“Apa Bu April lapar?” tanya Andra yang sedang duduk menyetir di kursi pengemudi.April yang sedang duduk di kursi belakang hanya memutar bola matanya malas. “Sedikit,” sahutnya singkat.“Sudah lama saya tidak memakan masakan Indonesia, apa Ibu keberatan menemani saya untuk makan bersama?” tanya Andra seraya melirik April dari kaca spion depan.“Hmm ... terserah kamu saja.”“Baiklah,” sahut Andra dengan membetulkan kaca matanya seraya mengulum senyum.Akhirnya mereka pun berhenti di sebuah rumah makan khas Indonesia yang bertuliskan ‘Mie Ayam Lezat’, segera Andra turun dari kursi kemudi lalu membukakan pintu untuk April turun.April menautkan alisnya menatap nama rumah makan di hadapannya, “Mie ayam lezat?” “Mari Bu,” ujar Andra mempersilakan April untuk masuk ke dalam lebih dahulu.Dengan langkah gontai April pun masuk ke dalam rumah makan itu, diikuti oleh Andra di belakangnya. Mereka memilih tempat duduk di sebelah jendela yang menghadap langsung keluar, lalu memesan dua po
“April ... akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi, maaf ya aku tidak bisa menemanimu di kantor hari ini. Aku sibuk menemani Luna jalan-jalan,” ujar Andrew berceloteh panjang lebar namun April yang sudah kelelahan hanya menanggapinya dengan singkat.“Tidak papa, Kak,” sahut April kemudian berlalu menuju kamarnya.Andrew menahan lengan April, membuat wanita itu menoleh padanya. “Ada apa?”Tiba-tiba Andrew memeluk April, pria itu mengungkapkan segala isi hati yang ia pendam selama ini terhadap adik iparnya itu. April memberontak, berusaha melepas pelukan Andrew namun tak bisa karena tenaganya kalah dengan pria itu.“Tolong diamlah, sebentar saja biarkan seperti ini,” pinta Andrew seraya mengeratkan pelukannya pada April.“Lepaskan, Kak! Tidak sepantasnya Kakak seperti ini!” bentak April sambil terus berusaha melepaskan diri dari pelukan Andrew, kemudian dengan sekali sentak wanita itu mendorong tubuh kakak iparnya membuat pelukan itu akhirnya terlepas.“Aku masi
Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan di antara mereka, hanya ada suara musik yang menemani keduanya.#NP : Boys Like Girls – Be your everythingI'll be your shelterI'll be your stormI'll make you shiverI'll keep you warmWhatever weatherBaby I'm yoursBe your forever, be your flingBaby I will be your everythingAndra bersenandung lirih mengikuti alunan musik yang sedang terputar di radio, lelaki itu sedikit membesarkan volumenya. Kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama lagu yang ia nyanyikan, mendengar lagu yang tak asing di telinganya membuat April menatap asistennya itu dengan alis yang bertaut. “Bagaimana dia bisa tahu lagu ini?” batinnya heran.“Andra ...” panggil April dengan menepuk pelan bahu lelaki itu.Mendengar namanya dipanggil, lelaki itu mengecilkan sedikit volume radionya kemudian menoleh pada April. “Ya Bu, ada apa?”“Dari mana kamu tahu lagu ini?” tanya April penasaran.“Oh ...” Andra tersenyum sebentar, kemudian kembali fokus menyetir. “Dar
Flashback ON Alan begitu bahagia bermain bersama putri kecilnya yang masih berusia satu tahun, mereka berlarian kecil di taman belakang rumah yang halamannya luas itu. April mengawasi sang suami dan putrinya yang sedang bermain dari kejauhan, wanita cantik itu ikut tersenyum bahagia melihat dua orang yang ia cintai sedang tertawa lepas.“Aku ingin kita selalu bisa seperti ini, aku harap kebahagiaan ini tidak akan cepat berlalu,” gumam April dengan tersenyum sambil terus menatap pada suami dan putrinya.Alan berjalan menghampiri April bersama Alana yang berada dalam gendongannya. “Sepertinya Alana sudah mengantuk, Sayang,” ujarnya seraya memberikan putri kecilnya pada April.“Iya, aku tidurkan dia dulu ya di kamarnya,” pamit April seraya menggendong putri mereka ke kamarnya.Setelah menidurkan putri kecil mereka, April kembali menemani Alan yang kini tengah duduk bersantai di ruang televisi sambil menikmati secangkir coklat hangat buatannya.“Alana sudah tidur?”April menganggu
Keesokan paginya di kantor ALSON Company...“Bu April, apa benar Anda baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan perusahaan Wesley Corporation milik bapak Stefan?” tanya Andra dengan nada sedikit meninggi seakan menuntut penjelasan.April yang sedang memeriksa dokumen menghentikan aktivitasnya sejenak sambil melirik sekilas ke arah Andra yang tengah berdiri di hadapannya, wajahnya seakan gusar menuntut penjelasan darinya. “Memangnya kenapa?” sahutnya santai lalu melanjutkan kembali membaca isi dokumen yang sedang diperiksanya.“Seharusnya Ibu berdiskusi dulu dengan saya sebelum mengambil keputusan sepenting itu, sejak dulu saya dan bapak Alan selalu menghindari berurusan dengan perusahaan bapak Stefan. Untuk itu kami selalu menolak setiap proposal yang diajukan oleh perusahaannya,” tutur Andra, kini nada bicaranya mulai merendah.April menghela napas, lalu menutup berkas di hadapannya. “Untuk apa saya harus berdiskusi dengan kamu? Memang kamu siapa? Di sini saya CEOnya buk
“Andrew, bagaimana perkembangan hubungan kamu dan Luna. Kapan kalian akan menikah?” tanya pak George pada putra sulungnya itu.“Papa ini bagaimana, Alan saja belum ditemukan sampai sekarang malah membahas soal pernikahan,” protes bu Amelia, ia masih tak terima akan kehilangan putra bungsu kesayangannya itu.“Benar yang dikatakan mama, Pa. Belum saatnya kita membahas hal itu, lagi pula Andrew juga belum siap,” terang Andrew pada papanya dengan hati-hati.“Loh ... memang kenapa? Apa kalian tidak kasihan dengan Luna yang menunggu tanpa kepastian. Pernikahannya tidak perlu yang meriah, cukup akad saja untuk pestanya kan bisa kapan-kapan nanti,” tutur pak George dengan bijak.“Papa ini masih saja tanya kenapa, apa Papa tidak merasa sedih Alan belum juga ketemu,” kata bu Amelia, kini ia mulai terisak karena teringat dengan Alan.Segera Andrew merangkul mamanya itu untuk menenangkannya. “Sudah Ma, tenang saja. Andrew tidak akan menikahi Luna sebelum Alan ditemukan ya,” bujuknya agar mam
Ting tong! Mentari pagi baru saja bersinar, suara bel apartemen berdering dengan nyaringnya membuat April yang sedang menyiapkan sarapan untuknya dan Alana berlarian kecil menuju pintu untuk segera membukanya. Ceklek! Pintu terbuka, tampak seorang pria menggunakan setelan jas rapi yang sedang berdiri dengan membawa sebuket bunga mawar di tangannya. “Selamat pagi,” sapa Stefan dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. April tampak sedikit tercengang dengan kehadiran Stefan yang tiba-tiba di depan apartemennya. “Stefan? Ada perlu apa?” tanyanya langsung. “Untukmu,” kata Stefan sambil memberikan buket bunga mawar merah pada April, wanita itu pun menerimanya dengan wajah yang sedikit bingung. “Apa kamu tidak ingin mengajakku masuk?” “Ah ... ya maaf, silakan,” sahut April seraya memberi jalan lalu Stefan pun segera masuk dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya. April menutup pintu, meletakkan bunga dari Stefan di atas meja lalu berjalan menghampiri pria yang tengah me
Luna mendongak untuk menatap siapa lelaki yang menghampirinya tersebut.“Kamu kan ... suami sahabatnya April.“Lelaki tersebut hanya tersenyum sekilas, lalu duduk di samping Luna setelah memastikan wanita itu telah menerima sapu tangan darinya. Segera Luna mengusap air matanya menggunakan sapu tangan dari lelaki itu.“Terima kasih, nanti akan aku kembalikan setelah mencucinya,” ucap Luna sedikit kikuk.“Santai saja, itu tidak masalah.”Luna mengangguk. “Apa yang sedang Anda lakukan di sini Pak Da— Pak Dafa?”Dafa tertawa ringan. “Jangan terlalu kaku, panggil Dafa saja. Kamu sendiri, kenapa menangis sore-sore begini di sini?” Bukannya menjawab Daffa malah kembali mengajukan pertanyaan.Luna tersenyum getir. “Panjang ceritanya Daf,” sahutnya seraya menghela napas yang terasa berat.“Jika kamu membutuhkan teman untuk bercerita, aku tidak keberatan untuk menjadi pendengar yang baik,” tawar Dafa seraya menatap pada Luna yang mengalihkan pandangan darinya.Sekali lagi Luna menghela