"Buka kakimu!" David mengulangi perintahnya dengan suara lembut namun ekspresinya masih saja datar.Lila menggeleng cepat dengan perasaan takut. David pun semakin mendekat dan tiba-tiba berjongkok di depan istrinya. Pria itu menatap tajam pada kedua mata indah Lila."Ja ... ngan ...." cicitnya memohon. Kedua tangan itu masih menutupi area privatnya dengan kaki dirapatkan. Meski tak dapat dia pungkiri bahwa pangkal pahanya masih terasa begitu sakit saat dia melakukannya."Buka kakimu atau aku akan melakukannya lagi," ancam David terdengar begitu dingin.Lila terkesiap. "Jangan ...." Gadis itu kembali menggeleng cepat."Kalau begitu buka kakimu sekarang!" tegasnya terdengar menuntut."Cepat!" David membentak.Perlahan Lila membuka kedua kakinya dan memindahkan tangannya. Bibir bawahnya dia gigit agar tidak merintih saat merasakan sakit. Tatapan David sendiri kini fokus pada area yang berusaha ditutupi oleh istrinya.Tangan kanan pria dingin itu bergerak mendekati tubuh Lila. Sontak saja
"Sekarang berhenti menangis," ucap David.Pria itu tiba-tiba berdiri dari duduknya. Dia kemudian berjalan menuju ke dapur dan kembali lagi setelahnya sembari membawa dua piring dan sendok.Tanpa kata David mengeluarkan makanan yang dia beli di restoran tadi. Dia membeli steak bakar yang langsung mengeluarkan aroma lezat saat dihidangkan di atas piring."Makanlah sebelum tidur," ucap David sembari menyerahkan satu piring untuk Lila.Lila kembali dikejutkan dengan perlakuan David. Baru kali ini pria itu membelikan makanan untuknya. Dia menatap tak percaya pada suaminya."Makanlah." David berujar dengan dingin.Lila yang baru saja berharap, menghapus harapannya. David tidak mungkin berbaik hati padanya tanpa meminta sesuatu darinya. Pikir Lilara.Segera saja Lilara meraih piringnya. Dua orang tersebut kini menyantap makanan masing-masing dalam diam. Kelezatan steak yang dimasak matang begitu sesuai dengan lidah Lila. Gadis itu pun tanpa sadar menghabiskan makanannya sampai tak tersisa."
Pagi itu Lila sudah mulai kembali dengan aktivitas sebelumnya. Area privatnya pun sudah lebih baik setelah diobati dengan salep pemberian David. Kini setelah suaminya pergi bekerja, dia setidaknya bisa bebas di apartemen sendirian.Lila membersihkan kamar suaminya. Dia terkejut ketika melihat kamar yang dia ingat terakhir kali begitu berantakan kini sudah rapi kembali.'Apa Mas David yang membereskannya sendiri, ya? Aneh,' batin Lila heran.Padahal dia ingat betul sebelum dirinya keluar dari kamar suaminya, tempat tidurnya berantakan. Apa lagi dia juga tahu seprei putih yang sebelumnya terpasang terdapat bercak darah miliknya."Benar-benar di luar dugaan." Lila bergumam sembari mengusap lembut permukaan tempat tidur suaminya.Seprei dan selimutnya sudah diganti dengan yang baru. Tak ingin terlalu memusingkan hal tersebut, Lila segera membersihkan yang lainnya. Termasuk meja kerja David yang sedikit berantakan.Tangan ramping Lila kini menata berkas-berkas yang bertumpuk di atas meja.
David menatap undangan yang sudah berada di tangan sang istri. Dia bahkan tak berniat untuk membaca undangan tersebut. Lalu dia mengernyitkan dahinya saat Lila menanyakan perihal orang yang mengundangnya."Untuk apa kamu mau tahu hubunganku dengan Erik Raharja?" David memberikan pertanyaan itu pada LilaKedua tangannya dia lipat di depan dada. Bahunya pun bersandar pada kusen pintu kamarnya.Lila menarik napas dengan kedua mata terpejam. Dia tidak boleh memberi tahu terlebih dahulu apa hubungannya dengan Erik pada suaminya.Helaan napas terdengar. Kedua matanya kembali terbuka dan kini dia tatap wajah dingin David. "Apa Mas merencanakan pernikahan kontrak ini ada kaitannya dengan Erik Raharja?" tanya gadis itu memberanikan diri.David menaikkan sebelah alisnya. "Untuk apa aku melakukan hal seperti itu? Lagi pula aku tidak suka diperintah."Memang benar David bukanlah tipe orang yang suka diperintah. Justru pria dingin itu suka memerintah dan bersikap seenaknya.'Benar juga. Tapi apa h
Beberapa hari ini David kembali sibuk di kantornya. Pria itu bahkan jarang bertemu dan bersama sang istri yang kini menjadi lebih diam. Dia pun membiarkannya karena masih adanya perasaan bersalah setelah memaksa malam pertama. Kini hari pernikahan Erik tiba dan malam harinya akan diadakan resepsi."Siang ini aku mau pergi bersama Lila," ucap David saat jam makan siang dimulai."Tapi, Pak. Pak David yakin tidak mau ikut menghadiri acara pernikahan Pak Erik? Bukankah ini bagus untuk menunjukkan citra baik DR?" tanya sang asisten.David menatap datar wajah Farhan. "Aku akan datang," jawabnya.Farhan terkejut mendengarnya. Padahal sebelumnya David selalu menolak saat dia menanyakan hal tersebut."Benarkah Anda akan datang bersama Nona Lilara?" tanya Farhan sembari membetulkan kacamatanya."Lagi pula ada hal yang ingin aku ketahui," sahutnya sembari menatap ke luar jendela ruangannya."Apa itu, Pak? Soal masa lalu Nona Lilara?" tanya Farhan penasaran."Ya. Aku ingin tahu ada hubungan apa a
Lila benar-benar malu atas perlakuan suaminya. David terus menatap tubuhnya dengan tatapan berkabut. Seolah pria itu siap menerkamnya seperti saat malam pertama."Aku mohon jangan ka –"Ucapan Lila terputus saat David kembali mencium bibirnya. Ciumannya benar-benar lembut tak seperti sebelumnya. Tangannya pun kembali bermain-main dengan inti tubuhnya."Mas ...." Lila mendesah pelan tatkala merasakan jari panjang David mulai membelai dirinya.David seolah tak peduli lagi. Bahkan Lila yang masih berkeringat karena pekerjaannya pun malah semakin membangkitkan gairahnya. Nampaknya pria itu mulai candu dengan kehangatan tubuh istri kontraknya.Tubuh Lila mulai bergerak gelisah akibat sentuhan-sentuhan David yang begitu lembut menggelitik tubuhnya. Pria itu memainkan jemarinya dengan lihai. Seolah dia sudah sering melakukannya. Padahal nyatanya baru Lila gadis yang pernah dia sentuh sampai sejauh ini."Mas David." Lila kembali memanggil nama suaminya sembari mendorong dada bidang yang masih
Lila segera membersihkan diri setelah David selesai. Pria itu pun bersiap dengan mengenakan kaos pendek dan celana kain panjang. Penampilan David yang simpel tetap terlihat elegan dan sempurna. Sementara Lila kini mengenakan blouse merah muda dan celana panjang kulot berwarna krem. Keduanya segera menuju ke butik langganan David untuk membeli gaun. Lila duduk di samping David dengan tenang."Mas ... Apa aku harus ikut ke pesta pernikahan nanti?" tanya Lila sembari menatap ke luar jendela mobil.David melirik sekilas istrinya. "Harus."Sebenarnya dia pun enggan untuk hadir ke pesta. David tidak terlalu suka dengan suasana pesta. Namun dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Erik dan Lilara sehingga membuat gadis itu tiba-tiba menuduh rencana pernikahan kontraknya.Lila mulai diam. Mobil David pun tak lama segera tiba di depan butik dan mereka segera turun. Kehadiran sang direktur perusahaan DR langsung disambut hangat dan ramah oleh para karyawan butik."Saya mau pakaian yan
Malam itu pukul tujuh. Lilara sedang bersiap di dalam kamarnya. Gaun merah baru sudah dia kenakan. Tak lupa Lila memasangkan anting-anting berwarna perak untuk menghiasi telinganya. Rambut panjangnya pun dia gelung dan dipasangi jepit rambut berbentuk sulur bunga.Riasan yang natural kini menambah kecantikannya. Lila tersenyum di depan cermin saat sudah meyakini penampilannya sempurna. Bahkan sepatu hak tinggi berwarna perak kini mempercantik kaki jenjangnya."Kau sudah selesai?" David tiba-tiba muncul dari balik pintu.Pria itu berdiri di ambang pintu sembari melipat kedua tangannya di depan dada. David mengenakan kemeja, celana hitam, dan jas merah. Mereka berdua begitu serasi. Lila pun menoleh menatap suaminya."Aku sudah selesai, Mas," jawabnya sembari tersenyum.Malam ini Lila benar-benar cantik. Gadis itu menepati janjinya agar tidak mempermalukan suaminya di pesta pernikahan. Dengan berpenampilan cantik, Lila malu-malu berjalan mendekati suaminya. Tak lupa tas tangan berwarna h