Share

Bab 5. Pertemuan Pertama

Penulis: Phina1901
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-05 16:05:26

Taksi berwarna biru berhenti tepat di depan pagar rumah mewah yang menjulang tinggi. Seorang wanita keluar dari dalam taksi itu, setelah mengucapkan terima kasih pada sopir yang mengemudi.

Perlahan dia melangkah mendekat pada gerbang. Seorang satpam yang tengah berjaga di pos segera bangkit berdiri membukakan gerbang untuknya.

"Bu Maira sudah sembuh?" tanya satpam itu dengan senyum mengembang. Maira mengangguk seraya membalas senyum satpam yang menjaga rumahnya.

"Bapak tidak ada menjemput, Bu?" tanya satpam itu lagi. Maira menggeleng lemah.

"Lagi sibuk katanya, Pak. Makanya saya dijemput taksi," balas Maira sambil terkekeh, dia tidak mau orang-orang di sekitarnya mengetahui kemelut rumah tangganya.

"Saya masuk dulu, ya, Pak." pamitnya seraya melangkah pelan menuju pintu utama.

Maira menghela nafas lega setelah berhasil menjatuhkan pelan bobot tubuhnya di ranjang. Perjalanan dari rumah sakit ke rumah cukup membuatnya merasa lelah. Maklum, lagi hamil muda. Dia pejamkan kembali netranya untuk menyesapi kenyamanan yang tidak dia dapatkan di rumah sakit. 

Entah berapa lama dia tertidur, Maira terbangun saat perutnya terasa lapar minta diisi. Dia hanya makan sedikit di rumah sakit tadi, dan kini dia sudah lapar kembali.

Bangun perlahan dari ranjang, Maira berniat ke dapur untuk mencari makanan yang bisa dimakan.

Saat langkah kakinya terus melangkah melewati satu demi satu anak tangga. Tak sengaja gendang telinga Meira menangkap sayup-sayup suara orang sedang berbicara. Langkahnya terhenti seketika. Dia tajamkan lagi indera pendengarannya. Dan benar saja, dia mendengar seperti ada orang berbicara di ruang tamu. 

Diayunkan kembali langkahnya sedikit lebih cepat. Siapa gerangan yang telah berani masuk ke dalam rumahnya. Begitu pikir Maira, setahu dia suaminya masih ada di kantor. Biasanya pria itu akan pulang jika jam menunjukkan pukul lima sore.

"Pokoknya aku nggak mau tahu, ya, Mas. Wanita itu harus segera kamu usir dari sini. Aku nggak mau jadi yang kedua, aku mau jadi satu-satunya nyonya Alfin Mahendra." Hati Maira serasa bagai dibakar dalam tungku api yang membara. Suara wanita asing itu sukses membuat emosi Maira naik ke ubun-ubun.

Melangkah lebih cepat ke arah sumber suara. Dan pemandangan tidak mengenakkan terpampang nyata di depan Maira. Sesosok wanita dengan pakaian pas membalut tubuhnya yang sintal sedang merebahkan kepalanya di dada bidang Sang Suami. Netranya memanas menatap suaminya mengelus rambut wanita itu.

"Siapa yang mau menjadi nyonya Alfin Mahendra satu-satunya," sahut Maira dengan suara yang sedikit keras, hal itu sukses membuat kedua insan yang sedang dimabuk asmara di depannya terjingkat. Alfin segera melepaskan tangannya dari tubuh Tania, dan menggeser duduknya, kepalanya menunduk dalam tidak berani menatap istrinya.

Berbeda dengan Alfin yang sedikit gugup menghadapi Maira, Tania malah menatap angkuh seperti menantang. 

"Aku, aku yang akan menjadi nyonya Alfin Mahendra satu-satunya. Dan kamu," ucapannya terjeda, jari telunjuknya menunjuk Maira dengan angkuh, "aku pastikan tidak lama lagi akan terusir dari keluarga Mahendra." Sambung Tania dengan wajah pongah.

Alfin yang duduk di samping Tania, menatap wanita itu seraya menggeleng pelan. Bahaya kalau sampai Maira mengadu pada orang tuanya. Bisa habis dia. Begitu pikir Alfin.

Maira tertawa, membuat Tania mengernyitkan dahinya. Kedua ujung bibir Maira  terangkat menjadi lengkungan senyum. Senyum yang meremehkan. 

"Percaya diri sekali Mbak bicara seperti itu, Mbak sudah pernah bertemu dengan orang tua Mas Alfin?" Maira melontarkan pertanyaan pada Tania. Tetapi ekor matanya melirik pada Alfin yang kian menunduk dalam.

"Bukan hanya pernah bertemu, bahkan keluarga kami sangat akrab. Dan asal kamu tahu, aku ini adalah tunangan Mas Alfin. Aku harap kamu sadar akan posisimu yang hanya sebagai cadangan. Dan kini, aku telah kembali. Jadi mundurlah dari keluarga Mahendra." 

Maira mendelik menatap wanita angkuh itu. Bagai disayat pisau yang tajam, seandainya bisa dilihat mungkin saat ini hatinya sedang berdarah-darah. Sakit mendengar ucapan Tania yang mengatakannya hanya cadangan. Kini tatapannya beralih pada Alfin. 

"Apa benar yang dikatakan wanita itu, Mas," desak Maira, kedua bola matanya memanas, dadanya terlihat naik turun menahan  gemuruh. Alfin perlahan mengangkat kepalanya, memberanikan diri membalas tatapan tajam Maira.

"Biar aku jelaskan dulu, Mai." ucapnya memohon, "sini duduk di samping, Mas," sambung Alfin dengan menepuk sofa di sebelahnya, mempersilakan istrinya untuk duduk di sebelahnya.

Bukannya menurut, Maira justru memilih duduk di sofa single agak jauh dari suaminya. Dia merasa jijik dengan kelakuan sang suami yang seenak hati membelai wanita lain yang bukan istrinya.

"Jadi, apa yang mau kamu jelaskan, Mas? Perlu kah aku menelpon Mama sama Papa untuk ikut menjelaskan semuanya?" Maira melayangkan pertanyaan yang sulit untuk dijawab Alfin. 

"J–jangan, Mai. Jangan bilang sama Mama, Papa. Mas, bisa jelaskan sendiri."

Dahi Maira berkerut dengan alis naik sebelah. Mata bulatnya memicing. "Kenapa Mas seperti orang ketakutan begitu?" selidik Maira.

Alfin terlihat salah tingkah, sebelah tangannya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Eh, nggak, kok, Mai. Lagian apa yang mesti ditakutkan," sahutnya asal. Sementara Tania duduk di sebelah kiri Alfin dengan tangan bersedekap di dada. Dagu lancipnya terangkat menambah kesan sombong di wajahnya.

"Oh, ya sudah, sekarang jelaskan semuanya, apa benar yang dibilang wanita di sampingmu itu? Apa karena wanita ini, kamu memintaku menggugurkan darah dagingmu sendiri?" cecar Maira. Tatapan tajam dia layangkan pada sepasang manusia durjana di depannya.

Tania terlihat mencebikkan bibirnya. "Udah deh, nggak usah banyak drama. Cepetan jelasin sama dia, Mas, siapa aku sebenarnya. Biar dia tahu diri, syukur-syukur kalau mau cepat pergi dari sini," sinis Tania. 

"Sayang, kamu diam dulu, ya. Biar aku yang jelasin sama Maira." tukas Alfin kemudian. Membuat perut Maira mual dan ingin muntah, bahkan dengan sadar Alfin memanggil wanita itu dengan panggilan sayang di depannya. Tidak dapat dipungkiri, sejujurnya ada segumpal daging di dalam dada yang terasa ngilu.

"Mai, sebelumnya kenalkan ini Tania, tunangan ku waktu itu. Dan sekarang dia telah kembali. Jadi tolong izinkan aku untuk menikahi Tania." 

Deg …

Bagai dihantam batu besar, hati Maira hancur seketika. Tubuhnya yang masih ringkih sedikit limbung, untung sofa yang diduduki memiliki sandaran, sehingga dia tidak sampai jatuh.

"Jadi benar karena wanita itu kamu ingin menggugurkan darah dagingmu sendiri, Mas? Di mana hati nuranimu? Bahkan disaat aku harus berjuang mempertahankan calon anak kita, kamu malah memilih menemani wanita itu?" Maira menunjuk Tania. 

Merasa dirinya tidak dihargai oleh Maira. Tania menjadi naik pitam, dengan angkuh wanita dengan pakaian sexy itu menatap tajam Maira. "Singkirkan jarimu itu, tidak sopan! Beraninya kau menunjuk-nunjuk diriku dengan jari kotormu itu!" hardik Tania.

"Kotor, ya, Mbak? Lebih kotor mana dengan diri Mbak, yang dengan sukarela menawarkan tubuh Mbak pada suami orang?" balas Maira telak. Tania semakin melotot, sampai bola matanya seperti akan keluar dari tempatnya. 

"Siapa yang kau sebut suami orang, hah? Mas Alfin calon suamiku, dasar wanita nggak tahu diri!" Tania terus saja meluapkan kekesalannya. Dia tidak terima dikata-katai oleh Maira. Walau sebenarnya dalam hati kecilnya membenarkan perkataan Maira. Gengsinya terlalu tinggi untuk mengakui itu.

Dengan santai Maira menjawab, "sayangnya calon suamimu itu suamiku, Mbak! Jadi … siapa di sini yang tidak tahu diri? Aku atau Mbak?"

Wajah Tania semakin memerah, mungkin saat ini emosinya benar-benar naik ke ubun-ubun. 

"Jaga ucapanmu, Mai!" sentak Alfin tiba-tiba, "Tania ini kekasihku, bahkan kami jauh lebih dulu saling mengenal sebelum kehadiranmu, kami pun sudah bertunangan. Jangan sampai aku kembali mendengar kau merendahkan Tania! Ingat itu!" sambungnya. Sekuat hati Maira menahan bulir-bulir bening yang mulai merebak memenuhi kelopak mata bulatnya. Memalingkan muka ke sembarang arah untuk menyembunyikan dukanya sendiri.

"Baiklah," lirih Maira. Dadanya terasa semakin sesak bagai dihimpit dua buah batu yang besar. Perlahan Maira bangkit berdiri, berniat untuk meninggalkan dua manusia tak punya hati itu. 

"Satu lagi, jangan pernah kau mengadu sama Mama, Papa tentang Tania. Atau kedua orang tuamu akan merasakan akibatnya."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
dianrahmat
maira bilang dong.... asal kamu tau ya Tania, ortunya Alfin ngemis ke aku minta aku mau menikah dg Alfin. lagian knp Maira taku dg ancaman Alfin sih. bodoh amat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 6. Fitnah Tania

    Tubuh Maira menegang, langkah kakinya terhenti seketika. Hatinya semakin terbakar mendengar lagi dan lagi Alfin mengancamnya. Maira berbalik melayangkan tatapan tajam pada suaminya."Jangan pernah bawa-bawa orang tuaku, Mas!" desisnya dengan deru nafas memburu. Lalu segera berbalik dan melanjutkan langkahnya."Makanya jangan sok-sokan jadi nyonya disini! Tahu diri lah, dari mana kamu berasal. Wanita sepertimu memang tak pantas bersanding dengan seorang Alfin Mahendra." cibir Tania. Maira segera berlalu dan tak menghiraukan lagi apapun yang mereka ucapkan, semua cacian juga hinaan dia simpan rapat di dalam hatinya. Maira bersumpah, suatu saat nanti mereka akan mendapatkan balasan atas perbuatannya saat ini.Mengabaikan dua orang manusia yang telah mengukir luka di hatinya, Maira berusaha untuk tetap berpikir waras, dia tak mau membuat pertumbuhan janin di dalam kandungannya terganggu. Teringat tujuan awalnya tadi, Maira segera melangkah ke dapur dan mengambil makan. Ya, dia butuh maka

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-10
  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 7. Terabaikan

    "Berhenti Maira!" Langkah Maira terhenti, tubuhnya terasa gemetar saat suara Alfin menggelegar menerobos masuk gendang telinganya. Dia berbalik dan melihat sesosok pria jangkung telah menyembul dari balik pintu. Sesaat pandangan mereka saling bertemu. Tak sanggup lagi menatap manik suaminya lebih lama, Maira segera menundukkan kepalanya."Apa yang sedang kamu lakukan disini, Mai?" Suara yang begitu dingin menembus indera pendengaran Maira. Wanita berwajah kalem itu menggeleng pelan, "nggak ada, Mas. Aku hanya tak sengaja menyenggol pot bunga itu saat lewat." jelasnya sambil menunjuk sebuah pot bunga yang tampak sedikit berantakan. Alfin mengikuti arah telunjuk Maira, kemudian menatap kembali istrinya dengan tatapan penuh intimidasi. Sorot mata tak bersahabat terus menghujam, seolah mampu membaca kebohongan Maira. Pria itu tak lekas menjawab. Matanya memicing penuh selidik."Jangan bohong! Apa yang sedang kamu lakukan disini, Mai?" Lagi, pertanyaan penuh intimidasi dia layangkan pada

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-11
  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 8. Rencana Jahat Tania

    Bab 8."Bu, Ibu baik-baik saja?" Seperti baru tersadar dari lamunan, Maira tersenyum kikuk menatap Dokter Rendi. "Ah, ya. Saya baik-baik saja, Dok," jawab Maira lugas. Dokter Rendi mengulas senyum tipis. "Baiklah, saya permisi dulu, Dok. Terima kasih atas sarannya," ucap Maira sungkan."Sama-sama, Bu." balas Dokter Rendi.*******Sepanjang perjalanan pulang, pikiran Maira terus diliputi kegelisahan. Cintanya pada Alfin memang semakin terkikis habis, tapi jika dia berpisah, Maira bingung harus pergi kemana. Dia tak ingin pulang ke rumah orang tuanya untuk sementara waktu. Maira terlalu takut membuat hati orang tuanya kecewa.Dia tak sanggup membayangkan wajah-wajah bahagia kedua orang tuanya harus sirna karena dia bercerai dari Alfin. Wanita berparas teduh itu memijat pelan pelipisnya. Menghela nafas lalu kembali mengeluarkannya. Sampai suara sopir taksi yang tengah dia tumpangi menyadarkannya dari lamunan."Sudah sampai, Mbak." Sopir taksi menoleh pada Maira."Oh, iya, Pak. Terima k

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-12
  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 9. Hilangnya Kepercayaan Suami

    Pukul lima sore, sebuah mobil Pajero sport berwarna hitam, masuk ke dalam pekarangan rumah yang tengah dihuni oleh Maira.Seorang lelaki jangkung dengan setelan celana bahan berwarna hitam serta atasan kemeja berwarna biru muda terlihat turun dari mobil, dengan langkah lebar-lebar lelaki itu segera masuk ke dalam rumah. "Maira!" teriaknya saat sudah berada di ruang tamu.Suasana rumah tampak lenggang. Alfin segera melangkahkan kakinya menuju ke dapur, tempat dimana biasanya sang istri sedang memasak menyiapkan makan malam.Langkahnya terhenti, di dapur kosong, tidak terlihat siapa-siapa. Lelaki itu segera berbalik badan dan melangkah menuju kamarnya. Dengan tergesa dia menaiki anak tangga, karena kamarnya terletak di lantai dua.Tepat saat Alfin berada di depan pintu kamar, seseorang dari dalam membuka pintu tersebut. Sejenak netra mereka saling bertemu. Nafas Alfin semakin memburu menatap nyalang sosok di depannya."Kamu kenapa, Mas?" tanya Maira dengan dahi mengernyit, perasaan w

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-14
  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 10. Terusir

    "Astaghfirullah," pekiknya, tubuh Bu Sofia limbung dengan tangan memegangi dadanya. Pak Mahendra yang duduk di sampingnya begitu panik dan segera memegangi sang istri."Ma, Mama kenapa?" tanya Pak Mahendra dengan raut cemas."I–ini, nggak mungkin, kan, Pa? Maira anak baik-baik. M–mama nggak percaya Maira melakukan hal serendah itu," ucap Bu Sofia terbata-bata. Pak Mahendra segera meraih kertas foto yang dipegang oleh istrinya. Tangannya tampak gemetar dengan rahang yang mulai mengetat. Netranya memerah menatap tajam pada Tania. "Apa maksud kamu memberikan foto ini? Kamu pikir saya akan percaya begitu saja? Saya bukan orang bodoh Tania!" Pak Mahendra menatap nyalang Tania.Netra Tania melebar mendengar ucapan Pak Mahendra, wanita muda dengan riasan tebal itu, tampak tak gentar oleh gertakan pria paruh baya itu. Bukannya takut wanita itu malah tersenyum meremehkan."Tapi aku punya bukti lain, Om. Tidak hanya foto-foto itu saja. Apa Om mau melihatnya juga?" sangkalnya, kemudian tangan

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-15
  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 11. Sebuah Kebetulan Atau Apa?

    "Kamu!" ucap seseorang yang tak sengaja di tabrak oleh Maira. Raut wajahnya tampak terkejut."Dokter Rendi!" Maira tak kalah terkejut, bertemu dengan dokter kandungan langganannya di rumah sakit yang lain. "Ah, iya … maafkan saya Dokter, saya nggak sengaja menabrak, nggak lihat tadi," ucap Maira menahan malu, dengan kepala kembali menunduk.Seseorang di depan Maira tampak mengulum senyumnya, "Ah, iya nggak apa-apa. Ini Bu Maira kan? Sedang apa di sini, Bu? Apakah ada keluarga Ibu yang sedang sakit? Atau–," Dokter Rendi tak melanjutkan kalimatnya. Maira dengan cepat segera menyahut."Mantan Ibu mertua saya sedang dirawat di sini, Dok. Makanya saya berada di sini." sahut Maira cepat.Dokter Rendi tampak mengernyitkan dahinya. Gurat keheranan tampak jelas di wajahnya yang tampan."Mantan mertua ya? Memangnya sudah berapa kali Bu Maira menikah?" Sebuah pertanyaan konyol tiba-tiba saja keluar dari mulut dokter itu. Sadar dengan pertanyaannya yang tidak pantas dia segera mengoreksinya."

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-16
  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 12. Mengontrak Rumah Dokter Rendi

    Maira terlihat salah tingkah ketika Dokter Rendi semakin mendekat berjalan ke arahnya."Dokter Rendi, Dokter sedang apa di sini? Apa Dokter juga sedang mencari rumah kontrakan?" tanya Maira polos. Rendi mengulas senyumnya."Tidak, Bu. Saya yang punya rumah ini," terang Rendi, "Bu Maira sendiri sedang apa di sini?" Maira melebarkan netranya dan menjadi salah tingkah. Rendi terus saja memperhatikannya."Oh, jadi ini rumahnya, Dokter? S–saya mau mengontrak di sini, Dok," ucap Maira gugup dan menundukkan kepalanya.Gurat keterkejutan terlihat jelas pada wajah tampan Rendi. Detik berikutnya dia segera menormalkan kembali ekspresinya. Berbagai spekulasi buruk berkecamuk di dalam benaknya."Bu, Maira mau mengontrak rumah saya? Sama siapa, Bu?" Rendi kembali bertanya untuk memastikan.Maira kembali menunduk dalam, "saya sendiri, Dok."Alis Rendi terlihat naik sebelah, dengan dahi yang berkerut dalam, "hanya sendiri? Suami Ibu kemana?" Maira mendongak menatap dokter berwajah tampan di depann

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-17
  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 13. Teror

    Brakk ….Maira terjingkat saat tiba-tiba terdengar suara benda pecah dari arah belakang. Sontak saja dia menoleh, dan tambah terkejut lagi saat netranya melihat ke arah belakang, sebuah pot bunga telah pecah, tanah dan bunganya berhamburan kemana-mana. Menoleh ke kanan dan ke kiri tidak ada satupun orang yang melintas. Sedikit merasa takut, Maira melangkah pelan menuju pot yang sudah pecah berserakan itu. Perasaan gelisah seketika menyusup dalam hati wanita berparas teduh itu. Netranya menatap awas ke sekeliling. "Siapa sih, yang iseng lempar-lempar pot begini? Kurang kerjaan banget!" gumam Maira kesal, Tanganya masih sibuk memunguti pecahan pot yang sudah hancur itu.Maira segera kembali ke dalam rumah setelah selesai membersihkan pecahan pot yang berhamburan itu. Perasaan was-was tengah menyelimuti hatinya, seperti ada orang yang tengah mengawasinya. Dia segera mengunci pintu dari dalam, dan mulai membersihkan area kamar terlebih dahulu agar bisa segera digunakan untuk istirahat.

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-18

Bab terbaru

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 200. Penyesalan Daniel

    Daniel tak bisa menyembunyikan senyum di bibirnya, saat mendengar papanya menyambut kedatangannya sangat antusias. Pria muda dengan pakaian sederhana itu menunduk lalu berbisik di dekat telinga Tiara. “Itu Kakek. Ayo, Salim dulu sama Kakek,” pintanya, Tiara langsung mengangguk dengan senyum tak pernah pudar dari bibirnya. Gadis kecil itu sedikit berlari menghampiri ranjang pasien, di mana Pak Gunawan tengah menatap mereka dengan wajah berseri-seri.“Siapa namanya, Cantik?” Pak Gunawan meraih wajah Tiara dengan satu tangan. Mata tuanya menatap lekat wajah gadis kecil berkuncir dua itu. “Namaku Tiara, Kek,” balas Tiara dengan wajah polos. Pak Gunawan terkikik mendengar kata sapaan gadis kecil itu padanya. “Apa papamu yang mengajari kamu memanggil Opa dengan sebutan ‘kakek’?” tanya Pak Gunawan, masih menatap wajah cantik cucu pertamanya. Gadis kecil itu mengangguk. “Iya, Kek.” Lalu, Pak Gunawan menatap anak dan menantunya yang berdiri sedikit jauh dari ranjang. Ia juga melihat bagaim

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab. 199. Pertemuan

    “Tunggu, Daniel!” Suara papanya yang serak dan lemah berhasil membuat langkah Daniel terhenti. “Tidakkah kamu kangen dengan Papa?” tanya Pak Gunawan dengan raut sedihnya.Dia tahu telah bersalah. Tidak seharusnya dia membuang putranya sendiri hanya karena sebuah kesalahan yang sebenarnya masih bisa dimaafkan. Sejatinya, manusia tidak ada yang luput dari dosa, begitu juga dengan Daniel yang pernah berbuat salah. Namun, tuntutan kehormatan yang harus selalu terjaga membuatnya menutup mata saat itu. Daniel menoleh dan tersenyum tipis. “Aku sudah menemukan keluarga baru yang benar-benar menerimaku apa adanya, Pa,” ujarnya. Seolah kembali menegaskan dia sudah tidak butuh pengakuan dari papanya. Pak Gunawan manggut-manggut masih dengan ekspresi sedih. “Syukurlah, Papa senang mendengarnya. Mungkin … sekarang kamu yang malu memiliki seorang Papa narapidana.”Daniel mengangkat bahunya acuh tak acuh. “Itu tidak akan berpengaruh dalam kehidupan keluargaku, Pa.” Sakit, pedih. Lagi-lagi perka

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab. 198. Bertemu Kembali

    Seberapa besarnya dendam Daniel pada papanya, jika sudah menyinggung tentang kondisi kesehatan sang papa hatinya tersentuh juga. Namun, lagi-lagi egonya kembali menguasai. Bagaimana kalau papanya belum menerima dirinya kembali? Juga … apakah hatinya sudah baik-baik saja?“Kamu benar-benar mau melihat Papa kalau sudah nggak bernyawa?” sengit Adrian, menatap jengkel ke arah Daniel yang berdiri kaku di ambang pintu tanpa ekspresi khawatir sedikitpun.“Mas.” Tania baru saja kembali ke depan setelah mendengar suara Adrian yang cukup keras. Wanita itu meraih lengan Daniel dan mengusap pelan.“Ikut saja, Mas. Kamu beruntung masih memiliki orang tua. Jangan sampai menyesal seperti aku. Aku bahkan tidak sempat membahagiakan orang tuaku hingga ajal mereka menjemput.” Mata Tania berkaca-kaca saat mengatakan hal itu membuat Daniel kembali berpikir.Benar. Yang namanya kehilangan selalu membuat penyesalan yang tiada ujungnya. Daniel mengangguk sementara Adrian melihatnya sudah sangat geram. Masih

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab. 197. Perjuangan Adrian

    Seperti pagi menjelang siang saat itu. Adrian baru saja sampai di gedung rumah sakit. Sedikit berlari pria itu mencari lift yang akan mengantarkannya ke lantai tiga. Di mana ruangan meeting para direksi berada.Melirik sisi lift yang mengkilap bagai kaca. Adrian lalu memperhatikan penampilannya sendiri. Bibirnya mencebik kesal menyadari kemejanya sedikit berantakan di bagian pinggang. “Gini amat ribetnya jadi pemimpin rumah sakit,” gerutunya sambil merapikan kemejanya yang masuk ke bagian celana. Lift berdenting, Adrian segera keluar dan berjalan tergesa menuju ruangan meeting. Dia berhenti sejenak untuk menarik napas sebelum membuka pintu besar yang di dalamnya telah berkumpul beberapa orang penting.“Selamat pagi semuanya,” sapa Adrian begitu kepalanya muncul dari balik pintu dan sapaan itu otomatis membuat seisi ruangan memusatkan perhatian padanya. Adrian tersenyum berwibawa.Seperti biasa beberapa orang yang memang tidak suka padanya akan melirik sinis sambil komat-kamit tidak

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 196. Apakah Sudah Saatnya Berdamai?

    Hampir tujuh tahun sudah berlalu. Rupanya, sakit hati yang telah Pak Gunawan tancapkan di hati Daniel tak pernah memudar sama sekali. Bukan pria itu tak mau mencoba memaafkan, namun ingatannya selalu menolak lupa dengan bagaimana arogannya sang papa ketika itu. Daniel selalu terjebak dalam rasa sakit yang sangat dalam. Keluarganya sendiri yang telah membuatnya kehilangan harga diri hingga hancur. Ia telah kehilangan banyak hal dalam rentang waktu yang berdekatan. Kehilangan keluarga, cinta, juga kepercayaan.Beberapa menit berselang, Tania kembali ke kamar membawa kabar yang cukup mengusik ketenangan dalam sudut hatinya.“Mas, Pak Adrian bilang kondisi Kak Mita semakin parah. Kamu nggak mau melihatnya barang sebentar saja?” Tania mengusap lengannya dengan lembut. Daniel terdiam cukup lama, batinnya sedang berperang. Apakah ini sudah saatnya ia berdamai dengan keluarganya?“Mas, setidaknya bicaralah sendiri sama Pak Adrian. Aku nggak enak kalau kamu menghindar begini,” keluh Tania, la

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 195. Lelah

    Nasib Mita ….“Apa nggak ada cara lain lagi, Dok? Saya nggak mungkin terus menerus meminta Dokter Rendi mengunjungi pasien.” Adrian terduduk lemas di depan dokter kejiwaan yang memiliki paras tenang itu. “Sebenarnya tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha.” Dokter itu menatap lawan bicaranya serius. “Berbagai macam obat-obatan telah masuk ke tubuhnya. Saya khawatir kesehatannya semakin menurun. Berat badannya saja sudah turun sebanyak sepuluh kilogram dari awal dia masuk ke sini.”Adrian terdiam menyimak kalimat demi kalimat yang diutarakan oleh dokter. Entah apa yang harus ia lakukan lagi demi menyembuhkan kondisi mental Mita. Pagi itu, Adrian memaksa dokter untuk mengizinkannya masuk ke ruangan Mita di rawat.“Saya izinkan dengan satu syarat.”“Apa, Dok?” “Anda tidak boleh menuntut apa-apa pada pihak rumah sakit jiwa jika terjadi sesuatu yang merugikan Anda sendiri.”“Oke, saya setuju,” sahut Adrian, tanpa berpikir panjang. Ia hanya ingin mendekati Mita lalu mengajak

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 194. Rindu yang Tak Berujung

    Daniel terdiam, ada keraguan dalam hatinya.“Aku pikir kalian pernah ada sesuatu. Tadi aku lihat kamu gugup banget waktu pertama kali Bu Maira mendekat,” ujar Daniel, matanya tidak fokus melihat acara televisi sebab pikirannya sedang berkelana dengan berbagai kemungkinan yang ia yakini sendiri.“Kamu nggak bohong, kan?” Tiba-tiba Daniel memiringkan wajahnya, menatap Tania yang bersandar di bahunya.“Enggak, kok, Mas,” dusta Tania. Daniel manggut-manggut meskipun hatinya merasa ada yang janggal. Bertanya lebih detail pada Tania sepertinya hanya akan membuatnya bertengkar lagi. Daniel diam dan memilih untuk mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya telah terjadi. satu rencana sudah ia susun dalam kepalanya.***“Apa rencanamu selanjutnya, Mas?” Maira bertanya seraya mengusap-usap kepala suaminya yang berada di pangkuannya. Mereka tengah menikmati semilir angin sore di balkon kamar yang di bawahnya ada taman bunga yang berisi koleksi bonsai mahal.“Seperti rencana semula. Setelah ini M

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 193. Berdamai Dengan Masa Lalu

    Meskipun cukup lama tidak berjumpa, Maira merasa pernah mengenal sosok istri Daniel. Pelan-pelan kakinya melangkah mendekati perempuan yang sebagian wajahnya tertutup rambut hitam nan lurus sebahu.Tania beringsut mundur membuat Maira mengerutkan keningnya. “Mbak?” Maira justru semakin mendekatinya. “Nia,” panggil Daniel, memutar tubuh dan mendekati istrinya. “Ini Bu Maira, istrinya Pak Rendi. Pemilik butik ini,” lanjutnya, meraih tangan istrinya dengan sedikit memaksa. Ada rasa tak enak hati ketika istrinya seperti enggan berkenalan dengan Maira.Daniel semakin memepet tubuh istrinya. “Nia, jangan buat aku malu,” bisik Daniel tajam tepat di telinga istrinya. Semakin terdesak, sambil menahan rasa malu dan juga minder luar biasa, Tania akhirnya pasrah mengangkat wajah. Tubuhnya gemetar saat manik matanya langsung beradu pandang dengan Maira. Maira mundur selangkah, menutup mulutnya sendiri, kaget. Matanya membulat, tak pernah menyangka akan bertemu kembali dengan perempuan yang per

  • Pesona Istri yang Dicampakkan   Bab 192. Bertemu Kembali

    Daniel mencoba berjalan dengan percaya diri walaupun pakaian yang ia kenakan jauh dari merk mahal. Sedikit aneh memang. Di acara cukup besar seperti itu, dia nekat memakai pakaian apa adanya. Undangan dari Rendi yang cukup spesial membuatnya mau tak mau harus menghadiri acara peresmian butik itu. Tak ada pekerja kasar lain yang diundang, hanya dirinya. Mungkin itu karena Rendi telah mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Namun sebenarnya, Daniel tak peduli tentang itu. Ia datang ke acara peresmian butik itu lebih karena rasa berterima kasihnya pada Rendi dan Maira. Rencananya, ia akan diangkat menjadi karyawan yang mengurus barang keluar masuk di sana. Ketangkasan Daniel dalam berhitung dan juga kecerdasan berpikirnya membuat Rendi dan Maira tak berpikir lebih banyak untuk memberikan pekerjaan padanya. “Selamat pagi, Pak, Bu.” Daniel sedikit membungkukkan badan ketika tiba di hadapan Rendi dan Maira. Pria itu memasang senyum sewajarnya.Seketika, sekumpulan keluarga besar itu ter

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status