Bab 34Masalah yang satu belum selesai, sudah datang masalah yang baru. Lama-lama begini bisa naik terus gulaku, bawaannya emosi melulu. Bang Tigor ini juga entah kenapa jadi orang tak setia begitu. Kalau memang sudah tidak suka harusnya jangan sembunyi-sembunyi begitu. Gentlemen lah, ini pakai romantis-romantisan pula itu di tempat umum. Mau dibiarkan sudah kadung dilihat Kak Susi. Akh pusing jadinya."Nak Riska, coba kau telpon Mak Yasmin itu, apa dia ada masalah dengan suaminya itu?" ucap ibu mertua menyarankan.Sebenarnya aku malas berurusan dengan kak Desi ini, masih mending ngomong sama kak Susi daripada kak Desi, soalnya kak Desi ini sombongnya ngak ketulungan, fasilitas anaknya yang selalu memadai dan sempurna selalu jadi topik pembicaraan, tapi walau begitu aku tetap mengambil ponselku, gak mungkin juga kan melawan orang tua."Hai Mak Din, apa kabar? Tumben nih telpon sore-sore begini. Ada perlu apa?" Sepertinya hatinya tidak lagi bermasalah, berarti dia tidak tahu kalau Bang
Bab 35What?Mulai dari subuh mereka bertengkar? Ya ampun, kalau aku mah tidak sanggup begitu, mending langsung adu jotos habis itu selesai, daripada perang mulut, bisa memble lama-lama mulut ini.Sebelum masuk ke rumah, aku menarik nafas panjang. Aku dengar suara kak Desi semakin nyaring penuh dengan emosi."Kurang apa aku selama ini Bang, sehingga Kau tega berkhianat padaku? Hu hu hu...""Banyak! apa pernah kau perduli pada keluarga ku? Ibuku yang sudah tua, kau jijik sekedar duduk bareng dengannya, kau hanya memikirkan dirimu sendiri. Kau bagaikan artis, kehidupanmu lebih dari berkecukupan tapi tak sekalipun kau pernah peduli kepada ibuku yang sudah renta itu. Hidupku bagai di Neraka menikah denganmu, beda dengan wanita ini, dia selalu menghargai aku, melayani aku dengan baik. Lagipula kau kan yang sering bilang, kalau aku boleh menikah lagi, sekarang setelah kejadian kau marah-marah." Kedengaran Bang Tigor mengeluarkan unek-unek nya selama ini tentang kak Desi.Apa? Bang Tigor sud
Bab 36"Apa kau bilang, suamimu? Bukankah kau bilang bahwa aku tidak pantas jadi suamimu? karena hanya memiliki toko elektronik? Dan memiliki seorang Ibu yang sudah tua dan menjijikkan? Semua yang terjadi ini adalah buah dari perbuatan mu, yang tidak menghargai suami dan mertua. Aku mau tanya dulu sejak kau menikah denganku, adakah satu kebaikan yang pernah kau lakukan kepada keluargaku? Selain kata jijik dan merepotkan itulah terus yang kau bilang tentang keluargaku." Ketus Bang Tigor berang."Diam...! Sebagai suami apa pernah kau mengajariku berbuat baik? Kau bisanya marah-marah dan mementingkan dirimu sendiri." balas Kak Desi tak mau kalah.Aduh, kak Desi galak benar suaranya. Jantungku rasanya mau copot.Sampai sekarangpun kau tidak sadar, terlalu berani menghina keluargaku, berani membentak ku di depan umum, menyepelekan hasil kerjaku, kamu tanya di dunia ini lelaki mana yang bisa tahan hidup dengan perempuan model Kau?" Bang Tigor meneguk air minum yang ada di atas meja. Mungkin
Bab 37"Bab! Kalian semua, pergi dari rumahku!" teriak Kak Desi mendorong paksa Kak Susi yang hendak duduk di sofa."Kau tenangkan dulu pikiranmu Desi. Masalah apapun bisa diselesaikan tapi harus dengan hati yang dingin." balas Kak Susi terus berusaha masuk.Dengan garang, Bang Tigor bangun dari duduknya, menarik paksa Kak Desi agar menjauh dari kak Susi, lalu menghempaskannya ke lantai. "Jangan pernah sentuh keluargaku, mereka ada disini bukan karena kau tapi karena aku. Jika kau ingin diperlakukan dengan baik, maka berhenti berkata kasar pada keluargaku dan jangan coba-coba untuk mengusirnya." Bang Tigor kembali tersulut emosi akibat kata-kata dan sikap kak Desi."Sudah Pak Yasmin, kau duduk saja. Tidak apa-apa, namanya juga lagi emosi. Jangan menambah masalah lagi sementara masalahmu yang satu pun belum terselesaikan." tegas Kak Susi menatap tajam adik iparnya.Dengan santai kak Susi mendekatiku. "Enak kali kau woi, nyampai langsung molor. Bangun, mandi dulu biar segar, udah sore i
Bab 38"Ternyata Kamilah yang salah mendidik mu, sengaja kami diam di luar tadi mendengar ocehan mu yang membuat kami malu untuk menunjukkan muka kami disini." tamparan keras dari Ibunya kak Desi telah mewakili perasaanku.Aku berdoa semoga Bang Linggom tetap menjadi suami yang baik, setia dan sehat selalu. Amin...'Ibu, kenapa malah menamparku?" Kak Desi menatap ibu dan ayahnya, lalu memegang wajahnya yang memerah bekas tamparan ibunya."Diam Desi! Kau duduk jangan bicara sebelum kau diberi kesempatan untuk berbicara." Ayah kak Desi mengultimatum putrinya dengan amarah."Sudah Pak, silahkan duduk. Mari kita bicara baik-baik." ucap Bang Dapot dengan sopan menyambut besan dari orangtuanya itu.Semua kami duduk di sofa yang empuk, kak Desi tidak lupa memasang AC setelah orangtuanya datang. Mungkin tadi dia lupa makanya ditahan panas hati dan panas badan."Maaf Pak, ibu dan semua kita yang ada disini. Pertama, aku akan menjelaskan kenapa kami saat ini berada disini biar tidak ada salah p
Bab 39"Pokoknya apapun alasanmu aku tidak akan pernah cerai darimu?" Kak Desi membalas sengit."Kalau kau tidak mau dicerai, berarti kau mau dimadu. Karena sampai kapanpun aku lebih memilih Tina daripada kau." tegas bang Tigor percaya diri."Pak Yasmin, apa kau bisa adil dengan memiliki istri dua? Di keluarga kita baru kau yang memulai ini." Kak Susi bicara dengan suara pelan."Kan dia yang ngotot harus bersama Kak. Maka dia harus terima konsekuensinya. Yang jelas mulai saat ini ku sumpah kan, aku Tigor tidak akan lagi berhubungan suami-istri dengan Desi. Karena bagiku saat ini hanya Tina lah istriku. Tapi karena dia tidak mau cerai, aku akan membiayai dia dan Yasmin anak kami di rumah ini." Bang Tigor ternyata sudah memikirkan semua ini."Bagaimana Pak, Bu, kalau ada lagi yang mau bapak dan ibu sampaikan, silahkan." ucap Bang dapot memberi waktu kepada kedua orangtuanya kak Desi."Apa alasanmu berbuat begini kepada putriku Tigor?" tanya Ayah kak Desi dengan suara yang datar."Maaf A
Bab 40Aku putuskan untuk pulang jalan malam ke Bagan Batu, tidak usah nginap lagi di rumah Paman. Semua surat sih sudah dipegang oleh Bang Linggom, meski yang dua hektar yang dipinggir pasar hitam belum balik nama, masih nama pemilik awal yang aku lupa siapa namanya. Tapi kali aja suratnya itu bodong, ini harus cepat diselesaikan. Mungkin keputusan Bang Linggom sudah benar mengundurkan diri. Semoga saja semua bisa terkendali.Kak Susi dan Bang Dapot menginap di tempat saudara kak Susi yang ada di daerah Marindal.Satu malam perjalanan dari Medan ke Bagan Batu, akhirnya sampai juga di rumah kami, yang masih rumah dinas dari kebun."Bagaimana Dek? bagaimana Nak?" Suami dan Ibu mertua bertanya tentang kesimpulan kelanjutan rumah tangga Bang Tigor.Aku menceritakan semuanya, juga kak Desi yang brutal dengan kata-katanya. Semua ku jelaskan, sebenarnya kasihan lihat dia, tapi mengingat perangainya ya, cukup diam saja dan sebagai pembelajaran buat kita para istri, takdir sih tidak ada yan
Bab 41"Hallo Tulang-Paman, apa kabar?""Baik Bere-keponakan, tumben nelpon ada yang bisa Tulang bantu?" jawab pamanku dengan ramah."Begini Tulang, ada yang menipu kami, menjual tanah yang sudah terjual. Kira-kira hukumannya apa Lang, bisa masuk bui tidak, berapa lama?" tanyaku langsung pada intinya."Waow..., Langsung to the poin ya Bere, tidak mau berdamai? penipuan 4 tahun penjara, sedangkan pemalsuan dokumen sekitar 8 tahun penjara, jangan gegabah lebih baik berdamai." saran Paman dengan suara lembut."Soalnya perdamaian bagi dia sebuah lelucon Lang, aku mau bikin efek jera padanya.""Posisi mu dimana ini Bere?""Aku di Ujung Batu Tulang.""Share lokasi, biar aku suruh dua orang teman polisi kesana untuk menemani Bere, sabar ya, Tulang harap perdamaian dengan cara kekeluargaan akan lebih baik Nak." kembali Paman memberi saran."Terimakasih Lang."Aku sengaja telpon saudara ibuku yang satu ini, selain bergerak di bidang hukum, beliau juga punya kedudukan penting di kota Riau ini.
Bab 66Aku kaget dengan ucapan bang Linggom yang tiba-tiba Sarkar begitu. Si Mitha juga sudah punya mantu tapi tetap saja kelakuannya tak pernah bisa menghargai orang lain."Ck, baru makanan gini saja marahnya kayak orang kerasukan setan."Mitha langsung melempar kresek yang berisi terong tadi ke halaman rumah melalui pintu yang memang sedang terbuka, alhasil terong Belanda buah kesukaanku itu berserak di halaman rumah ada beberapa yang pecah. Dengan gontai aku berjalan keluar memungut terong-terong tersebut. Walau bagaimanapun itu adalah makanan tidak boleh dibuang. Apalagi ini pemberian orang. Aku lihat mata Mitha tajam menatapku mengutip satu persatu buah tersebut."Makan tuh buah,bila perlu masukkan sebagian di telingamu." ucapnya ngos-ngosan, sepertinya emosinya sudah di ujung tanduk."Iya dong, kalau kau tidak menghargai pemberian orang lain, itu masalah mu. Tapi aku setetes pun pemberian orang lain akan ku ingat, begitupun kecurangan, sedikit pun orang lain bersikap curang pa
Bab 65Pagi ini aku sengaja bangun lama. Aku dengar mertua sudah mulai bergerak di dapur. Tapi karena cuaca yang sangat dingin aku enggan keluar dari selimut. "Mak Thomas, bangunlah kau. Masaklah buat anak-anakmu. Nanti mereka bangun pasti pada lapar semua." Kudengar ibu mertua membangunkan Mitha, yang tidur di kamar. Sementara aku dan Linggom beserta Thomas dan istrinya, dan kelima adiknya tidur di ruang depan bareng-bareng bersama ibu mertua. Mitha dan suaminya tidur di kamar dengan alasan dingin dan tidak biasa tidur tanpa alas Spring bed."Akh, Mamak ini berisik kali. Dingin loh Mak, mana masih gelap juga. Biar nanti istrinya Thomas yang masak Mak, aku masih mau tidur.""Sudah tua, bentar lagi kau sudah memiliki cucu, tapi bawaanmu masih tetap kayak anak-anak. Terserah kaulah. Kalau kau mau anak-anakmu kelaparan ya sudah." sahut mertua sambil berlalu ke dapur.Aku melihat jam di tanganku, masih menunjukkan pukul lima subuh. Pagi ini Ferry dan kedua adiknya akan tiba di rumah kar
Bab 64"Kenapa harus membawa ini dan itu kau Mak Dinda, aku sendiri nya tinggal di rumah ini. Seberapa banyaklah buat aku makan." Ibu mertua protes setelah aku membongkar oleh-oleh yang aku bawa dari kardus."Memang selalu nya begini kan Mak, kalau bukan kami yang membawa kebutuhanmu di rumah ini memang ada yang akan memperhatikan Mamak?" sela bang Linggom dengan suara datar."Maafkanlah saudaramu yang lain ya Nak, mungkin begitulah yang mereka tau." Sahut ibu mertua sungkan."Lagipula ini buat bekal kita selama disini Inang, cucu-cucu mu paling juga nanti menghabiskannya." aku berusaha menetralisir suasana biar ibu mertua tidak merasa sungkan.Kebetulan pas kami nyampai rumah mertua masih sepi. Mitha, suaminya dan anak-anaknya pergi jalan-jalan. Sementara bang Dapot dan kak Susi beserta anak-anaknya masuk sibuk bekerja di ladangnya. Menurut kebiasaan paling nanti pas malam tahun baruan mereka datang berkumpul di rumah mertua. Sementara bang Tigor dan istri keduanya belum juga nyampa
Bab 63Aku cukup diam saja melihat tingkah Mitha. Barangkali dia tidak sadar betapa dulu aksi suaminya sangat membuat hati Ferry begitu trauma sampai sekarang. "Sudah Mak Thomas, tidak usah dibahas lagi." Saut memegang tangan Mitha."Tidak apa-apa Lae, inangbao. Tidak usah dipikirkan masalah bensin. Besok biar kami saja yang jemput orang Lae dan Inangbao kesini." Saut masih memegang tangan Mitha agar tetap berdiri di tempatnya, sambil menunduk sungkan kepada Bang Linggom dan aku."Tidak usah Amangbao, tidak perlu menjemput kami. Harusnya kita lebih baik tidak usah saling mengunjungi seperti ini. Cukup disaat kalian perlu pesta adat yang mengharuskan kami ada maka datanglah kemari, jika kami juga perlu pesta adat dan acara maka kami pun akan menghubungi kalian. Anggap saja hubungan kita sebatas pesta adat tradisi kita saja sebab biar bagaimanapun, Mak Thomas dan Pak Dinda tetap bersaudara kandung." Rasanya aku sudah muak dengan semua kepura-puraan ini. Datang kemari menawarkan pula
Bab 62Pesta pernikahan Thomas yang terkesan buru-buru tak pelak mengundang tanya orang-orang. Aku dan bang Linggom memutuskan untuk hadir setelah diskusi dengan bang Dapot dan bang Tigor.Pesta berjalan sebagaimana mestinya, para undangan pun banyak yang hadir. Baik dari kampung maupun keluarga yang ada disini. Pihak dari saudara Mitha memiliki peran sangat penting di pesta tersebut. Meski tidak begitu antusias tapi aku dan bang Linggom berusaha menempatkan diri agar tidak terlihat dimuka publik betapa peliknya permasalahan yang pernah terjadi diantara kami.Aku genggam tangan suamiku, sabar hasian, kelak anak-anak kita yang mendapat berkat dari Tuhan. Seiring berjalannya waktu, Mitha dan suaminya sudah mulai berani datang bertandang sesekali ke rumah. Walau suamiku tetap cuek dan dingin. Aku selalu mengajarkan anak-anakku untuk bersikap sopan kepada mereka, jika anakku yang nomor tiga dan nomor empat selalu menyambut ramah mereka, beda dengan anakku yang ke satu dan nomor dua yait
Bab 61"Apa maksudmu Bere?" ucap bang Linggom merenggangkan pelukan mereka"Ya Tulang, lebih baik aku tidak usah menikah kalau Tulang dan Nantulang tidak hadir." tegas Thomas masih posisi air mata membasahi pipinya."Thomas! Kau sudah besar. Dan kau pasti bisa mengingat bagaimana dulu jahatnya kedua orangtuamu ini kepada kami. Jadi sudahlah, tidak usah berdrama pakai nangis segala disini karena memang kami tidak akan iba pada kalian. Pergilah temui tulangmu yang dua lagi." ucapku dengan tenang."Apa salahku Nantulang, kesalahan orang tua kenapa dilimpahkan padaku. Aku minta maaf, tolong maafkan kami." Kembali Thomas memohon dengan penuh harap. Beralih mengambil tanganku dan menciumnya dengan hormat. Aku segera menarik tanganku dari kegemarannya sebelum hatiku luluh. Sesungguhnya tidak tega juga melihat keponakan kami ini menangis dan memohon, tapi jika mengingat perlakuan kedua orangtuanya membuat hati ini seperti membeku."Thomas, bagaimana mungkin kau tidak akan menikah, sementara
Bab 60"Ini padi-padi kita kenapa bisa begini Bang?"Aku berdiri memperhatikan padi yang susah payah kami tanam sekarang malah hangus menghitam."Sepertinya padi mu ini di semprot racun oleh seseorang Mak Dinda. Aku lihat dari kemarin daunnya pada kuning semua, sekarang jadi menghitam kering." Kak Lis, yang ladangnya bersebelahan dengan ladangku memberi penjelasan. Kak Lis juga lah yang telah mengirimkan SMS kepadaku tadi malam."Apa yang ada ya kak, kakak lihat jejak orang mencurigakan yang sengaja merusak ini?" Bang Linggom bertanya kepada kak Lis."Tidak ada Pak Dinda, kemarin lusa memang kami tidak ada disini, kalian pergi kami juga pergi. Ada pesta adik ipar ku di kampung."Bang Linggom tetap mengambil padi-padi kami itu. Meski menghitam tapi karena sudah berisi, setidaknya bisa di tumbuk pelan-pelan untuk mengeluarkan gabahnya dari berasnya.Miris memang, sedihnya tak terucapkan. Pengen cerita ke Papi dan saudara-saudara ku juga, rasanya aku enggan jadi beban buat mereka. Sedan
Bab 59“Helmi, aku memilih keluargaku! Aku akan segera mengurus perceraian kita.”Bang Roni menatap Kak Helmi, lalu mengusap air matanya dengan kedua telapak tangannya.Mendengar pernyataan Bang Roni. Membuat mata Kak Helmi membulat seakan tidak percaya apa yang barusan diucapkan oleh suaminya. Bukan hanya kak Helmi, aku yakin kami semua kaget atas ucapan Bang Roni terlihat dari wajah kami masing-masing yang kelihatan tegang.“Maksud Abang apa?” ucap Kak Helmi mendekat ke sisi Bang Roni.“Aku memilih keluargaku! Aku ingin kita bercerai.”“Papi, tolong maafkan aku Pi! Beri aku waktu untuk merubah segala sifat jelekku selama ini. Aku akan memberikan uang lima juta rupiah itu secara cuma-cuma kepada Riska, yang penting kami tidak bercerai.” “Jangan Anda pikir karena uang lima juta bisa membeli keharmonisan keluarga ini. Simpan uangmu, Eriska tidak akan menerima apapun yang akan Anda berikan!" tegas Papi kesal.Aku perhatikan, Papi tetap bersuara datar meskipun emosinya sedang meningkat,
Bab 58Padahal kalau dipikir-pikir, uang Bang Roni ini melebihi uang Bang Anton. Sawit Abangku ini lebih dari seratus hektar saat ini. Semua sudah berhasil. Sementara mereka belum memiliki anak. Sedih jadinya melihat Abangku yang satu ini.“Kalau Kau Bungaran bagaimana?” tanya Papi menoleh ke Abangku nomor tiga.“Lima puluh juta. Urus Lah ladang kalian itu dengan baik. Berdoa kepada Tuhan, biar apa yang kalian kerjakan diberkati Tuhan. Kalau sudah ada tempat yang cocok segera bangun rumah kalian disana, nanti Abang bantu biaya pembangunannya. Apa yang dilakukan iparmu itu Lae Linggom, jadikan cambuk menuju sukses. Keponakanku ini berempat harus bisa sekolah tinggi kalian buat, kalian harus buktikan meskipun dicurangi tapi mampu berdiri kokoh,” ucap Bang Bungaran tegas."Iya Riska, Kau jangan sungkan-sungkan. Selama ini begitu banyak masalah yang terjadi padamu, Kau pendam sendiri. Apa Kau tidak menganggap kami ini saudaramu? Papi sudah tua, bagaimanapun kitalah yang harus saling bahu