Mata Jessica yang sejak tadi terus melotot marah ke arah Joandra mulai terlihat berubah ketika dia melihat kilatan di dalam manik mata Joandra. Bola mata Jessica terlihat bergeser ke kiri dan ke kanan menatap manik mata pria yang sudah menuduhnya dan menghakiminya sedemikian rupa saat itu. Sungguh, ketidak percayaan Joandra terhadapnya membuat rasa sakit itu sangat mendominasi sampai saat ini, dan Jessica tak bisa melupakan hinaan pria yang katanya adalah suami sahnya meski hanya di atas sebuah buku kecil itu.
Melihat mata Joandra sudah memerah dengan bibirnya yang membungkam, Jessica segera mengalihkan pandangannya. Dia terlalu takut melihat itu dan merasa khawatir dia akan luluh hanya karena tatapan yang mampu melumpuhkan hatinya itu. Dia segera mengambil beberapa baskom yang sudah kosong itu dan langsung melangkah masuk ke dalam kontrakannya.
Melihat Jessica sudah berjalan masuk, Joandra segera mengambil apa yang bisa dibawanya dan langsung mengekori Jessica masuk k
“Jangan Tuan Kent. S-saya mengaku salah. Iya, memang saya yang sudah mengajak Gibran keluar. Kami janji tak akan mengulanginya lagi. Tolong maafkan kami,” ujar Claudia dengan wajahnya yang terlihat panik dan ketakutan.Tentu saja dia enggan masuk ke dalam penjara lagi. Terlebih rencana besarnya belum terlaksana sama sekali.“Setelah Joandra mengetahui semuanya?! Jika aku tak memulangkan kalian ke dalam penjara, sebentar lagi kalian juga akan dijemput oleh pihak kepolisian!”“Kami janji akan lebih berhati-hati Tuan. Jika nanti kami tertangkap pun, kami tentu saja tak akan tinggal diam. Benar semua ini memang rencanaku, tapi bukankah semua ini keinginan Tuan Kent sendiri?!”Claudia yang merasa mendapat celah kelemahan Kenrick langsung menyerang ketika melihat Kenrick benar-benar akan menjebloskan mereka ke dalam penjara lagi.“Kau berani mengancamku?!”“Bukan mengancam. Tapi Tuan Kent harus bisa mengerti juga dong bagaimana posisi kami saat ini. Yang jelas, aku yakin usahaku kali ini ak
Melihat itu Joandra langsung keluar dari bagian dapur dan menuju ke bagian jemuran di belakang sana. Rumah itu berukuran kecil sehingga tak sulit untuk Joandra menemukan alat mengepel lantai yang ternyata benar diletakkan Jessica di bagian belakang sana. Seperti kebiasaannya saat di kediaman ibunya waktu dulu.Joandra mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk mengepel lantai dapur yang terlihat lengket itu. Namun dia mengepel kamar dan bagian depan sana terlebih dahulu, sebelum dia mengepel bagian dapur di mana saat ini Jessica masih sibuk mengelap kompor gas dan juga meja masaknya.Tuan Andi mengembangkan senyumnya. Melihat Joandra membantu mengepel lantai rumah seperti itu, membuat hati terdalamnya begitu tersentuh. Di mana lagi dia bisa mendapatkan menantu seperti Joandra? Bahkan dia sendiri saja belum pernah melakukan pekerjaan rumahan seperti itu.Ketulusan Joandra begitu terlihat. Sejak awal dia memang yakin jika kedua insan itu hanya sedang salah paham saj
Gantian kali ini Jessica yang terdiam. Memang benar hinaan itu hanya dilontarkan 1 kali. Tapi bagi Jessica, perkataan itu sudah menghancurkan harga dirinya sebagai seorang istri. Meski hubungan status itu belum begitu jelas dan hanya sebatas di atas kertas yang tercetak saja.“Terserah! Kalau begitu Anda tidur di luar dan jangan mengeluh!”Meski perkataan itu begitu ketus dan penuh bara panas yang terasa, tapi Joandra tak memperdulikan itu. Yang jelas, itu merupakan sebuah lampu hijau untuknya.“Pinjam handuknya, Honey?”Tak lagi membahas, Joandra langsung meminta ijin.“Gak ada handuk yang lain lagi!” jawab Jessica ketus dan masih dengan wajahnya yang mengkerut kesal.“Abang pinjam handuk ini saja,” ujar Joandra lagi sambil memegang handuk dari atas kepala Jessica, dan langsung melepaskan handuk itu dari atas kepala gadis pujaan hatinya.“Hei!” pekik Jessica tertahan. Kaget
“Sudah, kan? Itu nasinya kan sudah 2.”“Ayah?”“Iya. Buat Ayah sama Tuan.”Joandra menelan salivanya kasar. Padahal dia sudah merasa jika Jessica mungkin sudah memaafkannya, karena gadisnya itu tak marah dan menolak saat dia mengecup kepalanya tadi. Tapi, saat mendengar panggilan ‘Tuan’ masih melekat, Joandra tahu artinya istri kecilnya itu masih marah padanya. Ternyata memang tak mudah meluluhkan hati cintanya.“Jadi Honey nggak makan nasi juga?!” tanya Joandra berusaha menyingkirkan rasa sesak di dadanya.“Berapaan Pak?”Jessica tidak lagi menghiraukan Joandra yang bertanya, dan dia kembali mengulang menanyakan total pesanannya.“Nasi sayur 2 jadi 30 ribu. Satenya 2 jadi 28 ribu. Jadi semuanya 58 ribu, Mbak.”Jessica segera membuka tangannya yang sedang menggenggam uangnya, dan langsung membayar total belanjaannya. Tapi dengan cepat Joandra sudah membayar belanjaannya itu.“Ini, Pak.”Joandra memberikan uang 100 Ribu Rupiah, dan sang penjual tersebut langsung menerimanya.“Kok dibay
“Menyukai itu gak salah karena itu hak pribadi manusia.”“Benar, dan itu jika dia menyukai orang yang belum dimiliki orang lain.”“Andai pun dia menyukaiku. Bukankah Aku juga sudah dibuang olehmu.”Jessica berkata cepat seolah tanpa berpikir lagi, membuat Joandra langsung terkejut setengah mati.“Honey kenapa bilang seperti itu. Kapan Abang membuangmu? Apa jangan-jangan karena Jessica sudah ada abang yang baru Jessica tak menganggapku lagi,” ujar Joandra perlahan, juga tak kalah membuat Jessica merasa terkejut luar biasa.“Kalau masih ingin menuduh Jessica lagi, untuk apa Tuan masih di sini? Pulang saja. Habis cerita.”“Ya ampun, bertanya seperti itu saja kok di bilang menuduh sih? Karena Abang percaya Jessica selalu setia makanya Abang ada di sini. Karena Abang juga selalu setia denganmu, Honey.”Jessica diam.Melihat itu Joandra mengembangkan senyumnya. M
“Sebaiknya Tuan tidur sama Ayah di kamar yang sana saja,” jawab Jessica sambil menelan salivanya kasar. Berbaikan mungkin oke. Tapi kalau untuk tidur bersama seperti biasanya, Jessica masih merasa enggan.Joandra tiba-tiba mengambil gelas dari tangan istrinya, lalu berjalan masuk dan meletakkannya di atas nakas. Joandra kembali berjalan ke arah Jessica, yang terpaku melihat apa yang sedang dilakukan oleh Joandra saat ini.Joandra menutup daun pintu itu, dan lalu menguncinya.“A-apa yang Tuan lakukan?!” tanya Jessica yang kaget melihat Joandra terlihat tidak seperti biasanya.“Aku merindukanmu Honey. Aku tidak ingin menudanya lagi!” kata Joandra tegas, dengan desah napasnya yang mulai terdengar memburu.“A-apa yang Tuan maksudkan?!” tanya Jessica lagi terlihat begitu gugup.“Aku ingin kamu malam ini, Jessica Pitaloka. Kita sudah menikah, aku tidak ingin menunggu terlalu lama lagi. Ak
“Lantas ... apa semua pengorbanan yang Abang lakukan selama ini tak berarti sama sekali untukmu, Honey? Apa Jessica tak merasa jika hati ini adalah milikmu seorang? Harus bagaimana lagi Abang mengatakannya dan apa yang harus Abang lakukan? Katakan sayang ... katakan kalau kamu memang tak pernah mencintaiku sama sekali.”Joandra berkata serius dengan kelopak matanya yang juga sudah terlihat penuh dan sarat dengan air bening yang tertahan di sana. Bertanya tegas dan serius sambil kedua telapak tangannya mengusap pelan air mata Jessica yang kini terus menganak sungai.Jessica terdiam. Tak bisa menahan getar di bibirnya, membuat Jessica langsung menggigit bibirnya kuat. Matanya masih terus beradu dengan mata Joandra, dengan air matanya yang tak bisa dihentikannya sama sekali. Rasanya dia tak ingin masalah status sosial yang sudah pernah diutarakan oleh Joandra menjadi penyebab masalah yang berikutnya nanti, dan untuk masa bertahun-tahun yang akan datang yang mu
“Awh!”Kali ini desahan itu terdengar kencang, dan ternyata perbuatan Joandra barusan membuat Jessica terkejut besar.Joandra tak ingin berlama-lama dan segera memanfaatkan kesempaatan yang dimilikinya.Tangan kekar Joandra mulai merayap ke arah pinggul. Memegangi kedua sisi panties yang masih menutupi bagian tersensitif Jessica, dan lalu mulai menurunkannya.Dengan cepat pula kedua tangan Jessica memegangi kedua lengan Joandra dan menahannya.“Jangan,” ujar Jessica cepat dengan kedua tangannya yang masih memegang tangan Joandra yang ingin menurunkan celana dalamnya.“Sebentar saja, Honey. 1 kali saja.”“Nggak. Jessica mohon, jangan.”“Honey? Kamu masih meragukan kesungguhan Abang?!” tanya Joandra dengan dadanya yang bergemuruh hebat, napasnya juga sudah terengah-engah akibat hasratnya yang hampir tumpah. Terlebih kali ini dia tak ingin menundanya lagi.“I