Zachary menyandarkan tubuh sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada, mata liciknya menyapu wajah Rey. "Sebelum menikahi Queen, Ageng memiliki seorang kekasih, dan sampai saat ini hubungan itu masih terjalin. Bahkan beberapa waktu yang lalu Ageng mendatangi kekasihnya itu di London.”Rey mengerutkan kening, mencoba mencerna informasi tersebut. "Bagaimana kau tahu semua ini?""Saya mendapatkannya dari sumber yang bisa dipercaya. Ada banyak foto yang bisa dijadikan sebagai bukti berada di tangan saya, dan ini bisa digunakan untuk menghancurkan Ageng." Zachary menjelaskan sambil menunjukkan kilatan kemenangan di matanya. “Kita hanya perlu membayar orang untuk memviralkan foto-foto ini, dan kita lihat apa yang akan terjadi.”Rey menganggukkan kepala sambil tersenyum menyeringai. Bersekutu dengan Zachary membuat semua terasa mudah bagi Rey. Dia tidak perlu turun tangan langsung untuk mencapai tujuannya, bahkan dalam bayangannya dia bisa cuci tangan saat semua tidak berjalan sesuai ren
Awalnya Queen hanya ingin menjalankan perusahaan seperti apa yang diinginkan oleh Ageng. Memperbaiki kinerjanya hingga bisa kembali menjalankan roda bisnis dengan baik. Tetapi tampaknya ada yang mengusik pikirannya, dia ingin tahu alasan sang papa dan juga kakaknya yang terkesan begitu barbar mengeruk uang perusahaan.Padahal itu adalah perusahaan mereka sendiri, tempat mereka mengais rejeki untuk menghidupi keluarga. Sungguh tidak masuk akal, mereka seakan begitu kompak menghancurkannya.Setelah semua urusan di perusahaan, Queen menyempatkan diri untuk mendatangi Eddy. Selain untuk melihat keadaan kesehatan sang papa, Queen juga ingin menanyakan alasan dari perbuatan yang merugikan dirinya sendiri.“Kak Queen, sendiri?” Rani menyambut kedatangan Queen, gadis yang sebentar lagi akan memasuki perkuliahan mengerakkan kepalanya ke kiri dan kanan seolah sedang mencari sesuatu. “Mas Ageng nggak ikut?” tanya Rani menyembunyikan rasa kecewa.“Di mana papa?” tanya balik Queen mengabaikan pert
Queen berdiri di tepi ranjang Eddy, wajahnya tirus dan matanya sayu. "Maaf," ucapnya dengan suara lirih yang hampir tidak terdengar. Dia benar-benar merasa bersalah melihat keadaan sang papa yang lemah terbaring di sana.Pembicaraan sebelumnya membuat Eddy benar-benar hancur. Ingin rasanya mengabaikan semua pertanyaan Queen, tetapi saat mengetahui kerusakan yang dia buat pada perusahaannya membuat Eddy merasa tidak berguna. Dia yang seharusnya mampu mewariskan perusahaan yang mampu menjadi sumber penghasilan bagi anak-anaknya ternyata harus hancur di generasi pertama. Sungguh seorang ayah yang tidak berguna.Sementara itu, Miranti yang sedang duduk di sisi ranjang, mengatur selimut dengan hati-hati menutupi tubuh tidak berdaya Eddy."Seharusnya kami yang minta maaf," katanya pelan. Dia mencoba menyembunyikan kesedihannya, tapi air mata tetap mengalir pelan di pipinya. Dia menunduk, menghindari tatapan Queen.Rasa bersalah dan penyesalan memenuhi hati Miranti. Dahulu, demi kepentingan
Bersama waktu, Queen mulai terbiasa dengan segala rutinitas mengurus perusahaan. Dia tahu, Ageng sudah mengorbankan banyak asetnya untuk membuat perusahaan yang dahulu milik papanya untuk tetap bisa beroperasi dan tidak mengamali kebangkrutan. Queen akan menjaga kepercayaan yang diberikan oleh Ageng dengan berusaha melakukan yang terbaik yang dia bisa, dia tidak akan mengecewakan Ageng.Pagi itu, tubuh Queen terasa lebih lelah dari biasanya. Demam yang sejak semalam mulai mengganggu, kini semakin terasa. Meski berat, Queen tetap berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya. Tidak ingin bersikap manja di hadapan Ageng."Kau demam, sebaiknya istirahat dulu," ucap Ageng, suaranya penuh perhatian.Queen tersenyum tipis. "Hari ini ada meeting dengan klien baru, aku harus bersikap profesional. Ini kesempatan yang bagus untuk perusahaan kita."Ageng menggeleng pelan, matanya menyiratkan kekhawatiran. "Kesehatanmu lebih penting."Queen menghela napas panjang. "Semua penting, Geng. Makanya kita
Queen sudah mengambil keputusan untuk memperbaiki rumah tangganya dengan Ageng. Itu artinya dia tidak hanya menerima Ageng sebagai pendamping hidupnya, tetapi juga menerima semua anggota keluarganya, termasuk Laras yang selama ini menunjukkan sikap tidak suka terhadap dirinya.Queen sadar, dia memiliki andil atas kerenggangan hubungannya dengan sang ibu mertua. Meskipun memiliki alasan yang kuat, tetapi Queen tidak bisa mengungkapkan semua itu di hadapan Laras. Queen akan berusaha meluluhkan hati Laras dengan perlahan dan penuh kesabaran. Meski harus meredam semua rasa tidak nyaman yang sering timbul saat mereka berdekatan.Selama ini Ageng melarang Queen menemui Laras sendiri karena tidak ingin dua perempuan yang dia sayangi sampai terlibat masalah yang akan mempengaruhi hubungan dalam keluarga. Tetapi tampaknya kali ini Queen tidak mengindahkan peringatan suaminya tersebut, dia memberanikan diri untuk menemui ibu mertuanya sendiri di rumah keluarga Wardana.Undangan dari Laras tidak
Hari yang begitu berat bagi Queen, pertemuan dengan Laras sungguh menguras seluruh energi dan konsentrasinya. Hingga membuatnya tidak kembali ke kantor dan memilih untuk kembali ke apartemen untuk istirahat.Setelah tiba di apartemen, dengan langkah yang tertatih dan tergesa-gesa. Queen menuju ke wastafel. Karena perutnya terasa mual, Queen langsung mengeluarkan seluruh isi perutnya. Tiba-tiba tubuhnya lemah tak berdaya.Ada dorongan untuk menghubungi Ageng, tetapi Queen tidak ingin mengganggu pekerjaan Ageng. Setelah membersihkan mulutnya, Queen melangkah dengan perlahan menuju ke kamar.Di kamar, Queen hanya melepas sepatu sebelum akhirnya merebahkan tubuh di atas ranjang. Matanya terasa berat. Dia ingin terlelap barang sejenak dan berharap ketika bangun nanti, tubuhnya sudah sehat kembali.Sementara itu di tempat yang berbeda, di ruang kerjanya, Ageng terus terbayang akan keadaan Queen, hingga membuatnya tidak bisa fokus dalam bekerja. Berkas menumpuk yang seharusnya sudah dia tand
Dengan telaten dan penuh kasih sayang Ageng merawat Queen. Setelah minum obat dan kompres air hangat suhu tubuh Queen berangsur menurun. Tetapi Ageng belum bisa merasa tenang, benak Ageng dipenuhi dengan pertanyaan tentang pertemuan Queen dan Laras.Tatap mata Ageng tidak absen Queen, sementara tangannya memainkan ponsel. Ada keinginan di dalam hati untuk menghubungi sang mama, untuk mengetahui pembicaraan yang terjadi saat pertemuan Queen dengan sang mama.Akal sehat masih membimbing Ageng untuk tetap bersabar. Dia tahu jika dia menghubungi sang mama saat ini juga, bisa menimbulkan salah paham yang akan memperburuk hubungan antara Queen dengan sang mama.Ageng memutuskan untuk menghubungi Arum. Untuk saat ini Ageng merasa membutuhkan seseorang untuk diajak bicara, dia berharap sang kakak akan memberi saran yang akan meringankan beban pikirannya.Tidak butuh waktu yang lama, panggilan dari Ageng mendapat jawaban dari sang kakak.“Halo Geng! Bagaimana keadaan Queen?” Dari seberang, ter
Kehangatan dan perhatian yang diberikan oleh Ageng mampu membuat Queen tertidur dengan pulas. Malam ini, Ageng tetap berjaga di sisi Queen, hingga dia memastikan jika istrinya mendapatkan istirahat yang cukup. Tetapi, tampaknya setelah hari berganti dan pagi menjelang segala upaya itu terasa sia-sia.Queen terbangun dengan perasaan mual yang tak tertahankan. Dia menggeliat di tempat tidur, merasakan perutnya yang bergejolak, sebelum akhirnya terbangun dan bergegas ke wastafel. Di sana, dia memuntahkan seluruh isi perutnya.Suara yang ditimbulkan memecah keheningan pagi, mengganggu tidur Ageng yang baru beberapa jam lalu terlelap. Ageng terbangun, merasakan dorongan kuat untuk segera membantu istrinya. Dia bergerak cepat dari tempat tidur, langkahnya mantap menuju sumber suara."Queen!" panggil Ageng dengan nada cemas, mendekati istrinya yang sedang berdiri lemah di depan wastafel. Dia mengumpulkan rambut Queen ke belakang agar tidak terkena muntahan, lalu penuh perhatian Ageng memijat