjadi besok.“Aruna coba gaunnya di ruangan ganti dulu ya, Mommy.”Kesadaran Claudia pulih. Dia menganggukkan kepala saat melihat Aruna dibantu oleh satu orang karyawan untuk mencoba gaun yang sudah dipesan jauh-jauh hari sebelumnya.“Eng~ Mommy tunggu di sini,” jawab Claudia mempersilakan. Satu tangannya naik begitu Aruna melambaikan tangannya. Senyum di bibir cherry Claudia terbit menatap punggung kepergian Aruna yang hilang dibalik pintu ruangan ganti tersebut.Mengenai ucapan Aruna tadi, Claudia sempat membalas sebelum mengajaknya kembali berjalan agar tidak membiarkan Garvi dan Pras menunggu terlalu lama.Claudia mengatakan, ‘Untuk kebaikan masing-masing, Mommy dan Bu Claire memang memutuskan agar tidak kembali bersama seperti sebelumnya.’“Apakah Nyonya juga ingin mencoba gaunnya sekar
Kegiatan olahraga berakhir, kegiatan Claudia di kampus pun selesai. Claudia berusaha untuk tidak memikirkan soal Lilia lebih lanjut karena sekarang ini dia akan menemui Aruna untuk pergi ke suatu tempat. “Mommy!” Baru saja Claudia tiba di pintu utama Gimnasium, dia mendengar suara ceria Aruna memanggilnya dari arah samping. Diperhatikannya Aruna yang mendadak memelankan langkah sambil tersenyum malu-malu saat bertukar pandangan dengan dosen-dosen yang ikut berjalan ke luar bersama Claudia. ‘Duh, takutnya Mommy malu kalau aku samperin,’ ringis Aruna merasa gamang. Kini, hampir seantero kampus mengetahui jika Claudia adalah Mommy muda-nya Aruna. Sebenarnya kesalahan ada pada dirinya karena dia tidak bisa menahan diri untuk mengunggah kebersamaannya dengan Claudia di sosial media. Dan secara tidak sengaja, Aruna beberapa kali menunjukkan sikap manjanya di hadapan publik. “Rasanya aku pengen seret Aruna ke sini deh, Clau,” celetuk Zoeya yang merasa gemas dengan tingkah malu-malu Aru
“Jawabanku tetap tidak!”Detik setelah Idellia melayangkan sebuah penolakan pada teman-teman dosennya, dia meraih bola voli yang ada di dekat kakinya untuk dia pukul sekuat tenaga ke tengah lapangan yang untungnya tidak mengenai dosen lainnya yang ada di sana.Bahunya naik turun menahan amarah yang tiba-tiba saja melambung tinggi begitu Fanya menanyai hal yang tidak ingin Idellia dengar, ‘Besok kamu hadir di pernikahan Lilia ‘kan? Ingat, kalian itu sepupuan loh, Del. Masa kamu tega tidak akan datang, sih?’Satu bulan semenjak Lilia mengumumkan tanggal pernikahan, saat itulah berakhirnya hubungan sepersepupuan Idellia dan Lilia. Mata Idellia memerah kala mengingat hari saat dirinya terpukul dengan kabar bahagia itu. Dia menatap Fanya dengan buas seolah ingin menerkamnya. Sebelum Idellia sempat melakukan sesuatu, aksinya tertahan oleh teriakkan di bawah sana.“APA ADA MASALAH, GUYS?”Sontak baik Idellia maupun yang lain menatap ke bawah lapangan. Seorang pria yang sangat mereka kenali
Membutuhkan waktu sekitar setengah jam dari flat Diana menuju kediaman Ryuga. Selagi menunggu kedatangan sekretarisnya, Ryuga kembali masuk ke dalam kamar. Manik hitamnya langsung menyorot ke arah Claudia yang tengah menyisir rambut panjangnya di depan meja rias. Ada banyak pertimbangan dalam kepala Ryuga sampai dia menyeletuk, “Temui Diana besok saja. Kamu perlu istirahat yang cukup malam ini, Claudia.” Refleks, Claudia menolehkan wajahnya ke arah Ryuga yang saat ini berjalan menghampiri. Sorot mata Claudia penuh akan protes. “Loh, kenapa? Aku sudah cukup istirahat tadi siang, Ryuga.” Tiba di hadapan Claudia, Ryuga mendaratkan kedua tangannya di bahu Sang wanita. Tubuh tegapnya setengah membungkuk dan kepalanya saling bersejajar. Suara dalam Ryuga berbisik, “Diana sepertinya mengalami patah hati jilid kedua. Aku tidak ingin kamu merasa terbebani ketika mendengarkan cerita Diana nanti.” Melalui meja rias itu pandangan Claudia dan Ryuga saling bersinggungan. Butuh waktu beberapa det
Panggilan telepon tersambung. Namun, alih-alih suara Ryuga yang terdengar, suara lembut Claudia yang menyapa, “Halo, Diana.” Ketika Claudia sedang asyik-asyiknya memainkan sebuah permainan salon di ponsel Ryuga, nama Diana tertera di layar. Tanpa berpikir panjang, Claudia menggeser ibu jarinya ke arah tombol berwarna hijau. “Kamu masih di sana, Diana? Mau berbicara dengan Ryuga, ya?” Karena tidak ada respons dari lawan bicaranya, Claudia bertanya lagi. “Ryuga sedang di kamar mandi. Nanti aku sampaikan jika kamu menghubungi.” “E–eh, kalau begitu, aku bicara dengan Mbak Clau saja,” ucap Diana dengan suara yang terdengar serak. Hal itu disadari Claudia. Sesaat dia terdiam sebelum kembali menyahut, “Ada apa, Diana?” Entah karena mendapati pertanyaan singkat itu atau karena mendengar suara Claudia yang khawatir, Diana hampir menangis dalam sambungan telepon. Dengan satu tangan yang memegang ponsel dan tangan lainnya meremas gaun di bagian dadanya yang terasa sesak, Diana menimpali,
Sepanjang perjalanan pulang, Diana benar-benar mengunci mulutnya rapat. Kepalanya menghadap ke arah jendela mobil, enggan menatap Riel yang sedang menyetir. Isi pikirannya sedang membuat keributan sehingga Diana memutuskan diam.‘Tidak bisa, Diana. Tidak bisa kalau begini!’Sementara Riel terus-menerus melirik ke arah Diana dengan perasaan khawatir. Pria itu mengembuskan napas berat saat mobil yang dikendarainya tiba di parkiran flat. Lantas Riel membuka suara, “Beritahu aku apa yang membuatmu tidak nyaman.”Mendengar Riel menyeletuk demikian, Diana menyunggingkan senyum getirnya. “Kamu masih boleh berubah pikiran, Riel.”Usai mengatakan hal tersebut, baru Diana menolehkan wajah. Riel menatapnya tidak mengerti. Dan reaksi itu membuat Diana tiba-tiba saja tertawa dengan miris.Pada satu titik, Diana merasa tidak bisa menahan kegilaannya. Tubuhnya mulai bergetar, menahan tangis yang ingin wanita itu ledakan. Belakangan, Diana terlalu dibuat bahagia. Sekarang, Diana tahu jika kebahagian
Diana hanya pernah bertemu wanita itu satu kali di malam resepsi pernikahan Ryuga Claudia. Untuk pertama dan terakhir kali itu, wanita tersebut sudah menegaskan bahwa dia dan Riel tidak memiliki hubungan apa pun.“Kenapa Lilia juga ada di sini, Yel?” tanya Diana tidak bisa menahan rasa penasarannya.“Aku belum menceritakan padamu soal Lilia dan Kak Nuel. Nanti saja, Diana,” jawab Riel seadanya karena langkahnya sudah semakin dekat di meja makan. Tangan Riel menggenggam tangan Diana lebih erat daripada sebelumnya seiring semua pandangan mata tertuju ke arah keduanya.Memberanikan diri, Diana membalas tatapan itu satu persatu hingga terakhir Diana bertukar tatapan dengan Lilia Lua Latesha. Refleks, Diana juga melemparkan senyum.Kala itu Lilia bereaksi di luar kendalinya. Dia membuang wajah karena tidak sengaja menatap ke arah tangan Diana dan Riel yang saling bertautan. Lilia membatin, ‘Ada apa sama lo sebenarnya, Li!’Karena entah ada apa masalahnya, perasaannya seperti tengah dicubit
Sesi perpisahan Aruna dan Dirga sudah berakhir. Pemuda itu melerai pelukannya pada tubuh Aruna dengan berat hati. Kedua sudut Dirga tertarik ke atas, memperlihatkan senyum yang Aruna inginkan sejak dulu.Merasa diperhatikan, refleks Aruna ingin menolehkan wajah. Akan tetapi, aksinya tertahan oleh tangan besar yang mendarat di puncak kepalanya. Suara Dirga mengudara, “Berani menolehkan wajah, aku akan menganggapmu ingin kembali padaku, Aruna.”Mata besar Aruna menyipit. ‘Apaan, sih, Dirga,’ ucapnya tidak habis pikir.Detik berikutnya, Aruna merasakan kepalanya diusap dengan sayang. Sesuatu yang tidak pernah Dirga lakukan sekali pun. Mata besar Aruna memejam, dia mengepalkan kedua tangan. Dengan sikap tegas dan berani, dia menepis lengan Dirga, membuatnya cukup terkejut dengan reaksi Aruna.“Udah ‘kan? Aku mau masuk.” Aruna tidak ingin terbawa suasana hanya karena sikap Dirga yang satu itu.Sementara Dirga tampak mengembuskan napas berat. “Kamu bisa masuk sekarang.” Karena Dirga tidak m
Tampan tapi tidak berperasaan. Julukan itu cocok disematkan untuk seorang Dirga Disastra. Akan tetapi, sejujurnya Dirga hanya cukup payah mengakui apa yang dia rasakan. Apa dia cemburu melihat kedekatan Aruna dan Pras? Dirga hanya menautkan kedua alisnya sambil mendengus kasar begitu mobil yang dikendarainya berhenti tepat di posisi Aruna dan Pras berdiri. Tanpa menatap Aland, Dirga berkata, “Turun duluan, Al.” Suara rendahnya terdengar dingin. Pun, ekspresinya. Mengembuskan napas, Aland menganggukkan kepala, “Oke.” Sementara di luar mobil, Aruna terang-terangan melihat ke arah jendela kaca mobil yang terbuka. Dia tidak menyadari jika Pras sudah menurunkan kepala untuk berbisik rendah di telinganya, “Kamu berhutang penjelasan, Aruna.” Kedua tangan Aruna mengepal di sisi tubuh. Dia sama sekali tidak menyesali tindakannya pada Pras. Gadis itu membatin, ‘Cuma ini satu-satunya cara.’ “Apalagi, Al?” tanya Dirga keheranan melihat Aland yang tidak kunjung ke luar dari mobil. Saat Dirga