Farhan berdiri dari duduknya. "Silakan, Nona," ucapnya sopan sembari menarik kursi untuk Lila.Erik dan Sandra terkejut mendengar sapaan sopan dari pria berkacamata yang sedari tadi bersama mereka."Selamat siang," sapa Lila dengan senyuman dan gadis itu duduk di samping Farhan."Kau ...." gumam Erik.Lila menatap mantan suaminya. Tangannya pun terulur. "Perkenalkan, saya Lilara Olivia, penanggung jawab untuk kerja sama ini," ucapnya dengan percaya diri.Farhan sedikit terkejut karena baru kali ini dia melihat Lilara dalam versi yang berbeda.Erik terlihat memaksakan senyuman dan segera membalas jabat tangan dari sang mantan istri."Erik Raharja," sahutnya."Saya sudah tahu. Dan Anda adalah Sandra," balas Lila sembari beralih menatap wanita cantik yang duduk di samping mantan suaminya. Wanita perebut suami orang.Sandra dan Erik tak dapat berkata-kata. Mereka bertanya-tanya bagaimana Lilara yang sudah jelas tak memiliki apa-apa kini bisa masuk ke dalam perusahaan DR yang terkenal suli
"Mas ... Cukup ... Ahhh ... Hmmm ...." lirih Lila diakhiri dengan menggigit bibir bawahnya. "Tidak sekarang," tolak David sembari terus menggerakkan pinggulnya.Di dalam kamar David, Lila kembali harus melayani pria dingin itu. Bukan. Lebih tepatnya David lah yang selalu memimpin permainan. Pria itu seolah tak pernah puas dalam menggapai puncak gairahnya."Ahhh." Desahan demi desahan saling bersahutan. Lila pun selalu gagal dalam menahan dirinya. Dia akan ikut larut dalam permainan panas David. Pria dingin itu akan berubah seperti binatang buas ketika bersama Lilara saja.Hingga akhirnya Lilara selalu tumbang lebih dulu dari pada suaminya. Tubuh besar David pun menghentak dengan kuat. Hingga pada hentakan terakhir, tubuhnya menegang. Lila merasakan kehangatan memenuhi rahimnya."Ahhh hmmm." Tubuh rampingnya juga ikut bergetar hebat. Lila selalu mencapai puncaknya saat bercinta dengan suaminya.Selesai dengan aktivitas panas mereka yang penuh gairah, David menarik tubuh sang istri. L
"Ternyata kau punya banyak cara, ya?" bisik David.Lila akan menganggapnya sebagai pujian."Aku hanya tidak mau mereka seenaknya."David terkekeh pelan. Hal ini mengejutkan Lila."Sekarang kita masuk. Atau kau mau memperlihatkan payudaramu pada mereka?" bisik David frontal.Lila terkesiap. Gadis itu merapatkan tangannya yang menggenggam erat kemeja. Dia berjalan masuk ke dalam ruang direktur bersama suaminya."Mas. Aku boleh pinjam kemeja Mas yang ada di kantor?" tanya Lila saat sudah berada di dalam ruangan yang kembali ditutup rapat.David menatapnya. "Dengan syarat.""Jika kau tidak bisa memenuhi syarat, maka tetaplah memakai pakaian itu," lanjut David dengan senyuman sinis. Bersamaan dengan itu terdengar suara pintu dikunci dari dalam.Lila menghela napasnya. Dia sudah menduga bahwa suaminya itu akan berkata demikian."Apa syaratnya?" tanya Lila."Layani aku dengan tubuhmu," jawab David sembari mendorong tubuh Lila dan mulai mencium bibir gadis itu dengan liar."Hmm."Lila memeluk
Di sebuah ruang pertemuan, David duduk tegap di hadapan kedua tamunya. Erik dan Sandra langsung mendapatkan panggilan langsung dari sang direktur tepat sehari setelah kejadian di kamar mandi."Saya dengar bahwa istri Anda berbuat kasar pada orang saya," ucap David sembari menatap dingin ke arah Erik dan istrinya.Sandra terkesiap. Erik pun menatap ke arah istrinya. Pria itu meminta pembenaran atas ucapan sang direktur perusahaan DR."I-itu sama sekali tidak benar. Dia yang berbuat tidak sopan pada saya terlebih dahulu," bantah Sandra membela dirinya."Ah. Mungkin saja ada kesalahpahaman di sini, Pak. Istri saya tak mungkin melakukan hal tersebut. Kecuali dia diganggu," bela Erik."Be-benar, Pak David. Saya tidak mungkin berbuat kasar pada orang Bapak. Dia ... Dia mengganggu saya," papar Sandra yang tentu saja berdusta.David melihat bagaimana reaksi dari dua orang di hadapannya. Memang benar kata Lila. Mereka suka sekali membuat kebohongan."Kalau begitu bagaimana jika kita dengar pen
"Anda pasti salah, kan?" Sandra masih saja berani membantah."Tidak, kok. Anda memang ingin merebut suami saya. Makanya saya membiarkan Anda menampar saya," jawab Lila sembari mengusap pipi kirinya lagi."Tidak. Bukan seperti itu kejadiannya," ucap Sandra kembali berdiri dari duduknya."Tolong Nona Lila jangan membuat berita tidak benar. Saya sama sekali tidak merebut suami Anda. Justru Anda lah yang sekarang sedang merebut Pak David dari istri beliau," ucap Sandra dengan amarah yang tampak di kedua matanya."Tunggu Lila merebut apa?" tanya David menengahi. Dia harus ikut berperan, bukan?"Anda, Pak Davidson. Maaf jika saya lancang. Tapi sebenarnya kami pernah bertemu sebelumnya dan dia ... bukanlah orang yang baik," papar Sandra. Enteng sekali mulut wanita itu mengatai Lila di hadapan mantan suami dan suaminya sendiri."Sandra, tenanglah." Erik ikut angkat bicara. Dia memang tak menyukai keberadaan Lila, tapi dia juga harus menjaga wibawa di hadapan rekan bisnisnya."Mas Erik. Kita h
"Sialan! Kenapa Pak David malah menuruti ucapan perempuan itu!" Sandra membanting tasnya di atas meja kerjanya.Sementara Erik baru saja duduk pada kursinya. Pria itu terlihat lesu. Tak dia sangka jika mantan istrinya akan menikah dengan pria paling berpengaruh di kota. Padahal dia sendiri sudah lama merencanakan kerja sama dengan DR yang cukup sulit. Hingga akhirnya dia bisa memasuki gedung DR namun terhalang oleh mantan istrinya sendiri."Mas! Kenapa kamu malah diam saja? Seharusnya kamu bilang saja kalau perempuan itu memang sudah nggak perawan! Biarkan dia dibuang oleh Pak David!" cerocos Sandra yang terlihat kesal.Erik menatap istrinya. "Diamlah, Sandra!" bentaknya. Dia muak pada istrinya yang terus merengek selama perjalanan tadi."Ck!" Sandra berdecak sebal."Tapi memang dia masih perawan. Aku belum pernah melakukannya dengannya," gumam Erik."Dasar bodoh kamu, Mas. Seharusnya kamu apain kek biar dia nggak perawan," keluh Sandra menyalahkan suaminya. Dia duduk pada kursi kerja
Lila berjalan keluar dari restoran. Gadis itu merasakan ada yang aneh dengan tubuhnya sejak beberapa menit yang lalu.'Apa ini? Kenapa tiba-tiba aku merasa panas?' batinnya. Langkahnya pun melambat saat sampai di depan restoran. Bahkan dia kesulitan untuk mengeluarkan ponselnya dan memesan taksi."Ada apa, Nona? Sepertinya Anda sedang mengalami kesulitan?" Tiba-tiba saja ada seorang pria yang mendekati Lilara. Gadis itu mendongak dengan kedua mata menyipit. Dia sama sekali tak mengenali pria tersebut karena menggunakan masker yang menutupi sebagian wajahnya."Saya tidak apa-apa," jawab Lila.Pria itu diam sejenak mengamati gadis cantik dengan kemeja hitam dan celana panjang hitam. Rambutnya yang dikuncir ekor kuda memperlihatkan leher jenjangnya yang indah."Tapi saya lihat sepertinya Nona sedang tidak baik-baik saja.""Saya tidak apa-apa. Sungguh. Saya sedang menunggu taksi," ucap Lila yang merasakan ketidak nyamanan di dalam tubuhnya yang semakin menjadi. Namun gadis itu harus teta
Lila duduk dengan gelisah. Tubuhnya terus saja bergerak-gerak karena kegerahan. Kulit wajahnya memerah hingga ke telinga."Kukira kau cukup pintar, ternyata kau cukup bodoh menerima ajakan makan malam dari musuhmu sendiri." David mulai mencibir. Pria itu dengan cekatan memasangkan sabuk pengaman untuk istrinya. Aroma harum Lila menguar karena keringat yang keluar dari pori-pori kulitnya. David pun menatap wajah Lila yang terlihat sedang menahan sesuatu."Mas ... Tolong aku ...." cicitnya dengan tatapan sayu.David menatap datar pada wajah memerah Lila. "Apa yang sedang kau rasakan?" tanya pria itu."Aku ... Eummmm." Lila sedang menahan dirinya. Gairahnya menuntut untuk segera dituntaskan."Apa yang harus kulakukan untukmu?" bisik David membuat tubuh Lila semakin menegang.Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Suara berat David yang menyapu indera pendengarannya berhasil membuat darahnya berdesir cepat.David mendekatkan tubuhnya dan pria itu mencium bibir ranum Lila. Ciuman lembut dari