Andrew menahan lengan Luna. “Lalu mau kamu apa?”
“Kita menikah.”“Kalau itu aku belum bisa.”“Kenapa?”“Karena Alan belum ditemukan, bagaimana pun dia adikku. Mana mungkin kita menggelar pesta pernikahan sementara adik iparku masih berduka karena kehilangan suaminya.”“Sudahlah Andrew, kamu selalu saja memiliki alasan untuk mengulur waktu pernikahan kita.” Luna menarik lengannya dengan kasar lalu melangkah ke kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit kencang.Di dalam kamar, wanita itu hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang tak kunjung mendapat kepastian dari Andrew. Tiga tahun lamanya ia bersabar menanti kekasihnya itu untuk segera menikahinya, hingga saat ini adiknya menghilang membuatnya semakin mengulur waktu untuk segera meresmikan hubungan mereka.“Entah apa yang ada di hatimu Andrew, kenapa aku selalu merasa kamu tidak pernah mencintaiku,” batin Luna menangis.“Maafkan aku Luna, meski kita telah bertunangan tapi aku belum siap untuk menikah denganmu,” gumam Andrew kemudian beranjak pergi dari rumah Luna tanpa pamit.**“Bagaimana Pak, apa ada perkembangan terbaru tentang pencarian suami saya?” tanya April saat dirinya mengunjungi kantor polisi untuk menanyakan tentang kelanjutan proses pencarian Alan.“Masih belum Bu, mobil yang kami temukan sudah terbuka pintunya di bagian kemudi dan tidak kami temukan siapa pun di dalamnya kecuali barang-barang yang sudah kami serahkan kepada pihak keluarga untuk memvalidasi bahwa mobil tersebut memang milik Bapak Alan. Namun—““Ada apa Pak?” potong April cepat karena merasa sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakan pihak kepolisian tersebut.“Begini, karena pintu mobil kami temukan terbuka ada dua kemungkinan tentang hilangnya bapak Alan. Yang pertama beliau berhasil melompat keluar sesaat sebelum mobilnya masuk ke dalam jurang atau ... yang kedua beliau berhasil membuka pintu saat mobilnya sudah terjatuh namun ... tidak berhasil menyelamatkan diri.”“Maksud Bapak, suami saya tenggelam dan—“ April tidak sanggup meneruskan perkataannya, tiba-tiba dadanya terasa sesak jika memang kemungkinan kedua adalah hal yang terjadi sebenarnya.Namun hatinya masih belum mau menyerah, keinginannya menemukan sang suami dalam keadaan selamat menjadi penyemangat tersendiri untuknya agar tak mudah menyerah dalam pencarian suami tercintanya itu.Begitulah kegiatan April selama satu tahun ini, setiap minggunya ia akan datang ke kantor polisi untuk mengetahui sejauh mana mereka melakukan pencarian pada suaminya. Ia pun telah mengerahkan beberapa orang untuk mencari suaminya itu, namun hingga saat ini tak satu pun dari mereka yang berhasil menemukan jejak Alan.**“Alan, aku sangat yakin kamu pasti selamat dari kecelakaan itu. Tapi harus kucari ke mana lagi kamu, tolong beri aku petunjuk untuk menemukanmu,” gumam April seraya menatap menara jam Big Ben yang berdiri kokoh di hadapannya dengan tatapan sendu, jika merasa lelah dengan pekerjaannya ia selalu mengunjungi menara itu untuk sekedar melepas penat. Tanpa ia sadari, ada sepasang mata yang dengan setia mengawasinya dari kejauhan.Drrrt... Drrrt...Dering ponsel menyadarkan April dari lamunannya, segera ia merogoh tasnya untuk mengambil benda pipih itu. Tampak panggilan dari pengasuh anaknya mengharuskannya untuk segera menjawab panggilan itu, ia menggeser tombol hijau di layar ponselnya dan panggilan pun tersambung.[Halo Mami, Mami kapan pulang? Alana ingin makan di lual cama Mami.][Ah, iya Sayang. Maafkan mami ya karena pulang agak terlambat, bersiaplah sebentar lagi mami akan menjemputmu untuk makan malam di luar.][Benal Mi? Yeay! Oke Mi, aku ciap-ciap dulu. Dah Mami i love you.][Love you too, Sayang.]Panggilan pun mereka akhiri, April memasukkan ponsel kembali ke dalam tasnya lalu melangkah menuju mobil untuk segera pulang dan makan malam bersama putri tercintanya. Melihat April pergi dari tempatnya, orang yang sejak tadi mengawasinya pun ikut pergi meninggalkan tempat itu.**Sesampainya di apartemen, April melihat bi Mia sudah bersiap untuk pulang. Lalu ia pun menghampiri wanita paruh baya itu.“Terima kasih Bi Mia sudah menjaga Alana dengan baik hari ini,” ucap April saat pengasuh anaknya berpamitan untuk pulang.“Sama-sama Non, kalau begitu bibi pamit pulang dulu ya,” ujar bi Mia.April menyalami bi Mia seraya menyelipkan sebuah amplop di tangan wanita paruh baya itu. “Bonus untuk Bibi,” katanya sambil tersenyum.“Wah ... terima kasih banyak ya Non, saya pamit selamat malam,” ucap bi Mia penuh syukur kemudian segera berlalu meninggalkan April dengan putri kecilnya, Alana.Sepulang bi Mia, April melangkah ke kamar Alana dan melihat putri kecilnya yang sedang menyisir rambutnya sendiri. April duduk di pinggir ranjang Alana, lalu membantunya menyisir dan memakaikan bando dengan warna pink yang terlihat sangat cantik di kepala gadis kecil itu.“Mami aku mau makan klabby patty ya nanti,” celoteh Alana sambil menyunggingkan senyum manisnya.“Krabby patty? Maksud Alana hamburger?” tanya April memastikan.Alana mengangguk pelan. “Iya, Mami.”“Oke Sayang, tapi setelah kita makan makanan utama ya. Kamu mau spageti, steak, atau ....”“Alana mau coto ayam ada tidak Mi?”April terlihat mengerutkan kening. “Soto ayam?”Lagi-lagi gadis kecil itu mengangguk. “Iya Mi, Alana kangen coto ayam buatan oma cama nenek,” ujarnya sambil menunduk.“Kalau Alana mau kan mami bisa buatkan, Sayang. Apa kita makan di rumah saja, mami yang akan memasak bagaimana?” tawar April membuat Alana mengangguk diiringi senyum manis menghiasi wajah kecilnya yang cantik.Akhirnya April dan Alana tidak jadi makan malam di luar dan lebih memilih untuk memasak sendiri, tak sampai 30 menit April sudah selesai menghidangkan dua mangkok soto ayam sesuai permintaan putri kecilnya itu.“Alana kenapa tiba-tiba ingin makan ini, apa Alana kangen sama rumah ya?”Gadis kecil itu terlihat mengangguk. “Alana kangen cama oma, opa, kakek, nenek, uncle Zac, aunty Emily, kak Miquel, cemua teman Alana juga,” tutur Alana.Mendengar penuturan putri kecilnya membuat hati April sedih, ia terpaksa membawa Alana pindah ke London selain untuk menemaninya ia juga tak bisa berjauhan terlalu lama dengan putrinya itu. Terlebih Alan masih menghilang dan belum ditemukan sampai saat ini, ia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya jika Alana juga menjauh darinya. Karena saat ini hanya gadis kecil itulah yang membuatnya tegar dan menjadi penyemangat dirinya selama suaminya belum ditemukan.“Setelah makan nanti kita video call mereka ya Sayang, tapi kalau tidak dijawab besok kita coba lagi ya,” ujar April menghibur putrinya.“Benal ya, Mami?” tanya Alana dengan mata yang berbinar.April mengangguk pelan lalu tersenyum. “Iya Sayang, sekarang habiskan dulu makannya ya,” ujarnya sambil mengelus dengan lembut kepala putrinya.“Oke, Mami,” sahut Alana sambil memakan soto ayamnya dengan lahap.**Sementara itu di Indonesia...Kantor Alexander-Dawson (Merger Grup)“Luna, tolong kamu siapkan semua dokumen yang perlu tanda tangan saya sekarang. Karena besok saya akan pergi ke London untuk rapat dengan para klien di sana,” perintah Andrew pada sekretaris sekaligus tunangannya itu.“Ke sana lagi? Haruskah setiap bulan? Apa tidak bisa yang lain saja mewakili kamu, sekali ini saja?” cecar Luna dengan nada tidak suka seraya melipat kedua tangan di depan dada.“Luna, meski pun kamu tunangan saya tolong bersikap profesional. Jalankan saja perintah saya barusan,” ucap Andrew penuh penekanan.Luna menurunkan tangannya seraya menundukkan kepala. “Maaf ... akan segera saya kerjakan. Permisi,” pamitnya, kemudian dengan langkah gontai berjalan kembali ke ruangan kerjanya dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata.Andrew hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap tunangannya itu, menurutnya Luna menjadi sering cemburu padanya akhir-akhir ini. Terutama jika ia pergi ke Londo
“Kak Zac? Dafa? Kalian sudah di sini?” April tampak sedikit terkejut dengan kehadiran dua orang pria yang tiba-tiba sudah berada di kantornya itu.Zac mengangguk, melepas kaca mata hitamnya lalu melangkah mendekat sambil merentangkan kedua tangannya. “Apa kamu tidak merindukan kakakmu yang tampan ini?” April segera menghambur ke dalam pelukan Zac dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. “Tentu saja aku sangat merindukanmu, Kak. Kenapa tidak bilang kalau datang hari ini? Kan aku bisa meminta sopir untuk menjemput kalian di bandara.”Zac pun mengeratkan pelukan April seraya mengusap dengan sayang, punggung adik tercintanya itu. “Tenang saja, kami sengaja tidak bilang karena ingin memberimu kejutan. Sudah lama sekali rasanya sejak kita berpisah sebulan lalu. Bagaimana kabarmu dan Alana? Kalian baik-baik saja kan di sini?” April mengurai pelukan mereka. “Tentu saja Kak, kami baik,” balasnya dengan senyuman canggung lalu beralih menatap Dafa yang sedari tadi memperhatikan mereka
Di kantor ALSON Company...Menjelang siang, rapat yang dihadiri oleh perwakilan para petinggi masing-masing perusahaan setiap bulannya itu telah selesai digelar. Kini Andrew, Zac, dan Dafa tengah berkumpul di ruangan April sambil berbincang-bincang menunggu waktu makan siang tiba. Sementara Luna yang kelelahan karena perjalanan jauh, terpaksa tinggal di apartemen sekaligus menjaga Alana.“Dafa, kamu bilang akan memberikan data asisten yang akan bekerja padaku. Apakah sudah ada?” tagih April sesuai yang Dafa janjikan padanya semalam.“Tentu saja, tunggu aku akan kirim datanya padamu.” Kali ini Dafa terlihat lebih tenang, tak lagi gelisah seperti semalam. Lalu ia mengotak-atik ponselnya untuk mengirim data yang April minta. “Oke sudah ya, silakan kamu cek. Jika ada pertanyaan lebih lanjut silakan hubungi bapak Dafa Fabian,” ujarnya diiringi kekehan pelan.April membuka pesan dari Dafa untuk memastikan data yang dikirim pria itu sudah masuk. “Oke, sudah aku terima. Akan aku periksa d
Setelah berbincang beberapa saat, April sepakat untuk mencoba memperkerjakan Andra terlebih dahulu sebelum memutuskan akan terus memakai jasanya atau tidak.“Baik Pak Andra, besok Anda sudah bisa mulai bekerja ya. Saya akan memberi waktu percobaan selama tiga bulan, setelah itu akan saya putuskan bagaimana selanjutnya.”Andra mengangguk pelan. “Terima kasih banyak Bu Aprilia atas kesempatan yang Ibu berikan kepada saya. Saya akan bekerja sebaik mungkin dan tidak akan mengecewakan Ibu,” sahutnya sambil tersenyum dan membetulkan kaca matanya.“Boleh saya bertanya sesuatu?”“Silakan, Bu.”“Anda asli orang sini? Pernah ke Indonesia sebelumnya? Apa Anda mempunyai saudara kembar?” cecar April membuat Andra menautkan alisnya. Merasa bingung dengan rentetan pertanyaan yang diajukan oleh atasan barunya itu.“Maaf sebelumnya Bu, tapi di data yang saya berikan pada perusahaan ini semuanya sudah lengkap dan Anda bisa membacanya di sana,” tolak Andra sesopan mungkin.“Hmm maaf ya, saya hany
Keesokan paginya, Zac dan Dafa telah kembali pulang ke Indonesia. Tinggallah Andrew dan Luna yang masih akan menginap selama satu minggu ke depan. April sedang memasak di dapur dengan dibantu oleh Luna, sedangkan Andrew menemani Alana bermain di ruang tengah.“Jadi kapan rencananya pernikahan kalian akan digelar?” tanya April sambil mengaduk sup yang ia masak lalu memberinya sedikit taburan garam.“Entahlah Pril, sepertinya masih lama,” sahut Luna yang sedang menata piring.“Kenapa memangnya? Apa masih belum menemukan gedung yang sesuai?” “Bukan tentang itu, masalahnya ada di Andrew sendiri,” terang Luna, akhirnya ia bercerita pada April bagaimana sikap Andrew terhadapnya selama ini.April mematikan kompor karena supnya telah matang, kemudian mengambil duduk di samping Luna untuk mendengarkan cerita wanita itu.“Aku pikir kak Andrew sudah berubah dan mulai mencintaimu, apa iya dia seperti itu?” tanya April ingin memastikan karena tak percaya dengan cerita Luna bahwa Andrew masi
April menatap asisten pribadinya itu dengan pandangan yang tajam. “Menyebalkan sekali dia, sama seperti Alan di awal pertemuan kami. Ah, kenapa aku jadi menyamakan mereka. Dia sama sekali tidak sama dengan suamiku yang tampan dan begitu mencintaiku,” batinnya dengan pandangan yang tak lepas dari Andra.“Anda kenapa menatap saya seperti itu?” tanya Andra seraya menautkan alisnya.April mengalihkan pandangannya lalu mengusap wajah dengan kasar. “Tolong belikan saya es krim di kantin, ini uangnya,” pintanya seraya berbalik kembali dan memberikan selembar uang.Andra menerima uang itu dengan sedikit ragu. “Hanya itu, Bu?” tanyanya memastikan.“Ya, sudah sana cepatlah,” usir April karena merasa tak tahan dengan kehadiran asisten pribadinya itu yang semakin membuatnya pusing.Andra pun mengangguk paham dan segera keluar ruangan menuju kantin untuk membelikan April es krim sesuai permintaan wanita itu.**“Dafa, aku menjadi artis bukan hanya untuk uang. Tapi ini cita-citaku sejak dulu
“Apa Bu April lapar?” tanya Andra yang sedang duduk menyetir di kursi pengemudi.April yang sedang duduk di kursi belakang hanya memutar bola matanya malas. “Sedikit,” sahutnya singkat.“Sudah lama saya tidak memakan masakan Indonesia, apa Ibu keberatan menemani saya untuk makan bersama?” tanya Andra seraya melirik April dari kaca spion depan.“Hmm ... terserah kamu saja.”“Baiklah,” sahut Andra dengan membetulkan kaca matanya seraya mengulum senyum.Akhirnya mereka pun berhenti di sebuah rumah makan khas Indonesia yang bertuliskan ‘Mie Ayam Lezat’, segera Andra turun dari kursi kemudi lalu membukakan pintu untuk April turun.April menautkan alisnya menatap nama rumah makan di hadapannya, “Mie ayam lezat?” “Mari Bu,” ujar Andra mempersilakan April untuk masuk ke dalam lebih dahulu.Dengan langkah gontai April pun masuk ke dalam rumah makan itu, diikuti oleh Andra di belakangnya. Mereka memilih tempat duduk di sebelah jendela yang menghadap langsung keluar, lalu memesan dua po
“April ... akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi, maaf ya aku tidak bisa menemanimu di kantor hari ini. Aku sibuk menemani Luna jalan-jalan,” ujar Andrew berceloteh panjang lebar namun April yang sudah kelelahan hanya menanggapinya dengan singkat.“Tidak papa, Kak,” sahut April kemudian berlalu menuju kamarnya.Andrew menahan lengan April, membuat wanita itu menoleh padanya. “Ada apa?”Tiba-tiba Andrew memeluk April, pria itu mengungkapkan segala isi hati yang ia pendam selama ini terhadap adik iparnya itu. April memberontak, berusaha melepas pelukan Andrew namun tak bisa karena tenaganya kalah dengan pria itu.“Tolong diamlah, sebentar saja biarkan seperti ini,” pinta Andrew seraya mengeratkan pelukannya pada April.“Lepaskan, Kak! Tidak sepantasnya Kakak seperti ini!” bentak April sambil terus berusaha melepaskan diri dari pelukan Andrew, kemudian dengan sekali sentak wanita itu mendorong tubuh kakak iparnya membuat pelukan itu akhirnya terlepas.“Aku masi