Hari ini saat Talita lagi libur, lagi-lagi Irfan datang lagi.
Irfan memang lelaki bermuka dua, di depan keluarga Talita ia tampil seperti lelaki yang baik dan lemah lembut, perhatiannya pada si kembar membuat hati orang tua Talita terpedaya, terlebih ibu Talita.
Ia membeli susu yang termahal untuk si kembar dan pakaian bermerek dan mengajaknya bermain , ia seolah-olah ingin menunjukkan kalau ia ayah yang baik untuk kedua anak kembar, bukan hanya itu, ia juga menjelaskan semua hal-hal yang baik untuk perkembangan mereka pada Desi, padahal Talita juga bidan ia tahu apa yang terbaik untuk kedua anak kembarnya.
Bu Juminten, begitu terpedaya, ia sangat puas melihat semua yang dilakukan Irfan, ia tahu bagaimana cara mengambil hati wanita tentunya dengan perhiasan dan barang-barang mahal.
“Ini tas mahal Bu, harganya bisa beli satu sepeda mo
Malam itu Talita tidak bisa tidur, pikirannya terus saja tertuju pada Emir, ia punya firasat kalau suaminya mengalam sesuatu.Talita duduk di si sisi tempat tidur, memikirkan acara apa yang akan ia lakukan untuk membebaskan suaminya dari penjara. Ia berdiri karena mendengar suara tangis dari kamar bayi.“Kenapa Des?”“Tidak tahu Bu, dari tadi mereka berdua sangat gelisah”Melihat kedua anak itu gelisah ia percaya kalau mereka merasakan batin ayah mereka, setelah mereka semua tidur Talita mengirim pesan pada Emir.[Assalamualaikum Mas … sudah tidur?]Talita berjalan mondar mandir , saat Emir tak kunjung membalas pesan darinya.‘Apa hape mas Emir juga disita’ Ia bertanya dalam hati.Setelah beberapa menit kemudian ia &nb
Seburuk buruknya polisi yang disuap untuk menyingkirkan Emir, rupanya ada satu orang petugas lapas yang tulus membantu Emir. Pria itu mungkin hasil doa Talita yang selalu memohon untuk mengirim seseorang untuk membantu Emir di penjara.Talita sudah melihat bagaimana rekan polisi menjebak Emir, maka ia selalu memohon agar ada seorang yang bisa menolongnya.Setelah pergantian shift jaga. Apa yang dipikirkan Emir benar, beberapa polisi melakukan sandiwara, salah seorang petugas sipir seolah-olah kehilangan barang dan semua barang milik rekan mereka diperiksa.‘ Pak Emir benar’ Reimon membatin.Tetapi ia bersikap tenang, apa yang dikatakan Emir ia lakukan dengan baik, kini giliran Reimon yang di periksa, ia tetapi giliran memeriksa dirinya ia semua pakaian di lepaskan bahkan sepatu di buka.“Maaf ya Bro … kami hanya diminta atasan,” bisi
Tidak mudah memaafkan orang yang menyakiti kita, apalagi menyakiti orang yang kita sayangi, tetapi Talita harus mengelus dadanya dan menyampingkan kemarahannya pada wanita yang hampir mencelakai anak -anaknya.Ia rela menemui Dinar ke penjara, untuk meminta alamat rumah mantan atasan Emir, karena ia tidak punya orang lain yang bisa di minta tolong, ia tidak tega melihat Emir mendapat kekerasan lagi di dalam penjara, ia tidak ingin suaminya mati sia-sia di penjara.Ia tahu kasus Emir“Sampai kapanpun, aku tidak akan memaafkanmu Talita. Aku memberikan ini demi adikku Emir,” ujar Dinar, menatap tajam kearah Talita.‘Harusnya aku yang mengatakan itu, mbak … karena kamu yang salah, tapi ya sudahlah, aku tidak ingin berdebat’ Talita membatin, ia meminta izin sama petugas untuk mencatat alamat rumah yang disebutkan kakak iparnya.
Brata mantan atasan Emir, pensiunan polisi itu, sepertinya mencari ketenangan di masa tuanya. Ia sengaja tinggal di Bogor di tempat yang jauh dari keramaian, dan untuk akses masuk ke rumahnya tidak ada angkot, karena itulah Talita kesusahan saat pulang dari sana.Walau ada rasa lelah di wajahnya, tetapi ia sedikit merasa lega, karena lelaki paruh baya itu setuju akan membantu Emir, seperti yang diminta Talita. Mereka berencana mengungkap ke media semua tentang penyiksaan yang dialami Emir, Talita masih berjuang untuk suaminya sebelum kasusnya akan dilimpahkan ke tahap selanjutnya. Jika kasus Emir sudah ke tahap persidangan. Talita khawatir Emir akan dipecat dari kepolisian secara tidak hormat.‘Aku akan berjuang untuk Mas, bertahanlah’ ucap Talita dalam hati.Sebenarnya saat pulang dari rumah mantan atasan suaminya , ia sudah sempat khawatir, ia takut karena hari sudah mulai sore,ternyata
Mereka berdua makan dengan diam. Talita makan dengan ikan yang sudah diambil durinya oleh Dimas, tidak ada obrolan, tidak ada canda yang keluar dari mulut mereka berdua. Dulu mereka berdua pasangan yang sangat serasi, romantis dan perhatian. Sekaran semuanya telah berubah setelah Talita memutuskan menikah dengan abang iparnya. Lebih tepatnya turun ranjang. Namun, semua itu bukan kemauan Talita, ia menikah karena dipakasa ibunya setelah sang kakak meninggal, menikah demi kedua kenponakannya yang malang.Sekarang seperti ada jarak pemisah untuk mereka berdua. Talita menjagamartabatnya sebagai seorang istri. Sementara Dimas lelaki baik hati itumenghormati keputusan Talita, ini namanya mencintai tidak harus memiliki.Saat sedang makan Talita baru menyadari kalau ada dua orang yang berbadantegap yang selalu melihat mereka, ia menoleh ke luar, ia baru nyadarternyata mobil hitam yang dari arah rumah Pak Bra
Dimas masih ingat saat Emir meninggalkan Talita di jalan saat mereka bertengkar hebat. Dimas tahunya dr. Irfan yang berjasa besar menyelamatkan Talita, begitulah kabar yang didengar pria tersebut. Ia tidak tahu ada tujuan licik yang direncanakan dr. Irfan pada Talita dan Emir. Bahkan Dimas sempat berpikir lebih baik dr. Irfan yang menikah dari pada Emir. Kabar saat Emir meninggalkan Talita di jalan saat malam, itu membuat laki-laki itu sampai murka.“Tunggu … Aku belum bisa mengerti, sebenarnya Dokter itu baik atau jahat?” tanya Dimas memperjelas lagi.Mengingat tentang dr. Irfan membuat kepala talita berdenyut pusing. “Mas … ternyata semuanya tidak sama seperti aku lihat selama ini,” tutur Talita.Dimas mengaruk ujung alisnya dengan raut bigung, “Maksudnya….?”Talita tidak tahan lagi, ia menceritakan semuanya tentang dr. Irfan pada Dimas. Laki-laki itu kage
Sebagai seorang pria normal hal yang lumrah untuk Dimas bisa timbul hasrat seperti itu. Dibawah tubuhnya ada mahluk yang cantik, terlebih wanita itu orang yang paling ia cintai dan ia rindukan selama ini. Kulit mereka salling bersentuhan dan wajah mereka saling berdekatan.‘Kamu kuat, kamu bisa. Jangan mempermalukan dirimu’ ucap Dimas dalam hati.Dimas mengepal kuat gengaman tangannya untuk menahan sesuatu yang begejolak dalam tubuhnya.Talita bisa melihat Dimas membaca ayat-ayat untuk menjaga agar ia mampu mengendalikan tubuhnya. Keringatnya menetes ke wajah Talita, ia juga bisa mencium dengan jelas aroma tubuh Dimas, bau keringat yang selalu ia rindukan. Walau tubuh kedua saling bersentuhan dan raga keduanya tak berjarak. Namun, ada tembok pemisah untuk keduanya. Talita tidak bisa ia miliki lagi, wanita cantik itu sudah istri orang lain.‘Aku berharap, kamu sehat selalu Mas&rsqu
Dimas dan Talita berhasil keluar dari bahaya, walau ada drama antara ia dan Talita. Tadinya wanita cantik itu menolak digendong sama mantan kekasihnya. Apa dilakukan Talita dapat dimaklumi karena lelaki yang saat itu bersamanya bukan suaminya.Tetapi demi menghindari bahaya, Talita akhirnya setuju digendong Dimas.“Maaf jika aku melibatkanmu dalam masalahku Mas,” ujar Talita.Dimas menghela napas berat mendengar ucapan Talita, ia memilih tidak menjawab, karena ia sendiri tidak tahu , mau mengatakan apa.Hatinya tidak ingin Talita terluka dan tidak ingin melihat wanita yang dicintainya itu menangis, tetapi kenyataan memang lebih pahit. Wanita yang dicintainya dan dijaga selama ini, sudah menjadi istri orang lain.Mungkin jika wanita yang ia cinta hidup bahagia, mungkin ia akan ikhlas melepaskannya. Tetapi nyatanya, wanita baik dan soleha itu, dari awal sampai s
TING! Suara lift berbunyi, pintunya terbuka.Talita melangkah keluar dengan hati berdebar. Ia masih mencurigai Emir yang berganti nama jadi Diego—pria yang tiba-tiba muncul dalam hidupnya, menolongnya dari ancaman, tetapi tetap penuh rahasia.Apartemen itu luas, dengan interior modern yang didominasi warna hitam dan abu-abu. Ada aroma kopi yang masih hangat di udara, menambah kesan nyaman di dalam ruangan.Begitu pintu terbuka lebih lebar, suara langkah kaki kecil terdengar."Bunda!"Hasan dan Hasna langsung berlari menghampiri Talita, memeluknya erat. Air mata mengalir di pipinya saat ia mengecup kening mereka satu per satu."Sayang... Maafkan Bunda telat datang..."Hasna memegang pipi Talita dengan tangan mungilnya. "Bunda jangan pergi lagi..."Talita tersenyum di tengah air matanya. "Bunda nggak akan kemana-mana, sayang..."Emir berdiri beberapa langkah di belakang, mengamati momen itu dengan mata yang dalam. Kerinduan, cinta, dan rasa bersalah berbaur di hatinya.Namun, ia tetap m
Wajah perawat itu asing. Ia belum pernah melihatnya di rumah sakit ini sebelumnya. Gerak-geriknya juga mencurigakan, seolah sedang menyembunyikan sesuatu.Talita memperhatikan lebih saksama. Tangan perawat itu gemetar saat menyentuh kantong infus.‘Ada yang tidak beres...’ ucapnya dalam hati.Saat perawat itu mencoba menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infus Dimas, Talita tersentak."Sebentar!" serunya, matanya membelalak curiga.Perawat itu terkejut, tetapi segera memasang ekspresi tenang. "Ada apa, Bu?"Talita menatapnya tajam. "Siapa nama Anda?"Perawat itu terdiam sesaat."Perkenalkan, saya Suster Rina," jawabnya akhirnya, tetapi Talita tidak percaya.“Aku hafal semua perawat di rumah sakit ini. Aku bekerja di sini tidak pernah melihatmu sebelumnya!"Talita segera berdiri dan menahan tangan perawat itu sebelum jarum suntik menyentuh infus Dimas."Apa yang Anda suntikkan?" suara Talita bergetar, tapi penuh ketegasan.Wajah perawat itu langsung berubah pucat.Dan dalam hitungan de
Saat Dimas berangkat ke kerja menggunakan motor, tiba-tiba sebuah mobil menabrak dari belakang.Dimas merasakan benturan keras yang membuat tubuhnya terpental ke aspal. Motor yang ia kendarai terseret beberapa meter sebelum akhirnya berhenti di pinggir jalan. Rasa nyeri menyebar ke seluruh tubuhnya, terutama di lengan dan kakinya yang terbentur aspal kasar.Beberapa orang yang menyaksikan kejadian itu segera berlari mendekat. Pengemudi mobil yang menabraknya melarikan diri.Terlihat jelas kalau dia ingin mencelakai Dimas. Dimas masih sempat melihat warna mobil sebelum tubuhnya terhembas ke aspal.‘Siapa mereka? Apa itu orang-orang suruhan Arjuna?” tanya Dimas dalam hati.Seorang bapak berlari menghampiri tubuh Dimas yang tergelatak, lukanya sangat parah.“Pak. Apa Bapak bisa mendengar saya?” Pria itu membantu Dimas untuk duduk.Dimas mencoba menggerakkan tubuhnya, cairan merah mengalir di wajahnya. Rasa sakit menjalar di bagian kakinya, tangannya. Lalu rasa sakit itu menguasai selu
“Jangan khawatir aku orang yang menepati janji.”Sebelum Dimas melangkah pergi, ia berbalik badan lagi.“Aku harap kalian bisa bersama lagi.”Emir terdiam, ia tidak tahu mengambarkan ekpresi wajah Dimas, apakah laki-laki itu bicara dari hati atau ia hanya pura-pura tegar.“Pak Dimas, terimakasih sudah menjaga keluargaku. Aku berhutang banyak padamu. Aku berharap suatu saat aku bisa membalasnya,” ujar Emir.“Aku berterimakasih, sebab Bapak memberiku kesempatan menjaga Talita dan tinggal satu atap bersamanya, walau hanya pura-pura pasangan suami istri itu sudah cukup bagiku. Aku berharap Pak Emir sembuh,” ucap Dimas, wajahnya terlihat sangat sendu.“Apa Pak Dimas baik-baik aja?” tanya Emir menatap begitu dalam.“Iya, aku baik. Kami pulang dulu. Aku takut Talita marah karena kami lama,” ucapnya melambaikan tangan pada Emir.Dalam hati Emir ada rasa yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata saat Dimas dan si kembar ke dalam mobil. Tidak lama kemudian mobil itu melaju dan menghilan
Satu tahun kemudian. Setelah berpikir panjang dan butuh waktu yang lama Emir akhirnya mengikuti saran Seno untuk mengganti wajahnya. Ia akan pulang kembali ke Indonesia dengan identitas yang baru.Hubungannya dan Dimas masih tetap baik. Lelaki yang berprofesi sebagai tentara itu menepati janjinya menjaga Talita dan anak kembarnya. Walau semua keluarga melarang Dimas bersama Talita. Namun ia tetap berpura-pura sebagai suami untuk Talita, semua itu ia lakukan supaya tidak ada yang menganggu Talita dan kedua anak kembarnya. Musuh yang mengincar Emir masih berkeliaran di sekitar mereka. Arjuna masih curiga kalau Emir masih hidup.Kali ini Dimas janjian akan bertemu seseorang.Terkadang kedua pengasuh mereka kewalahan mengawasi Hasan, Hasna masih mau nurut kalau dilarang, tetapi kalau Hasan semakin dilarang semakin di lakukan, rasa ingin tahunya lebih besar dari adiknya. Kedua anak kembar itu tumbuh menjadi anak y
Emir masih di Batam, Pak Seno dan Brata yang memintanya datang untuk urusan pekerjaan yang akan mereka kerjakan bersama, sebab Emir juga ikut terlibat dalam menangani kasus yang pernah di pegang Pak Brata, sebelum ia di mutasi ke daerah.Tadinya kedua orang itu meminta akan bertemu Emir kembali di Singapura, tetapi, bapak dua anak itu tidak enak hati karena Pak Brata mantan atasannya yang selalu datang menjenguk, jadi Emir mengusulkan untuk bertemu di Batam, biar sama-sama enak. Seperti kita ketahui Batam ke Singapura sudah sangat dekat, tinggal menyebrang dengan kapal saja sudah sampai.Mereka setuju, baru juga Emir tiba di hotel dan akan makan siang di resto hotel, tetapi siapa yang menduga, kalau Talita juga ada di hotel tersebut , hotel yang sama dengan dengan Brata, karena Talita juga ada seminar di sana.Untung Brata mengenal Talita, jadi ia buru-buru menelepon Emir, meminta Emir menghindar, saat itu Talita masih mencari di halaman hotel sementara Emir bersembun
Talita berdiri di trotoar luar hotel, matanya memindai setiap orang yang lewat. Jantungnya berdegup kencang, seakan firasatnya benar bahwa pria yang ia lihat tadi adalah Emir. Rasa rindu pada sang suami yang sudah meninggalkanya.‘Ya Allah aku sangat merindukannya, maafkan hamba kalau belum iklas. Hati ini rasanya berat untuk mengiklaskannya’ ucapnya dalam hati.Hatinya seolah-olah berkata kalau ia akab bertemu Emir di sana. Mulutnyah menolak namun hatinya berkata iya.“Tidak mungkin. Tapi … aku tidak bisa mengabaikan perasaanku,” gumamnya sambil terus berjalan ke arah yang ia kira menjadi tujuan pria itu pergi.Di sisi lain, Emir yang mengenakan topeng karet dan jaket hitam duduk di sebuah kafe kecil di pinggir jalan bersama anak buah Pak Brata. Mata Emir terus memperhatikan keluar jendela, waspada kalau Talita masih mencarinya.“Kamu harus berhati-hati, Emir. Talita wanita cerdas. Kalau dia tahu siapa kamu, penyamaran kita bisa hancur,” ujar Pak Brata di ujung teleponsambil menyer
Setelah pulang dari rumah orang tua Dimas, Talita dan Dimas hanya diam di dalam mobil.“Aku tidak ingin kamu pergi Mas,” ucap Talita kemudian.“Lalu kamu ingin aku melakukan apa?”“Ya jangan ikut ke tempat konflik itu, mereka kan sangat kejam,” ujar Talita.“Itu sudah jadi tugasku sebagai abdi negara Talita.”“Ya, tapi kenapa harus kamu?”“Bukan hanya aku, ada banyak orang yang akan ikut , itu sudah jadi tugas kami menjaga keamanan negara ini,” ujar Dimas.“Tapi kamu pergi saat kita ada masalah.”“Jangan khawatir , dengan begitu bunda tidak akan mengusik kamu lagi, aku juga tidak ingin kamu pergi dari rumah. Aku sudah berjanji pada Emir kalau aku akan menjaga kamu.”“Lalu bagaimana?”“Kamu tetap tinggal di rumah itu dengan anak-anak, biarkan aku yang pergi.”Talita tidak bisa bicara lagi, ia hanya diam, ia bahkan tidak tahu harus berkata apa, tetapi ia berpikir mungkin itu hal yang tepat untuk mereka, Dimas menepati janjinya.Setelah tiba di rumah, ia mengumpulkan pakaiannya da
Emir terpaksa menceritakan semuanya pada Dimas, karena lelaki itu hampir menyerah, menghadapi sikap Talita.“Apa kamu punya waktu?” tanya Emir.“Besok, aku ingin istirahat beberapa hari”“Apa latihan di luar kota melelahkan?”“Latihan seberat apapun tidak pernah berarti untukku, yang membuatku tidak bisa berdaya tidak bisa menghadapi sikap dingin istrimu,” ucap Dimas.Emir memikirkan satu hal, ia baru ingat kalau Talita orang yang sangat patuh pada orang tua, terlihat dari sikapnya yang tidak bisa menolak pernikahan mereka berdua saat itu.“Ya, masih … apa orang tuamu menolak Talita?”Dimas diam, ia bahkan tidak memberikan waktu untuk Talita memberikan alasan.“Tunggu … apa bapak pikir orang tuaku menemui Talita lagi?”“Bisa jadi, kenapa kamu tidak bertanya pada Talita”“Kamu benar … mungkin bunda datang lagi membuat masalah, dia sudah pernah melakukannya juga.”Dimas terdiam, ia baru ingat, sehari setelah ia tiba di luar kota Farida kakaknya menelepon dan bertanya dirinya sedang d