Malam itu Lila berbaring di atas tempat tidurnya. Wanita itu bahkan dilarang melakukan pekerjaan rumah atau pun pekerjaan kantor untuk sementara waktu."Apa ada yang kamu inginkan?" tanya David sebelum pria itu mengunci pintu kamarnya dan berjalan mendekati tempat tidur.Lila menatap suaminya. Wanita itu menggeleng pelan sebelum menjawab. "Nggak ada, Mas," jawabnya sembari tersenyum.David duduk di salah satu tepi tempat tidur. Pria itu menatap lembut sang istri yang berbaring memandangnya."Benar tidak ada yang kamu inginkan?" tanya David lagi."Iya, Mas. Aku hanya mau tidur. Aku ngantuk," jawab Lila kemudian."Baiklah kalau begitu. Tidurlah yang nyaman, Sayang," ucap David sembari membetulkan selimut untuk sang istri."Iya, Mas," jawab Lila.Pria itu segera ikut naik ke atas tempat tidur. Dia ikut berbaring di samping Lila dan mulai memeluknya dengan hangat.Aroma maskulin David kini dapat tercium oleh indera penciuman Lilara. Aroma maskulin lembut yang tidak membuatnya mual. Lila p
Setelah dua hari menemani sang istri yang hamil muda, David kembali bekerja ke kantornya. Pria itu kini berjalan sendiri tanpa didampingi Lila. Dan terlihatlah beberapa orang yang mulai penasaran atas absennya istri dari sang direktur yang selalu ada bersamanya.David berjalan melewati lobi perusahaan. Di depan dia melihat ada banyak orang yang sedang berdiri mengantri. Hal ini karena hari ini diadakan perekrutan pegawai baru dan dia pun ikut mengawasi prosesnya.Namun, tanpa dia sadari, ada sepasang mata yang terus menatap ke arahnya. Mata itu terus memerhatikan sang pria tampan dengan aura dingin yang menguar dari tubuhnya. Seolah pria itu memang tidak dapat didekati oleh sembarang orang."Dia siapa? Kenapa keren banget ....""Bener ... Tapi dia serem," sahut rekannya.Kini David menjadi pusat perhatian dari para calon karyawan dan karyawati kantor DR."Lihat ini ... Ternyata dia direkturnya," ujar seorang wanita sembari menunjukkan layar ponselnya. Dan tampaklah wajah David di hala
Seorang wanita cantik kini duduk di depan meja kerja. Rambutnya yang bergelombang dia ikat dengan rapih. Dengan blouse biru muda dan rok hitam selutut membuatnya bertambah cantik.'Kali ini aku akan mendapatkan kamu kembali, David. Karena kamu pasti masih merindukanku,' gumam wanita tersebut dalam hati. Dia menatap ke layar laptopnya yang sudah menyala. Kini tujuannya sebenarnya bukan pekerjaan, melainkan mendekati sang direktur DR yang merupakan mantan pacarnya."Gladys, ini dokumen yang harus kamu kerjakan," ucap seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahunan dengan kacamata bundar dan rambut digelung sembari menyerahkan sebendel dokumen pada karyawan barunya."Baik, Bu," sahut Gladys dengan senyuman.Wanita itu segera menerima dokumen berisi pekerjaan pertamanya.Sementara itu, sang direktur baru saja tiba. Dia masih datang sendiri selama satu pekan karena sang istri yang masih dia minta di rumah. David masih melarang Lila bekerja karena tak mau istrinya kelelahan. "Pak David
Gladys baru saja pulang dari bekerja. Kini dia memasuki rumahnya yang terbilang 'cukup' mewah. Wanita itu segera masuk untuk beristirahat setelah lelah bekerja."Ughhh," gumamnya terlihat kesal.'David, bisa-bisanya kamu bersikap seperti itu padaku! Awas saja nanti, aku akan membuat perhitungan denganmu!' geramnya dalam hati.Setelah melepaskan sepatu berhak tinggi, langkahnya berlanjut menuju ke dalam rumah. Dia melihat rumahnya yang berantakan. Membuat dia bertambah kesal."Mamah!" Tiba-tiba saja anaknya berteriak dan berlari menghampirinya."Mamah lihat! Tadi Lucas dapat nilai A di pelajaran berhitung!" seru anak laki-laki dengan pipi tembam dan rambut sedikit bergelombang. Dia menunjukkan selembar kertas tugasnya pada sang ibu dengan begitu antusias. Nampaknya dia sudah menantikan kepulangan sang ibu.Gladys menatap tak suka pada putranya. "Sudah Mamah bilang kalau Mamah pulang jangan teriak-teriak! Mamah capek!" sinisnya."Tapi ... Lucas kan hanya ingin lihatin kalau Lucas bisa .
"Kamu benar. Dan aku akan segera membatalkan hubungan membosankan ini," ucap Gladys dengan senyuman manisnya. Tristan tersenyum penuh arti. "Bagus. Kamu memang gadis yang pintar," ujarnya sembari mengusap lembut kepala Gladys. Gladys senang mendengar pujian tersebut. Gadis itu pun memeluk Tristan seperti kekasihnya sendiri. Sementara di tempat lain David sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya. "Kamu kenapa tidak segera memberi tahu Gladys kalau kamu anak sekaligus CEO di perusahaanku?" tanya Norman di suatu pagi. David menatap sang ayah. "Aku memang sengaja, Pah. Dan Papah lihat, kan? Gladys tetap mau menerima lamaranku," ucapnya dengan senyuman bahagia. "Kamu benar-benar menyukainya, ya?" tanya Norman. "Tentu saja, Pah. Aku akan melakukan apa saja untuknya. Dan setelah kami menikah aku akan memberikan apa yang dia inginkan. Termasuk rumah yang sudah aku persiapkan," ujar David yang tak dapat menutupi rasa bahagianya. "Baguslah. Papah senang kalau kamu memang menyukainy
"Tristan!" teriak Gladys dari luar pintu apartemen. Kali ini pintu itu kembali dikunci dari dalam. Membuatnya tidak bisa menerobos masuk lagi."Bajingan, kamu!" umpat Gladys yang kemudian menendang kasar pintu.Saat itu juga muncullah dua orang penjaga keamanan yang menyeret Gladys agar pergi dari sana. Meski memberontak, namun tubuhnya yang lebih kecil tidak bisa melawan dua pria kekar. Gladys pun terpaksa pulang ke apartemennya sendiri dengan amarah yang memuncak."Sialan ...." gumam Gladys dengan kedua tangan terkepal. Darahnya berdesir hebat karena amarahnya.Selama kurang dari satu minggu Gladys selesai mengemasi barang-barangnya. Wanita itu kini berdiri berhadapan dengan suaminya dengan sang anak."Ini surat cerainya. Jangan pernah kembali lagi ke hadapanku!" Tristan berujar dingin sembari melempar surat perceraiannya dan Gladys."Kau akan segera menyesal!" geram Gladys."Mah, Pah? Kenapa Mamah dan Papah bertengkar?" tanya Lucas dengan tatapan sedihnya. Wajah anak laki-laki itu
"Aku berangkat dulu, Sayang. Baik-baik di rumah." David memeluk Lila dan mencium bibirnya dengan lembut."Adek juga jangan buat Bunda sakit, ya? Jadi anak yang baik," lanjutnya sembari mengusap lembut perut sang istri."Iya, Ayah ...." sahut Lila sembari tertawa kecil melihat tingkah suaminya.David pun segera berangkat bekerja meninggalkan sang istri. Dia kembali sendirian untuk sementara waktu demi pulihnya Lila.Di kantor pria itu kembali disibukkan dengan pekerjaan dan mengikuti beberapa pertemuan dengan klien. Langkah kakinya yang tegak menggema pelan di lobi perusahaan. Saat itu juga dia kembali berpapasan dengan Gladys."Selamat siang, Pak David," sapa Gladys."Siang," sahut David dingin. Pria itu bahkan tak menatap wajah wanita cantik yang menyapanya.David memilih untuk mengabaikan Gladys dan kembali menuju ke ruangannya.'Sialan ... Awas saja kamu, David. Jangan berpura-pura mengabaikan ku,' geram Gladys dalam hati."Dys," panggil teman wanita itu. Gladys menoleh dan mendapa
Gladys mengepalkan kedua tangannya ketika dia baru saja keluar dari ruangan sang direktur. Wanita itu terlihat begitu kesal dan kecewa atas perlakuan mantan pacarnya.'Sialan, siapa perempuan itu?' gumamnya dalam hati.Langkah kaki Gladys terdengar menggema di koridor sebelum dia memasuki lift. Saat pintu lift terbuka, dia kaget karena berpapasan dengan satu orang lagi yang dia kenal."Terima kasih atas bantuannya, Mas Farhan," ucap Cindy sembari tersenyum malu-malu."Sama-sama, Cindy," sahut Farhan membalas senyuman Cindy. Pria itu kini tengah membawakan setumpuk dokumen yang akan Cindy kerjakan. Sebagai seorang pria dan dia juga dekat dengan Cindy, maka Farhan tak ingin melihat gadis manis berambut pendek itu kesusahan.Saat pintu lift terbuka, keduanya menatap pada seorang wanita yang hendak menggunakan lift tersebut."Kamu ...." gumam Farhan dengan tatapan di balik kacamatanya.Gladys menatap angkuh. Wanita itu segera masuk ke dalam lift setelah Farhan dan Cindy keluar. Pintu pun