Gladys mengepalkan kedua tangannya ketika dia baru saja keluar dari ruangan sang direktur. Wanita itu terlihat begitu kesal dan kecewa atas perlakuan mantan pacarnya.'Sialan, siapa perempuan itu?' gumamnya dalam hati.Langkah kaki Gladys terdengar menggema di koridor sebelum dia memasuki lift. Saat pintu lift terbuka, dia kaget karena berpapasan dengan satu orang lagi yang dia kenal."Terima kasih atas bantuannya, Mas Farhan," ucap Cindy sembari tersenyum malu-malu."Sama-sama, Cindy," sahut Farhan membalas senyuman Cindy. Pria itu kini tengah membawakan setumpuk dokumen yang akan Cindy kerjakan. Sebagai seorang pria dan dia juga dekat dengan Cindy, maka Farhan tak ingin melihat gadis manis berambut pendek itu kesusahan.Saat pintu lift terbuka, keduanya menatap pada seorang wanita yang hendak menggunakan lift tersebut."Kamu ...." gumam Farhan dengan tatapan di balik kacamatanya.Gladys menatap angkuh. Wanita itu segera masuk ke dalam lift setelah Farhan dan Cindy keluar. Pintu pun
Farhan segera mengetuk pintu ruangan sang atasan. Pria itu juga penasaran mengenai keberadaan Gladys."Pak David, ini saya," ucap Farhan dengan sopan."Masuk!" sahut David.Pintu segera dibuka dan Farhan melangkah masuk ke dalam ruangan sang direktur. Pria itu berjalan mendekati sang atasan lalu memberikan hormat padanya."Ada apa Pak David mencari saya?" tanya Farhan.David menatap asisten kepercayaannya itu. "Gladys berani masuk ke sini dan menggangguku," ujarnya.Farhan tampak terkejut. "Jadi dia benar-benar baru saja mengganggu Anda?"David mengangguk. "Ya. Aku sendiri masih penasaran mengapa dia memilih bekerja sebagai karyawan DR?"Farhan diam menyimak. Kemudian David menatapnya. "Farhan, aku mau meminta bantuanmu lagi," ujarnya."Apa itu, Pak?" tanya Farhan."Cari informasi mengapa dia kembali ke Indonesia! Cari tahu juga ... kenapa dia dulu pergi dengan alasan bosan?" tegas David.Farhan terkejut mendengarnya. Bukankah perintah kedua sudah terlalu terlambat? Apa lagi pernikaha
Setelah mendapatkan izin dari suaminya, Lila bersiap dan menunggu kedatangan ibu dan adik angkatnya. Wanita cantik itu memilih menunggu dengan duduk di kursi ruang tengah sembari bercengkrama dengan asisten rumah tangga yang sedang membersihkan rumah. Tak lama kemudian, mobil Weni pun tiba, menjemput Lila dan mereka segera menuju ke mall untuk berbelanja. Dengan setelan dress panjang sebetis, Lila tampak begitu elegan. Perutnya yang sedikit membesar tak terlihat karena dress-nya yang tidak ketat. Rambut Lila pun dikepang ke belakang dan membuat wanita itu terlihat semakin cantik dan bertambah muda.Lila kini sedang berbelanja dengan Weni dan Ani. Sebagai bentuk rasa senang dan syukurnya, Weni sengaja mengajak anak angkatnya berkeliling di toko perlengkapan bayi dan anak. Apa lagi dia juga tahu bahwa Lila sedang bosan karena berada di rumah terus selama kehamilannya."Ini sepertinya bagus, Lil. Lihatlah ...." ucap Weni sembari menunjuk deretan pakaian bayi dengan warna-warna salem yan
Lila mengajak Lucas menuju ke pusat informasi untuk mencari ibu dari bocah laki-laki itu. Tangannya menggandeng tangan mungil Lucas yang menurutnya menggemaskan.Karena tidak mau mengambil resiko, Lila ditemani Weni dan Ani mengantarkan Lucas ke pusat informasi. Tak lucu jika mereka bertiga dituduh sindikat penculikan anak."Kakak baik sekali. Makasih sudah mau bantuin Lucas cari Mamah," ucap Lucas sembari mendongak menatap wajah cantik Lila. Anak kecil itu mencoba tersenyum setelah menangis kesalahannya."Iya, Lucas. Sama-sama," sahut Lila membalas senyuman Lucas. Membuat anak kecil itu terlihat senang dan tenang.Tampak jika Lucas nyaman dengan Lilara yang memiliki kepribadian hangat dan penuh kasih sayang. Anak laki-laki yang sebenarnya pemalu dan pendiam itu kini malah seolah mendapatkan kasih sayang baru dari orang yang baru pertama kali dia temui.'Kalau Mamah selembut Kakak cantik ini, mungkin Mamah akan bertambah cantik dan tidak menyeramkan,' batin Lucas berandai-andai.Tanga
"Mas, apa aku boleh ikut ke kantor?" tanya Lila di suatu pagi. Wanita itu sudah siap dan jika diberikan izin, dia bisa langsung berangkat saat itu juga.David menatap sang istri yang duduk di hadapannya sembari menyantap sarapan pagi."Sayang, aku sudah bilang tunggu sampai setidaknya dua bulan. Aku tidak mau kamu kelelahan. Kamu kan masih hamil muda," ucap David dengan lembut. Pria itu meraih tangan istrinya dan mengusap punggung tangannya dengan ibu jari.Lila menatap wajah suaminya. "Baiklah ...." Mendengar helaan napas kecewa itu membuat David tak tega. Namun sebagai suami dia harus tegas. Dia tak mau kejadian yang tidak diinginkan kembali mencelakai istrinya."Jangan marah, Sayang. Aku melakukannya karena ingin melindungimu. Aku tidak mau kamu dan anak kita kelelahan dan nanti kenapa-napa," ujarnya lagi dengan lembut dan penuh kasih sayang.Lila mengangguk. "Iya, Mas. Aku ngerti. Hanya saja aku sudah bosan di rumah terus," cicitnya."Sabar, Sayang. Kamu bisa mengajak Mamah atau
Kedua tangan David refleks menahan tubuh Gladys yang mendadak terjatuh menabrak dada bidangnya. Dalam posisi seperti itu, orang yang melihat mungkin akan salah paham. Cepat-cepat David mendorong tubuh Gladys agar menjauh darinya."Ah!" pekik Gladys yang terhuyung sedikit ke belakang. Wanita itu menatap David dengan sebal."Jangan kurang ajar!" tegas David, kedua matanya menatap tajam Gladys yang berusaha mendekatinya.Wanita itu tersenyum, dia sama sekali tidak menunjukkan rasa takut atau menyesal atas perbuatan kurang ajarnya.Sebagai karyawan baru yang baru saja diterima di perusahaan DR, Gladys seharusnya merasa gentar setelah berbuat tidak sopan pada bosnya. Namun, wanita itu malah merasa tertantang dan tidak sabaran ingin kembali mendekati sang bos yang merupakan mantan pacarnya. Setelah Gladys merasa berhasil menjatuhkan diri dalam pelukan sang direktur, dia yakin akan berhasil lagi. Apa lagi David tidak melawannya."Maaf, saya tersandung," jawab Gladys yang jelas berdusta.Dala
Semua orang yang berada di lantai satu kini menatap ke arah lift. David sendiri terkejut, seolah pria itu merupakan penjahatnya. Beberapa orang diam-diam mengambil gambar kejadian tak senonoh tersebut."Tolong ...." ucap Gladys yang dengan cepat berlari ke luar lift. "Tolong aku ... Pak David mau melecehkanku ...." rengek Gladys dengan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Dan ternyata saja itu merupakan air mata palsu."Ya ampun ....""Masa sih Pak David begitu?""Bukankah Pak David sudah beristri?""Astaga ...."Beberapa lontaran kalimat yang menunjukkan ketidak percayaan itu terucap. Seolah memojokkan sang direktur. David pun menegakkan badannya. Dia sedang menahan dirinya agar tidak marah. Pria itu pun melangkah keluar dari lift."Kalian salah sangka. Aku sama sekali tidak melakukan apa pun padanya," ucap David."Huaaaaa!" Gladys menangis sejadi-jadinya. Wanita itu kini terlihat sedang menutupi tubuhnya.David pun mengeratkan rahangnya. Kedua tangannya pun terkepal erat. J
Gladys masih berdiri di depan pintu ruang pengawasan kantor. Tak lama kemudian pria yang tadi dia mintai tolong telah kembali."Mari, Mbak. Saya bantu carikan dari rekaman CCTV," ujarnya."Anu, Pak. Maaf ... Barusan saya malah ditelfon sama teman saya. Dia bilang barang saya sudah ketemu. Ternyata dia yang bawa ...." dusta Gladys sembari tersenyum."Sudah ketemu?""Iya, Pak," jawab Gladys sembari mengangguk."Ya sudah kalau sudah ketemu. Bilangin sama temennya, Mbak. Jangan suka gondol barang orang," ucap pria tersebut."Iya, Pak. Maaf merepotkan Bapak jadinya.""Nggak, kok, Mbak.""Mari, Pak." Gladys segera pergi meninggalkan tempat tersebut.Wanita itu bergegas kembali ke ruang kerjanya. Dia harus berakting senatural mungkin sebagai korban dari kebejatan sang atasan. Dengan begini citra David pasti akan menjadi buruk dan mungkin saja istrinya juga akan kecewa padanya."Dys. Ini makanan sama minumannya," ucap rekan Gladys sembari menyerahkan pesanan Gladys."Makasih, ya?""Iya. Tapi
Setelah mengetahui siapa yang membuat masalah dengannya, David tentu saja tak tinggal diam. Pria itu memanggil Tristan, orang yang pernah merebut mantan kekasihnya dulu dan berhasil menghancurkan rencana pernikahannya. Dia sendiri mengenal Tristan sebagai anak seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal.Setelah membuat jadwal dan undangan, akhirnya David bisa menemui Tristan. David segera pergi ke Singapura. Dua orang yang sudah lama tak berjumpa itu pun kembali saling berhadapan dengan atmosfer yang penuh dengan ketegangan."Jadi, apa maksud dari semua ini, Pak Tristan?" David langsung memberikan pertanyaan inti meski masih tetap mencoba bersikap sopan pada pria di hadapannya.Tristan melihat laporan yang ditunjukkan asisten kepercayaan David padanya. Kedua alisnya pun saling bertaut. "Saha memang tidak menyukai Anda, Pak David. Tapi saya tidak punya waktu untuk melakukan tindakan kotor seperti ini." Tristan mulai berkilah."Mohon jangan berkilah, Pak Tristan," tekan David menco
Lila menaikkan kedua alisnya. "Aku nggak bentak Mas David ....""Tapi terdengar begitu. Kenapa kamu menyuruhku mandi? Padahal aku capek, Sayang. Aku hanya ingin bermanja - manja denganmu dulu," ujar David dengan ekspresi sedihnya yang berubah menjadi kesal.Lila menatap heran suaminya yang salah sangka. Melihat pertengkaran kecil tersebut, Shiro memilih pergi. Sementara Lila masih menatap suaminya. Dia merasa takut jika David kembali bersikap kasar dan dingin seperti saat mereka masih menikah kontrak."Maaf ...." David menunduk. Pria itu merasa bersalah. Dia pun memeluk sang istri."Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Maafkan aku, Sayang ...." sesalnya sembari mencium kening Lila dan memeluk lembut wanitanya itu.Lila menghela napas. Sepertinya memang David terlalu banyak pikiran. Wajar saja. Pria itu bekerja tanpa henti. Apa lagi David semakin sibuk selain ikut mengurus anak pertama mereka. Sebelumnya juga dia sering menghadapi masalah dan mungkin saja David sudah jengah."Aku
Keheningan itu membuat Farhan merasa tidak nyaman. Sang bos belum memberikan respon apa pun atas pengakuannya kerena teledor. Perlahan pria itu mendongak, memberanikan diri untuk menatap dan menghadapi sang atasan.David ternyata diam sembari menatap lurus ke arahnya. Ketegangan semakin bertambah saat kedua mata Farhan bertemu dengan iris kecokelatan Davidson."Kalau kamu memang merasa bersalah dan bertanggung jawab soal masalah ini, maka cari dan tangkap karyawan itu! Kamu harus menyerahkannya padaku dan cari tahu alasannya serta pada siapa dia 'menjual' rahasia perusahaan!" David berujar tegas dan dingin saat memberikan perintah.Farhan menelan ludahnya. Sudah lama sekali dia tak diperlakukan sedingin ini oleh sang bos. Namun dia harus tetap patuh."Baik, Pak.""Aku tidak akan memecatmu. Karena bagaimana pun juga kamu telah membantuku agar aku bisa tiba di rumah sakit tepat waktu," imbuh David sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.Farhan lagi - lagi terkejut at
Penyelidikan segera dilaksanakan. David memerintahkan anak buahnya terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Apa lagi ini merupakan masalah internal yang memang harus diatasi oleh perusahaan.Di dalam perusahaan yang terlihat baik - baik saja dari luar, para petingginya sedang mencoba membereskan masalah yang ada. David bersama Farhan kini sedang memeriksa beberapa data yang sudah terlanjur tersebar dan sedang mencoba menghentikannya.Farhan sendiri sudah mendapatkan rekaman CCTV yang dia butuhkan. Kini pria itu memeriksa rekaman yang ada. Beberapa video dari beberapa sudut telah dia periksa. Namun tak ada yang mencurigakan. Hingga dia menemukan video di mana saat dirinya sebelum mengantarkan sang bos menuju ke rumah sakit untuk mendampingi sang istri yang melahirkan."I-ini ...." Farhan bergumam sembari membetulkan kacamatanya.Kedua alis pria itu saling bertaut. Kini memorinya tertuju pada saat dia menyerahkan hasil rapat pada salah satu karyawan pria yang dia mintai tolong unt
Farhan menarik napas sebelum menjawab. "Maaf, Pak David. Tapi data itu telah bocor."David membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana bisa?" tanya pria itu dengan ekspresi kaget dan tak percaya.Lila pun mendongak menatap heran ke arah suaminya. Terlihat jelas bahwa David sedang terkejut."Maaf, Pak David. Saya dan juga Cindy sedang menyelidikinya. Kami sedang mencari tahu bagaimana data itu sampai bocor," jawab Farhan terdengar ketakutan.David menghela napas kasar. Pria itu kemudian duduk di samping sang istri, tepatnya pada salah satu sisi tempat tidur. Tangan kanannya menggenggam ponsel, sementara tangan kirinya menyugar rambutnya."Kalau begitu teruslah selidiki. Aku akan segera ke kantor," ucap David kemudian sembari menutup panggilan telepon.Pria itu kini menunduk. Lila yang merasa khawatir segera mendekati suaminya dan meraih lengan kekar pria itu dengan lembut."Mas ... Ada apa?" tanya wanita itu khawatir. Melihat dari respon suaminya, dia menduga adanya masalah yang sedang
Malam itu suhu cukup panas. Bayi mungil David dan Lila mulai rewel karena kegerahan. Beruntung sang ayah dengan sigap menyetel suhu dalam ruangan tersebut agar putranya kembali nyaman."Ternyata dia merasa kegerahan juga," ucap David yang kini berjalan mendekati istri dan anaknya."Iya, Mas. Sekarang cukup sejuk," sahut Lila.Bayi mungilnya masih menangis. Lalu segera saja Lila memberikan ASI padanya. Dan ternyata tak hanya kegerahan saja, bayi kecil itu juga meredakan haus dan lapar."Ternyata lapar juga Adek, ya?" Lila bertanya dengan lembut seolah sedang bertanya langsung pada putranya.David duduk di samping Lila yang sedang menyusui putranya. Tatapan pria itu tertuju pada payudara Lila yang terlihat padat dan berisi. Kini dia menelan ludahnya seolah ikut merasakan kehausan."Kenapa lihatinnya kaya gitu, Mas?" tanya Lila menatap curiga pada suaminya.David tersenyum penuh arti. Pria itu kemudian beralih menatap wajah cantik istrinya."Aku hanya penasaran bagaimana rasanya," gumam
Sehari setelahnya, Lila diperbolehkan pulang. Wanita cantik itu pun berjalan dengan menggendong putranya yang tampan dan menggemaskan."Biarkan Mamah yang gendong. Kamu jalan aja duluan sama David," ujar Helena sembari mengulurkan kedua tangannya."Nggak papa, Mah?" tanya Lila merasa tak enak hati karena membiarkan ibu mertuanya yang menggendong bayinya."Nggak papa. Kamu jalan duluan aja. Mamah juga pengen gendong cucu Mamah," jawab Helena dengan senyuman senang dan terlihat jelas bahwa wanita itu tidak sabar ingin menggendong cucunya untuk pertama kali."Baiklah, Mah. Makasih, ya," ucap Lila sembari menyerahkan putranya pada sang ibu mertua.Lila pun berjalan dengan dituntun oleh suaminya. David begitu protektif pada sang istri yang baru saja melahirkan. Sementara di belakangnya ada ibu beserta salah satu asisten rumah tangga yang membantu membawakan barang - barang mereka.Selama dalam perjalanan pulang, putra kecil David tertidur lelap di pangkuan Lila. Terlihat jelas bahwa bayi m
Semua orang yang datang ikut menatap ke arah bayi yang baru saja lahir itu. Mereka ikut penasaran karena David dan Lila tak juga memberi tahu mereka soal jenis kelamin bayinya.Lila pun melirik sang suami. Terlihat David yang sedang tersenyum karena rasa penasaran dari ibunya. Mungkin menurutnya seru merahasiakan jenis kelamin anaknya pada keluarganya sendiri, bahkan sejak kehamilan Lila yang semakin besar."Coba Mamah perhatikan dia laki - laki atau perempuan?" tanya David sengaja ingin menbuat ibunya menebak."Kok gitu? Mamah penasaran, loh. Lila juga nggak mau kasih tahu Mamah pas hamil," protes Helena."Sudahlah, Mah. Nanti kita juga akan tahu sendiri," ucap Norman sembari mengusap lembut bahu istrinya."Tapi Mamah penasaran, Pah. Mamah kan pengen manggil ganteng apa cantik gitu," protes Helena lagi. Terlihat jelas bahwa wanita itu akan sangat menyayangi cucunya."Mas David, kita kasih tahu Mamah saja kenapa, sih? Yang lainnya juga penasaran, tuh," ucap Lila ikut membujuk suaminya
Peluh mulai membasahi dahi Lilara. Dengan sigap dan sabar David mengelapnya dengan sapu tangannya. Tak lupa pria itu terus berdoa di dalam hati agar persalinan sang istri berjalan dengan lancar.Saat ini dia semakin menyadari bahwa wanita hebatnya juga sedang berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Wajah Lila yang terlihat pucat, menunjukkan bahwa wanita itu merasakan kesakitan. Jujur saja sebagai suami, David tentu merasa tak tega saat melihat kesakitan istrinya."Ughhhh." Lila kembali mengejan sesuai dengan instruksi Dokter Nimas. Tangan kanannya menggenggam erat tangan David yang duduk di sampingnya.'Kamu pasti bisa, Sayang,' bisiknya dalam hati.Lila kembali mengejan lagi. Karena pembukaan sudah lengkap, maka wanita itu siap untuk melahirkan anaknya. Suasana di dalam ruangan begitu menegangkan. Apa lagi David terus saja merasakan desiran tak mengenakkan sehingga dia terus saja berdoa untuk keselamatan anak dan istrinya. Sebagai pria yang sudah sangat mencintai mantan pemb