Sebagai seorang pria normal hal yang lumrah untuk Dimas bisa timbul hasrat seperti itu. Dibawah tubuhnya ada mahluk yang cantik, terlebih wanita itu orang yang paling ia cintai dan ia rindukan selama ini. Kulit mereka salling bersentuhan dan wajah mereka saling berdekatan.
‘Kamu kuat, kamu bisa. Jangan mempermalukan dirimu’ ucap Dimas dalam hati.
Dimas mengepal kuat gengaman tangannya untuk menahan sesuatu yang begejolak dalam tubuhnya.
Talita bisa melihat Dimas membaca ayat-ayat untuk menjaga agar ia mampu mengendalikan tubuhnya. Keringatnya menetes ke wajah Talita, ia juga bisa mencium dengan jelas aroma tubuh Dimas, bau keringat yang selalu ia rindukan. Walau tubuh kedua saling bersentuhan dan raga keduanya tak berjarak. Namun, ada tembok pemisah untuk keduanya. Talita tidak bisa ia miliki lagi, wanita cantik itu sudah istri orang lain.
‘Aku berharap, kamu sehat selalu Mas&rsqu
Dimas dan Talita berhasil keluar dari bahaya, walau ada drama antara ia dan Talita. Tadinya wanita cantik itu menolak digendong sama mantan kekasihnya. Apa dilakukan Talita dapat dimaklumi karena lelaki yang saat itu bersamanya bukan suaminya.Tetapi demi menghindari bahaya, Talita akhirnya setuju digendong Dimas.“Maaf jika aku melibatkanmu dalam masalahku Mas,” ujar Talita.Dimas menghela napas berat mendengar ucapan Talita, ia memilih tidak menjawab, karena ia sendiri tidak tahu , mau mengatakan apa.Hatinya tidak ingin Talita terluka dan tidak ingin melihat wanita yang dicintainya itu menangis, tetapi kenyataan memang lebih pahit. Wanita yang dicintainya dan dijaga selama ini, sudah menjadi istri orang lain.Mungkin jika wanita yang ia cinta hidup bahagia, mungkin ia akan ikhlas melepaskannya. Tetapi nyatanya, wanita baik dan soleha itu, dari awal sampai s
Dimas membawa Talita ke sebuah klinik dua puluh empat jam untuk mengobati kakinya yang terluka. Hanya tempat itu yang terpikirkan olehnya. Sebelum masuk ke dalam klinik Dimas memikirkan banyak hal, ia menoleh kanan-kiri dan melihat sekeliling. Orang yang tadinya yang mengejar mereka tidak lagi mengikuti mereka.‘Tidak mungkin kami mencari tempat lagi’ ucap laki-laki itu dalam hati.Setelah berpikir sejenak ia bicara pada Talita.“Talita, gunakan ranjang rumah sakit untuk kamu istirahat malam ini. Besok pagi kita akan ke kantor polisi,” ujar Dimas.“Tapi aku, kan, tidak apa-apa Mas,” bisik Talita.“Sudah ... kamu istirahat saja, aku sudah katakan tadi kalau kamu juga pusing, dengan begitu, kita tidak perlu mencari hotel untuk tidur,” ujar Dimas.Ide Dimas sangat cemerlang, ia tidak perlu repot-repot mencari t
Dimas membawa mobil tersebut ke arah kantor polisi, tiba di sana masih terlalu pagi untuk berkunjung.Jadi mereka menunggu di dalam mobil. Talita sangat gelisah bolak –balik dia melirik jam di pergelangan tangan.“Mas, tidak bisakah kita minta tolong berkunjung lebih awal?”“Talita, kantor polisi punya peraturan dan aturan mari kita hargai.”“Mas, aku merasa tidak nyaman tinggal berduan di dalam mobil.”“Baiklah saya akan keluar,” ucap Dimas.Sebenarnya Talita merasa serba salah, takut ada orang yang melihat mereka berdua-duaan di dalam mobil.“Aku tunggu di luar aja ya Mas, aku takut orang salah paham pada kita.”“Sama saja kamu mengundang bahaya sama kamu,” tegur Dimas.Baru saja ia bicara seperti itu, ternyata orang yang mengikuti mereka malam itu b
Emir di posisi tidak berdaya saat itu. Ditempatkan dalam ruangan dan semua pergerakannya diawasi lewat camera pengawas. Emir sadar dirinya diawasi itu sebabnya ia memberitahukan Talita.Emir memeluk tubuh Talita semakin erat dan ia berbisik, “camera pengawasnya sedang mengawasi kita.”Talita mengangguk kecil tanda paham.“Mas … harus makan dengan banyak. Aku membelinya nasi padang, kertas nasinya sampai tiga lapis, karena ada kuahnya,” ujar Talita, Emir tahu kalau ada sesuatu di kertas bungkus nasi padang tersebut.“Baiklah, jaga dirimu baik.” Emir melepaskan pelukannya dan meminta Talita keluar dari ruangannya, sebelum Talita keluar emir memanggilnya lagi. “Ta …!”Wanita cantik itu berbalik dan menatap Emir.“Hati-hati ya … kalau Pak Dimas ada waktu, tolong katakan aku ingin bicara dengannya&
Saat perjalanan pulang dari kantor polisi Talita masih diam, melihat wajah Emir yang babak belur, ia merasa sangat sedih. Berpikir keras bagaimana caranya agar suaminya bisa keluar dari sana. Tidak adil rasanya bagi Emir ia seorang polisi karena ingin mengungkapkan kejahatan justru mendapat perlakukan tidak manusiawi, saat sedang sibuk dalam pikiran sendiri, Dimas menoleh ke arahnya dan bertanya;“Apa kamu baik-baik saja?”“Tidak, aku sedang tidak baik, melihat Emir seperti itu … dengan wajah yang hancur bekas pukulan, hatiku sedih,” ujar Talita tetapi di hadapan Dimas ia tampak tegar, berbeda saat di hadapan suaminya tadi.“Emir memintaku membawamu ke rumah kalian”“Rumah kami?”“Ya, dia bilang dia dan almarhum kakakmu, pernah membeli sebuah rumah di Kelapa Gading, kalian lebih aman di sana.”
Pemilik kekuasaan akan selalu lebih di dengar, hal itu dirasakan Emir.Dalam persidangan Kali ini, Emir semakin mendapat banyak tuduhan, bukan hanya diterima dari dr. Irfan , Emir juga mendapat tuduhan dari rekan kerjanya. Beberapa polisi dengan terang-terangan menuduh Emir dengan tudahan yang memojokkan.“Bukanka mereka rekan kerja? Aku pernah meliha mereka satu devisi,” tanya seorang petugas lapas pada rekannya sembari berbisik“Dunia kerja itu sangat kejam Bro, tidak akan bisa lepas dari namanya persaingan,” sahut yang lain.“Saya mendengar Pak Emir polisi yang jujur itu sebabnya banyak rekan-rekannya yang tidak suka dengannya,” ucapnya lagi.Kedua polisi itu masih bicara dengan cara berbisik-bisik.“Polisi yang di sana anggaplah bawang merah dan Pak Emir bawang putih.”Saat keduanya asik bergosip, keduanya tidak sadar ada seseorang yanng mendengar pembicaraan keduanya.Jika biasanya orang akan cemas dan ketakutan saat duduk di ruang pesakitan . Namun hal yang berbeda ditunjukka
Ada yang menyatakan perbuatanmu saat muda akan menentukan nasibmu saat kamu Tua. Ibu Emir saat mudanya tidak punya sikap yang baik dan mungkin karma atas perbuatannya pada almarhum kakak perempuan Talita. Semua orang tahu kalau ia dan putrinya yang bernama Dinar memperlakukan Hanum dengan buruk. Hanum tidak pernah cerita pada keluarganya ia takut kedua orang tuanya sakit karena dirinya. Hanum memendam semuany dalam hati. *Melintas ke waktu di mana saat Hanum masih hidup.“Kamu wanita yang mandul Hanum,” tuduh ibu mertua saat itu.Hanum wanita yang memilik sifat yang lembut sama seperti Talita ia tidak mau melawan ibu mertuanya.“Ibu tidak baik menuduhku seperti itu,” sahut Hanum saat itu.“Kamu tidak berguna karena tidak bisa memberi anak untuk Emir.”Hanum menghela napas pelan dan berkata dengan pelan, “ mungkin Allah memberi saja Bu, kalau waktunya sudah tepat nanti akan dikasih.”Sang ibu Mertua berdiri di depannya sambil berdecak pinggang , “sampai kapan Ha
Setelah selesai persidangan Dimas dan Bona membawa Talita keluar dari gedung itu dengan diam-diam. Setelah Dalam mobil Dimas marah padanya.“Talita, kamu ingin cari mati, kenapa kamu datang ke persidangan? aku sudah memintamu untuk tetap di rumah. Kamui datang bawa anak-anak lagi, semua ini tidak semudah yang kamu lihat Talita … kamu membuat suamimu tidak berdaya tadi,” ujar Dimas.Wanita terkadang melakukan sesuatu secara spontan dan mengikuti kata hatinya. Talita tidak berpikir panjang efek yang ditimbulkannya atas kedatangannya ke persidangan. Ia hanya berpikir kalau dengan kehadiran dirinya dan anak-anak akan membuat Emir semangat. Memang hal itu benar Emir merasa sangat bahagia melihat anak dan istrinya. Tetapi dibalik semua itu kekhawatirannya juga sangat besar atas kemunculan Talita di persdidangan.“Aku hanya memberinya semangat,” ucap Talita dengan suara kecil.Dimas dan Bonar menarik nafas panjang, “kantor polisi dan persidangan tidak sama seperti di rumah sakit di tem
Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina
Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se
Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem
Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u
Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media
Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem
Beberapa bulan kemudian Dimas akhirnya pulih, orang yang pertama yang ingin ia lihat Talita dan si kembar.“Jangan mencarinya lagi, dia meninggalkanmu setelah kamu tidak berdaya di rumah sakit,” ucap sang Ibunda.“Itu tidak mungkin Bu. Dia wanita yang baik.”Wanita itu berdiri dengan wajah geram, “ Bunda sudah katakan padamu Dimas, dia hanya mempermainkanmu. Kamu tahu sekarang dia sudah menikah dengan polisi yang selama ini membantunya, dia menikah dengan Diego!”Dimas sudah bisa menebak siapa sosok yang disebutkan sang ibunda. Diego adalah Emir. Laki-laki itu selama ini memakai topeng karet dan menyamar sebagai Diego. Ia melakukan itu setelah Arjuna dan dr. Irfan menembaknya dan ia berhasil memalsukan kematiannya.‘Emir …?’Melihat Dimas tidak bereaksi keluarganya keheranan, “Uda tidak marah?” tanya Farida.“Apa kamu sudah tahu kalau wanita selama ini selingkuh dengansi polisi itu?” sambung Ibu Yani lagi.Dimas menarik nafas dalam, ia merasa rongga dadanya terasa sesak setelah ta
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.‘Emir memasak?’Dengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih