"Gawat Bang Baron memanggilku," lirih Laila. Ia tak menghiraukan, Laila terus berjalan langkah kakinya semakin cepat ia langkahkan karena saking takutnya dengan Baron.Bagi Laila Baron laki-laki yang berani, wajahnya sangar dan memiliki banyak tato di tubuhnya. Itu yang membuat Laila takut berada di dekatnya."Laila tunggu!""Maaf Bang, Laila harus pergi!" Meski dengan wajah ketakutan Laila mampu membalas panggilan Baron.Baron yang tidak menyerah terus mengejar Laila, hingga akhirnya ia mampu menyusul Laila dan berada tepat di depannya."B-bang Baron," ucap Laila gugup."Hos, hos, hos. Kenapa kamu lari La?" tanyanya mengatur ritme nafasnya yang memburu."Ti-tidak Bang, Laila tidak jadi kesana," ucap Laila berusaha tenang."Bohong!" balas Baron tegas.Laila langsung mendongkrak menatap Baron. Namun sedetik kemudian, ia menunduk. Mata Baron menatap tajam ke arah Laila, seketika tubuh Laila gemetar mendapat tatapan tajam itu.Baron terus mendekati Laila, sejengkal lagi ia menyentuh kerud
"Woy! Berani lo berbuat mesum di kampung ini! Ngga tahu malu!" kecam pemuda berbadan tinggi namun kurus. Ia mencengkram kerah baju Baron dengan sengit dan mengajarnya tanpa ampun."Jangan Do. Cukup! Mendingan si Baron ini kita bawa ke kantor polisi," cegah salah seorang temannya."Biarin gue hajar dulu manusia laknat ini! Geram gue sama kelakuan dia yang ngga bisa berubah!" teriak lelaki itu lagi."Ampun Bang ampun!"Buuugh "Ngga ada ampun buat Lo. Berapa kali gue peringatan jangan buat onar disini! Tapi masih aja ngga kapok!" ucapnya geram."Ampun Bang, ampun! Gue insaf. Gue ngga lagi-lagi!" mohon Baron."Sudah Aldo, sudah!""Iya, bisa-bisa Lo yang dipenjara.""Udah bawa aja dia ke kantor polisi, biar kapok.""Jangan Bang, ampun!""Halah! Ngga ada ampun! Ayo bawa ke kantor polisi." Salah seorang pemuda menarik Baron menuju arah jalan raya. "Ampun Bang, ampun!" pinta Baron tapi tak dihiraukan. Ia terus digiring kasar oleh beberapa pemuda yang memergokinya tadi.Setelah semua pergi me
"Bagaimana ini Jo, Len. Kenapa sampai sekarang kalian belum juga menikah! Lama-lama kalo gini terus kapan kalian punya anak perempuan lagi. Tradisi nenek moyang harus terus dijalankan. Ini sudah setahu loh. Tapi, salah satu diantara kalian belum ada calon," celetuk Anggraini."Aku sudah ada calon Ma. Tapi ..." ucap Jonathan."Tapi apa?" tanya Anggraini ingin tahu."Tapi aku minta syarat Ma," jawab Jonathan ragu-ragu."Apa lagi sih syarat segala!" ucap Anggraini kesal.Belum pernahnya ketiga anaknya meminta syarat jika menikah. Selalu nya mereka mengiyakan tanpa protes. Tapi kali ini permintaan Jonathan terdengar berani, dan mendadak. Kira-kira apa yang akan diminta dari anak sulungnya itu."Katakan! Apa syaratnya?" tanya Anggraini. Kedua tangan masih melipat di perut, santai."Aku mau jika nanti Istriku memiliki anak. Jenis kelamin laki-laki, aku tidak mau bercerai dengannya."Degh."Apa?" Mata Anggraini membulat dengan pernyataan sang anak ia tak habis pikir dengan keinginan Jonathan.
"Tapi Ma. Papa ngga mau mengorbankan kebahagiaan anak terus-menerus," ucap Fernando."Papa sadar ngga? Bukankah itu tradisi keluargamu. Bagaimana bisa kamu berbicara seakan ini semua salah orang lain. Pa, Mama ngga mau denger apapun! Tugas kita cuma itu, menuntaskan semua sampai sembilan puluh sembilan anak perempuan. Kalo itu selesai baru aku setuju untuk selesai."Anggraini kembali melanjutkan ritualnya, merapalkan mantra-mantra yang sudah biasa ia lakoni selama ini."Tapi Ma ...""Cukup Pa! Jangan ganggu aku!" pinta Anggraini menekan.Dengan gontai, Fernando keluar meninggalkan istrinya di kamar itu. Di berjalan dengan kursi rodanya menuju ruang tengah. Setelah sampai, ia bertemu pembantunya Ijah."Maaf Tuan. Apa Tuan mau kopi?" tawarnya.Dengan cepat Fernando menggeleng."Baik kalo begitu saya tinggal ke dapur," pamitnya.Tak ada jawaban dari bibir majikannya, Ijah pun berjalan ke dapur me
"Yaampun Sam. Kamu Sam kan?" tanya Anggraini."Iya Tante. Aku Sam. Tante bagaimana kabarnya?" tanyanya."Tante baik. Kamu ngapain disini?" tanya Anggraini kembali."Anter Mama Tan. Ayo masuk Tan, aku kenalin sama Mama," ajak Sam.Keduanya masuk. Ternyata mama Sam berada di tempat yang sama, yaitu ruangan khusus. Anggraini masuk dan tersenyum pada wanita yang tengah di lulur oleh seorang pekerja salon."Ma, kenalin. Ini Tante Anggraini, Mamanya temanku," ucapnya."Halo, senang bertemu denganmu. Saya Mitha, ibunya Sam," jawab Mitha tersenyum ramah.Ketiganya berbincang sebentar karena Mitha dan Anggraini harus melakukan treatment di tempat masing-masing. Sedangkan Sam keluar dari tempat itu menunggu mereka selesai.****Diluar, Sam duduk termenung mengingat kembali pertemuannya dengan Anggraini. Tidak lain adalah ibu dari mantan kekasihnya dulu, Sam sebenarnya masih sangat mencintai Vallen. Namu
"Makasi ya Do, berkat bantuanmu aku bisa bekerja lagi, ucap Laila."Bukan apa-apa. Aku senang kok membantumu," balasnya.Sudah seminggu Laila bekerja di sebuah restoran cukup besar dan mewah. Nuansanya klasik, bahkan pengunjung di restoran ini bisa dipastikan orang terpandang. Laila bersyukur, berkat tangan Aldo, ia bisa diterima dan bekerja di restoran sebagus itu.Waktu kejadian ia hampir saja diperkosa Baron, diwaktu yang tepat dirinya mendapat hikmah dari ujian yang ia dapatkan. Aldo, tak lain seseorang pemuda tampan yang menolongnya itu, membantunya bekerja di restoran itu. Aldo sendiri bekerja sebagai seorang leader di restoran itu. Tak disangka, pemuda tampan itu cukup dinilai baik oleh atasannya sehingga memudahkan Laila diterima tanpa ragu."Oh ya La. Kamu tinggal disana sudah lama? Aku baru beberapa minggu melihat kamu di kampung itu.""Cukup lama Mas, aku dan keluarga mengontrak sudah hampir empat bulan disana.""Wah lama juga. Mungkin aku saja yang baru sadar, padahal aku
"Ayah yakin? Meminta Aldo untuk menikahi Laila?" tanya Susi tak percaya."Bukan untuk menikahi Bu. Tapi Ayah cuma mau minta tolong pada Nak Aldo untuk menasehati Laila. Menurut Ayah hanya Aldo yang bisa menasehati Laila saat ini. Dia lelaki yang dipercaya anak kita," ucap Susi.Susi terdiam, ia pikir suaminya itu akan menikahkan Laila dengan Aldo. Tapi ternyata itu hanya salah paham. Bukan Susi tak ingin Aldo menjadi suami Laila. Tetapi, jarak usia Aldo dan Laila sangat jauh, Aldo masih berusia sembilan belas tahun, sedangkan Laila sudah berusia dua puluh enam tahun. Susi hanya tidak percaya jika Aldo bisa menjadi imam Laila, di samping usianya yang begitu jauh."Sekarang Ayah mau ke rumah Aldo dulu, dia pasti sudah pulang karena sifat kerjanya sama dengan Laila," ucap Anton."Yasudah. Hati-hati Yah.""Iya Bu."Anton pun berjalan keluar rumah, ia membawa kendaraan motor yang dibeli Laila beberapa hari yang lalu. Hampir
"Jawab Pak!" tanya Aldo lagi."Maaf Nak Aldo, bukannya Bapak tidak setuju. Hanya saja saya mau Laila menikah dengan pria yang jauh lebih dewasa, usianya harus lebih tua dari Laila."Mendengar kalimat penolakan dari pak Anton, Aldo terdiam seakan kecewa dengan penolakan itu. Ia memang sadar, dirinya belum sepenuhnya mencintai Laila, hanya kagum karena Laila wanita mandiri dan tangguh. Tapi disisi lain, ia juga memahami tindakan pak Anton yang tidak mau lagi putrinya salah memilih pendamping hidup."Saya yakin bisa Pak. Jangan karena usia saya muda, Bapak meragukan saya," ucap Aldo meyakinkan."Bukan begitu Nak aldo. Tapi ...""Aldoooo!" teriak seseorang. Keduanya menoleh ke asal suara."Paman Amin," ucap Aldo."Pak Amin?" panggil Anton.Ia mendekati kedua orang itu dengan wajah yang sulit dimengerti."Aldo! Apa-apaan kamu ngomong gitu dengan Pak Anton, hah! Ingat Aldo, kamu baru lulus sekolah. Kamu saja baru setahun bekerja, jangan buru-buru nikah! Bukankah kamu ingin meneruskan pendid