Ricko yang tersadar jika ada meja lipat khusus untuk makan pasien, segera melihat ke arah Leonal dan memberikan kode kepadanya.
Dengan cepat Leonal mengambil meja kecil itu dan langsung menyusunkannya dengan baik tepat di hadapan nona mudanya.
Ricko meletakkan bubur ayam yang masih panas itu di atas meja, dan lalu segera berjalan pergi mengambil gelas untuk wadah air minum nona mudanya.
Sejak tadi tuan Marta Dinata hanya terus memperhatikan semuanya. Meski saat ini dia sedang berdiri tepat di sisi ranjang Joandra, tapi matanya tak lepas melihat apa yang sudah dilakukan oleh kedua orang kepercayaan mereka itu terhadap wanita yang di panggil dengan sebutan ‘Nona Muda’ itu sejak tadi.
Akhrinya tuan Dinata yang sudah tidak tahan dengan pertanyaan besarnya mulai berjalan mendekat ke arah ranjang Jessica.
“Terima kasih karena Nona sudah mendonorkan darah untuk Putra saya.”
Tuan Dinata berkata pelan sambil melihat ke arah Je
Jessica yang merasa lelah terus berdiri segera mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sisi ranjang itu. Melanjutkan kegiatannya dan kembali mengelus pipi mulus Joandra yang tarasa begitu lembut. Jemari tangan kecil itu lalu memegang dan mengelus dagu Joandra yang terlihat begitu kokoh.Tiba-tiba tangan kanan Joandra terangkat dan langsung menangkap tangan kecil yang sedang mengelus pipinya itu.“Eh?!”Jessica terkejut ketika tangannya sudah dipegang begitu erat, apa lagi menyadari jika itu adalah tangan dari Joandra sendiri.“Kenapa terus membelai wajahku ...? Memangnya tidak ingin mengecupnya lagi?”Perlahan mata Joandra terbuka sambil bibirnya terus berkata pelan.“A-abang? ... Abang sudah sadar? Hah?!”Jessica begitu senang ketika melihat mata Joandra kini sudah terbuka dan sudah pula bisa berbicara dengan begitu baiknya. Dan itu tandanya Joandra memang sudah baik-baik saja.-
Setelah diperintahkan oleh Joandra, akhirnya Ricko dan Leonal langsung pulang dari rumah sakit terbesar itu.Sebelumnya, Dokter pun sudah kembali dipanggil oleh Ricko untuk mengecek tuan presdirnya yang barusan sudah sadar dari tidur panjang atau pingsannya itu, bahkan sang dokter juga sudah melepaskan jarum infus darin tangan Jessica karena cairannya yang sudah hampir habis tapi wanita itu sudah tidak ingin di infus kembali.Setelah mengetahui jika tuan presdir mereka memang dalam keadaan yang sudah normal dan baik-baik saja, akhirnya kedua pengikut setia itu langsung pulang ke kediaman mereka berdua masing-masing.“Apa benar ini tidak sakit?”Setelah ruangan itu hening karena tidak ada percakapan lagi setelah Ricko dan Leonal pergi, Jessica yang tangannya sejak tadi terus digenggam oleh Joandra memberanikan dirinya untuk bertanya.“Hmm. Tidak sakit sama sekali,” jawab Joandra sambil mengembangkan kedua ujung bibirnya membe
“Hmm.”Jessica sedikit tersentak. Jawaban itu memang terdengar pelan dan singkat. Namun ternyata jawaban dari Joandra barusan langsung merobohkan dinding hati yang awalnya sudah tertata begitu rapi dan asri. Hati kecil itu langsung merasa perih dengan remasan yang barusan terjadi, membuatnya langsung menyadarkan diri. Ada batas di antara mereka, dan batasan itu memang tidak boleh dilanggarnya.Ya, meski sangat sakit dan pedih, tapi saat ini Jessica mengetahui posisinya yang sebenarnya. Jelas ini akan lebih baik, dari pada dia terus salah paham dan terlambat menata perasaan.“Baguslah kalau begitu. Apa kita meneleponnya dan memberitahukan kabar Abang yang sekarang agar dia bisa segera datang menemani Abang?”Dalam seketika Jessica langsung bangkit dan menepis tangan Joandra dari atas kepalanya. Wanita itu berusaha terlihat biasa-biasa saja membungkus rasa sakit dan luka itu dengan senyuman terbaiknya.Joandra yang mendengar i
Jessica yang barusan selesai membersihkan dirinya keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya.“Eh, Abang sudah bangun?”Melihat Joandra sudah duduk di atas kasurnya, Jessica sedikit terkejut karena saat dia masuk ke dalam kamar mandi tadi pria itu masih tertidur dengan begitu pulasnya.“Iya. Ponselmu dari tadi berbunyi terus. Memangnya siapa yang meneleponmu sepagi ini? Apa itu temanmu, si Erick.”Joandra yang memang terbangun karena mendengar bunyi deringan ponsel Jessica tadinya langsung menebak begitu saja.“Oh ya?”Jessica yang heran segera berjalan ke sisi ranjangnya dan mengambil ponselnya dari atas nakas. Begitu melihat siapa yang memanggilnya, Jessica terdiam sejenak.‘Jangan-jangan Ibu mau minta aku kirimkan uang lagi seperti waktu itu. Selain masalah itu, mana pernah Ibu menghubungiku. Bahkan Ibu pasti tidak perduli jika aku menceritakan kejadian semalam yang sudah menimpa
Joandra terus mengajak gadisnya itu berbicara sambil dia buang air kecil dan itu sungguh membuat Jessica merasakan merinding dengan tubuh yang merasakan panas dingin dalam seketika. Sungguh seumur hidupnya dia belum pernah menemani seorang pria melakukan buang air kecil seperti sekarang ini. Namun, kejadian ini kembali mengingatkannya saat dia sedang sakit dan Joandra juga melakukan hal yang sama tanpa merasa keberatan atau jijik sekali pun.“Maafin Jessica kalau Jessica salah.”Akhirnya hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutnya, karena Jessica kembali merasa serba salah dengan segalanya.“Nggak ada yang salah. Cuma Jessica terlalu cepat berubah arah saja.”“Jessica nggak merasa.”“Baiklah. Memangnya Jessica sudah bersih, kok keramas?”Jessica kembali terdiam ketika mendengarkan pertanyaan itu. Entah kenapa mereka berdua selalu berbincang masalah pribadi hingga hal-hal yang sangat tidak umum untuk dibicarakan oleh 2 orang yang bukanlah pasangan suami istri.Kalaupun lumrah yang na
Meski jawaban itu disertai dengan senyuman ringan, tapi Joandra melihat sekelebat kekecewaan di sana. Dan Joandra tidak berdaya. Keselamatan gadisnya itu lebih penting dari segala apa pun, dan dia ingin mencari sampai ke akar-akarnya siapa pun yang sudah terlibat dalam kasus yang tidak bermoral itu semalam.“Bukan tidak bisa. Tapi tangan Abang masih merasa sakit. Jessica nggak marah, kan?”“Nggak kok, ngapain marah. Lagian ... Abang juga tidak ada kaitannya lagi dengan keluarga Jessica. Kan katanya Abang sudah berpisah dengan kak Claudia?”“Artinya Jessica marah.”“Nggak.”“Bener?”“Hmm.”Mendengar jawaban dengan mata yang tidak lagi melihat ke arahnya, kembali membuat Joandra menghela napasnya.Joandra mengetik sesuatu pada ponselnya dan kemudian mulai berdiri dari duduknya. Joandra langsung berjalan ke arah ranjangnya dan menumpukkan ponselnya dengan pons
Joandra tersenyum mendengar itu. Dan lalu dia langsung memegang pundak Jessica dengan sebelah tangan kanannya.Sebenarnya hatinya merasa sangat berat membiarkan gadisnya itu pulang sendirian. Tapi, Joandra ingin melihat dan mencari bukti lewat gadisnya itu. Jika saja dia ikut pulang ke sana, tentu saja itu akan menyulitkannya.Joandra lalu membawa tubuh yang sangat wangi itu ke dalam dekapannya.“Abang kenapa? Nanti tangan Abang bisa sakit,” ujar Jessica tak berani bergerak sama sekali agar dia tidak menyakiti lengan Joandra yang masih terbungkus perban itu.“Jessica tidak boleh menginap di sana, Oke? Ricko akan menunggumu dan akan pulang ke sini lagi bersamamu.”Kening Jessica mengkerut ketika mendengarkan itu. Tapi dia juga tidak berani membantah sama sekali, hanya saja wanita itu terlihat sedikit ragu.“Kalau Ayah memintaku untuk menginap di rumah?”“Katakan kamu harus bekerja di sini. Mesk
Melihat itu membuat tuan Andi hanya bisa terdiam. Kebiasaan yang kembali dilihatnya lagi setelah hampir 2 bulan ini dia tidak pulang. Dan dengan nyata mata tuan Tuan Andi masih melihat sinar ketidak berdayaan dari manik mata sendu putri kecilnya.“Jessica benar-benar tidak mengerti apa yang kak Claudia dan bang Benny katakan,” gumam Jessica pelan tidak ingin membuat suasana yang mulai memanas itu akan langsung menimbulkan api yang pastinya akan membesar dan membakar mereka semuanya. Terutama membakar perasaan ayahnya.“Sok polos!” tukas Claudia cepat.“Sudahlah. Nanti kita bicarakan lagi. Sekarang kita makan dulu. Ayah sudah sangat lapar.”Tuan Tuan Andi segera menengahi dan tangannya langsung menyendokkan nasi.“Sini, biar Jessica saja Ayah.”Jessica segera berdiri dan mengambil alih centong nasi yang baru saja dipegang oleh ayahnya.Madam Donna mengedipkan sebelah matanya ke arah putri