Tidak ada yang salah dengan membantu Ryuga. Niat Claudia hanya itu. Tidak lebih dan tidak kurang.Maka setelah tiba di hadapan Ryuga, Claudia langsung menyodorkan tangannya. “Berikan bajumu, Ryuga.”Claudia sengaja hanya mau menatap manik hitam Ryuga. Meskipun itu juga tidak baik untuk kesehatan jantungnya.Dan tanpa babibu lagi, Ryuga memindahkan kaos putih di tangannya pada Claudia.“Maaf membuatmu jadi kesulitan seperti ini,” ucap Claudia merasa tidak enak. Entah kenapa hanya kalimat itu yang terucap dari bibir cherry Claudia.Claudia mulai menggulung lengan kaos di bagian kiri agar tangan Ryuga yang memakai gips bisa masuk terlebih dahulu. Syukurlah kaos putih ini berukuran longgar.“Sekali lagi kamu meminta maaf, aku sungguh tidak akan memaafkanmu, Claudia,” tegas Ryuga tidak main-main.“O-oke, aku tidak akan minta maaf lagi,” ringis Claudia. Lalu, wanita itu maju satu langkah agar lebih dekat. Tadinya dia hendak menyuruh Ryuga untuk menggerakkan tangan kirinya.Namun, netra mata
“Kamar mandinya, Ryuga!” seru Claudia sambil menunjuk ke arah pintu kamar Ryuga. Wanita itu menunjukkan cengiran khasnya yang agak canggung. Cepat-cepat Claudia menurunkan tangannya. “A–aku harus segera ke kamar mandi sekarang!”Tanpa harus menunggu jawaban Ryuga, Claudia langsung ngacir dengan langkah yang terseok-seok. Jika pembicaraan ini terus dilanjutkan, jawaban apa yang harus Claudia berikan?Dia … galau.Meskipun tidak berlari, namun bukan Claudia namanya jika tak tersandung kakinya sendiri.“Aish!!” ringis Claudia sambil merutukki kebodohannya yang hampir terjatuh jika tak cepat-cepat menyeimbangkan dirinya. ‘Hampir saja, Clau!’Di belakang sana Ryuga hanya mendengus menyaksikan kecerobohan wanita itu tanpa berniat menahannya untuk tinggal.“Aku penasaran, sampai kapan dia akan terus menghindar,” geleng Ryuga.Sejurus kemudian, ponsel di atas nakas tempat tidurnya berdering. Jadi, Ryuga bergegas mengambilnya untuk mengangkat telepon tersebut.Nama sekretarisnya tertera di lay
Bohong jika wanita bermarga Lee ini tidak ingin mengamuk saat dimasukkan ke dalam tahanan sel bersama Bellanca yang lebih dulu ada di sana.“Jika kalian melakukan keributan, kalian akan disatukan dibalik sel tahanan bersama wanita lainnya.”Itu pesan Pak Deni sebelum pergi meninggalkan keduanya.“Aish, sialan!” Claire merutuk bahkan tak segan menendang jeruji besi dengan sepatu heels miliknya. Hal itu mengundang kekehan dari bibir Bellanca.“Lucu, heh?!” Tubuh Claire berbalik, menatap Bellanca dengan matanya yang sedikit memerah menahan kesal.Baru kali ini Bellanca melihat tampilan Claire sedikit berantakan dan kacau. Itu tampak menjadi hiburan baginya.Bellanca hanya mengangkat bahunya. Dia tak ingin berinteraksi dengan wanita sundal itu. Rasanya memuakkan dan melelahkan.“Ini semua gara-gara lo, Bellanca!”Dia butuh samsak untuk kejadian ini. Dan Claire memilih Bellanca.Melihat Bellanca tak meresponsnya malah semakin membuat Claire meradang. Wanita itu berjalan ke arah Bellanca. C
“Setengah benar, setengahnya lagi salah, Pak.” Bellanca baru menjawab beberapa detik kemudian. Dia memaksakan kedua sudutnya untuk tersenyum dengan masam. Bellanca pun menambahkan, “Pernyataanku tetap sama seperti apa yang sudah kuceritakan pada rekan Bapak, Pak Hanhan.”Bellanca menatap sosok Pak Deni dengan sorot matanya yang datar. “Besok pengacaraku datang. Anda bisa bicara dengannya apabila tidak mempercayai pernyataanku.”Mendengar itu, Pak Deni sempat menggaruk pelipisnya.Suara Bellanca terdengar lagi. “Apakah Claudia Mada bisa datang ke sini untuk memberikan kesaksian ulang?”Pak Deni langsung menganggukkan kepala. “Kami memang akan memanggil Bu Claudia untuk pemeriksaan bukti-bukti yang baru saja ditemukan.” Netra Pak Deni menunduk ke arah bukti-bukti yang dibagikan pengacara Claire padanya.Informasi itu membuat Bellanca menghela napas lega. “Waktunya kapan, Pak? Apa selesai itu, aku boleh bertemu dengan Claudia?”Bellanca sedikit banyak berharap pada wanita yang sedang d
“Kalau begitu, tidak perlu memberitahuku, Claudia.” Karena mungkin saja Ryuga akan mengingkari janjinya untuk tidak marah. Pria itu, tahu sendiri ‘kan gampang merasa kesal? Dan sejujurnya Ryuga sedang dalam kondisi tidak ingin memikirkan banyak hal, karena di pikirannya sudah terisi penuh oleh sosok wanita di hadapannya ini. “Tidak penasaran, Ryuga?” Claudia tidak berusaha menggoda Ryuga, hanya meyakinkan. “Aku lebih penasaran denganmu, Claudia,” jawab Ryuga memajukan langkahnya. Refleks, Claudia memundurkan satu langkah ke belakang. “Ryuga, kamu mau apa?!” Pasalnya Ryuga terus memajukan langkahnya sehingga tulang tumit kaki Claudia menubruk sofa di belakangnya dan membuat tubuhnya terduduk dalam satu kali hentakan. Claudia menahan napas saat sebelah kaki Ryuga tertopang di sofa, tepat di antara kedua kaki Claudia. Tanpa sadar Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Claudia semakin merapatkan tubuhnya ke punggung sofa. Sekon berikutnya, Ryuga meletakkan kedua tangannya di punda
Sebelum sempat Ryuga beranjak dari posisinya, pintu kerjanya lebih dulu terbuka dari luar. Membuat siapa pun yang melihat posisi Ryuga dan Claudia sekarang ini pasti akan salah paham.Termasuk Riel dan Diana yang tampak mematung melihat pemandangan tersebut. Bahkan Diana sempat terperangah.“M-maaf, Pak Ryuga, tablet kerja saya tertinggal,” celetuk Diana sambil mengangkat jarinya dan menunjuk ke arah tablet hitam yang ada di meja dekat sofa.Claudia hanya bisa menahan malu meskipun Riel dan Diana tidak memergoki secara langsung apa yang tengah dia lakukan tadi bersama Ryuga.Sementara Ryuga sendiri tampak santai saat beranjak dari posisinya lalu mengambilkan tablet yang dimaksud Diana.“Kamu ingin mengambilnya atau tidak?” ketus Ryuga saat menatap Diana yang masih di depan pintu.“Ahh i-iya, Pak. Saya izin masuk kalau begitu,” ucap Diana melangkahkan kakinya ke dalam. Meninggalkan Riel yang tetap menunggu di tempatnya.Langkahnya terasa berat. Diana tak berani memandang Ryuga yang sek
Kekhawatiran yang dipikirkan Diana tidak terjadi, karena sosok Claudia muncul dibalik pintu ruangan kerja disusul si empunya, Ryuga sendiri.Melihat itu Diana menghela napas lega. Pun, Riel yang merasa was-was sendiri.‘Astaga, kenapa semua orang berkumpul di sini?’ ringis Claudia sesaat sebelum bertemu pandang dengan Aruna.“Aruna,” panggil Claudia mendekati gadis tersebut.Tiba-tiba Aruna langsung memeluk Claudia tanpa aba-aba, membuat Claudia kebingungan. Dia hendak mengajukan pertanyaan ‘kenapa?’, tapi diurungkannya. Pertanyaan itu sederhana, namun sebenarnya berbahaya. Setidaknya, itu menurut Claudia.Jadi, Claudia mengganti pertanyaannya. “Kamu laper nggak? Mau Ibu buatkan sesuatu untuk makan malam sebelum Ibu pulang?”Mendengar itu, Aruna malah semakin mengeratkan pelukannya. “Bu Clauh,” jeda Aruna dengan napas yang tersengal.Sosok Ryuga yang berada di samping Claudia mencoba menarik pelan putrinya itu. Sepasang manik hitamnya memandang ke arah Riel. Seolah bertelepati, Ryuga
Claudia hanya bertanya, tidak lebih tidak kurang. Tapi, jawaban Ryuga sangat terdengar tidak ramah. Raut wajahnya bahkan terlihat kesal.“Iya, ibunya Aruna,” jawab Ryuga dengan tegas. Pria itu seperti enggan menyebut ‘mantan istri’.Jadi Claudia hanya menganggukkan kepala tanda mengerti. Dia tidak berani bertanya macam-macam lagi. Padahal Claudia jadi penasaran sendiri, apa hubungan keduanya berakhir tidak baik?‘Galak banget deh Ryuga. Kan, aku cuma tanya. Tanyanya pun baik-baik juga?’ pikir Claudia menundukkan wajahnya.Perhatian Claudia teralihkan karena Aruna memegangi tangan Claudia. Di tengah-tengah itu, bisa-bisanya Aruna sempat melempari Claudia senyum.Sejurus kemudian, Claudia membalas senyum Aruna.“Ini berapa lama, Ryuga?” tanya Claudia kembali menolehkan wajahnya menatap Ryuga. Maksud Claudia, menggunakan nebulizernya.“Lima belas menit atau sampai Aruna merasa cukup, Claudia,” beritahu Ryuga.Claudia hanya menanggapinya dengan anggukkan kepala. Dia tersentak saat Aruna m
Claudia gamang. Dia ingin menjawab, tapi takut salah. Tapi, tidak dijawab sepertinya lebih salah lagi. Ekor mata Claudia melirik Ryuga, ‘Bisa-bisanya Ryuga menanyakan itu di saat seperti ini?’Kepala Ryuga menatap lurus ke depan. Dia mendengus tidak percaya. Rasa-rasanya Ryuga tidak akan berpikir selama itu jika Claudia menanyakan hal yang serupa.“Akan aku pikir-pikir dulu, Ryuga,” jawab Claudia pada akhirnya. Tepat setelah Claudia meluruskan pandangannya, matanya memicing untuk melihat dua orang gadis yang terlihat duduk di bawah pohon, lebih tepatnya yang satu tengah berbaring.Mulut Ryuga terbuka, hendak menimpali. Namun, tertahan oleh suara Claudia. Wanita itu juga mengarahkan jari telunjuknya ke depan, membuat manik hitam Ryuga bergerak mengikutinya.“I-itu Aruna dan Anjani, Ryuga!” seru Claudia. Wanita itu sama sekali tidak sedang berusaha mengalihkan topik. Karena untuk sekarang, lebih baik fokus pada Aruna.Ryuga memarkirkan mobilnya di tepi jalan tidak jauh dari tempat Aruna
Karena pertolongan dua pemuda itu, Aruna dibaringkan di sisi lapangan tepat di bawah pohon yang cukup rindang sehingga tidak terpapar sinar matahari secara langsung.Usai membaringkan Aruna, Aland menatap ke arah gadis yang diduga sebagai teman larinya Aruna.“Kenapa Aruna bisa sampai pingsan segala?!” protesnya.Ditodong pertanyaan seperti itu, siapa yang tidak kesal? Anjani tidak merasa dirinya salah, alhasil dia menyahut santai. “Mana aku tahu. Kamu tanya Aruna saja.”Aland yang hendak menyahut lagi tertahan karena tangannya disentuh oleh pemuda yang bersamanya. “Tidak perlu marah-marah segala, Al. Mending kamu belikan Aruna minuman hangat.”“Sekalian sama minyak kayu putih, ya!” tambah Anjani. Takut disemprot lagi, Anjani menambahkan, “Biar Aruna cepet sadar ‘kan?!”Kalau bukan untuk Aruna, Aland mana mau. Mengembuskan napas berat, Aland pun berdiri lalu pergi meninggalkan keduanya.Entah kenapa Anjani merasa lucu melihat wajah kesal Aland yang tertahankan. Namun, fokusnya langsun
Tidak ingin menyia-nyiakan hari terakhir libur sebelum masuk perkuliahan, Aruna dan Anjani pagi-pagi sekali sudah siap dengan setelan training dan sweater rajut.Ya, keduanya memutuskan untuk berjalan sehat mengitari lapangan lari yang jaraknya tidak jauh dari kampus.“Nggak diantar Daddy kamu, Runa?” tanya Anjani begitu melihat Aruna yang datang turun dari ojek online.Aruna menggelengkan kepalanya. “Daddy lagi nggak ada.”“Emang Daddy kamu ke mana?” tanya Anjani lagi. Dia merasa penasaran. Anjani mengimbangi langkah Aruna untuk berjalan santai. Bukan berarti Anjani memutuskan tidak berlari seperti orang-orang di sekitarnya karena tahu Aruna memiliki asma, tapi itu karena Anjani malas saja. Dasar.Mata besar Aruna melirik teman dekatnya dengan senyum yang terlihat mengerikan. “Cari Mommy baru buat aku.”TUKKK“Aww, Anjani sakit!” ringis Aruna saat mendapatkan jitakan di pinggir dahinya.Tidak ada tanda-tanda Anjani menunjukkan perasaan bersalahnya. Dia malah mengajukan pertanyaan lag
Jika bukan karena alarm yang sudah menjerit-jerit, sepasang pria dan wanita yang tidur dalam satu ranjang itu tidak akan terbangun dalam bersamaan.Sang wanita berhasil membuka matanya lebih dulu. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, dia merasakan pergerakan dari sisi ranjangnya yang memang tidak begitu besar.Begitu menoleh, dia mendapati sesosok pria tampan yang tanpa mengenakan atasan juga tengah menolehkan kepalanya. Keduanya bertukar pandangan.“Saya bisa jelaskan–“Nggak perlu, gue inget apa yang terjadi semalam kok,” selanya dengan santai. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dia kembali berucap, “Gue nggak akan minta pertanggung jawaban apa pun dari lo.” Nada bicaranya terdengar sangat serius sehingga membuat Sang pria mengerutkan dahinya samar.“Seharusnya saya bisa membantu Anda dengan cara yang lain, Nona Lilia.” Sang pria menyebutkan nama wanita yang terbaring di sebelahnya.‘Cara lain?’ batin Lilia sambil mendengus kasar. Satu-satunya cara yang ampuh untuk melep
Dilihat dari sudut mana pun, jika dari luar Claudia tampak baik-baik saja. Wanita itu baru saja berdiri dari kursi meja riasnya dan tengah memunguti kapas kotor untuk dibuangnya ke dalam tong sampah kecil di sudut ruangan.Namun, belum sempat beranjak pergi, ada sepasang tangan yang melingkari perutnya.“Ryuga,” tegur Claudia dengan suara yang mengalun lembut.Alih-alih mengerti maksud teguran halus itu, Ryuga malah sengaja mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Claudia.“Biarkan seperti ini dulu. Aku masih merindukanmu, Claudia.” Suara rendah Ryuga yang berbisik tepat di belakang cuping telinga Claudia membuat wanita itu merasa kegelian.Pandangan keduanya beradu tatap melalui cermin rias milik Claudia. Manik hitam pria itu menyorotnya lembut. Dan sudah bisa dipastikan itu memicu debar di dada Claudia.Untuk mengalihkan itu, Claudia memutuskan bertanya selagi dirinya teringat, “Apa aku tidak salah dengar kamu menyebut nama Lilia, Ryuga? Apa terjadi sesuatu padanya?”Ryuga mende
Dibalik Ryuga dan Claudia yang kini sudah tiba di flat, lain lagi Riel yang harus terjebak bersama Idellia. Pria itu kesulitan mencari celah untuk melarikan diri sebab Idellia yang kini setengah mabuk tampak gelonjotan di lengannya.Kewarasan Idellia pasti berkurang sebab dia dengan berani menyentuh lengan bisep Riel yang tampak berotot. Idellia bergumam, “Wow, ototmu besar juga!”Ekspresi Riel menunjukkan kerisihannya. Dia belum pernah bertemu wanita seagresif Idellia. Maka, sehalus mungkin Riel mencoba menepis lengan Idellia.Selain dia tidak suka bersikap kasar pada wanita, Idellia adalah teman dari Claudia.“Saya harus pergi, Nona Idellia. Sepertinya Pak Ryuga dan Bu Claudia juga sudah tidak lagi di Club,” beritahu Riel sambil menundukkan wajah untuk melihat ke arah kepala Idellia yang sekarang tengah bersandar di sebelah pundaknya.Pria itu mengembuskan napas beratnya. Kalau seperti ini, bagaimana caranya agar dia pergi?“Kamu … pergi?” lirih Idellia. “Jangannnn~,” jawabnya denga
Untuk apa menghindar jika tidak mempunyai salah? Lagipula … percuma saja menghindari Ryuga. Ditambah posisi untuk Claudia kabur sangat tidak memungkinkan karena kedua tangan Ryuga mencengkram sisi-sisi kursi yang diduduki Claudia. Wanita itu merasakan detak jantungnya meningkat kala bersinggungan mata dengan manik hitam Ryuga. Sesaat Claudia memejamkan matanya, ‘Astaga … jantungku.’ Rasanya seperti ingin meledak. Bertepatan Claudia membuka mata, suara berat Ryuga mengudara, “Ikut aku sekarang, Claudia!” Ucapannya jelas tidak ingin dibantah. Begitu tangan kiri Ryuga menyentuh lengannya, pandangan Claudia turun untuk melihat. Entah sejak kapan gips di tangan Ryuga berhasil dilepaskan. Tapi, yang pasti Claudia merasa bersyukur. Claudia tidak terlalu memperhatikan saat acara pameran berlangsung tadi. Sekarang, tahu-tahu saja Ryuga melepaskan lengan Claudia. Manik hitamnya menyorot Claudia tajam. “Mau aku gendong atau berjalan sendiri, Claudia?” tanyanya tidak sabar. Ditambah kedua
Pencahayaan lampu yang berkelap-kelip itu tidak terbiasa dilihat oleh netra mata Claudia sehingga dia membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi. Selain itu, ada hal lain yang membuat Claudia tiba-tiba saja menolak bergabung ke lantai dansa.“Nanti aku menyusul. Aku merasa haus, ingin pesan minuman,” beritahu Claudia beralibi.Untung saja yang lain tidak curiga. Zoya menyahut, “Oke, Clau.” Lantas Zoya, Praya, dan Fanya berlalu pergi. Meninggalkan Claudia dan Lilia yang berdiri bersisian.Claudia menolehkan wajahnya ke arah Lilia. “Kamu … mau pesan minuman juga, Lilia?”Wanita itu merespons dengan menganggukkan kepala. Lalu Lilia baru menolehkan wajahnya. Tanpa mengatakan apa pun, dia menyambar lengan Claudia dan menariknya pergi menuju meja bartender.Claudia pasrah saja tangannya ditarik karena sejujurnya dia sudah tidak memiliki energi apa pun. Pandangannya tampak kosong dan Claudia tidak memperhatikan kondisi sekitar, termasuk ekspresi wajah Lilia yang tampak berubah sedikit gelisah.
Miwa Club.Claudia kedapatan menghela napas saat melihat papan nama dari tempat Club tersebut."Masih memikirkan Ryuga, Clau?"Mendengar pertanyaan itu, Claudia menolehkan kepalanya ke arah sesosok wanita seusianya yang menunjukkan raut wajah polosnya. Begitulah Idellia.Kedua sudut bibir Claudia tersenyum tipis. "Kenapa aku harus memikirkan Ryuga?" jawabnya dengan pertanyaan lagi.Idellia belum sempat memprotes karena Claudia kembali menyambung ucapannya. "Ah, gara-gara ucapanku tadi, ya?" tebaknya. Kepala Claudia mengangguk. "Aku memang merindukannya. Tapi, itu tadi."Tentu lain lagi tadi dan sekarang. Claudia kembali tersenyum. Pandangannya turun dan tangannya menyambar lengan Idellia. Dengan santainya, Claudia berucap, "Let's go, Idel. Kita akan bersenang-senang 'kan malam ini?"Setengah tidak percaya dengan jawaban dan sikap Claudia, Idellia hanya mengangguk pasrah dan diam saja ketika Claudia setengah menyeret langkahnya.Wanita itu membatin sambil menatap punggung Claudia lamat