"Bu Arum juga dalam kondisi baik. Dia masih berada di bawah pengaruh anestesi, jadi mungkin butuh waktu beberapa saat sebelum dia sepenuhnya sadar. Tapi tidak ada komplikasi serius, dan kami akan terus memantau keadaannya."Danu mengangguk, tidak mampu mengucapkan lebih banyak kata. Dia hanya bisa berterima kasih dalam hati karena Arum dan bayi mereka selamat dari cobaan ini. Meskipun masalah lain masih menantinya, untuk saat ini, dia hanya ingin bersyukur atas keselamatan keluarganya.Arya Suta, meskipun masih terlihat tegang, juga tampak lebih tenang setelah mendengar kabar baik itu. Dia menatap Danu, dan kali ini, sorot matanya tidak sekeras sebelumnya. Mungkin dalam hatinya, dia juga merasa lega meskipun kemarahannya belum sepenuhnya reda.Ageng meletakkan tangannya di bahu Danu, memberikan dukungan tanpa kata-kata. Dia tahu bahwa Danu masih harus menghadapi konsekuensi dari apa yang telah terjadi, tapi dia juga tahu bahwa ini bukan waktunya untuk memperburuk situasi. Yang terpent
Mike meninggalkan ruang kerjanya dengan wajah yang kusut, tak lagi mempedulikan setumpuk berkas yang masih menanti tanda tangannya. Kepalanya dipenuhi dengan kekacauan yang telah ditimbulkan oleh Zachary. Tangan gemetar, dia bergegas menuju kamar Victoria, adik perempuannya. Tekadnya sudah bulat, Victoria harus segera menyusul Papa dan Mama ke Singapura. Dia tidak bisa membiarkan adiknya terjebak dalam situasi yang semakin kacau ini."Vicky! Vicky!" teriak Mike saat berjalan menuju kamar Victoria. Suaranya menggelegar, memecah keheningan rumah. Detak jantungnya berdentum cepat, hampir seirama dengan langkah kaki yang tak sabar.Victoria, yang tengah berbaring di tempat tidur sambil memainkan ponselnya, terlonjak kaget. “Apa yang terjadi, Kak?” tanyanya, mencoba memahami kekhawatiran yang terpancar dari wajah kakaknya. Dari suara keras dan gelagatnya yang terburu-buru, Victoria tahu ada sesuatu yang buruk sedang terjadi.Mike berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam sebelum menyam
Selo Ardi menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan penjelasannya. Di salah satu ruang private restaurant yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit dipenuhi oleh keheningan yang tegang. Wajah Arya Suta terlihat serius, matanya tak lepas dari laporan yang ada di tangannya. Dia tampak mencoba merangkai informasi yang diberikan oleh Selo Ardi dengan apa yang telah terjadi selama ini."Rahma adalah seorang janda beranak satu, suaminya meninggal dalam kecelakaan kerja di salah satu proyek yang pernah Mas Danu tangani," ucap Selo Ardi, suaranya tenang namun tegas. "Sepertinya kedekatan mereka berawal dari pemberian santunan dari perusahaan."Arya Suta mengangguk pelan, tanda bahwa dia mengikuti alur cerita yang disampaikan. Matanya menyipit, memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut Selo Ardi."Ini proyek yang kita menangkan dari Surya Jaya Abadi?" Arya Suta mengangkat alisnya, menatap Selo Ardi dengan sorot mata penuh tanya. Tangannya masih memegang laporan itu, namun pandangann
“Ardan mau bobok sama Om Ageng,” ucap Ardan dengan polosnya saat berada di gendongan Ageng.“Nggak boleh!” sahut Laras dengan suara keras dan tegas. Terlihat jelas kekhawatiran di wajah perempuan paruh baya itu.Ageng menyembunyikan cengiran di wajahnya. Kalau Ardan ikut tidur dengannya, bagaimana nanti kalau Queen minta jatah, pasti ribet jadinya.“Ardan boboknya pencak silat, Oma takut nanti kamu nendang perut Tante Queen,” sambung Laras tidak ingin dibantah.Ardan tampak kecewa, lalu melingkarkan kedua tangannya erat di leher Ageng dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang paman. Sejak kecil Ardan memang sangat dekat dengan Ageng, karena sang paman memang sering memanjakannya dengan memberi semua yang dia minta, entah itu makanan atau pun mainan.“Nanti Ardan tidur sama opa saja, nanti opa bacakan dongeng.” Arya Suta pun turut merayu Ardan agar tidak tidur bersama Ageng, atau lebih tepatnya tidak tidur bersama Queen.Ardan tetap menggeleng. Selama ini setiap kali menginap di
“Kenapa kamu hanya diam, Mas?”Danu hanya bisa menggaruk kepalanya kala mendapati pertanyaan dari Arum yang sudah hampir tiga puluh menit menyaksikan video tidak senonoh yang melibatkan dirinya.“Kenapa soundnya diganti? Suara kamu nggak seperti itu, Mas. Suara kamu lebih seksi saat ….”“Rum! Jangan hukum aku seperti ini! Aku harus puasa selama kamu nifas, kalau kamu bahas yang seperti ini terus, kalau aku pengen mau main sama siapa?”Arum meletakkan ponsel di nakas yang berada di samping brankarnya. Lalu dia meraih tangan suaminya.“Maafkan aku, Mas!”Danu tercengang mendengar kata yang baru saja meluncur dari bibir Arum. Untuk masalah besar yang sedang mereka hadapi saat ini adalah kesalahannya yang tidak berhati-hati dalam bertindak.Danu duduk di samping ranjang Arum, tangan mereka masih saling menggenggam erat. Wajahnya diliputi kebingungan, perasaan bersalah, dan cinta yang mendalam. Melihat istrinya begitu lemah setelah operasi caesar, tetapi masih memiliki kekuatan untuk memin
Pagi itu, suasana rumah sakit terasa tenang meski hari baru saja dimulai. Ardan, dengan semangat yang membuncah, hampir tidak sabar untuk bertemu adik kecilnya yang baru lahir. Pagi-pagi sekali, Ageng dan Queen sudah bersiap mengantar keponakan mereka ke rumah sakit. Kebahagiaan terpancar dari wajah ketiganya, meski Queen kadang terlihat was-was dengan tingkah polah Ardan yang begitu aktif dan sulit dikendalikan. Setibanya di rumah sakit, Ardan langsung berlari ke arah ruang perawatan tanpa sedikit pun ragu. Kakinya kecil, tetapi langkahnya cepat, memaksa Queen untuk segera mengejarnya. Namun, sebelum dia sempat berlari, Ageng dengan sigap meraih tangannya, menghentikan langkahnya dengan lembut namun tegas. “Jangan dikejar!” ucap Ageng dengan nada tenang, mencoba menenangkan istrinya. “Biarkan dia selama masih bisa kita awasi.” Queen menghela napas, menatap suaminya dengan raut wajah yang masih penuh kekhawatiran. “Aku hanya takut kalau dia mengganggu pasien lain atau tenaga medis y
Di bandara, Victoria menoleh ke kiri dan ke kanan berharap jika akan melihat Bryan di sana. Kembali Victoria mendesak gusar, bagaimana mungkin Bryan akan berada di sana, jika dia tidak memberitahu kepada pria itu bahwa dia akan ke Singapura hari ini.Hanya Mike yang menemani dan mengantarnya ke bandara. Saat tatap mata Victoria melihat sekelilingnya, ada beberapa gadis yang seusai dengannya. Mereka tampak begitu dekat dengan pria dewasa di sampingnya, mungkin itu adalah ayah mereka.Meskipun terlihat kesedihan di mata mereka, tetapi mereka tetap bercanda. Beberapa kali sang pria mengusap rambut si gadis. Itu mengingatkan Victoria kepada Bryan yang sering melakukan hal yang sama. Kini Victoria sadari jika selama ini Bryan hanya menganggapnya anak kecil “Maafkan kakak!” ucap Mike dengan suara rendah, penuh penyesalan. Dia melihat Victoria menyeka air matanya dengan cepat. “Kakak ingin sekali selalu menemanimu, tapi keadaannya memang tidak mudah.”Victoria menggeleng pelan, mencoba ters
Suasana penuh kebahagiaan bercampur dengan rutinitas yang baru saja dimulai. Arum masih dalam masa pemulihan setelah melahirkan anak keduanya, Danar. Queen, yang kini berada di rumah Arum untuk membantu, merasa senang bisa turut merawat si kecil dan belajar banyak hal tentang kehamilan, persalinan, dan merawat bayi. Bagaimanapun, pengalaman ini sangat berarti bagi Queen, terutama saat dia juga tengah menantikan kelahiran anak pertamanya.Dengan hati-hati, Queen meletakkan Danar di tempat tidur bayi setelah mengganti popoknya yang sudah penuh. Dia kemudian menatap popok yang telah terpasang, memastikan semuanya sudah benar. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia mengganti popok bayi, Queen masih merasa perlu memastikan segalanya sempurna.“Mbak, ini sudah benar?” tanyanya, sedikit ragu, kepada Arum yang tengah beristirahat di tempat tidur.Arum tersenyum lemah namun penuh kasih, mengangguk pelan. “Sudah benar, Queen.”Meskipun Arum melihat sedikit tidak pas, tetapi saat melihat Danar t