Arum berjalan mondar-mandir di dalam kamar bayi yang sebentar lagi akan dipenuhi tangisan dan tawa. Tangannya mengelus perutnya yang membuncit, merasa sangat dekat dengan bayi yang akan segera lahir. Setiap sudut kamar sudah dia perhatikan dengan saksama, ranjang bayi sudah tertata rapi dengan selimut lembut, lemari kecil sudah penuh dengan pakaian bayi yang mungil, dan mainan-mainan kecil tergantung di sekitar ranjang. Warna-warna pastel mendominasi ruangan, menciptakan suasana tenang yang diinginkan Arum untuk anak keduanya.Arum menarik napas dalam-dalam, merasakan kebahagiaan yang luar biasa saat melihat hasil jerih payahnya. Anak keduanya ini layaknya anugrah yang datang setelah badai besar rumah tangganya. Bayi ini memberi harapan, kebahagiaan, dan masa depan mereka. Arum sudah membayangkan momen-momen indah yang akan mereka lalui bersama sebagai sebuah keluarga.Di tengah kesibukannya, Arum dikejutkan dengan kedatangan seorang tamu. Asisten rumah tangganya menghampiri memberi t
Setelah mematikan layar, Zachary mencabut flash drive dan menunjukkan kepada Ageng. "Kalau kau tertarik melihat video lengkapnya ada di sini,” ucap Zachary terdengar menantang. “Aku yakin kau tahu apa akibatnya jika video ini tersebar."Ageng menatap flash drive itu dengan dingin. "Jadi trik murahan seperti ini yang akan kau lakukan kepada kemarin?”Ageng baru tahu, ternyata sebelum dirinya, Danu sudah lebih dahulu menjadi korban Zachary."Kau boleh menyebutnya sebagai trik murahan," Zachary mengangguk, berusaha mengimbangi sikap tenang Ageng. "Tapi apakah keluargamu akan berpikir sama? Kakakmu yang sedang hamil tua, apakah dia akan kuat menerima berita seperti itu? Apalagi jika video ini tersebar di publik."Kata demi kata Zachary menusuk Ageng seperti belati. Reputasi keluarga dan perusahaan menjadi taruhannya. Dan yang membuat Ageng merasa was was adalah sang kakak, sanggupkah dia menghadapi prahara rumah tangga seperti ini lagi, apalagi saat ini dia sedang dalam keadaan hamil besa
Selo Ardi berdiri di sudut ruangan, memperhatikan dengan cermat setiap gerakan Ageng dan Zachary. Dalam hatinya, dia tahu Ageng telah gagal dalam ujian pertama kali ini. Emosi telah menguasai dirinya, membiarkannya bertindak tanpa pertimbangan yang matang. Selo Ardi menarik napas dalam-dalam, berusaha tetap tenang di tengah situasi yang semakin memanas.Zachary masih tersenyum sinis meski wajahnya babak belur, dan itu hanya menambah kemarahan Ageng. Selo Ardi seloah menangkap sebuah strategi untuk mengulur waktu. Entah untuk apa, tetapi pangalaman mengatakan jika dia harus segera pergi.Selo Ardi yakin Zachary pasti memiliki rencana tersembunyi. Tidak mungkin Zachary hanya sendiri saat akan bernegosiasi untuk urusan yang sangat penting seperti ini. Tidak ingin mengambil risiko lebih lama lagi berada di tempat yang bukan daerah kekuasaannya. Selo Ardi bergerak cepat ke arah meja, meraih berkas-berkas penting dan flash drive yang sudah dia perhatikan sejak mereka memasuki ruangan ini.D
Ageng berhenti di depan ruang bersalin, napasnya memburu, sementara pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Di sekelilingnya, suasana rumah sakit begitu ramai, namun seakan-akan sunyi bagi Ageng. Hanya suara detak jantungnya yang terdengar keras di telinga.Di depan pintu ruang operasi, beberapa orang dari tim keamanan Selo Ardi sudah berjaga. Wajah-wajah mereka tegang, mencerminkan betapa seriusnya situasi ini. Salah satu dari mereka mendekati Selo Ardi, berbicara pelan namun cepat, memberi laporan singkat tentang keamanan di sekitar rumah sakit.“Mbak Arum harus segera dioperasi, Mas Ageng,” kata Selo Ardi, mencoba menenangkan. “Kita sudah memastikan bahwa tidak ada ancaman lain di sini. Fokus kita sekarang adalah memastikan semuanya berjalan lancar.”Ageng hanya mengangguk, meski pikirannya masih dipenuhi kecemasan. Di dalam ruang operasi, nyawa Arum dan bayinya dipertaruhkan, dan dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu. Rasanya seperti siksaan, mengetahui bahwa sang kakak sed
Pintu lorong rumah sakit yang sepi tiba-tiba terbuka, memecah keheningan yang mencekam. Arya Suta, Laras, dan Queen masuk dengan langkah tergesa-gesa. Wajah mereka penuh kekhawatiran, dan di mata Arya Suta terpancar ketegangan yang sulit disembunyikan. Dia adalah orang yang selalu terlihat tenang, tapi untuk hal yang berhubungan dengan keselamatan anggota keluarganya, jelas merupakan sesuatu yang sangat mengguncangnya.Saat Arya Suta mendekati Danu, pandangannya tajam dan langsung menusuk ke dalam hati Danu yang sudah terpuruk. Tanpa basa-basi, Arya Suta bertanya,“Kau bisa menjelaskan semua ini? Bagaimana Arum bisa sampai seperti ini?” cecar Arya Suta penuh amarah. Seandainya tidak di rumah sakit, dan tidak ada Ardan di sana, mungkin Arya Suta sudah menghajar Danu. “Apa ini benar, Danu? Video itu, kamu dan Rahma?”Danu menunduk, seolah tidak mampu menatap mata ayah mertuanya. Rahasia yang selama ini dia sembunyikan kini terbuka lebar, dan tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi. Di s
"Bu Arum juga dalam kondisi baik. Dia masih berada di bawah pengaruh anestesi, jadi mungkin butuh waktu beberapa saat sebelum dia sepenuhnya sadar. Tapi tidak ada komplikasi serius, dan kami akan terus memantau keadaannya."Danu mengangguk, tidak mampu mengucapkan lebih banyak kata. Dia hanya bisa berterima kasih dalam hati karena Arum dan bayi mereka selamat dari cobaan ini. Meskipun masalah lain masih menantinya, untuk saat ini, dia hanya ingin bersyukur atas keselamatan keluarganya.Arya Suta, meskipun masih terlihat tegang, juga tampak lebih tenang setelah mendengar kabar baik itu. Dia menatap Danu, dan kali ini, sorot matanya tidak sekeras sebelumnya. Mungkin dalam hatinya, dia juga merasa lega meskipun kemarahannya belum sepenuhnya reda.Ageng meletakkan tangannya di bahu Danu, memberikan dukungan tanpa kata-kata. Dia tahu bahwa Danu masih harus menghadapi konsekuensi dari apa yang telah terjadi, tapi dia juga tahu bahwa ini bukan waktunya untuk memperburuk situasi. Yang terpent
Mike meninggalkan ruang kerjanya dengan wajah yang kusut, tak lagi mempedulikan setumpuk berkas yang masih menanti tanda tangannya. Kepalanya dipenuhi dengan kekacauan yang telah ditimbulkan oleh Zachary. Tangan gemetar, dia bergegas menuju kamar Victoria, adik perempuannya. Tekadnya sudah bulat, Victoria harus segera menyusul Papa dan Mama ke Singapura. Dia tidak bisa membiarkan adiknya terjebak dalam situasi yang semakin kacau ini."Vicky! Vicky!" teriak Mike saat berjalan menuju kamar Victoria. Suaranya menggelegar, memecah keheningan rumah. Detak jantungnya berdentum cepat, hampir seirama dengan langkah kaki yang tak sabar.Victoria, yang tengah berbaring di tempat tidur sambil memainkan ponselnya, terlonjak kaget. “Apa yang terjadi, Kak?” tanyanya, mencoba memahami kekhawatiran yang terpancar dari wajah kakaknya. Dari suara keras dan gelagatnya yang terburu-buru, Victoria tahu ada sesuatu yang buruk sedang terjadi.Mike berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam sebelum menyam
Selo Ardi menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan penjelasannya. Di salah satu ruang private restaurant yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit dipenuhi oleh keheningan yang tegang. Wajah Arya Suta terlihat serius, matanya tak lepas dari laporan yang ada di tangannya. Dia tampak mencoba merangkai informasi yang diberikan oleh Selo Ardi dengan apa yang telah terjadi selama ini."Rahma adalah seorang janda beranak satu, suaminya meninggal dalam kecelakaan kerja di salah satu proyek yang pernah Mas Danu tangani," ucap Selo Ardi, suaranya tenang namun tegas. "Sepertinya kedekatan mereka berawal dari pemberian santunan dari perusahaan."Arya Suta mengangguk pelan, tanda bahwa dia mengikuti alur cerita yang disampaikan. Matanya menyipit, memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut Selo Ardi."Ini proyek yang kita menangkan dari Surya Jaya Abadi?" Arya Suta mengangkat alisnya, menatap Selo Ardi dengan sorot mata penuh tanya. Tangannya masih memegang laporan itu, namun pandangann