Sempat salah mengambil langkah, Ryuga terdiam sejenak setelah Claudia mematikan sambungan telepon. Ryuga cukup merasa bersalah dengan menurunkan Claudia pagi tadi. Dan perasaan itu kembali menghantuinya.Manik hitam Ryuga menyorot tajam ke arah Bellanca. “Aku tidak akan membuat kesepakatan apa pun, Bella. Jika memang kamu berani mengungkap identitas Aruna, silakan saja …,” jeda Ryuga sambil bangkit dari duduknya.Setelah Bellanca mengancamnya di kantor, Ryuga belum sempat bisa membahas itu karena dia memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan. Maka, Ryuga sepakat menemui Bellanca di kediamannya untuk membicarakan hal ini.Namun, saat Ryuga pergi ke kamar mandi sebentar, Bellanca malah dengan lancang mengangkat telepon dari Claudia.“Tapi, akan ada harga yang harus dibayar ‘kan?” dengus Ryuga dengan nada final.Tanpa harus menunggu Bellanca merespons ucapannya, Ryuga pergi meninggalkan kamar hotel Bellanca dengan langkahnya yang super cepat.Ryuga harus menemui Claudia. Dia menduga Bella
Sesekali menolak Ryuga bukan masalah besar ‘kan?Claudia mendadak gelisah dalam duduknya sambil mengigiti bibir bawahnya. Satu tangannya masih setia menggenggam ponsel yang sudah diatur dalam mode hening. Sudah tiga kali Ryuga menelepon Claudia. Namun, tak ada satu pun yang Claudia angkat.Sekarang Claudia sudah mengganti bajunya dengan piyama. Wajah tanpa polesan make up membuat Claudia tetap cantik natural. Rambutnya juga dicepol tinggi-tinggi. “Dir, ponsel lo angkat dulu gih. Berisik banget,” keluh Aland yang merasa terganggu dengan aktivitas keduanya yang sedang bermain playstation atau PS.“Mbak, tolong angkat teleponnya dong. Bilangin sama Aruna gue lagi nggak mau diganggu.” Kepala Dirga menoleh ke belakang sambil menyodorkan ponsel miliknya. Claudia yang duduk di sofa langsung menghindar. Kedua tangannya menyilang di depan dada.“Bilang sendiri, Dirga,” titah Claudia menolak permintaan pemuda tersebut.Maka, tak ada pilihan lain, Dirga menyimpan stik PS, dan langsung pergi men
Tidak mungkin Claudia tidak tergoda dengan tawaran Ryuga. Menginap di apartemen mewah dengan fasilitas lengkap serba ada.Claudia sangat tertarik dengan kursi pijatnya. Membayangkan setelah seharian penuh bekerja lalu bisa merilekskan badan di kursi itu sungguh kenikmatan yang tiada tara.‘Haish, sadar diri kamu, Claudia!’Claudia merasa jengah. Matanya memicing ke arah Ryuga. “Berhenti menggodaku, Ryuga,” ucapnya dengan sedikit kesal.Ryuga mendengus tak percaya dengan tingkah Claudia yang jauh lebih berani padanya.“Aku tidak menggodamu, Claudia. Aku serius,” bantah Ryuga. “Kalau kamu butuh tempat untuk istirahat dan tidak ingin diganggu, menginap di apartemenku saja.”Apa-apaan Ryuga ini!? Memang boleh memperlakukan tunangan kontraknya sebaik ini? “Terima kasih sebelumnya, Ryuga,” sahut Claudia seadanya.Pria itu menghela napas. Dia menatap Claudia serius. “Apa yang kamu dengar dari Bella di telepon tadi?” Ryuga mengganti topik pembicaraan. Tidak, sejak awal Ryuga memang ingin men
Sejujurnya Claudia tidak tahu harus merespons Ryuga dengan cara seperti apa. Tapi, seperti yang sudah-sudah refleks respons Claudia selalu buruk.“Apa rasanya nggak berlebihan kamu memberikan bunga–“–Ryuga Ryuga,” potong Claudia seraya menahan tangan Ryuga yang ingin membuang buket bunga tersebut ke tong sampah di dekatnya.“Kamu mau buang bunganya?” tanya Claudia tidak habis pikir.Ryuga mendengus. “Hanya jika kamu tidak menginginkannya, Claudia.”Wanita itu setengah bangkit dan langsung mengambil alih buket bunga di tangan Ryuga. Claudia rasa dia tidak mengatakan tidak mau.“Aku tahu uangmu banyak, Ryuga. Tapi, ini namanya buang-buang uang. Kamu juga nggak menghargai florist kalau gini namanya–Ucapan Claudia terputus kala Ryuga menempelkan jari telunjuk di bibirnya sendiri.“Seharusnya kamu terima bunganya sejak awal, Claudia.”Pria itu memutuskan kembali duduk di kursinya dan mengambil jeruk untuk dikupas kulitnya. Sejenak Claudia hanya memandang buket bunga itu. Dia berpikir pad
“Selamat malam. Selamat datang di supermarket Impian.”Petugas di kasir memberikan sapaan ketika Claudia dan Ryuga masuk ke dalam supermarket. Claudia membalas dengan senyuman. Dia memutuskan membawa buket bunga pemberian Ryuga dalam pelukannya dibandingkan ditinggal di luar.Saat akan mengambil keranjang, kulit tangan Ryuga dan Claudia tak sengaja bersentuhan kala Claudia dan Ryuga secara bersamaan akan mengambil sebuah keranjang. Pandangan Claudia naik, menatap Ryuga yang lebih tinggi darinya.“Aku saja yang bawa,” tegas Ryuga yang membuat Claudia menurunkan tangannya.“O-oke.” Claudia tak mempermasalahkan. Toh, tangannya juga sedang memegang buket.Lalu langkah Claudia menyusuri lorong kabinet camilan. Dia hanya mengambil empat bungkus dengan varian yang berbeda untuk kedua adiknya itu.Ryuga tak mengatakan apa pun setelah menyadari Claudia sudah selesai mengambil apa yang dibutuhkannya.“Sudah, Claudia?”Kepala Claudia menoleh lantas mengangguk. “Aland Dirga cuma suka camilan yan
Usai dari supermarket dan Claudia mendapatkan izin dari Ryuga untuk pulang sendiri saja, wanita itu bergegas agar Aland dan Dirga tak mencurigai kepergiannya yang terlalu lama.Tadinya Ryuga bersikukuh ingin mengantarkan Claudia, hanya saja Claudia takut jika Aland dan Dirga melihatnya.‘Ryuga sama aku kayak punya hubungan yang nggak direstui keluarga, jadinya ngumpet-ngumpet,’ pikir Claudia.Saat Claudia hendak membuka pintu rumah, Dirga mengirimkan pesan padanya.[Dirga: Mbak kesasar di supermarket? Gue susulin, ya?]“Cish, yakali aku kesasar. Dirga ada-ada aja,” cibir Claudia memasukan ponselnya ke saku depan sweater Aruna tanpa membalas pesan pemuda itu.Sejurus kemudian Claudia meringis. Sweater Aruna tidak akan dikenali oleh Dirga ‘kan?Baru berpikir demikian, sosok Dirga langsung muncul begitu pintu terbuka dari dalam. Dirga sudah mengenakan hoodie kesayangannya.“Kenapa lama, Mbak?”Mendapati Dirga yang memandang Claudia dengan khawatir malah membuat wanita itu terkekeh. Dia i
Paginya, Claudia sudah bersiap pergi ke kampus. Dia sudah tidak menemukan Aland dan Dirga di seluruh sudut rumah. Hanya ada catatan kecil yang ditempel di pintu kulkas. [Dirga: Gue jemput Aruna.] [Aland: Gue ada kelas pagi, Mbak. Jaga diri dan selalu hati-hati.] “Mbak ‘kan belum kasih uang jajan sama kamu, Al,” gumam Claudia sambil berlalu pergi. Wanita itu hanya perlu mengambil tasnya saja yang ditaruh di sofa. Claudia bisa mengirimkan uang melalui rekening nanti pada Aland. Meskipun uang Claudia sudah sangat menipis, dia tetap ingin memberikan uang saku pada adiknya itu. Maka, setelah selesai mengunci pintu rumah, Claudia melangkahkan kaki ke luar pekarangan. Netra matanya menangkap kehadiran mobil mewah Ryuga yang terparkir tepat di depan rumah Dirga. “Untung saja Aland Dirga sudah pergi.” Claudia menghela napas lega. Pintu belakang mobil sudah terbuka, itu artinya Ryuga membawa sopir. Buru-buru Claudia masuk ke dalam sebelum ada banyak pasang mata yang tak sengaja memperhati
Melalui sentuhan tangan Ryuga, rambut Claudia disulap menjadi model french braid yang membiarkan rambut panjang bawahnya dibiarkan menjuntai setelah mengepang dua bagian atas rambutnya.Melalui cermin kecil miliknya, Claudia tersenyum. Ryuga menarik tubuh wanita itu agar menghadap padanya.Pada akhirnya, Claudia lebih memilih membalik tubuhnya dibandingkan duduk di pangkuan pria itu. Yang benar saja, Claudia masih waras.“Kok kamu jago, sih?” heran Claudia menatap manik hitam Ryuga. Semakin lama Claudia mengenal Ryuga, pria yang tampak dingin dari luar itu punya kelebihannya tersendiri.Claudia memberikan dua jempolnya. “Aku suka. Terima kasih ya, Ryuga.”Ryuga menatap puas melihat hasil pekerjaan tangannya pada rambut Claudia. Dia mendengus, “Terima kasih saja?”‘Ternyata ada maunya,’ keluh Claudia menggelengkan kepala. Namun, karena dia senang, mangkanya Claudia bertanya, “Ya sudah, kamu mau apa Ryuga?”Sejurus kemudian, Claudia terpikirkan satu hal. Buru-buru dia menambahkan, “Bole
Seorang pria cenderung mengikuti logika dibandingkan perasaannya. Riel termasuk pria dengan tipe pertama. Akan tetapi, sepertinya itu tampak berbeda dengan apa yang baru saja dilakukannya.Dengan kesadaran penuh, kini Riel tengah berdiri di sebuah kamar flat–tempat yang baru didatanginya kedua kali. Tangan kanannya sudah terangkat, hendak mengetuk pintu. Namun, mendadak Riel ragu.Tapi, sudah terlanjur disini ….Alhasil tangannya menggantung di udara. Riel membuang wajah sekaligus mengembuskan napas kasarnya. Bertepatan dengan itu, pintu kamar flat tersebut terbuka dari dalam.Refleks, Riel kembali meluruskan pandangan. Maniknya langsung bersitatap dengan sosok penghuni kamar pemilik flat. Bibir Riel sudah terbuka, hendak mengatakan sesuatu selagi dia menurunkan tangan.Namun, sebelum suaranya mengudara, mulutnya dibungkam oleh sebuah tangan mungil di hadapannya.Jarak keduanya dekat sekali. Riel bisa merasakan deru napas pendek wanita di hadapannya. Sementara sang wanita juga bisa me
Selagi Ryuga mengambil tab dan catatan di ruangan kerjanya, secara bersamaan dia mendapatkan panggilan telepon dari Riel. Pria dengan tahun kelahiran yang sama dengan Claudia itu menanyakan satu dua hal terkait kontrak kerjasama dengan perusahaan lain.“Besok aku tinjau kembali terkait kontrak dari perusahaan yang kamu maksud, Riel. Sekarang, aku harus menemui Claudia dulu.” Dengan kata lain, Ryuga sedang tidak mau diganggu.Bisa berduaan dengan Claudia adalah waktu emas bagi Ryuga. Jadi, tidak boleh disia-siakan.“Baik, Pak Ryuga.”Ibu jari Ryuga yang hendak menekan tombol merah di layar ponsel tertahan saat mendengar suara Riel bicara lagi di seberang sana. “Apa Anda sedang bersama Bu Claudia, Pak Ryuga?”Mendapatkan pertanyaan itu, Ryuga mengurungkan niat untuk mengakhiri panggilan. Dia menautkan alis. “Kenapa kamu ingin tahu, Riel?” tanyanya dengan nada cukup sinis.Riel menahan napas menyadari betapa bodohnya pertanyaan itu. Dia sesaat lupa jika Ryuga benar-benar bersikap posesif
Keputusan Aruna sudah benar dengan tidak ingin menambah urusan Claudia lebih banyak. Kini Claudia tengah dibuat pusing karena Emma menodongkan pertanyaan yang cukup membuat Claudia kepikiran.‘Memikirkan jawaban untuk pertanyaan Tante Em jauh lebih sulit dibandingkan memikirkan jawaban untuk pertanyaan mahasiswa,’ batin Claudia seraya menggeleng-gelengkan kepala.Saking fokus berpikir sambil melamun, Claudia sampai tidak lagi mengikuti alur cerita film yang tengah ditontonnya sejak lima belas menit lalu bersama Ryuga. Merasa diabaikan, Ryuga berusaha mencari perhatian. Bersama Claudia, Ryuga merasa menjadi pria yang haus dengan atensi dan juga … sentuhan.Demikian, Ryuga mengubah posisinya yang duduk menjadi terbaring dengan kepala yang sengaja dijatuhkan di atas paha wanita itu.Tindakan kecil Ryuga tersebut berhasil membuyarkan lamunan Claudia. Pandangan Claudia turun dan langsung bertukar pandangan dengan manik hitam Ryuga.“Beritahu aku apa yang mengganggu pikiranmu saat ini, Clau
Tampak seorang pemuda tengah berdiri seorang diri di dekat tempat pembelian tiket masuk. Dia baru saja membeli dua tiket untuk masuk ke dalam wahana bermain. Bibir tipisnya mengulas senyum kecil menatap tiket di tangannya lamat-lamat. Satu tiket untuk dirinya dan satu lagi untuk seorang gadis berharga baginya. Membayangkan keduanya akan menghabiskan waktu berdua membuat Dirga tersenyum sendiri. Detik berikutnya, Dirga menggelengkan kepalanya. Jangan senang dulu, pikirnya. Lantas Dirga meluruskan pandangannya. Dari jarak satu meter, Dirga melihat Aruna berjalan tidak sendirian. Gadis itu ditemani dua sosok yang sangat Dirga kenali. "Apa itu Aland sama Anjani?" gumam Dirga seraya melorotkan kacamata hitamnya ke bawah. Kedua alis Dirga menukik kesal. Sepertinya tebakannya tidak meleset. Aruna memang datang bersama Aland dan Anjani. "Udah lama nunggunya, Dir?" Hilang sudah sapaan manis dari Aruna yang biasa diucapkannya pada Dirga. Kini, Aruna tampak kehilangan minat untuk berbicara
Jika Ryuga dan Claudia tengah sibuk dan kewalahan karena baik Emma maupun Ratih mulai membahas tentang pernikahan, di sisi lain mobil yang dikendarai Aland baru saja tiba di depan kompleks perumahan Anjani. Tampak Anjani yang ke luar dari pos satpam. Gadis itu sepertinya menunggu di sana. Dia berlarian kecil sehingga membuat poninya bergerak lucu. “Pagi, Runa!” panggil Jani seraya mendekat ke arah mobil. Dibalik poninya yang sedikit menutupi pandangan, dia bisa melihat sosok lain selain Aruna di mobil tersebut. Demikian, Anjani sedikit memiringkan kepalanya untuk menatap ke arah sosok tersebut. Dia tidak lagi terkejut sebab Aruna sudah memberitahunya tentang sosok itu. Karena itulah Anjani setuju untuk ikut. Aruna melambaikan tangan lalu mengembangkan senyum cerahnya dan membalas, “Pagi, Jani. Ayo masuk!” titah Aruna. Detik setelah Aruna mengatakan itu, Aland–sosok lain dan tidak bukan di sebelah Aruna ke luar dari mobil. “Mau ke mana, Om Aland?” tanya Aruna keheranan. Pandangann
Emma mengabaikan Ryuga karena dua hal, pertama karena ternyata Ryuga sudah sembuh. Itu bisa dipastikan saat Emma melihat putra semata wayangnya itu bisa berdiri dan menimpali ucapannya. Dan yang kedua jelas karena Claudia Mada. Emma meneriaki nama wanita itu sekali lagi sesaat sebelum si pemilik nama ke luar dari salah satu ruangan yang ada di rumah Ryuga. “Tante Emma?” panggil Claudia pelan saat melihat sosok Emma. Dalam hatinya Claudia berbicara, ‘Apa tamu barusan itu Tante Emma?’ “Syukurlah ….” Ekspresi wajah Emma yang panik kini perlahan berubah menjadi raut wajah penuh kelegaan. Dia mengelus dadanya perlahan. Baru saja Emma mendapati Claudia keluar dari ruangan kerja Ryuga, bukan dari kamar. Hal itu membuat Emma merasa lega tanpa mengetahui kejadian beberapa saat lalu dirinya datang. Dia mendekati Claudia dengan langkah tergopoh-gopoh. “Kamu di sini karena mendengar Ryuga sakit, Clau?” Seketika Claudia meringis. Dia menatap Emma dengan pandangan tidak enak. “I–iya, Tan
Sadar jika kamar adalah tempat yang paling ‘berbahaya’, Claudia meminta Ryuga untuk membawanya ke ruangan lain. Claudia sempat berpikir, ‘Jika bukan di kamar, semua akan aman. Baik aku dan Ryuga tidak akan berlebihan.’Namun, tidak ada orang yang benar-benar pasti bisa menebak yang akan terjadi selanjutnya.Keduanya berakhir ada di ruangan kerja Ryuga dengan posisi sekarang ini Claudia tengah duduk di atas pangkuan Ryuga. Sementara Ryuga terduduk di atas kursi kerjanya.Mmhh~Suara lenguhan Claudia terdengar. Di sela-sela perang bibir keduanya, Ryuga melarikan kedua tangannya pada tubuh Claudia. Satu di leher dan satu di paha wanita itu. Claudia memberikan respons dengan menyelipkan jari-jari telunjuknya ke dalam helaian rambut Ryuga.Pagutan panas keduanya terlepas kala Sang pria menyadari jika wanitanya membutuhkan pasokan oksigen untuk bernapas. Tampak benang saliva sisa-sisa penyatuan lidah keduanya tampak mengkilat di sekitaran bibir.“Claudia,” panggil Ryuga dengan suara rendah.
Usai mengantarkan Aruna dan Aland, Ryuga dan Claudia masuk kembali ke dalam rumah. Claudia mendadak fokus pada ponsel di tangannya karena kebetulan ada pesan masuk dari Dirga. [Dirga: Di kehidupan selanjutnya, gue nggak mau terlahir sebagai anak tunggal. Gue mau punya Mbak … kayak Mbak Claudia.] Mendapatkan pesan itu, Claudia tidak dapat menahan senyumnya. Dia membatin, ‘Hmm, kayaknya kalau aku dilahirkan kembali juga aku maunya adikku dua. Aland dan Dirga.’ Meskipun sikap kedua pemuda itu tampak sama, sebelas dua belas. Namun, baik Aland dan Dirga memiliki sikap yang berbeda. SRETTTT Terdengar bunyi sesuatu yang ditutup di belakang sana. Hal itu berhasil mengejutkan Claudia. Wanita itu menolehkan wajahnya ke samping terlebih dahulu, Claudia baru menyadari jika Ryuga tidak berjalan di sisinya. ‘Lho, mana Ryuga?’ Detik berikutnya, Claudia menyeletuk, “Ryuga?” panggilnya selagi tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku celana. “Aku di sini, Claudia,” sahut Ryuga dengan suaranya
Insiden air minum itu membuat Aland kesal. Pada akhirnya, Ryuga menyodorkan segelas air minum padanya karena Aruna mengambil gelas milik Claudia. “Jadi minum atau tidak, Aland?” tanya Ryuga dengan alis yang sudah menukik kesal karena pemuda di hadapannya tak kunjung menerima gelas air minum yang disodorkannya. Ujung-ujungnya Aland segera mengambilnya. “Makasih, Om.” Lantas Aland meneguk dan menghabiskan setengah air dari gelas itu. Dia mengusap bibirnya kasar. Pandangan yang dilayangkan Aland pada Claudia tampak sinis. “Mbak udah nggak sayang gue lagi sekarang?” Ditodong pertanyaan seperti itu, Claudia menatap Aland dengan tatapan nanar. “Kamu … ngerasanya gitu, Al?” Jika memang Aland merasa seperti itu, Claudia merasa bersalah. Air wajahnya berubah menjadi murung. “Pertanyaan gue yang barusan nggak serius kok, Mbak, hehe,” cengir Aland sambil memegangi leher belakangnya. Dia lupa jika kakak perempuannya adalah pribadi yang sensitif dan gampang kepikiran. Mata Claudia memicing m