Setelah dua hari menemani sang istri yang hamil muda, David kembali bekerja ke kantornya. Pria itu kini berjalan sendiri tanpa didampingi Lila. Dan terlihatlah beberapa orang yang mulai penasaran atas absennya istri dari sang direktur yang selalu ada bersamanya.David berjalan melewati lobi perusahaan. Di depan dia melihat ada banyak orang yang sedang berdiri mengantri. Hal ini karena hari ini diadakan perekrutan pegawai baru dan dia pun ikut mengawasi prosesnya.Namun, tanpa dia sadari, ada sepasang mata yang terus menatap ke arahnya. Mata itu terus memerhatikan sang pria tampan dengan aura dingin yang menguar dari tubuhnya. Seolah pria itu memang tidak dapat didekati oleh sembarang orang."Dia siapa? Kenapa keren banget ....""Bener ... Tapi dia serem," sahut rekannya.Kini David menjadi pusat perhatian dari para calon karyawan dan karyawati kantor DR."Lihat ini ... Ternyata dia direkturnya," ujar seorang wanita sembari menunjukkan layar ponselnya. Dan tampaklah wajah David di hala
Seorang wanita cantik kini duduk di depan meja kerja. Rambutnya yang bergelombang dia ikat dengan rapih. Dengan blouse biru muda dan rok hitam selutut membuatnya bertambah cantik.'Kali ini aku akan mendapatkan kamu kembali, David. Karena kamu pasti masih merindukanku,' gumam wanita tersebut dalam hati. Dia menatap ke layar laptopnya yang sudah menyala. Kini tujuannya sebenarnya bukan pekerjaan, melainkan mendekati sang direktur DR yang merupakan mantan pacarnya."Gladys, ini dokumen yang harus kamu kerjakan," ucap seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahunan dengan kacamata bundar dan rambut digelung sembari menyerahkan sebendel dokumen pada karyawan barunya."Baik, Bu," sahut Gladys dengan senyuman.Wanita itu segera menerima dokumen berisi pekerjaan pertamanya.Sementara itu, sang direktur baru saja tiba. Dia masih datang sendiri selama satu pekan karena sang istri yang masih dia minta di rumah. David masih melarang Lila bekerja karena tak mau istrinya kelelahan. "Pak David
Gladys baru saja pulang dari bekerja. Kini dia memasuki rumahnya yang terbilang 'cukup' mewah. Wanita itu segera masuk untuk beristirahat setelah lelah bekerja."Ughhh," gumamnya terlihat kesal.'David, bisa-bisanya kamu bersikap seperti itu padaku! Awas saja nanti, aku akan membuat perhitungan denganmu!' geramnya dalam hati.Setelah melepaskan sepatu berhak tinggi, langkahnya berlanjut menuju ke dalam rumah. Dia melihat rumahnya yang berantakan. Membuat dia bertambah kesal."Mamah!" Tiba-tiba saja anaknya berteriak dan berlari menghampirinya."Mamah lihat! Tadi Lucas dapat nilai A di pelajaran berhitung!" seru anak laki-laki dengan pipi tembam dan rambut sedikit bergelombang. Dia menunjukkan selembar kertas tugasnya pada sang ibu dengan begitu antusias. Nampaknya dia sudah menantikan kepulangan sang ibu.Gladys menatap tak suka pada putranya. "Sudah Mamah bilang kalau Mamah pulang jangan teriak-teriak! Mamah capek!" sinisnya."Tapi ... Lucas kan hanya ingin lihatin kalau Lucas bisa .
"Kamu benar. Dan aku akan segera membatalkan hubungan membosankan ini," ucap Gladys dengan senyuman manisnya. Tristan tersenyum penuh arti. "Bagus. Kamu memang gadis yang pintar," ujarnya sembari mengusap lembut kepala Gladys. Gladys senang mendengar pujian tersebut. Gadis itu pun memeluk Tristan seperti kekasihnya sendiri. Sementara di tempat lain David sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya. "Kamu kenapa tidak segera memberi tahu Gladys kalau kamu anak sekaligus CEO di perusahaanku?" tanya Norman di suatu pagi. David menatap sang ayah. "Aku memang sengaja, Pah. Dan Papah lihat, kan? Gladys tetap mau menerima lamaranku," ucapnya dengan senyuman bahagia. "Kamu benar-benar menyukainya, ya?" tanya Norman. "Tentu saja, Pah. Aku akan melakukan apa saja untuknya. Dan setelah kami menikah aku akan memberikan apa yang dia inginkan. Termasuk rumah yang sudah aku persiapkan," ujar David yang tak dapat menutupi rasa bahagianya. "Baguslah. Papah senang kalau kamu memang menyukainy
"Tristan!" teriak Gladys dari luar pintu apartemen. Kali ini pintu itu kembali dikunci dari dalam. Membuatnya tidak bisa menerobos masuk lagi."Bajingan, kamu!" umpat Gladys yang kemudian menendang kasar pintu.Saat itu juga muncullah dua orang penjaga keamanan yang menyeret Gladys agar pergi dari sana. Meski memberontak, namun tubuhnya yang lebih kecil tidak bisa melawan dua pria kekar. Gladys pun terpaksa pulang ke apartemennya sendiri dengan amarah yang memuncak."Sialan ...." gumam Gladys dengan kedua tangan terkepal. Darahnya berdesir hebat karena amarahnya.Selama kurang dari satu minggu Gladys selesai mengemasi barang-barangnya. Wanita itu kini berdiri berhadapan dengan suaminya dengan sang anak."Ini surat cerainya. Jangan pernah kembali lagi ke hadapanku!" Tristan berujar dingin sembari melempar surat perceraiannya dan Gladys."Kau akan segera menyesal!" geram Gladys."Mah, Pah? Kenapa Mamah dan Papah bertengkar?" tanya Lucas dengan tatapan sedihnya. Wajah anak laki-laki itu
"Aku berangkat dulu, Sayang. Baik-baik di rumah." David memeluk Lila dan mencium bibirnya dengan lembut."Adek juga jangan buat Bunda sakit, ya? Jadi anak yang baik," lanjutnya sembari mengusap lembut perut sang istri."Iya, Ayah ...." sahut Lila sembari tertawa kecil melihat tingkah suaminya.David pun segera berangkat bekerja meninggalkan sang istri. Dia kembali sendirian untuk sementara waktu demi pulihnya Lila.Di kantor pria itu kembali disibukkan dengan pekerjaan dan mengikuti beberapa pertemuan dengan klien. Langkah kakinya yang tegak menggema pelan di lobi perusahaan. Saat itu juga dia kembali berpapasan dengan Gladys."Selamat siang, Pak David," sapa Gladys."Siang," sahut David dingin. Pria itu bahkan tak menatap wajah wanita cantik yang menyapanya.David memilih untuk mengabaikan Gladys dan kembali menuju ke ruangannya.'Sialan ... Awas saja kamu, David. Jangan berpura-pura mengabaikan ku,' geram Gladys dalam hati."Dys," panggil teman wanita itu. Gladys menoleh dan mendapa
Gladys mengepalkan kedua tangannya ketika dia baru saja keluar dari ruangan sang direktur. Wanita itu terlihat begitu kesal dan kecewa atas perlakuan mantan pacarnya.'Sialan, siapa perempuan itu?' gumamnya dalam hati.Langkah kaki Gladys terdengar menggema di koridor sebelum dia memasuki lift. Saat pintu lift terbuka, dia kaget karena berpapasan dengan satu orang lagi yang dia kenal."Terima kasih atas bantuannya, Mas Farhan," ucap Cindy sembari tersenyum malu-malu."Sama-sama, Cindy," sahut Farhan membalas senyuman Cindy. Pria itu kini tengah membawakan setumpuk dokumen yang akan Cindy kerjakan. Sebagai seorang pria dan dia juga dekat dengan Cindy, maka Farhan tak ingin melihat gadis manis berambut pendek itu kesusahan.Saat pintu lift terbuka, keduanya menatap pada seorang wanita yang hendak menggunakan lift tersebut."Kamu ...." gumam Farhan dengan tatapan di balik kacamatanya.Gladys menatap angkuh. Wanita itu segera masuk ke dalam lift setelah Farhan dan Cindy keluar. Pintu pun
Farhan segera mengetuk pintu ruangan sang atasan. Pria itu juga penasaran mengenai keberadaan Gladys."Pak David, ini saya," ucap Farhan dengan sopan."Masuk!" sahut David.Pintu segera dibuka dan Farhan melangkah masuk ke dalam ruangan sang direktur. Pria itu berjalan mendekati sang atasan lalu memberikan hormat padanya."Ada apa Pak David mencari saya?" tanya Farhan.David menatap asisten kepercayaannya itu. "Gladys berani masuk ke sini dan menggangguku," ujarnya.Farhan tampak terkejut. "Jadi dia benar-benar baru saja mengganggu Anda?"David mengangguk. "Ya. Aku sendiri masih penasaran mengapa dia memilih bekerja sebagai karyawan DR?"Farhan diam menyimak. Kemudian David menatapnya. "Farhan, aku mau meminta bantuanmu lagi," ujarnya."Apa itu, Pak?" tanya Farhan."Cari informasi mengapa dia kembali ke Indonesia! Cari tahu juga ... kenapa dia dulu pergi dengan alasan bosan?" tegas David.Farhan terkejut mendengarnya. Bukankah perintah kedua sudah terlalu terlambat? Apa lagi pernikaha
Setelah mengetahui siapa yang membuat masalah dengannya, David tentu saja tak tinggal diam. Pria itu memanggil Tristan, orang yang pernah merebut mantan kekasihnya dulu dan berhasil menghancurkan rencana pernikahannya. Dia sendiri mengenal Tristan sebagai anak seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal.Setelah membuat jadwal dan undangan, akhirnya David bisa menemui Tristan. David segera pergi ke Singapura. Dua orang yang sudah lama tak berjumpa itu pun kembali saling berhadapan dengan atmosfer yang penuh dengan ketegangan."Jadi, apa maksud dari semua ini, Pak Tristan?" David langsung memberikan pertanyaan inti meski masih tetap mencoba bersikap sopan pada pria di hadapannya.Tristan melihat laporan yang ditunjukkan asisten kepercayaan David padanya. Kedua alisnya pun saling bertaut. "Saha memang tidak menyukai Anda, Pak David. Tapi saya tidak punya waktu untuk melakukan tindakan kotor seperti ini." Tristan mulai berkilah."Mohon jangan berkilah, Pak Tristan," tekan David menco
Lila menaikkan kedua alisnya. "Aku nggak bentak Mas David ....""Tapi terdengar begitu. Kenapa kamu menyuruhku mandi? Padahal aku capek, Sayang. Aku hanya ingin bermanja - manja denganmu dulu," ujar David dengan ekspresi sedihnya yang berubah menjadi kesal.Lila menatap heran suaminya yang salah sangka. Melihat pertengkaran kecil tersebut, Shiro memilih pergi. Sementara Lila masih menatap suaminya. Dia merasa takut jika David kembali bersikap kasar dan dingin seperti saat mereka masih menikah kontrak."Maaf ...." David menunduk. Pria itu merasa bersalah. Dia pun memeluk sang istri."Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Maafkan aku, Sayang ...." sesalnya sembari mencium kening Lila dan memeluk lembut wanitanya itu.Lila menghela napas. Sepertinya memang David terlalu banyak pikiran. Wajar saja. Pria itu bekerja tanpa henti. Apa lagi David semakin sibuk selain ikut mengurus anak pertama mereka. Sebelumnya juga dia sering menghadapi masalah dan mungkin saja David sudah jengah."Aku
Keheningan itu membuat Farhan merasa tidak nyaman. Sang bos belum memberikan respon apa pun atas pengakuannya kerena teledor. Perlahan pria itu mendongak, memberanikan diri untuk menatap dan menghadapi sang atasan.David ternyata diam sembari menatap lurus ke arahnya. Ketegangan semakin bertambah saat kedua mata Farhan bertemu dengan iris kecokelatan Davidson."Kalau kamu memang merasa bersalah dan bertanggung jawab soal masalah ini, maka cari dan tangkap karyawan itu! Kamu harus menyerahkannya padaku dan cari tahu alasannya serta pada siapa dia 'menjual' rahasia perusahaan!" David berujar tegas dan dingin saat memberikan perintah.Farhan menelan ludahnya. Sudah lama sekali dia tak diperlakukan sedingin ini oleh sang bos. Namun dia harus tetap patuh."Baik, Pak.""Aku tidak akan memecatmu. Karena bagaimana pun juga kamu telah membantuku agar aku bisa tiba di rumah sakit tepat waktu," imbuh David sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.Farhan lagi - lagi terkejut at
Penyelidikan segera dilaksanakan. David memerintahkan anak buahnya terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Apa lagi ini merupakan masalah internal yang memang harus diatasi oleh perusahaan.Di dalam perusahaan yang terlihat baik - baik saja dari luar, para petingginya sedang mencoba membereskan masalah yang ada. David bersama Farhan kini sedang memeriksa beberapa data yang sudah terlanjur tersebar dan sedang mencoba menghentikannya.Farhan sendiri sudah mendapatkan rekaman CCTV yang dia butuhkan. Kini pria itu memeriksa rekaman yang ada. Beberapa video dari beberapa sudut telah dia periksa. Namun tak ada yang mencurigakan. Hingga dia menemukan video di mana saat dirinya sebelum mengantarkan sang bos menuju ke rumah sakit untuk mendampingi sang istri yang melahirkan."I-ini ...." Farhan bergumam sembari membetulkan kacamatanya.Kedua alis pria itu saling bertaut. Kini memorinya tertuju pada saat dia menyerahkan hasil rapat pada salah satu karyawan pria yang dia mintai tolong unt
Farhan menarik napas sebelum menjawab. "Maaf, Pak David. Tapi data itu telah bocor."David membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana bisa?" tanya pria itu dengan ekspresi kaget dan tak percaya.Lila pun mendongak menatap heran ke arah suaminya. Terlihat jelas bahwa David sedang terkejut."Maaf, Pak David. Saya dan juga Cindy sedang menyelidikinya. Kami sedang mencari tahu bagaimana data itu sampai bocor," jawab Farhan terdengar ketakutan.David menghela napas kasar. Pria itu kemudian duduk di samping sang istri, tepatnya pada salah satu sisi tempat tidur. Tangan kanannya menggenggam ponsel, sementara tangan kirinya menyugar rambutnya."Kalau begitu teruslah selidiki. Aku akan segera ke kantor," ucap David kemudian sembari menutup panggilan telepon.Pria itu kini menunduk. Lila yang merasa khawatir segera mendekati suaminya dan meraih lengan kekar pria itu dengan lembut."Mas ... Ada apa?" tanya wanita itu khawatir. Melihat dari respon suaminya, dia menduga adanya masalah yang sedang
Malam itu suhu cukup panas. Bayi mungil David dan Lila mulai rewel karena kegerahan. Beruntung sang ayah dengan sigap menyetel suhu dalam ruangan tersebut agar putranya kembali nyaman."Ternyata dia merasa kegerahan juga," ucap David yang kini berjalan mendekati istri dan anaknya."Iya, Mas. Sekarang cukup sejuk," sahut Lila.Bayi mungilnya masih menangis. Lalu segera saja Lila memberikan ASI padanya. Dan ternyata tak hanya kegerahan saja, bayi kecil itu juga meredakan haus dan lapar."Ternyata lapar juga Adek, ya?" Lila bertanya dengan lembut seolah sedang bertanya langsung pada putranya.David duduk di samping Lila yang sedang menyusui putranya. Tatapan pria itu tertuju pada payudara Lila yang terlihat padat dan berisi. Kini dia menelan ludahnya seolah ikut merasakan kehausan."Kenapa lihatinnya kaya gitu, Mas?" tanya Lila menatap curiga pada suaminya.David tersenyum penuh arti. Pria itu kemudian beralih menatap wajah cantik istrinya."Aku hanya penasaran bagaimana rasanya," gumam
Sehari setelahnya, Lila diperbolehkan pulang. Wanita cantik itu pun berjalan dengan menggendong putranya yang tampan dan menggemaskan."Biarkan Mamah yang gendong. Kamu jalan aja duluan sama David," ujar Helena sembari mengulurkan kedua tangannya."Nggak papa, Mah?" tanya Lila merasa tak enak hati karena membiarkan ibu mertuanya yang menggendong bayinya."Nggak papa. Kamu jalan duluan aja. Mamah juga pengen gendong cucu Mamah," jawab Helena dengan senyuman senang dan terlihat jelas bahwa wanita itu tidak sabar ingin menggendong cucunya untuk pertama kali."Baiklah, Mah. Makasih, ya," ucap Lila sembari menyerahkan putranya pada sang ibu mertua.Lila pun berjalan dengan dituntun oleh suaminya. David begitu protektif pada sang istri yang baru saja melahirkan. Sementara di belakangnya ada ibu beserta salah satu asisten rumah tangga yang membantu membawakan barang - barang mereka.Selama dalam perjalanan pulang, putra kecil David tertidur lelap di pangkuan Lila. Terlihat jelas bahwa bayi m
Semua orang yang datang ikut menatap ke arah bayi yang baru saja lahir itu. Mereka ikut penasaran karena David dan Lila tak juga memberi tahu mereka soal jenis kelamin bayinya.Lila pun melirik sang suami. Terlihat David yang sedang tersenyum karena rasa penasaran dari ibunya. Mungkin menurutnya seru merahasiakan jenis kelamin anaknya pada keluarganya sendiri, bahkan sejak kehamilan Lila yang semakin besar."Coba Mamah perhatikan dia laki - laki atau perempuan?" tanya David sengaja ingin menbuat ibunya menebak."Kok gitu? Mamah penasaran, loh. Lila juga nggak mau kasih tahu Mamah pas hamil," protes Helena."Sudahlah, Mah. Nanti kita juga akan tahu sendiri," ucap Norman sembari mengusap lembut bahu istrinya."Tapi Mamah penasaran, Pah. Mamah kan pengen manggil ganteng apa cantik gitu," protes Helena lagi. Terlihat jelas bahwa wanita itu akan sangat menyayangi cucunya."Mas David, kita kasih tahu Mamah saja kenapa, sih? Yang lainnya juga penasaran, tuh," ucap Lila ikut membujuk suaminya
Peluh mulai membasahi dahi Lilara. Dengan sigap dan sabar David mengelapnya dengan sapu tangannya. Tak lupa pria itu terus berdoa di dalam hati agar persalinan sang istri berjalan dengan lancar.Saat ini dia semakin menyadari bahwa wanita hebatnya juga sedang berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Wajah Lila yang terlihat pucat, menunjukkan bahwa wanita itu merasakan kesakitan. Jujur saja sebagai suami, David tentu merasa tak tega saat melihat kesakitan istrinya."Ughhhh." Lila kembali mengejan sesuai dengan instruksi Dokter Nimas. Tangan kanannya menggenggam erat tangan David yang duduk di sampingnya.'Kamu pasti bisa, Sayang,' bisiknya dalam hati.Lila kembali mengejan lagi. Karena pembukaan sudah lengkap, maka wanita itu siap untuk melahirkan anaknya. Suasana di dalam ruangan begitu menegangkan. Apa lagi David terus saja merasakan desiran tak mengenakkan sehingga dia terus saja berdoa untuk keselamatan anak dan istrinya. Sebagai pria yang sudah sangat mencintai mantan pemb