Claudia hanya bertanya, tidak lebih tidak kurang. Tapi, jawaban Ryuga sangat terdengar tidak ramah. Raut wajahnya bahkan terlihat kesal.“Iya, ibunya Aruna,” jawab Ryuga dengan tegas. Pria itu seperti enggan menyebut ‘mantan istri’.Jadi Claudia hanya menganggukkan kepala tanda mengerti. Dia tidak berani bertanya macam-macam lagi. Padahal Claudia jadi penasaran sendiri, apa hubungan keduanya berakhir tidak baik?‘Galak banget deh Ryuga. Kan, aku cuma tanya. Tanyanya pun baik-baik juga?’ pikir Claudia menundukkan wajahnya.Perhatian Claudia teralihkan karena Aruna memegangi tangan Claudia. Di tengah-tengah itu, bisa-bisanya Aruna sempat melempari Claudia senyum.Sejurus kemudian, Claudia membalas senyum Aruna.“Ini berapa lama, Ryuga?” tanya Claudia kembali menolehkan wajahnya menatap Ryuga. Maksud Claudia, menggunakan nebulizernya.“Lima belas menit atau sampai Aruna merasa cukup, Claudia,” beritahu Ryuga.Claudia hanya menanggapinya dengan anggukkan kepala. Dia tersentak saat Aruna m
Saat ini Claudia butuh menyegarkan pikirannya dengan tidak melihat keberadaan Ryuga. Tapi, masalahnya Aruna tak memperbolehkannya keluar bahkan setelah gadis itu selesai diuap.“Kalau aku minta satu hari lagi buat Bu Clau nginep disini, boleh?” tanya Aruna dengan raut wajah yang cemas sambil sekilas melihat ke arah Ryuga sebelum menatap Claudia.“Aruna,” panggil Ryuga pelan menghela napas.Tahu jika Ryuga sudah pasti akan melarangnya membuat perasaan Aruna sedih. Gadis itu berucap dengan suara yang menahan tangis. “Aruna ‘kan cuma tanya. Kalau Bu Claudia nggak mau juga nggak apa-apa kok, Dad.”Claudia mana tega untuk menolak Aruna? Melihat gadis itu sedang dalam tidak kondisi tidak sehat, membuat perasaan Claudia tergugah untuk tetap berada di dekatnya.“Sebentar, Ibu tanya daddy kamu dulu,” balas Claudia mengusap lembut punggung tangan Aruna. Pandangan Claudia beralih menatap Ryuga. “Kalau kamu merasa keberatan, Ryuga–“Siapa yang bilang aku keberatan?” potong Ryuga sembari menaikkan
“Om Tirta dengar sendiri ‘kan?” ledek Aruna tersenyum puas setelah mendengar jawaban Claudia.Tirta mengangguk-anggukkan kepalanya. “Iya deh … yang penting Aruna bahagia aja. Bukan begitu ‘kan Mommy Aruna?”“Eh.”Mata Claudia membola. Namun, cepat-cepat wanita menyunggingkan senyumnya. “I-iya, kebahagiaan Aruna yang paling utama.”Bayangkan betapa salah tingkahnya Aruna sekarang. Gadis itu melipat kedua bibirnya ke dalam dengan pipi yang sudah memerah.Ryuga yang tadinya ingin menyuruh Tirta berhenti juga senang sendiri mendengar jawaban Claudia. Pria itu lebih banyak diam sedari tadi.“Dengar itu Aruna. Jadi kurang-kurangi nangisnya mulai sekarang,” timpal Tirta selagi mengecek suhu tubuh Aruna melalui termometer pada kening gadis itu.“Iyaaaaa,” sahut Aruna menghela napas.“Demamnya nggak begitu tinggi, tapi tetap Om resepin obat yang harus diminum.” Tirta kembali menjadi mode dokter.“Oke, Om. Makasih banyak.” Aruna menarik kedua sudutnya untuk tersenyum. Meskipun Tirta menyebalkan
Tengah malam, Claudia terbangun karena tenggorokannya terasa kering. Hati-hati Claudia menyingkirkan tangan Aruna yang tertidur sambil memeluknya. “Tidur aja Aruna tetap terlihat cantik,” gumam Claudia sambil menggeleng tak percaya. Dia menarik selimut sampai batas dada agar Aruna tak kedinginan. Pandangan Claudia naik, kembali menatap wajah Aruna. Penuh kesadaran Claudia membawa tangannya untuk membetulkan beberapa anak rambut Aruna yang menutupi wajah cantiknya. Pun, Claudia memastikan demam Aruna sudah benar-benar turun dibandingkan sebelumnya. Pertanyaan Dokter Tirta melintas begitu saja di kepala Claudia. Memiliki anak seperti Aruna? Claudia dengan senang hati akan menerima Aruna sebagai putrinya. Gadis itu tumbuh dengan perilaku baik. Aruna juga penurut ketika Ryuga menyuruhnya meminum obat tanpa menundanya. Saat Claudia mengompres mata Aruna sebelum tidur, gadis itu mengatakan ingin mentraktir Claudia makan siang dengan memakan cake favoritnya. “Pokoknya Bu Clau harus nyo
Ternyata maksud dari ucapan Ryuga adalah … deep talk. Pria itu menunjukkan gummy smile-nya ketika mendapati wajah Claudia yang panik.“Kamu memikirkan apa, Claudia?” goda Ryuga menaikkan satu alisnya.Ekspresi yang ditunjukkan Claudia benar-benar menghiburnya. Wanita itu tampak gelisah.“Tidak ada, Ryuga. Mau mengobrol di mana?” tanya Claudia buru-buru membelokkan topik.Alih-alih menjawab, Ryuga malah menyodorkan tangannya. Jika tadi Ryuga asal menarik Claudia, kali ini pria itu tidak melakukannya.“Tanganmu, Claudia,” pinta Ryuga mengedikkan dagu ke arah tangannya.Claudia tidak langsung menurut. Pandangannya turun menatap tangan Ryuga lalu memicingkan mata ke arah pria itu.“Aku tanya. Di mana, Ryuga?”Bukan apa-apa, Claudia jadi merasa was-was. Bagaimana pun, meskipun Ryuga tidak akan macam-macam, tapi Claudia harus bisa menjaga batasan.Suara di kepala Claudia muncul. ‘Batasan apa, Claudia?’ Rasanya Claudia ingin menertawai dirinya sendiri yang tampak konyol.Tadi … hampir saja C
Claudia tahu arah pembicaraan Ryuga menjurus kemana ditambah tatapan pria itu tertuju pada bibir cherry-nya.‘Jangan bilang Ryuga mau menciumku lagi?!’ batin Claudia menjerit. ‘Apa dia tidak bosan?’ herannya.Memang benar Claudia tidak munafik menikmati apa yang Ryuga lakukan dengan bibir cherry-nya, tapi apa itu tak terlalu berbahaya? Claudia sendiri kewalahan mengatasi detak jantungnya yang siap untuk meledak serta darahnya yang berdesir hebat kala Ryuga menyentuhnya.Itu membuat Claudia tersiksa, namun dengan cara yang ‘berbeda’.Maka, detik Ryuga mulai mendekatkan wajah, memiringkan kepala, dan memejamkan mata, Claudia refleks mengangkat susu kotak strawberry yang sudah dibukanya dan memasukkan sedotan itu ke dalam mulut Ryuga.Seketika itu juga Ryuga membuka mata. Dia sempat menggigit sedotan itu melalui giginya lalu mendengus.“Apa yang kamu lakukan, Claudia?” geram Ryuga dengan suara yang rendah, masih dengan sedotan di dalam mulutnya.Claudia mengerjapkan matanya. Dia takut Ry
Sesi obrolan semalam berakhir jam tiga pagi karena Claudia tidak dapat menahan kantuknya. Dia dan Ryuga membicarakan banyak hal, namun sepakat untuk tidak membahas soal pertunangan keduanya terlebih dahulu. “Bu Claudia, biar saya saja yang lanjutkan. Pak Ryuga sudah turun ke bawah.” Suara Bu Nani–asisten rumah tangga Ryuga, tahu-tahu sudah ada di belakang Claudia yang sedang sibuk di depan kompor. Meskipun Claudia hanya tidur beberapa jam, dia tetap bangun pagi-pagi sekali. Selain karena tak enak, tubuhnya seperti memiliki alarm tersendiri. Juga, Claudia ingin membuatkan sarapan spesial untuk Ryuga dan Aruna. “Ohh Ryuga sudah bangun, Bu Nan?” tanya Claudia menolehkan kepalanya yang langsung diangguki Bu Nani. “Iya, Bu– “Apa yang kamu lakukan, Claudia?” Suara ketus Ryuga di belakang sana bertanya. Dia keheranan mendapati Claudia sepagi ini sudah ada di dapur dan tunggu, wanita itu memakai celemek yang biasa dipakai asistennya, Bu Nani. “Memasak. Kamu tidak lihat, Ryuga?” Claudia
“Maaf mengganggu, Pak Ryuga. Sarapannya sudah siap.”Pernyataan Bu Nani menyelamatkan Claudia dari pertanyaan Aruna. Dia bukan tidak bisa menjawab, tapi takut jika jawaban yang keluar dari mulutnya malah menyakiti perasaan Aruna.“B-biar saya bantu ya, Bu Nan!” balas Claudia bangkit berdiri dari duduknya.Sudah tabiat Claudia menghindar seperti itu. Ryuga hanya bisa mendengus. Tak menampik, dia sedikit kesal.Apa susahnya memberikannya kepastian?“Aruna, nggak apa-apa ‘kan Ibu bantu dulu Bu Nani? Nanti kita lanjut lagi ngobrolnya,” ucap Claudia meminta izin.Aruna menganggukkan kepala. “Oke, siap, Bu Claudia!” jawab gadis itu merasa tidak keberatan.Setelah Claudia menyusul Bu Nani ke pantry, Aruna duduk di kursi yang ditempati Claudia tadi.Matanya yang besar memicing ke arah Ryuga. “Dad!” panggilnya dengan suara pelan.Refleks Ryuga lebih mencondongkan badannya ke depan agar mendengar suara Aruna. “Ya, kenapa, Na?”“Aruna nggak tahu Daddy deketin Bu Claudia dengan cara apa, tapiiii
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du
Ternyata Ryuga benar. Dia sama sekali tidak salah mendengar. “Mas Ryuga?” ulang Ryuga lalu menusukkan ujung lidahnya di salah satu pipi. Dia mengurungkan niat–sebenarnya Ryuga hanya sekadar menggoda Claudia. Mendapati Ryuga yang merangkak mendekatinya, Claudia buru-buru meraih selimut dengan susah payah untuk menutupi tubuhnya yang polos. Setengah dari wajahnya sudah hampir tertutupi selimut, hanya saja Ryuga berhasil menariknya turun sebatas leher. “Ulangi, Claudia,” pintanya dengan suara yang rendah. Claudia menaikkan pandangan, menatap Ryuga, sebab tangan suaminya itu mengangkat dagunya. Seluruh wajah Claudia memanas. Bibir cherry-nya perlahan disentuh Ryuga dengan cara yang sensual. “Baiklah, jika memang Nyonya Daksa ini tidak mau bicara, aku menganggapmu tidak ingin melanjutkan– “Ja-hat!” Mendengar Claudia merutuk, sudut bibir Ryuga tertarik ke atas. Demi apapun, Claudia tampak menggemaskan. Apalagi Claudia yang menghindari kontak mata dengan manik hitamnya. “A–aku masih b
Warning: Mature content! Bagi yg kurang nyaman untuk baca, bisa skip bab ini okayyyy. Thank u … di atas ranjang.Namun, bukan berarti kehadiran calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir tidak diinginkan oleh Ryuga. Dia sudah sangat menantikannya.“Lebih turun sedikit lagi, Claudia,” pinta Ryuga berbisik pelan di telinga istrinya itu dengan suaranya yang dalam. Tangannya membelai sisi pinggang atas Claudia yang terasa lembut.Pada kehamilan Claudia yang sudah menginjak tujuh bulan, Claudia tampak lebih berisi di beberapa bagian tubuh, salah satunya di bagian dada. Tangan Ryuga sudah bergeser pada bagian itu. Menekan lalu menggoda cherry di dada Claudia menggunakan dua jarinya.Satu lenguhan pelan mengudara. “Engh~”Dia
Mas RyugaMungkin sudah ratusan kali–oke, bagi Claudia itu berlebihan, rasanya sudah puluhan kali dia merapalkannya baik dalam hati maupun isi pikirannya. Bibirnya terlalu kelu untuk memanggil Ryuga demikian.Lidahnya terlalu kaku. Sisi dalam diri Claudia berbisik, ‘Semua akan terbiasa. Jadi, dicoba dulu, Clauuuu!’“Ryuga dan Aland belum pulang, Clau?”Celetukkan itu membuat Claudia mengerjapkan mata lantas menatap Sang Ayah yang sudah tampil rapi di hadapannya. “Ha? O–oh, belum, Yah. Sepertinya sebentar lagi,” jawab Claudia menduga-duga.Dia mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang kini menunjukkan baru pukul tujuh pagi. Sekitar satu setengah jam lalu, Aji mengatakan jika Ryuga dan Aland ke luar untuk lari pagi.Baru Claudia ketahui setelah menikah jika Ryuga akan pergi berolahraga minimal satu kali dalam seminggu. Claudia menolehkan wajahnya lagi ke arah Aji. “Ayah sudah harus pergi sekarang?”Aji menganggukkan kepalanya. “Rasanya ada yang kurang kalau belum Ayah pastikan s
Pras mengantarkan Aruna pulang sesuai jam yang sudah ditetapkan Aji. Tidak ada keanehan. Sepanjang makan malam pun, Aruna bahkan tak segan memamerkan manik-manik yang dibelikan Pras di Pasar Sabtu. Namun, sekitar hampir jam setengah sembilan malam, gadis itu mulai terbatuk-batuk dan kesulitan bernapas. Asma Aruna … kambuh. Dan di saat-saat seperti itu, kekhawatiran Ryuga datang dua kali lipat. Pria itu cekatan memastikan kebutuhan Aruna terpenuhi. Claudia tidak diperbolehkan membantu, hanya menemani Aruna yang berbaring di ranjang tidur. Lagi-lagi Claudia dibuat terpesona. Dia beberapa kali kedapatan menggigit bibir bawahnya, menginginkan sesuatu dari suaminya itu. Akan tetapi, dengan cepat Claudia menepis jauh-jauh pemikirannya. ‘Ish, mikir apa, sih, kamu, Clau?!’ “Mom, tidur dengan Aruna, ya, malam ini?” pinta gadis itu sambil memeluk lengan Claudia. Hal itu membuat fokus Claudia teralihkan. Dia tidak langsung mengiakan. Malah melemparkan pandangan pada Ryuga yang ternyata sudah
Ryuga menjeda ucapannya, dia belum sepenuhnya selesai. “Coba saja kalau kamu berani, Al.”Suaranya yang terdengar tegas dengan manik hitam yang menyorot tajam membuat Aland perlahan menarik kembali kepalanya ke dalam dan menutup pintu rapat-rapat setelah memberikan cengiran khasnya.‘Ya mana berani kalau sama Om Ryuga.’ Aland berani menghadapi masalah lain di luar sana, tapi jika menyangkut kakak iparnya, Aland rasanya sudah menyerah duluan.Pemuda itu meneguk ludahnya dalam-dalam. “Om Ryuga kapan nggak kelihatan seremnya, sih, Mbak?” keluhnya sambil berjalan mendekati Claudia. Jari telunjuk Aland mengambang, menunjuk ke arah perut besar kakak perempuannya. “Curiga … anaknya bakal mirip Om Ryuga banget kalau sudah dewasa.”Claudia mengelus perutnya dengan sayang. Bibir cherry-nya tersenyum mendengar Ryuga dalam keadaan marah pun masih peduli padanya. “Kok mesti dicurigai segala, Al? Wajar kalau mirip Ryuga, ‘kan memang Daddy-nya.”Mendaratkan bokongnya kembali di ranjang tidur, Aland
“Ryuga Ryuga.”Tidak ingin membuat suaminya itu cemburu dan berakhir salah paham, Claudia mengangkat kedua tangannya dan menyentuh pipi Ryuga agar mendongak supaya bertukar pandangan dengannya.Sepasang manik hitam Ryuga yang menyorotnya tajam cukup berhasil membuat Claudia terintimidasi. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Dia membatin, ‘Satu-satunya yang tahu soal Dokter Valky hanya Ayah …. Apa saja yang Ayah katakan pada Ryuga?’Claudia yakin sekali dengan soal yang satu itu. Kecil kemungkinan jika Aland yang memberitahu soal Dokter Valky.“Tolong dengarkan penjelasanku dulu, ya?” pinta Claudia dengan suara yang lembut. Karena jika dilihat dari ekspresi Ryuga yang tampak kesulitan, sepertinya akan sulit mengajaknya untuk bicara.Ryuga menggelengkan kepala. Dia sudah mendengarnya dari Aji. Kira-kira begini, “Ayah baru ingat jika dulu sebelum Claudia pergi ke kota untuk melamar sebagai dosen, Dokter Valky sempat ditugaskan di Desa ini.”Mendengar informasi itu, Ryuga menyimaknya de
Valky …Berulang kali Ryuga memikirkan nama itu saat membersihkan dirinya di kamar mandi. Seingatnya, Aruna tidak memiliki teman pria dengan nama yang disebutkan tadi.Kalau begitu, kemungkinan besar Claudia mungkin saja mengenalnya? Dilanda penasaran, cepat-cepat Ryuga menyelesaikan kegiatan mandinya itu.Saat Ryuga membuka pintu kamar mandi, manik hitamnya tak sengaja menangkap kehadiran Aji yang hendak menuju dapur rumahnya. “Baru selesai mandi, Ryu?”Ryuga hanya menjawabnya dengan gumaman. Namun, langkah kakinya mengikuti Aji menuju dapur. Hubungan keduanya sebagai menantu dan mertua tidak bisa dibilang buruk. Meskipun tidak bisa dibilang akrab, keduanya masih bisa mengobrol dalam beberapa hal, termasuk mengenai festival yang akan diselenggarakan di Desa tempat Claudia tinggal.Alasan itulah yang menyebabkan Ryuga ada di desa kediaman istrinya–Claudia.“Semuanya sudah selesai, Yah?” Selaku sponsor yang mendanai besar acara festival tersebut, Ryuga memastikan. Beberapa saat yang la
Itu semua dibuktikan dalam sekejap melalui ketukan di pintu kamar Claudia diiringi suara gadis yang terdengar begitu jelas sampai ke dalam. Demi mendengar suara Aruna yang mengalun dengan hati-hati, Ryuga yang sudah menukik kedua alisnya dengan kesal mendadak memudar. “Dad … Mom … Aruna ganggu nggak kira-kira?” Dalam kondisi seperti ini, jelas mengganggu bagi Ryuga. Akan tetapi, itu Aruna. Gadis itu selalu memiliki ruang tersendiri bagi Ryuga. “Gi–gimana, Ryu?” tanya Claudia sambil meringis. Senyum Ryuga kelihatan getir. “Mau bagaimana lagi, Claudia?” Sebelum beranjak pergi, Ryuga menyempatkan diri mengusap pipi Claudia sekilas. Claudia tersenyum memandangi punggung Ryuga yang menjauh. Dia membatin, ‘Tumben Ryuga mau mengalah?’ Merasa penasaran dengan kedatangan Aruna, Claudia pun mencoba bangkit dari ranjang tidur. Sementara Ryuga sudah membukakan pintu, sosok Aruna tampak berjalan menjauh. “Ada apa, Na?” Suara Ryuga yang mengudara seketika membuat Aruna membalikkan tubuhnya.