Setelah berbincang beberapa saat, April sepakat untuk mencoba memperkerjakan Andra terlebih dahulu sebelum memutuskan akan terus memakai jasanya atau tidak.
“Baik Pak Andra, besok Anda sudah bisa mulai bekerja ya. Saya akan memberi waktu percobaan selama tiga bulan, setelah itu akan saya putuskan bagaimana selanjutnya.”Andra mengangguk pelan. “Terima kasih banyak Bu Aprilia atas kesempatan yang Ibu berikan kepada saya. Saya akan bekerja sebaik mungkin dan tidak akan mengecewakan Ibu,” sahutnya sambil tersenyum dan membetulkan kaca matanya.“Boleh saya bertanya sesuatu?”“Silakan, Bu.”“Anda asli orang sini? Pernah ke Indonesia sebelumnya? Apa Anda mempunyai saudara kembar?” cecar April membuat Andra menautkan alisnya. Merasa bingung dengan rentetan pertanyaan yang diajukan oleh atasan barunya itu.“Maaf sebelumnya Bu, tapi di data yang saya berikan pada perusahaan ini semuanya sudah lengkap dan Anda bisa membacanya di sana,” tolak Andra sesopan mungkin.“Hmm maaf ya, saya hanya merasa kalau kamu mi—“ April tidak meneruskan perkataannya, perempuan itu menghela napas dalam seraya mengusap wajahnya.Andra memberikan April segelas air putih yang terletak di atas meja. “Silakan Anda minum dulu, Bu.”April menerima gelas itu, lagi-lagi mata mereka saling beradu pandang. Menimbulkan perasaan tersendiri di hati April, entah mengapa ia melihat pria di hadapannya seperti sosok suaminya, Alan.“Ya Tuhan, perasaan apakah ini. Dia bukan Alanku tapi mengapa setiap menatap ke dalam matanya, aku seperti sedang berhadapan dengan Alan,” batin April sambil menatap Andra tak berkedip.Andra berdeham, membuat April tersadar dari lamunannya lalu meminum air pemberian pria itu sambil sesekali melirik ke arah pria di hadapannya yang sangat mirip dengan suaminya.“Apa ada yang bisa saya kerjakan untuk Anda?” tanya Andra sambil sesekali membetulkan letak kaca matanya.April menggeleng pelan. “Tidak ada, jam kantor sudah berakhir. Anda bisa pulang dan mulai bekerja besok, Pak Andra.”“Baik Bu, kalau begitu saya permisi,” pamit Andra sambil beranjak, bersalaman dengan April kembali lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan atasan barunya itu. “Huh, lega rasanya,” gumamnya dalam perjalanan pulang.April memijit pelipisnya yang terasa pening karena pertemuannya dengan Andra, asisten barunya yang sangat mirip dengan Alan.“Kamu kenapa, Pril?” tanya Andrew sambil memasuki ruangan April.April menggeleng pelan. “Tidak papa Kak, hanya sedikit pusing.”Andrew mengambil duduk di samping April, menempelkan tangannya pada kening adik iparnya itu. “Apa kamu sakit? Mau kuantar ke dokter?” tawarnya dengan khawatir.April mengalihkan tangan Andrew dari keningnya. “Aku tidak papa Kak, sungguh,” sahutnya sambil tersenyum tipis. “Di mana yang lain?”“Ya sudah, kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk meminta bantuanku. Zac dan Dafa sudah pulang lebih dulu, katanya ingin segera sampai apartemen untuk beristirahat,” terang Andrew.“Iya Kak, ya sudah kalau begitu kita pulang juga. Aku akan bersiap sebentar,” ujar April beranjak dari duduknya lalu bersiap untuk segera pulang bersama Andrew.**“Andra, bagaimana wawancara kerjamu? Apa kamu diterima bekerja kembali di sana?” tanya Alex.Andra mengangguk antusias. “Tentu saja, sudah kubilang kan. Aku akan kembali ke sana, terima kasih ya kalian telah banyak membantuku selama ini,” ucapnya lalu tersenyum.“Sama-sama, kami senang bisa membantumu meraih kembali apa yang seharusnya menjadi milikmu,” sahut Lucia dengan merangkul lengan suaminya, Alex.“Semua ini baru permulaan Lucia, perlahan namun pasti aku akan kembali mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku,” ujar Andra dengan tersenyum penuh misteri.“Baiklah, mari kita makan malam bersama untuk merayakan ini,” ajak Alex.Andra dan Lucia mengangguk setuju, lalu mereka bertiga menghabiskan waktu untuk makan malam bersama.**Andrew sedang mengendarai mobil bersama April yang duduk di kursi sebelahnya. Sepanjang perjalanan, April hanya melamun dan menatap keluar jendela dengan tatapan sendu seperti memikirkan sesuatu yang amat berat.“April ...” panggil Andrew dengan lembut seraya memegang jemari April, membuat wanita itu tersadar dari lamunan lalu menatap ke arahnya.“Ya, Kak? Apa sudah sampai?” tanya April sambil mengedarkan pandangan namun mereka masih berada di tepi jalan, karena Andrew menepikan mobilnya.“Belum, aku sengaja berhenti karena sedari tadi hanya melihatmu yang melamun. Apa kamu ada masalah?” tanya Andrew hati-hati, namun lagi-lagi hanya gelengan yang ia dapati dari mantan tunangannya itu.“Lalu kenapa diam saja? Apa masih sakit?” tanya Andrew lagi, ia berniat menyentuh kening April namun dengan sigap wanita itu mundur perlahan. “Hmm, maaf ...” gumamnya.“Aku tidak papa, Kak. Lebih baik kita pulang sekarang, semuanya pasti sudah menunggu.”“Tapi Pril, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu.”April menghela napas kasar. “Baiklah, katakan saja Kak,” ucapnya tak sabar karena ingin segera pulang.Andrew akan membuka mulut sebelum deringan ponsel April menghentikan niatnya. “Maaf ya, aku angkat dulu,” ucap April lalu menerima telepon yang ternyata dari Zac.[Kalian kenapa belum pulang? Ini Alana menanyakan kamu terus.][Iya maaf Kak, sebentar lagi kami sampai. Tunggu ya.]Panggilan mereka akhiri, Andrew tidak jadi mengutarakan perasaannya dan akhirnya mereka pun segera pulang.**Usai makan malam dan menidurkan Alana, April menghampiri Dafa yang sedang bersantai di balkon apartemennya.“Dafa, bisa minta waktunya sebentar?” tanya April seraya menguncir rambutnya.Dafa membetulkan posisi duduknya lalu mempersilakan April duduk di sampingnya.“Ada apa Bu CEO? Apa kita mau membahas soal rapat tadi pagi?” tanya Dafa sambil bertopang dagu.“Tidak ... bukan itu yang ingin aku bicarakan, ini tentang ... Andra.”“Andra? Asisten pribadi kamu, memang ada apa?”“Apa kamu sudah pernah bertemu dengan dia sebelumnya?”“Pernah, beberapa kali.”“Lalu?”“Lalu kenapa memangnya?”April mendesis kesal. “Isssh ... kamu ini ya. Memang kamu tidak sadar kalau wajahnya itu sangat mirip dengan Alan?” tukasnya.Dafa mengernyitkan keningnya. “Apa iya? Ah, itu perasaan kamu saja. Jelas mereka berbeda,” kilahnya.“Dafa aku serius, coba kamu perhatikan lagi. Kalau saja rambutnya tidak ikal, tidak memakai kaca mata tebal dan tidak berkumis, dia terlihat sangat mirip dengan Alan aku sangat yakin itu,” ujar April tegas.“Tidak April, itu tidak mungkin. Andra dan Alan adalah dua pria yang berbeda,” kilah Dafa sedikit gugup. “Sudah ya aku mengantuk, besok harus ke bandara pagi-pagi sekali,” pamitnya lalu secepat mungkin meninggalkan April.“Kenapa dia selalu menghindar? Aku yakin Andra itu sangat mirip dengan Alan,” gumam April sambil mengetuk-ngetuk dagu dengan satu tangannya.**Keesokan paginya, Zac dan Dafa telah kembali pulang ke Indonesia. Tinggallah Andrew dan Luna yang masih akan menginap selama satu minggu ke depan. April sedang memasak di dapur dengan dibantu oleh Luna, sedangkan Andrew menemani Alana bermain di ruang tengah.“Jadi kapan rencananya pernikahan kalian akan digelar?” tanya April sambil mengaduk sup yang ia masak lalu memberinya sedikit taburan garam.“Entahlah Pril, sepertinya masih lama,” sahut Luna yang sedang menata piring.“Kenapa memangnya? Apa masih belum menemukan gedung yang sesuai?” “Bukan tentang itu, masalahnya ada di Andrew sendiri,” terang Luna, akhirnya ia bercerita pada April bagaimana sikap Andrew terhadapnya selama ini.April mematikan kompor karena supnya telah matang, kemudian mengambil duduk di samping Luna untuk mendengarkan cerita wanita itu.“Aku pikir kak Andrew sudah berubah dan mulai mencintaimu, apa iya dia seperti itu?” tanya April ingin memastikan karena tak percaya dengan cerita Luna bahwa Andrew masi
April menatap asisten pribadinya itu dengan pandangan yang tajam. “Menyebalkan sekali dia, sama seperti Alan di awal pertemuan kami. Ah, kenapa aku jadi menyamakan mereka. Dia sama sekali tidak sama dengan suamiku yang tampan dan begitu mencintaiku,” batinnya dengan pandangan yang tak lepas dari Andra.“Anda kenapa menatap saya seperti itu?” tanya Andra seraya menautkan alisnya.April mengalihkan pandangannya lalu mengusap wajah dengan kasar. “Tolong belikan saya es krim di kantin, ini uangnya,” pintanya seraya berbalik kembali dan memberikan selembar uang.Andra menerima uang itu dengan sedikit ragu. “Hanya itu, Bu?” tanyanya memastikan.“Ya, sudah sana cepatlah,” usir April karena merasa tak tahan dengan kehadiran asisten pribadinya itu yang semakin membuatnya pusing.Andra pun mengangguk paham dan segera keluar ruangan menuju kantin untuk membelikan April es krim sesuai permintaan wanita itu.**“Dafa, aku menjadi artis bukan hanya untuk uang. Tapi ini cita-citaku sejak dulu
“Apa Bu April lapar?” tanya Andra yang sedang duduk menyetir di kursi pengemudi.April yang sedang duduk di kursi belakang hanya memutar bola matanya malas. “Sedikit,” sahutnya singkat.“Sudah lama saya tidak memakan masakan Indonesia, apa Ibu keberatan menemani saya untuk makan bersama?” tanya Andra seraya melirik April dari kaca spion depan.“Hmm ... terserah kamu saja.”“Baiklah,” sahut Andra dengan membetulkan kaca matanya seraya mengulum senyum.Akhirnya mereka pun berhenti di sebuah rumah makan khas Indonesia yang bertuliskan ‘Mie Ayam Lezat’, segera Andra turun dari kursi kemudi lalu membukakan pintu untuk April turun.April menautkan alisnya menatap nama rumah makan di hadapannya, “Mie ayam lezat?” “Mari Bu,” ujar Andra mempersilakan April untuk masuk ke dalam lebih dahulu.Dengan langkah gontai April pun masuk ke dalam rumah makan itu, diikuti oleh Andra di belakangnya. Mereka memilih tempat duduk di sebelah jendela yang menghadap langsung keluar, lalu memesan dua po
“April ... akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi, maaf ya aku tidak bisa menemanimu di kantor hari ini. Aku sibuk menemani Luna jalan-jalan,” ujar Andrew berceloteh panjang lebar namun April yang sudah kelelahan hanya menanggapinya dengan singkat.“Tidak papa, Kak,” sahut April kemudian berlalu menuju kamarnya.Andrew menahan lengan April, membuat wanita itu menoleh padanya. “Ada apa?”Tiba-tiba Andrew memeluk April, pria itu mengungkapkan segala isi hati yang ia pendam selama ini terhadap adik iparnya itu. April memberontak, berusaha melepas pelukan Andrew namun tak bisa karena tenaganya kalah dengan pria itu.“Tolong diamlah, sebentar saja biarkan seperti ini,” pinta Andrew seraya mengeratkan pelukannya pada April.“Lepaskan, Kak! Tidak sepantasnya Kakak seperti ini!” bentak April sambil terus berusaha melepaskan diri dari pelukan Andrew, kemudian dengan sekali sentak wanita itu mendorong tubuh kakak iparnya membuat pelukan itu akhirnya terlepas.“Aku masi
Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan di antara mereka, hanya ada suara musik yang menemani keduanya.#NP : Boys Like Girls – Be your everythingI'll be your shelterI'll be your stormI'll make you shiverI'll keep you warmWhatever weatherBaby I'm yoursBe your forever, be your flingBaby I will be your everythingAndra bersenandung lirih mengikuti alunan musik yang sedang terputar di radio, lelaki itu sedikit membesarkan volumenya. Kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama lagu yang ia nyanyikan, mendengar lagu yang tak asing di telinganya membuat April menatap asistennya itu dengan alis yang bertaut. “Bagaimana dia bisa tahu lagu ini?” batinnya heran.“Andra ...” panggil April dengan menepuk pelan bahu lelaki itu.Mendengar namanya dipanggil, lelaki itu mengecilkan sedikit volume radionya kemudian menoleh pada April. “Ya Bu, ada apa?”“Dari mana kamu tahu lagu ini?” tanya April penasaran.“Oh ...” Andra tersenyum sebentar, kemudian kembali fokus menyetir. “Dar
Flashback ON Alan begitu bahagia bermain bersama putri kecilnya yang masih berusia satu tahun, mereka berlarian kecil di taman belakang rumah yang halamannya luas itu. April mengawasi sang suami dan putrinya yang sedang bermain dari kejauhan, wanita cantik itu ikut tersenyum bahagia melihat dua orang yang ia cintai sedang tertawa lepas.“Aku ingin kita selalu bisa seperti ini, aku harap kebahagiaan ini tidak akan cepat berlalu,” gumam April dengan tersenyum sambil terus menatap pada suami dan putrinya.Alan berjalan menghampiri April bersama Alana yang berada dalam gendongannya. “Sepertinya Alana sudah mengantuk, Sayang,” ujarnya seraya memberikan putri kecilnya pada April.“Iya, aku tidurkan dia dulu ya di kamarnya,” pamit April seraya menggendong putri mereka ke kamarnya.Setelah menidurkan putri kecil mereka, April kembali menemani Alan yang kini tengah duduk bersantai di ruang televisi sambil menikmati secangkir coklat hangat buatannya.“Alana sudah tidur?”April menganggu
Keesokan paginya di kantor ALSON Company...“Bu April, apa benar Anda baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan perusahaan Wesley Corporation milik bapak Stefan?” tanya Andra dengan nada sedikit meninggi seakan menuntut penjelasan.April yang sedang memeriksa dokumen menghentikan aktivitasnya sejenak sambil melirik sekilas ke arah Andra yang tengah berdiri di hadapannya, wajahnya seakan gusar menuntut penjelasan darinya. “Memangnya kenapa?” sahutnya santai lalu melanjutkan kembali membaca isi dokumen yang sedang diperiksanya.“Seharusnya Ibu berdiskusi dulu dengan saya sebelum mengambil keputusan sepenting itu, sejak dulu saya dan bapak Alan selalu menghindari berurusan dengan perusahaan bapak Stefan. Untuk itu kami selalu menolak setiap proposal yang diajukan oleh perusahaannya,” tutur Andra, kini nada bicaranya mulai merendah.April menghela napas, lalu menutup berkas di hadapannya. “Untuk apa saya harus berdiskusi dengan kamu? Memang kamu siapa? Di sini saya CEOnya buk
“Andrew, bagaimana perkembangan hubungan kamu dan Luna. Kapan kalian akan menikah?” tanya pak George pada putra sulungnya itu.“Papa ini bagaimana, Alan saja belum ditemukan sampai sekarang malah membahas soal pernikahan,” protes bu Amelia, ia masih tak terima akan kehilangan putra bungsu kesayangannya itu.“Benar yang dikatakan mama, Pa. Belum saatnya kita membahas hal itu, lagi pula Andrew juga belum siap,” terang Andrew pada papanya dengan hati-hati.“Loh ... memang kenapa? Apa kalian tidak kasihan dengan Luna yang menunggu tanpa kepastian. Pernikahannya tidak perlu yang meriah, cukup akad saja untuk pestanya kan bisa kapan-kapan nanti,” tutur pak George dengan bijak.“Papa ini masih saja tanya kenapa, apa Papa tidak merasa sedih Alan belum juga ketemu,” kata bu Amelia, kini ia mulai terisak karena teringat dengan Alan.Segera Andrew merangkul mamanya itu untuk menenangkannya. “Sudah Ma, tenang saja. Andrew tidak akan menikahi Luna sebelum Alan ditemukan ya,” bujuknya agar mam
“Cla—Clara ....”Panggilan dari Luna membuat semua mata tertuju pada dirinya dan Clara yang mau tak mau menoleh padanya. Clara menatap Luna dengan pandangan datar dan sorot mata yang begitu menyimpan luka. Luna sangat tahu hal itu, untuk itu ia ingin meminta maaf dan memperbaiki hubungan mereka.“Clara aku ingin ... meminta maaf padamu,” ucap Luna hati-hati dengan pandangan sendunya pada Clara.Clara hanya menghela napas dalam lalu mengangguk perlahan. “Kamu ... mau memaafkanku?” tanya Luna lagi karena tak kunjung mendapat jawaban dari Clara. “Aku tahu semua ini tak mudah untukmu dan juga aku, tapi aku harap ... kamu mau berbesar hati memaafkan aku dan kita bisa bersahabat seperti dulu lagi,” ucapnya penuh harap.Clara berdiri berhadapan dengan Luna, lalu dengan sedikit canggung memeluk wanita itu membuat semua dalam ruangan tersenyum melihat mereka.“Aku bukan malaikat, tapi aku juga bukan makhluk yang tak berperasaan. Aku sudah memaafkanmu, aku juga ingin hubungan kita bisa m
Lima tahun berlalu...Ada yang pernah mengatakan bahwa waktu dapat menyembuhkan luka. Hal itu ternyata benar adanya, seiring berjalannya waktu Clara dapat menerima kenyataan bahwa suaminya memiliki anak dari perempuan lain. Kini, ia telah memaafkan dan menerima kembali Dafa untuk menjadi suaminya.Waktu benar-benar mengubah segalanya, perlahan namun pasti Luna diterima dengan tangan terbuka oleh ibu mertuanya. Bu Amelia sadar, dirinya tak bisa egois karena kekuatan cinta Andrew dan Luna dapat meruntuhkan kerasnya hati wanita paruh baya itu. Kini, mereka hidup bersama saling menyayangi satu sama lain. Ditambah dengan kehadiran buah hati Luna dan Andrew, meski bukan keturunan langsung dari keluarga mereka. Namun tetap tak mengurangi kasih sayang untuk gadis kecil yang diberi nama Anna Dawson tersebut.Sekali lagi waktu telah membuktikan bahwa dengan kesabaran dan keikhlasan untuk menerima segala ujian, dapat membuat Emily terbebas dari penyakitnya dan kini dirinya tengah mengandung a
“Terima dan akui saja kesalahan Anda, mungkin dengan begitu Anda bisa mendapat sedikit keringanan hukuman. Bukan begitu Bapak ... Stefan?” sindir Alan dengan tersenyum sinis.“Kurang ajar kamu! Kamu pasti sengaja menjebakku kan!” tuding Stefan pada Alan yang kini sedang merangkul April. “Tolong percaya padaku Pril ... ini semua tidak benar, aku tidak bersalah. Ini hanya jebakannya saja,” pintanya dengan memelas.April menggeleng pelan. “Maaf Stefan, awalnya memang aku tidak percaya kamu sejahat itu. Tapi suamiku telah menunjukkan semua buktinya, selamat menikmati masa hukuman kamu yang sudah membuatku berpisah dari suamiku selama ini,” balasnya dengan wajah datar.“Tidak Pril, kumohon tolong bebaskan aku ...” pinta Stefan dengan tatapan sendunya.“Segera bawa dia, Pak,” pinta Alan dan petugas segera memasukkan Stefan ke dalam mobil polisi.“Tidak, saya tidak bersalah! April tolong ....”Mobil pun berlalu, April dan Alan saling berpelukan. Akhirnya kejahatan Stefan telah berakhir
“Maksud kamu apa?” tanya Andrew yang tidak sengaja lewat dan mendengar pembicaraan April dengan Stefan.“Kak Andrew?” “A—Andrew?”April dan Stefan sama-sama terkejut dengan kedatangan Andrew yang tiba-tiba. Namun April merasa beruntung karena kakak iparnya itu selalu datang di waktu yang tepat. Andrew berjalan menghampiri mereka lalu mengulangi kembali pertanyaan yang ia ajukan sebelumnya pada Stefan.“Ti—tidak ada maksud apa pun hanya bercanda,” kilah Stefan dengan gugup diiringi senyuman yang dipaksakan.“Jangan kamu kira bisa seenaknya bercanda di sini ya, terlebih dengan April. Berani kamu menggodanya lagi, kamu akan berurusan denganku,” tutur Andrew dengan tatapan tajamnya.Stefan hanya bisa mengangguk tanpa membantah, kemudian pria itu pun berpamitan untuk kembali ke kamarnya.“Sudah Kak, aku rasa ini hanya salah paham. Tapi ... terima kasih sudah membelaku,” ucap April tulus.“Ingat kataku dulu? Jangan pernah ucapkan terima kasih padaku, sudah seharusnya aku melakukan
“Aku sangat merindukan istri dan putriku, apa kabar mereka sekarang ya,” gumam Alan yang baru saja pulang dari kantor polisi untuk memberikan bukti tentang kejahatan Stefan.Merasa tak mampu lagi membendung rindunya, Alan memutuskan untuk menghubungi sang istri terlebih dahulu.[Sayang ... aku sangat merindukanmu. Kapan kamu akan kembali?][Dia tidak merindukanmu, jadi teruslah saja berharap karena dia tidak akan kembali.][Apa maksudmu? Kenapa ponsel April bisa berada padamu. Ke mana dia?][Sabar, tenanglah ... dia aman bersamaku, aku dan April akan segera meresmikan hubungan kami. Jadi mulai sekarang jangan pernah ganggu April atau pun Alana lagi.]Tut!Panggilan telah dimatikan sepihak oleh Stefan begitu saja. Membuat Alan merasa geram dan khawatir tentang apa yang sedang terjadi pada istri dan anaknya.“Apa yang sebenarnya terjadi di sana? Mengapa perasaanku jadi gelisah seperti ini?” gumam Alan sambil berjalan mondar-mandir di ruang tamu apartemennya.**“Apa yang kamu
Kini anggota keluarga Dawson dan Alexander tengah berkumpul di ruang tamu—rumah milik keluarga Dawson. Semua mata tertuju pada Luna yang hanya bisa menunduk sambil menangis dengan tersedu, sementara April duduk di samping wanita itu sambil berusaha menenangkannya.“Sudah tidak perlu berakting lagi, cepat mengaku saja kepada kami. Benarkan yang diucapkan lelaki itu tadi?” tukas bu Amelia dengan pandangan yang sinis pada Luna, kedua tangannya bersedekap di depan dada.“Sabarlah Ma ... tenang dulu,” tutur pak George berusaha meredam emosi istrinya.Sementara Andrew memilih duduk di samping April, matanya enggan menatap pada Luna yang tengah diadili oleh keluarga besarnya. Pria itu juga sedang berusaha meredam amarahnya, hatinya terasa hancur saat mengetahui kekasih hatinya telah hamil dengan lelaki yang tak lain adalah teman dekatnya yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri.Luna berusaha menjawab, dengan bibir bergetar menahan agar isak tangisnya tak semakin menjadi. “Maaf ..
Hari yang ditunggu akhirnya tiba, Alan dan timnya telah berhasil mengumpulkan bukti untuk dapat menghukum Stefan. Segera Alan memberi tahu kabar bahagia itu pada sang istri, mereka pun berencana untuk membongkar semuanya setelah acara pernikahan Andrew dan Luna selesai dilaksanakan esok hari.“Akhirnya, akan tiba hari di mana semuanya akan terbongkar. Terima kasih Tuhan, aku sangat tidak sabar untuk dapat segera bersatu kembali dengan istriku,” batin Alan tersenyum bahagia sambil menatap layar ponselnya yang menampilkan fotonya bersama dengan April dan juga putri tercinta mereka—Alana.**Keesokan paginya, acara pernikahan Andrew dan Luna akan segera berlangsung. Semuanya telah menempati tempat masing-masing, termasuk kedua calon pengantin yang tampak begitu serasi bak pasangan raja dan ratu yang akan menggelar pesta.Andrew terlihat sedikit gugup apalagi saat melihat Luna yang sedang duduk di sampingnya dengan gaun pengantin yang membuat wanita itu terlihat sangat cantik meski de
Seperti pembicaraan mereka kemarin, akhirnya April dan Alana kembali pulang ke Jakarta bersama dengan Stefan. Sementara itu, Alan memilih tetap tinggal di London untuk mencari bukti kejahatan Stefan. Diam-diam, Alan juga meminta anak buahnya agar selalu mengikuti serta menjaga April dan Alana dari kejauhan.Hampir setengah hari penuh waktu yang dibutuhkan untuk dapat sampai kembali ke tanah air. Begitu tiba di bandara, Zac telah menyambut kedatangan mereka untuk selanjutnya diantar menuju rumah keluarga Andrew.“Kita langsung berangkat ya, semuanya sudah menunggu kedatangan kalian. Kita akan menginap di kediaman keluarga Dawson untuk membantu persiapan pernikahan Andrew,” terang Zac saat mereka semua sudah berada di dalam mobil.Semuanya mengangguk setuju, terutama si kecil Alana yang sangat antusias karena tak sabar untuk segera bertemu seluruh keluarga yang sangat dirindukannya.Tak butuh waktu lama, dua puluh menit kemudian mobil mereka telah sampai di halaman rumah keluarga Da
April dan Alan telah mengambil keputusan bahwa mereka harus merahasiakan penyamaran Alan termasuk pada Alana, mereka khawatir gadis kecil itu akan kelepasan bicara nantinya. Untuk itu, keduanya sudah sepakat akan merahasiakan semua ini untuk sementara waktu.“Mami cama Om papi jangan tinggalkan aku lagi ya,” celoteh Alana sambil menyuap nasi goreng buatan April ke dalam mulut mungilnya. Gadis kecil itu makan dengan sangat lahap, pertanda ia sangat menyukai masakan maminya.Begitu pun dengan Alan yang sedang menikmati porsi kedua dalam piringnya, pria itu sangat merindukan masakan istrinya yang membuatnya ketagihan untuk selalu menambah tiap kali makan. “Iya Sayang, maaf ya kemarin mami dan pap— ehm ... maksudnya om papi sedang ada urusan pekerjaan, jadi Alana ditinggal sebentar. Maafkan kami ya,” ucapnya seraya tersenyum sambil mengusap kepala putri kecilnya itu dengan sayang.Alana hanya menjawabnya dengan anggukan kecil, lalu kembali menikmati makanan dalam piringnya. April menya