Mendapat perawatan kecantikan dari para tenaga ahli membuat Queen dan Naya merasakan kulit yang lebih segar dan bercahaya. Queen menutup matanya, mencoba menikmati setiap sentuhan lembut di wajahnya. Dalam keheningan, pikirannya melayang kepada Ageng, ada banyak pertanyaan yang menjejali benak Queen.sedang apa suaminya itu sekarang?Mengapa tidak pernah menghubunginya lagi?Apakah dia merasakan kerinduan yang sama?Atau mungkin Ageng sudah bahagia bersama perempuan lain?Suara lembut Naya yang sedang bercanda dengan terapis yang sedang melayaninya membuat Queen tersadar dan kembali fokus pada perawatan. Queen ingin terlihat cantik saat bertemu dengan Ageng, meskipun entah itu kapan akan terjadi.Bukan hanya perawatan wajah, Queen dan Naya pun melakukan pijat yang berhasil menghilangkan ketegangan di tubuh mereka. Selain itu pun dua sahabat itu juga melakukan maikur dan pedikur. Tidak lupa Naya mengabadikan semua kegiatannya selama menjalani perawatan. Bisa dia gunakan sebagai status
“Bryan!” Seru Queen saat melihat sahabat suaminya berada di hadapannya. Dia langsung bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan Bryan.Queen terkejut saat melihat kedatangan Bryan dengan gaya seperti tidak kenal dan terkesan genit menggoda. Tatap mata Queen memindai seisi restaurant seolah sedang mencari seseorang.“Sama siapa ke sini?”“Tadi ada janji dengan klien, tapi sudah selesai.” Tatap mata Bryan seolah tidak bisa beralih dari wajah Queen yang terlihat lebih cantik dari biasanya karena baru saja melakukan perawatan. “Boleh gabung?” tanya balik Bryan yang ingin lebih lama lagi bersama Queen.“Oh … tentu.” Queen terlihat sedikit gugup dengan tatap mata Bryan.Meskipun ini sudah biasa dengan sikap Bryan yang sering menggodanya, tetapi Queen merasa tatap mata Bryan kali ini terlihat penuh hasrat dan gairah.“Terima kasih.” Setelah mendapat izin, Bryan segera menarik salah satu kursi yang berada dekat dengan posisinya.Merasa diabaikan membuata Naya pura-pura batuk untuk menar
Usaha yang terasa sia-sia, setelah seharian menghabiskan uang dan waktu untuk memanjakan diri dengan perawatan kecantikan dan juga makan enak, ternyata harus di akhiri dengan berita yang sangat menyakitkan bagi Queen.Selam aini Queen menduga jika Ageng sedang sibuk dengan pekerjaannya, hingga tidak sempat untuk menghubunginya. Tetapi ternyata dugaan Queen salah, karena saat ini Ageng sedang menemui Davianna.“Kamu baik-baik saja?” Naya yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung menghampiri Queen yang terlihat sedang duduk melamun di tepian ranjang.Naya merasa ada perubahan yang drastic dalam diri Queen setelah pertemuan dengan Bryan. Khawatir itulah yang dirasakan oleh Naya saat melihat keadaan sahabatnya saat ini. Gadis yang bekerja di salah satu bank swasta itu yakin perubahan dalam diri Queen berhubungan dengan informasi tentang kepergian Ageng ke London.Queen menganggukkan kepalanya lemah. “Besok kau sudah kembali kerja, jadi aku harus sendiri lagi,” ucap Queen dengan nada
Dengan tatap mata yang nanar, Queen menatap ke luar jendela. Suara hembusan angin yang mengisi kesunyian tidak mampu menerbangkan kegalauan hati Queen. Di dalam benak kini terlintas berbagai kenangan indah bersama Ageng, lelaki yang pernah menyebut namanya dalam akad.Masih ada waktu satu tahun lagi bagi Queen untuk bersama dengan Ageng dalam bahtera rumah tangga. Tetapi Queen sudah merasa tidak sanggup lagi. Semakin lama hidup bersama Ageng, semakin berat baginya untuk berpisah dari suaminya tersebut.Dahulu, kala Queen tanda tangan perjanjian pernikahan dengan Ageng, dia hanya memikirkan uang saja. Kesepatan itu sangat menguntungkan Queen secara finansial, dan Queen seolah melihat adanya jalan keluar dari kesulitan hidupnya.Setelah perjanjian selesai, Queen akan pergi meninggalkan keluarganya, menikmati uang yang dia dapat dari Ageng dan juga hasil taruhan konyol teman-teman Ageng. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, perhatian dan sentuhan Ageng yang memabukkan membuat Queen t
Hubungan asmara yang telah terjalin selama tiga tahun, sebelum akhirnya Davianna harus pergi ke London untuk menempuh pendidikan S2, meninggalkan begitu banyak kenangan indah. Bagi Ageng, Davianna adalah sosok perempuan cerdas yang selalu asik untuk diajak bicara atau diskusi dalam berbagai topik masalah, terutama pada masalah yang sedang up to date saat itu.Kecantikan dan kecerdasan Davianna membuatnya menjadi pasangan yang begitu membanggakan untuk dipamerkan di depan teman atau juga kliennya. Tetapi, karena alasan sedang mengejar karir, saat itu hubungannya dengan Davianna sangat dirahasiakan, hanya para sahabat dekat yang mengetahui hubungan Istimewa mereka.Sungguh Ageng tidak pernah menduga, terpisah jarak membuat hubungan yang dahulu begitu mesra kini terasa tanpa sisa. Kesibukan masing-masing dan juga perbedaan waktu membuat komunikasi di antara Ageng dan Davianna tidak bisa berjalan lancar. Tak ayal, hal itu membuat rasa cinta di dalam hati mereka terkikis sedikit demi sedik
Davianna menatap Fatima sekali lagi. Bayi mungil itu adalah kunci dari semua rencananya. Dengan merawat dan menunjukkan kasih sayangnya pada Fatima, dia berharap Fajri akan melihatnya sebagai calon ibu yang sempurna bagi putrinya. “Tante terima kasih banget lho, karena kemu mau membawakan makan siang untuk Fajri.” Tampak Sinta sedang sibuk mempersiapkan makanan ke dalam kotak makan siang. “Kebetulan saya juga ada acara di luar, jadi sekalian saja. Kasihan juga kalau Fatima harus ditinggal sendiri.” Sebenarnya Davianna tahu jika untuk merawat Fatima, Fajri sudah menyewa seorang tenaga professional, meskipun tidak bisa seharian penuh merawat bayi mungil tersebut. Davianna hanya ingin menunjukkan betapa pedulinya dia kepada Fatima. “Tadi tante sudah menghubungi Fajri, katanya dia akan makan siang di rumah sakit, sekalian melihat perkembangan Aletha.” Tidak bisa dipungkiri apa yang baru saja diucapkan Sinta menumbuhkan rasa cemburu di hati Davianna. Tetapi pembawaan tenang gadis
Ambisi dan obsesi cintanya kepada Fajri telah membutakan nurani Davianna. Semua yang dia lakukan hanya demi kepentingannya semata, tidak ada ketulusan di sana. Keadaan Aletha yang sangat memprihatinkan justru menjadi penyemangat baginya untuk semakin mendekati Fajri. Bayi mungil yang tidak berdosa pun dia jadikan batu loncatan untuk bisa menarik perhatian pria pujaan hatinya. Apa pun yang terjadi, Davianna hanya fokus pada tujuannya saja, mendapatkan cinta dan bisa menikah dengan Fajri.“Aku lihat Mas Fajri sangat lelah. Sudah enam bulan Mas Fajri selalu menunggu Mbak Aletha, sampai-sampai lupa mengurus diri sendiri.”“Aku hanya ingin, saat Aletha membuka matanya nanti, aku adalah orang pertama yang dia lihat.”“Aku rasa Mas Fajri butuh istirahat sejenak dari semua permasalahan yang ada, mungkin liburan bisa menjadi penambah energi.”Dengan seulas senyum di bibir, Fajri mengalihkan pandangannya sejenak ke arah Davianna. “Aku ini seorang suami, seorang ayah, liburanku ya bersama anak d
Bahagia, itu yang dirasakan oleh Davianna saat ini, bisa bersama dan begitu dekat dengan Fajri. Hanya berdua, tanpa ada Aletha dan keluarga lainnya di antara mereka.Perjalanan menuju apartemen Davianna diisi dengan keheningan. Di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang, diselimuti oleh keheningan. Fajri hanya berkonsentrasi pada kemudi dan jalanan di depannya. Sementara itu Davianna sesekali mencuri pandang ke arah ayah satu anak yang duduk di sampingnya itu. Kekaguman semakin mendalam kala melihat Fajri yang selalu tampak begitu tangguh, meski jelas terlihat adanya gurat lelah karena beban berat yang dipikulnya.Sebenarnya Davianna ingin memulai pembicaraan untuk menghidupkan suasana, entah karena terlalu bahagia atau mungkin masih meraba yang ada di dalam benak Fajri saat ini membuat Davianna hanya bisa diam. Senyum tipis tak lepas dari bibirnya, membayangkan betapa indahnya jika momen seperti ini bisa terjadi setiap hari.Setibanya di apartemen Davianna, Fajri memarkir mob
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Suasana rumah sakit hening, hanya terdengar detak jantung yang dipantau oleh mesin di sebelah ranjang Queen. Ageng duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya erat.Meskipun ini bukan kali pertama mereka menunggu momen kelahiran, ketegangan tetap terasa menyesakkan dada. Queen berusaha tetap tenang, namun sesekali wajahnya meringis menahan kontraksi yang semakin sering datang."Semua akan baik-baik saja."Dunia rasanya sudah terbalik, saat Queen yang sedang berjuang masih bisa bersikap tenang, bahkan menenangkan sang suami yang sejak tadi terlihat panik.Tatapan mereka bertemu, dan Queen tersenyum kecil, meski tampak jelas di wajahnya bahwa rasa sakit mulai semakin tak tertahankan. Dia mengerti kegelisahan suaminya, namun dia berusaha tegar. Ageng selalu menjadi penopangnya, dan kali ini, Queen ingin terlihat kuat untuknya.Kontraksi datang lebih cepat, napas Queen mulai tersengal. Para dokter dan perawat sudah siap di ruangan, namun
Beberapa hari setelah kejadian di kantor, Ageng dan Queen menerima tamu yang tak terduga. Orang tua Davianna datang, wajah mereka penuh kekhawatiran dan penyesalan. Suasana di ruang tamu terasa canggung saat mereka duduk berhadapan dengan Ageng dan Queen. Ibu Davianna, dengan mata berkaca-kaca, membuka pembicaraan."Kami minta maaf atas apa yang terjadi dengan Davianna. Dia ... dia tidak dalam kondisi yang baik," ucap wanita paruh baya itu dengan suara lirih dan bergetar dibarengi isak tangis.Ayah Davianna mengangguk setuju, ekspresinya berat. “Setelah dia pulang dari London, ada banyak masalah yang menimpa dirinya.”Ayah Davianna tidak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa malu untuk mengungkap masalah yang sudah sama-sama mereka ketahui. Tetapi dia harus mengungkap semua agar Ageng dan Queen bisa memahami keadaan Davianna saat ini.“Masalah yang terjadi dengan Fajri, masalah yang terjadi denganmu, ditambah serangan netizen akibat postingan Megan, benar-benar menghancurkan hidupnya. Itu
Ageng merasa kesal dan risih saat Davianna memeluknya erat. Tangan Davianna menempel di punggungnya, tubuhnya seakan-akan tidak mau melepaskan."Mas Fajri! Mengapa kau menolak cintaku? Aku mencintaimu, Mas!" Davianna menangis tersedu-sedu, memanggil nama pria lain, Fajri.Ageng tersentak. Dia mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Davianna, tetapi dia tidak ingin melakukan tindak kekerasan yang bisa saja menjadi celah munculnya kasus baru untuk menjatuhkan reputasinya.Rasa jijik dan amarah membuncah di dada Ageng. Dia melirik ke arah pintu, berharap Queen segera membantunya, tetapi yang ia lihat justru adalah ekspresi aneh di wajah istrinya.Queen, yang tadinya mendidih dengan amarah ketika melihat suaminya berpelukan dengan mantan kekasihnya, kini justru merasa kebingungan. Ada sesuatu yang ganjil. Davianna terus memanggil Ageng dengan nama lain, Fajri. Nama itu jelas bukan nama suaminya. Rasa marah yang semula menguasai dirinya kini berubah menjadi rasa penasaran bercampur khawati
“Davi.” Lirih Ageng menyebut nama mantan kekasihnyaPerempuan itu tak bergerak, hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kemarahan, ada kesedihan, dan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat udara di sekitar mereka terasa berat.Tanpa berkata sepatah kata pun, Davianna perlahan melangkah mendekat, dan Ageng berusaha tetap tenang meskipun dia tidak bisa mengabaikan ketegangan yang mendera. Tepat saat dia hendak membuka mulut untuk berbicara, Davianna berhenti tepat di depannya, menatapnya tajam.“Ada yang harus kita bicarakan, Geng,” bisiknya dengan nada dingin, membuat udara di sekeliling mereka terasa beku.Ageng masih terpaku di tempat, Davianna berdiri begitu dekat, terlalu dekat hingga jarak di antara mereka terasa mengikatnya seperti jerat yang tak terlihat. Kenangan tentang Davianna, yang lama terkubur dalam-dalam, tiba-tiba muncul di permukaan. Wajahnya, senyumnya, dan suara tawa yang dulu mengisi hari-harinya kini hadir kembali, membawa serta semua ras
Keduanya masih bayi, kalau sampai ada yang memukul yang salah ada orang tua dari kedua belah pihak yang lalai menjaga mereka. Itulah yang terjadi pada Danar dan Alma saat bersama.Ardan pun yang pernah berjanji akan menjaga adik-adiknya justru lebih sering terlihat asik bermain sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari anak kelas dua sekolah dasar dalam menjaga dua batita.Alma dan Danar, dua batita keluarga Wardana, duduk berseberangan di lantai ruang keluarga yang luas. Suasana yang seharusnya damai sering kali berubah menjadi ajang perebutan mainan, perhatian, dan cinta dari kakek mereka, Arya Suta.Alma, dengan rambutnya yang masih lembut dan ikal, memandang boneka beruang yang sedang dipegang Danar dengan tatapan penuh tekad. Danar, meskipun belum pandai berbicara dengan jelas, bisa merasakan ancaman dari tatapan sepupunya yang sedang mengincar boneka itu.Dalam hitungan detik, Alma sudah menarik boneka tersebut dari tangan Danar, membuat si bocah laki-laki langsung merengut dan ber
Ageng duduk di sebuah restoran mewah di pusat kota. Hari itu, dia akan bertemu dengan salah satu klien penting perusahaannya, seorang pengusaha ternama yang selama ini menjadi mitra strategis dalam berbagai proyek. Ageng selalu mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, termasuk pertemuan bisnis seperti ini. Restoran sudah dipilih dengan saksama, meja terbaik sudah dipesan, dan suasana yang tenang menjadi tempat yang sempurna untuk mendiskusikan kerja sama ke depan.Sambil menunggu, Ageng memeriksa ponselnya, melihat pesan dari Queen yang mengabarkan bahwa Alma sedang bermain dengan bonekanya di rumah. Senyum kecil terukir di wajahnya. Namun, sebelum sempat membalas, kliennya datang. Pria itu, yang bernama Sean Mahendra Wismoyojati, tampak santai dalam setelan jas hitam. Di belakangnya, sekretarisnya yang selalu setia, seorang perempuan bernama Bella, mengikuti dengan langkah cepat."Maaf membuat Anda menunggu," sapa Sean sambil mengulurkan tangan."Tidak masalah, Pak Sean," jawab Age
Rumah Queen dan Ageng dipenuhi dengan suasana kebahagiaan dan kehangatan, begitu berbeda dari masa-masa sulit yang pernah mereka lewati. Hari ini, semua kesedihan dan kekhawatiran seolah sirna, digantikan oleh keceriaan yang terpancar di setiap sudut ruangan. Ulang tahun pertama baby Alma menjadi momen penting yang ingin mereka rayakan dengan penuh suka cita, bersama orang-orang terdekat.Ruang tamu rumah mereka dihiasi dengan dekorasi cantik bernuansa pastel. Balon-balon berwarna lembut melayang di udara, menggantung dengan anggun di setiap sudut. Kue ulang tahun Alma yang besar, dihiasi dengan hiasan bunga-bunga kecil dan figur berbentuk peri, berdiri megah di tengah ruangan, siap menjadi pusat perhatian. Di atas meja, tertata rapi hidangan-hidangan manis dan camilan ringan untuk tamu-tamu kecil yang akan hadir.Queen, yang mengenakan gaun sederhana namun elegan berwarna krem, tampak begitu bahagia sambil menggendong Alma. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Sesekali, dia mencium
Ageng duduk di ruang keluarga, memandangi Baby Alma yang terbaring di atas selimut lembut. Gadis kecil itu tampak lincah, mencoba tengkurap dan mengangkat kepalanya yang mungil dengan usaha keras. Setiap kali Alma berhasil menyeimbangkan tubuhnya, wajah Ageng berseri-seri."Lihat, dia semakin kuat," gumam Ageng, bangga. Meskipun tahu Alma belum bisa benar-benar mengerti, Ageng tetap senang berbicara padanya, seperti mengajak berdiskusi soal hal-hal besar dalam hidup.Queen datang dengan secangkir teh, duduk di samping Ageng sambil tersenyum melihat suaminya begitu terpesona pada perkembangan kecil Alma. "Dia sudah semakin besar, ya?" kata Queen sambil menatap putri kecil mereka yang terus bergerak aktif di atas selimut.Ageng mengangguk. "Iya, nggak terasa. Rasanya baru kemarin dia lahir, sekarang sudah bisa tengkurap sendiri. Nggak sabar lihat dia belajar berjalan nanti."Queen tertawa kecil. "Kamu pasti bakal kejar-kejar dia nanti di seluruh rumah. Semangat deh!" candanya sambil men
Ageng melangkah menuju rumah dengan langkah yang ringan. Hati dan pikirannya dipenuhi rasa syukur. Seluruh perjuangan, kesulitan, dan pengorbanan yang ia dan sahabat-sahabatnya lewati akhirnya terbayar. Mereka semua telah menemukan cinta, mewujudkan impian-impian mereka, dan kehidupan kini memberikan kebahagiaan yang sejati.Ageng tersenyum kecil saat melihat Queen berdiri di depan pintu dengan senyum yang meneduhkan, menimang Baby Alma yang ceria di pelukannya. Dua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya telah berdiri di hadapannya.“Tuh, daddy sudah pulang,” ucap Queen lembut sambil menggerakkan tangan putrinya, suaranya begitu hangat, membuat hati Ageng terasa damai.Ageng mendekat dan mencium kening Queen dengan lembut. Kemudian, tatapannya beralih ke Baby Alma yang melihatnya dengan mata berbinar yang sangat menggemaskan. Tawa kecil bayi itu terdengar begitu polos, seolah menyambut sang ayah dengan kebahagiaan yang sama.“Bagaimana hari kalian?” tanya Ageng sambil mengelus l