Share

Bab 5

Penulis: Miss Kay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-05 15:27:21

"Celine, kamu di sini?" Suara Darwin yang tegas terdengar. Kakaknya berjalan mendekat dengan tatapan menyelidik.

Celine buru-buru melepaskan genggamannya dari lengan Abizar dan tersenyum santai. "Tentu saja, Kak. Aku hanya mengobrol dengan Abizar."

Darwin menatap mereka berdua, lalu menghela napas. "Ayo pulang. Ayana sudah menunggu."

Celine menatap Abizar sekilas sebelum akhirnya mengangguk dan melangkah pergi. Namun, saat ia melewati Abizar, ia berbisik pelan, cukup untuk pria itu dengar.

"Aku akan membuatmu mengakui perasaanmu, Abizar. Tunggu saja."

Abizar tetap diam, tetapi tatapan matanya mengikuti langkah Celine yang semakin menjauh.

Will, yang melihat semua kejadian itu dari jauh, hanya bisa mengusap wajahnya dengan pasrah. "Dua orang keras kepala dalam satu cerita, ini pasti akan panjang."

***

Malam itu, di dalam mobil yang melaju menuju rumah, Celine menyandarkan kepalanya ke jendela, menatap bayangan dirinya sendiri. Darwin yang duduk di sampingnya melirik adiknya sekilas.

“Kamu masih mengejar Abizar?” tanyanya dengan nada datar.

Celine mendengus kecil, menoleh ke arah Darwin. “Tentu saja. Aku ini pantang menyerah.”

Darwin menghela napas panjang. “Celine, aku paham kamu keras kepala, tapi Abizar bukan pria biasa. Dia punya pertahanan hati yang kuat.”

“Justru itu yang membuatnya menarik, Kak. Dia bukan tipe pria yang mudah jatuh hati. Tapi aku yakin, suatu saat, aku bisa membuatnya luluh.”

Darwin tidak langsung menjawab, hanya menatap lurus ke depan. Ia mengenal Abizar lebih lama daripada Celine. Pria itu tidak akan mudah goyah.

Sementara itu, di tempat lain, Abizar duduk di balkon kamar apartemennya, menyesap kopi hitam tanpa gula. Matanya menatap ke langit malam, tetapi pikirannya tertuju pada satu hal—Celine Luis.

Sikap gadis itu semakin sulit dikendalikan. Semakin ia mencoba menjaga jarak, semakin Celine mendekat. Hari ini, Celine bahkan cukup berani menarik dasinya dan menantangnya secara langsung.

Abizar mendesah pelan. “Nona Celine… Kenapa kamu tidak mengerti?” gumamnya sendiri.

Ponselnya bergetar, memunculkan nama yang sudah ia duga. Darwin.

Abizar mengangkatnya tanpa ragu. 'Tuan Darwin.'

'Apa yang kau pikirkan, Bi? Kau tahu Celine keras kepala. Kenapa kau masih membiarkannya bertingkah seperti itu?' suara Darwin terdengar tenang, tetapi jelas ada kekhawatiran di dalamnya.

'Saya hanya menjalankan tugas saya, Tuan,' jawab Abizar tegas.

'Kau yakin itu hanya tugas?'

Abizar terdiam.

Darwin menghela napas di seberang sana. 'Aku tidak ingin Celin tersakiti, Bi. Kalau kau benar-benar tidak menginginkannya, buat dia menyerah.'

'Tidak semudah itu, Tuan.'

'Buat lebih sulit kalau perlu. Tapi jangan biarkan Celine menggantung harapan yang tidak mungkin,' ujar Darwin sebelum menutup telepon.

Abizar meletakkan ponselnya, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Ia tahu harus bersikap lebih tegas. Tapi… bisakah ia benar-benar melakukannya?

***

Keesokan paginya, Celin bangun dengan semangat membara. Ia tidak akan membiarkan Abizar lolos begitu saja. Jika pria itu terus menjaga jarak, maka ia harus mengubah strateginya. Kali ini, Celin tidak akan sekadar menggoda—ia akan menyerang langsung.

Ia memilih gaun merah elegan yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, membiarkan rambutnya tergerai dengan sedikit gelombang. Riasannya ringan, tetapi cukup untuk menonjolkan mata tajamnya. Celin bukan hanya ingin menarik perhatian Abizar, tetapi juga membuat pria itu kehilangan kendali.

Saat ia turun ke ruang makan, Darwin dan Ayana yang sedang sarapan langsung menatapnya dengan penuh selidik.

“Ada misi apa hari ini, Celin?” Ayana bertanya dengan nada menggoda.

Celin tersenyum licik. “Misi menaklukkan pria paling bebal di dunia.”

Darwin hampir tersedak kopinya. “Celin—”

Darwin meletakkan cangkir kopinya dengan suara cukup keras. “Celin, aku tahu kau keras kepala, tapi jangan bermain hati. Abizar tak menyukaimu."

“Tenang saja, Kak. Aku sudah kebal.”

Sebelum Darwin bisa membalas, seorang pelayan masuk dan berbisik ke telinganya. Raut wajah Darwin langsung berubah serius. Ia berdiri dari kursinya.

“Ada apa, Kak?” tanya Celin, sedikit penasaran.

“Bisnis,” jawab Darwin singkat, lalu menatap Ayana. “Aku harus pergi sebentar.”

Ayana hanya mengangguk mengerti. Tapi Celin masih curiga. “Kak, ini bisnis biasa atau…”

Darwin tidak menjawab, hanya mengusap kepala adiknya sekilas sebelum berjalan keluar.

Celin mendesah pelan, lalu menoleh ke Ayana. “Kurasa Kak Darwin menyembunyikan sesuatu.

Ayana tersenyum tipis. “Kau tahu kakakmu, Celin. Dia tidak akan membiarkan kita tahu jika situasinya berbahaya.”

Celin mendecak kesal, tetapi tidak ingin berlama-lama memikirkan hal itu. Fokusnya hari ini hanya satu—Abizar.

***

Di tempat lain, Abizar tengah berdiri di depan sebuah gudang tua, berbicara dengan seorang pria berjas hitam yang wajahnya penuh bekas luka.

“Pastikan mereka tidak mendekati keluarga Luis,” perintah Abizar dengan nada dingin.

Pria itu terkekeh. “Tuan muda, kau masih setia melindungi mereka, ya?”

Abizar tidak menanggapi. Ia hanya menatap pria itu tajam, membuatnya langsung mengangkat tangan tanda menyerah.

“Oke, oke. Aku akan memastikan tidak ada yang mengganggu Celin.”

Abizar mengangguk dan berbalik pergi. Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, suara klakson mobil sport membuatnya menoleh.

Ia menghela napas panjang begitu melihat Celin keluar dari mobil dengan penuh percaya diri.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Abizar dengan nada tegas.

Celin tersenyum, lalu melangkah mendekatinya dengan tatapan penuh tantangan. “Seharusnya aku yang bertanya, Abizar. Kenapa kau selalu berada di tempat mencurigakan?”

Abizar melirik pria berjas hitam tadi, yang kini tengah menatap Celin dengan penuh minat.

“Pergi dari sini, Nona Celin. Ini bukan tempat untukmu.”

Celin melipat tangan di depan dada. “Aku akan pergi kalau kau menjawab satu pertanyaanku.”

Abizar menatapnya tajam. “Apa?”

Celin mendekat, cukup dekat hingga Abizar bisa mencium wangi parfumnya. Ia menatap mata pria itu dengan dalam.

“Kau selalu melindungiku. Selalu muncul saat aku dalam bahaya. Tapi kenapa kau terus menyangkal perasaanmu?”

Abizar terdiam. Celin memanfaatkan momen itu dengan menambahkan, “Kalau kau benar-benar tidak punya perasaan padaku, buktikan.”

Mata Abizar menggelap dia benar-benar pusing menghadapi Celine.

Tiba-tiba, pria berjas hitam tertawa. “Ah, jadi ini gadis yang kau lindungi mati-matian? Kau punya selera yang bagus, Tuan muda.”

Abizar segera menarik Celin ke belakangnya, menatap pria itu dengan tajam. “Selesaikan urusanmu dan jangan mencampuri hidupku.”

Pria itu mengangkat bahu santai. “Tentu saja. Tapi aku penasaran, apakah gadis ini tahu siapa kau sebenarnya?”

Celin menyipitkan mata, merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari dirinya. Namun, sebelum ia bisa bertanya, Abizar sudah menggenggam pergelangan tangannya dan menariknya pergi.

“Abizar! Lepaskan aku!” protes Celin.

Namun, Abizar tidak menggubrisnya sampai mereka sampai ke dalam mobil. Setelah menutup pintu dengan kasar, pria itu menatap Celin dengan wajah marah yang jarang terlihat.

“Dengar baik-baik, Nona Celin,” suaranya dalam dan penuh ketegasan. “Jangan pernah datang ke tempat seperti ini lagi.”

Celin menatapnya, lalu tersenyum kecil. “Kau khawatir padaku?”

Abizar menggeram pelan. “Ini bukan permainan, Nona.”

Celin menyandarkan diri ke kursi mobil, lalu menatap Abizar dengan tatapan penuh arti. “Aku tahu. Tapi kau tidak bisa terus bersembunyi dariku.”

Abizar menghela napas panjang, lalu menyalakan mesin mobil. Ia tahu Celin tidak akan berhenti sampai ia memberikan jawaban yang diinginkannya. Tapi masalahnya, jawaban itu bukan sesuatu yang bisa ia berikan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 6

    Abizar menghela napas panjang ketika Celin duduk di kursi penumpang dengan ekspresi penuh kemenangan. Mobil melaju meninggalkan kawasan gudang, dan Celin bersandar santai dengan satu kaki terlipat, menatap Abizar dengan tatapan jahil. “Jadi,” Celin membuka percakapan, “kau akan terus pura-pura dingin padaku, atau kita bisa bicara seperti dua orang dewasa?” “Nona, tidak ada yang perlu dibicarakan.” “Kau tahu, Abizar… sikapmu ini membuatku semakin penasaran.” Dengan gerakan santai, Celin melepas sabuk pengamannya dan beringsut mendekat, membuat Abizar menoleh dengan tatapan tajam. “Pakai kembali sabukmu!” “Tapi aku ingin lebih dekat denganmu,” bisiknya, mencondongkan tubuh hingga jarak wajah mereka hanya beberapa inci. Abizar menegang, tapi tetap berusaha fokus mengemudi. “Nona Celin, jangan mulai!"“Tapi aku suka memulainya,” sahut Celin dengan suara manja. Tangannya dengan berani merayap ke lengan Abizar, jari-jarinya menyentuh otot yang tegang di balik kemeja. “Kau se

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 7

    Abizar menginjak pedal gas lebih dalam, melajukan mobilnya menuju rumah keluarga Luis. Ia tidak tahu apa yang lebih buruk—fakta bahwa Celin selalu tahu cara memancingnya, atau fakta bahwa ia terus-menerus terpancing. "Sial!" umpatnya. Ketika ia tiba di halaman mansion, ia melihat Celin sudah berdiri di depan pintu dengan senyum penuh kemenangan. Dibalut gaun tidur satin berwarna merah anggur yang jatuh di paha, rambutnya masih sedikit basah, dan kulitnya terlihat berkilau dalam cahaya lampu halaman. Celin benar-benar terlihat… berbahaya. Abizar mengeratkan rahangnya. Ia harus tetap waras. Celin berjalan mendekat, langkahnya santai tapi penuh perhitungan, seolah setiap gerakannya memang ditujukan untuk membuatnya kehilangan kendali. Tanpa malu-malu, Celin membuka pintu mobil dan masuk, duduk di kursi penumpang dengan anggun. “Kau datang,” ucapnya pelan, suaranya terdengar seperti bisikan. Abizar menatapnya tajam. “Nona Celin, masuk kembali ke dalam.” Celin tersenyum j

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 8

    Suasana berubah tegang seketika. Celin masih duduk di pangkuan Abizar, jantungnya berdetak cepat. Sementara itu, Abizar menatap Darwin dengan ekspresi yang sulit dibaca—antara waspada dan pasrah. Darwin mengetuk jendela sekali lagi, kali ini lebih keras. “Turun.” Celin menoleh ke Abizar dengan senyum kecil. “Apa kita lari saja?” bisiknya. “Celin.” Suara Abizar berat dan tajam. “Turun.” Dengan enggan, Celin akhirnya turun dari pangkuan Abizar dan keluar dari mobil, tapi bukannya merasa bersalah, ia malah berdiri dengan santai di samping mobil. Darwin melipat tangan di dada, menatap adiknya dari kepala hingga kaki. “Kau benar-benar tidak punya rasa malu, ya?” Celin mengangkat alis. “Memangnya kenapa? Aku sedang menghabiskan waktu dengan calon suamiku.” Abizar yang baru saja keluar dari mobil hampir tersedak mendengar pernyataan Celin. Darwin menoleh tajam. “Calon suami?” Celin tersenyum penuh percaya diri. “Ya. Kalau dia terus menolak, aku tinggal minta Kakak menikahk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 9

    Abizar tidak bisa tidur. Setiap kali ia mencoba memejamkan mata, ia teringat Celin yang tidur di kamar tamunya, hanya beberapa meter dari tempatnya berbaring. Ia menarik napas panjang. Ini Celin, adik dari Bos Darwin. Gadis yang seharusnya ia jaga, bukan ia sentuh. Tapi Celin semakin berani. Ia tidak hanya menggoda dengan kata-kata, tapi juga dengan kehadirannya, dengan caranya menatap, dengan caranya menantang Abizar untuk jatuh dalam perangkapnya. Dan yang lebih buruk lagi, Abizar merasa dirinya mulai kalah. Suara langkah kaki pelan terdengar di luar kamarnya. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka sedikit. Abizar tetap diam, pura-pura tidur. Tapi ia bisa mendengar Celin masuk, berjalan pelan menuju ranjangnya. Lalu, tanpa ragu sedikit pun, gadis itu naik ke ranjang dan merangkak mendekatinya. Abizar menahan napas ketika ia merasakan kehangatan tubuh Celin begitu dekat. Celin berbisik pelan, tepat di telinganya. “Abizar… kau belum tidur, kan?” Abizar tetap diam, b

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 10

    Sementara itu, Celine sudah bersiap dengan rencananya sendiri. Setelah Abizar pergi menemui kakaknya, Celin menelepon seseorang. "Kamu di mana? Aku butuh bantuan." Beberapa menit kemudian, seorang wanita dengan rambut panjang bergelombang memasuki apartemen Abizar dengan santai. "Raya, aku butuh bantuanmu," ujar Celine dengan senyum penuh trik. Raya—sahabat Celine—menaikkan alis. "Kau ingin aku menutupi sesuatu?" Celine mengangguk. "Aku ingin tinggal di sini lebih lama. Kalau Kak Darwin menanyakan sesuatu, bilang aku bersamamu." Raya tertawa kecil. "Celine, kau benar-benar berani." Celine tersenyum lebar. "Abizar harus sadar, aku tidak akan mundur begitu saja." Raya menghela napas. "Baiklah, tapi aku ingin tahu, seberapa jauh kau akan bertahan pada pria itu?" Celin berpikir sejenak. "Sampai dia tidak bisa lagi menolak aku." Raya menatapnya dengan geli. "Kalau begitu, aku ingin melihat bagaimana kau melakukannya." Celine hanya tersenyum penuh misteri. Permainan bar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 11

    Seminggu kemudian Abizar membaca informasi tentang Juan Artha di layar komputernya. Dia terlihat sangat fokus dan serius, matanya tidak berkedip saat membaca. "Juan Artha, pewaris Artha Group," gumam Abizar. "Bergerak di bidang minuman dan tekstil. Mempunyai banyak cabang di seluruh dunia." Abizar terus membaca, mencari informasi lebih lanjut tentang Juan Artha. Dia ingin tahu lebih banyak tentang pria yang akan menikahi Celine. "Lulusan Universitas Harvard," lanjut Abizar. "Mempunyai reputasi yang baik di dunia bisnis. Tapi, ada sesuatu yang tidak beres tentang dia." Abizar terus membaca informasi tentang Juan Artha, dan dia menemukan sesuatu yang membuatnya terkejut. "Juan Artha sudah menikah?" gumam Abizar. "Dan istrinya sedang hamil? Tidak mungkin Tuan Darwin menikahkan adiknya dengan pria yang sudah beristri." Abizar merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dia memikirkan kemungkinan bahwa Will membohonginya. "Jangan-jangan Will membohongiku?" pikir Abizar. "Mengapa di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 12

    Ayana yang masih melihat model fashion pakaian yang lagi tren tiba-tiba teringat sesuatu tentang ucapan Darwis saat perjalanan pulang. Suaminya itu bilang ada perusahaan besar yang akan bekerja sama dengannya. Dan orang yang bekerja sama dengannya yaitu Tuan Malik Yazed, pemilik perusahaan minyak dan properti di Dubai. Ayana berpikir, "Apa mungkin Yazed itu Abizar Yazed?" Tapi, dia langsung menyangkal pikirannya sendiri. "Tidak mungkin, Abizar tidak mungkin menjadi orang yang berpengaruh seperti itu." Ayana berusaha menghilangkan pikiran itu dari benaknya, tetapi rasa penasarannya membara. "Tapi kalau benar... kasihan Celine, harus membuka lagi luka lamanya," kata Ayana dengan nada khawatir. "Siapa yang kamu bicarakan?" tanya Darwis yang berdiri di sebelah Ayana. "Aku tidak bicara apa-apa," jawab Ayana dengan cepat, berusaha menyembunyikan pikiran yang mengganggu. Darwis tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ayana tentang Abizar dan Celine. Ayana memutuskan untuk tidak menga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 13

    Abizar Ebizawa menatap Will dengan mata yang masih tajam dan menakutkan. "Kau pikir aku bisa begitu mudah kau provokasi? Kau pikir semua itu lelucon," tanya Abizar sedikit lebih santai, sambil mengangkat alisnya yang tebal. Byon, singa besar yang mengitarinya, berhenti di depan Will dan memandangnya dengan mata yang tajam, membuat Will merasa semakin takut. Will berusaha untuk tidak menunjukkan ketakutannya, tetapi dia tidak bisa menghindari untuk memandang Byon dengan takut. Keringat dingin menetes di dahinya, dan tangannya gemetar. "Maaf, Tuan Abizar, saya hanya ingin membantu Tuan untuk mendapatkan kembali Nona Celine," kata Will dengan suara yang masih bergetar, sambil berusaha untuk mempertahankan keberaniannya. Abizar memanggil Byon dengan suara yang lembut. "Come here, Byon. Come here with Papa." Byon, singa besar yang masih memandang Will dengan mata yang tajam seperti ingin menerkam, langsung berlari ke arah Abizar dan memeluk kaki Abizar dengan ekornya yang panjang.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07

Bab terbaru

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 22

    Celine duduk gelisah di ruang tamu, menunggu kedatangan Darwin. Jantungnya berdegup kencang, tak tahu apa yang akan dibicarakan kakaknya. Beberapa menit kemudian, suara mobil berhenti di depan rumah, membuatnya spontan berdiri. Pintu terbuka, dan Darwin masuk dengan langkah tegap. Tatapannya tajam, ekspresinya sulit ditebak. "Duduk," perintahnya singkat. Celine menurut, menunggu dengan napas tertahan. Darwin menatapnya lekat. "Apa hubunganmu dengan Abizar?" Celine terkejut dengan pertanyaan langsung itu. "H-Hubungan apa?" Darwin mendengus. "Jangan bohong, Celine. Aku tahu ada sesuatu di antara kalian." Celine mengerutkan kening, merasa heran dengan pertanyaan kakaknya. "Kan Kakak yang menyuruhku mengambil proyek kerja sama dengan

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 21

    Celine mengusap wajahnya dengan frustasi. Berurusan dengan Abizar Yazed? Itu sama saja dengan melemparkan dirinya ke dalam mulut harimau. Pria itu terlalu licik, terlalu penuh tipu daya, dan yang lebih buruk—terlalu menggoda. "Baiklah, cukup bicara soal itu. Aku harus pergi sebelum Darwin benar-benar pulang dan mengira aku ikut campur terlalu jauh dalam urusan kalian," ujar Ayana yang pergi meninggalkan mereka kembali ke kamarnya, ekspresinya serius. "Dan Abizar, jangan berbuat macam-macam. Aku serius." Abizar hanya mengangkat alis, senyum jahilnya tak berkurang sedikit pun. "Aku? Berbuat macam-macam? Oh, Nyonya Darwin, kau benar-benar salah menil—" "Ya, ya, simpan akting tak berdosamu itu untuk orang lain!" potong Ayana sebelum pergi ke kamarnya. "Celine, jangan biarkan dia menggodamu lagi!" Celine menghempaskan diri ke sofa dengan napas panjang. Percakapan barusan dengan Ayana masih t

  • Pesona Panas Asisten Dingin   bab 20

    Celine menghela napas, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih belum stabil setelah kejadian barusan. Abizar benar-benar membuatnya kehilangan kendali, dan sekarang, dengan Ayana duduk di depannya sambil bertanya dengan nada serius, ia harus kembali ke realita. "Celine? Kau mendengar pertanyaanku, kan?" Ayana menyipitkan mata, memandangnya penuh selidik. "Kau baik-baik saja?" Celine buru-buru mengangguk. "Tentu saja. Aku hanya... sedikit kaget. Maksudku, Kak Darwin baru pulang besok, kan? Jadi kenapa kau panik begitu?" Ayana melipat tangan di dada. "Karena aku tahu kau dan Abizar tidak bisa dibiarkan berduaan terlalu lama. Buktinya tadi, aku hampir kebobolan!" Abizar yang duduk di seberang meja hanya terkekeh santai, menyilangkan kaki dengan ekspresi tak berdosa. "Kau terlalu khawatir, Nyonya. Aku hanya ingin memastikan Celin baik-baik saja. Tidak lebih, tidak kurang." "Tentu saja Celin pasti baik-baik saja," gumam Ayana, me

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 19

    "Kalau kau belum ingat juga, aku akan menunjukkan sesuatu yang pasti akan membantumu mengingatnya," bisik Abizar, jari-jarinya usil mengelus paha Celine. Celine menepis tangan Abizar, tapi hanya sedikit. "Jangan macam-macam! Aku curiga kau menyimpan sesuatu... sesuatu yang sangat pribadi milikku?" Suaranya sedikit gemetar, campuran rasa malu dan gairah. Abizar terkekeh rendah, suaranya berat dan sensual. "Ada di mobilku. Dan aku yakin, melihatnya akan membuatmu mengingat semuanya dengan sangat jelas." Ia sengaja menggeser tubuhnya, membuat tubuhnya bersentuhan dengan Celine. Celine mendesah pelan, tubuhnya menegang. "Yaaak! Kau ini! Bicaramu... mesum sekali!" Ia mencoba mendorong Abizar, tapi gerakannya justru membuat tubuh mereka semakin erat bersentuhan. "Menyingkirlah! Sangat sesak... dan panas..." Gerakannya tak terkendali, membuat Abizar semakin tegang. Abizar menahan napas, suaranya serak menahan gairah. "Jangan banyak bergerak, Celine... kau membuatku... sangat tegang..

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 18

    Satu jam lebih Abizar menunggu Celine yang belum juga turun. Matanya, tajam dan tak berkedip, menatap lantai atas. Tanpa basa-basi, ia berjalan menaiki tangga dengan langkah tegap dan pasti. Bob dan Will, yang berdiri tak jauh darinya, ingin melarang, namun sebelum mereka sempat bersuara, Abizar berkata dengan suara berat dan lantang, menghentikan mereka seketika. "Satu langkah, nyawa kalian akan melayang." Abizar melangkah dengan santai, namun elegan, menuju kamar Celine. Namun langkahnya terhenti ketika Ayana berdiri di ujung tangga, menghalangi jalannya. "Abizar Yazed! Kamu tidak boleh masuk ke kamar Celine! Nanti aku adukan ke Darwin!" Ayana berkata dengan mata melotot dan tangan di pinggang, sebuah pose yang bagi Abizar terlihat lucu. Tanpa ragu, Abizar mengeluarkan kotak perhiasan—sebuah kotak beludru merah tua berisi sebentuk berlian The Constellation, s

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 17

    Celine mengepalkan tangannya, jantungnya berdebar—bukan karena takut, tapi karena excited yang tercampur sedikit panik. "Cih! Mana berani dia kesini menjemputku," gumamnya, suaranya terdengar seperti tawa halus yang diredam. Celine keluar kamar, aura keanggunannya tak terbantahkan, meski dipadu dengan ekspresi slight sassy. Ia mencari Will, bodyguard-nya yang lebih mirip model iklan parfum. "Will, cepatlah kesini. Aku membutuhkanmu," teriak Celine. Will, yang tengah bergosip—mendapatkan gosip terbaru tentang hubungan asmara kepala koki dan tukang kebun—langsung berlari kecil, kemeja putihnya sedikit kusut. "Nona Celine! Ada apa, Nona?" tanyanya, napasnya sedikit tersengal. "Hey, kau. Siapkan jas termahalmu—yang aku belikan, ingat?—temani aku bertemu Abizar malam ini."

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 16

    Celine memasuki mansion dengan langkah cepat dan tergesa-gesa, membuat para pelayan dan pengawal yang bertugas terkejut. Mereka saling bertukar pandang dengan penuh tanda tanya, tak biasanya nona mudanya seperti itu. Sementara itu, Will mengikuti Celine dari belakang dengan langkah lesu, tampak kelelahan. Ia baru saja menemani Celine berbelanja di butik dan harus menunggu berjam-jam hanya untuk satu gaun. Will sulit membayangkan bagaimana Celine dapat menghabiskan waktu begitu lama untuk memilih satu buah gaun saja. Ayana terperanjat ketika Celine membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk terlebih dahulu dan langsung naik ke atas tempat tidur. Ayana sedang menggunakan masker wajah dan terlihat sangat santai, namun kedatangan Celine langsung menghancurkan ketenangannya. "Kakakku iparku tersayang, coba tebak siapa yang baru saja kutemui?" tanya Celine dengan wajah yang berseri-seri, matanya berbinar penuh semangat. Ayana melepaskan maskernya dan memandang Celine dengan ekspresi bingung.

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 15

    Abizar melanjutkan penjelasannya tentang proposal kerja sama, sementara Celine berusaha untuk memperhatikan dan mencatat poin-poin penting. Namun, dia tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman yang muncul setiap kali dia melihat Abizar. Sekretaris Darwin, yang duduk di samping Celine, memberikan dia sebuah catatan kecil dengan tulisan "Tetap tenang dan fokus." Celine mengangguk pelan dan mencoba untuk memperhatikan kembali penjelasan Abizar. Setelah beberapa menit, Abizar selesai menjelaskan proposalnya dan meminta Celine untuk memberikan tanggapan. Celine mengambil napas dalam-dalam dan berusaha untuk memberikan jawaban yang profesional dan objektif. "Terima kasih, Mr. Malik, atas penjelasan Anda tentang proposal kerja sama ini," kata Celine dengan nada yang profesional. "Saya akan mempertimbangkan proposal ini dan berdiskusi dengan tim kami untuk menentukan langkah selanjutnya." Abizar Yazed tersenyum dan mengangguk. "Saya berharap kita dapat bekerja sama dan mencapai kesep

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 14

    Meeting yang seharusnya diadakan jam sembilan pagi kini molor sampai jam satu siang. Semua itu karena Celine yang telat bangun dan merajuk ke kakaknya, Darwin. Celine bangun jam sebelas pagi, setelah tidur nyenyak selama berjam-jam. Dia merasa tidak ingin bangun dan merajuk ke Darwin, yang sudah menunggunya di ruang makan. "Aku tidak mau pergi ke meeting itu, Kak," kata Celine dengan nada yang manja. "Aku capek dan tidak ingin berhadapan dengan orang-orang itu." Darwin memandang Celine dengan mata yang kesal. "Celine, kamu harus pergi ke meeting itu. Ini sangat penting untuk perusahaan kita. Jangan membuat aku menunggu lagi, atau aku akan marah."*** Semua karyawan dari staf biasa sampai yang mempunyai jabatan menunduk hormat melihat kedatangan Celine, adik dari bosnya. Wanita cantik yang mempunyai wajah hampir mirip dengan Darwin itu memasuki perusahaan dengan langkah yang percaya diri. Sekretaris Darwin, yang juga merupakan orang kepercayaannya, menyambut Celine dengan sen

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status