Dia memangku Shaka layaknya seorang saudara kandung. Tak ada sama sekali dihatinya terlihat iri dan dengki, padahal bisa saja dia berfikir daddy nya tidak sayang lagi dengannya. Kuakui dia anak yang cerdas."Miss, aku sudah tahu kok kalau aku bukan anak Daddy," ucap Brayen. Deg, kulepas mainan Shaka yang sedang kurapikan."Tau darimana?" tanyaku."Oma, maminya daddy bilang begitu. Katanya kalau aku mau aku bisa menuntut daddy atas kematian ibuku." Astagfirullah, anak kecil pun di cuci otaknya."Lalu, apa tanggapan Brayen?" tanyaku kembali."Brayen sadar diri, Miss. Tak ada orang yang sebaik daddy. Aku juga baru sadar daddy sering ganti pengasuhku dulu karena mereka semua berkomplotan dengan oma." Satu lagi fakta yang aku ketahui. Ternyata ibu tirinya Reza benar-benar monster yang ingin menguasai semua lini."Brayen .... Miss yakin walau Brayen masih terlalu kecil untuk tahu ini dan itu, tapi ketulusan tida
Ibu mertua tak berkutik. Semua yang ikut makan malam nampak tegang."Ku ingatkan kepada kalian semua, bahwa nyonya di rumah ini adalah istriku bukan yang lain." Aku mendekati Reza untuk menenangkannya. Karena tak tahan Ibu mertua langsung masuk ke kamarnya."Farhan kenapa dia mulai bertingkah?" tanya Reza yang sedikit geram malam ini."Gara-gara kartu kredit yang tuan blokir.""Jika dia berulah lagi, pastikan dia keluar dari rumah ini. Aku tidak ingin istri dan anakku tidak nyaman di rumah ini," sambung Reza. Wajahnya kali ini sangat serius, beda ketika kami berdua di kamar."Miss Dora pastikan jika ada pelayan yang menjadi penyusup atau mata-mata. Langsung pulangkan saja tanpa diberi pe
"Ih, masak. Sejak kapan Reza Adytama ngorok sayang.""Sejak semalam, sampai aku tidak bisa tidur." Ku jewer pipinya agar dia segera bangun.Terima kasih untuk tadi malam," ucapnya sambil spontan mencium pipiku. Ih, ini orang bisa saja."Boleh nambah lagi kan?""Oh, tidak sayang tadi malam saja ehm ....""Ehm apa?" Ih, ini orang bikin malu saja. Dia malah nyengir. Lucu kali lihat istrinya yang malu.Kami salat subuh be
***Tak terasa sudah satu minggu berada di rumah ini, Shaka sudah bisa beradaptasi meski ibu tirinya Reza masih suka nyeletuk, tapi aku hanya membalas dengan senyuman."Jangan terlalu merasa menjadi nyonya," ucapnya sambil membawa tas. Mungkin dia akan berangkat shoping."Kupastikan jika Reza tiada nanti, kamu akan kubuang dari rumah ini karena tidak berguna," sambungnya lagi.Benar-benar monster itu orang."Non, kenapa dia semakin lama semakin mengerikan," ucap Fatia yang tiba-tiba ada di belakangku."Kita lihat saja sampai kapan dia akan kuat tanpa uang.""Kabarnya dia suka berjudi, non. Dengan teman sosialitanya.""Besar kemungkinan, Fatia. Lumayan bikin hati tak nyaman itu orang. Kadang aku mikir kenapa dia tidak diusir saja.""Sama, Non. Mungkin ada alasan tuan secara dia masih istri kedua dari almarhun daddy nya tuan."Duaaar .... Terdengar seperti
Kupandang wajahnya yang sedang terlelap tidur, wajah yang membuat siapa saja candu. Tanpa sengaja kubelai wajahnya, merasakan dari dekat rasa ini. Ah, sepertinya aku juga sudah bucin padamu sayang. Tiba-tiba dia juga ikut memegang tanganku. Dia memang sangat pandai membuatku malu. Entah mengapa juga meski sudah sah menjadi suami istri rasanya masih tetap malu jika ketahuan terlihat bucin olehnya. "Ada apa? Mau nambah lagi, sayang." Tu kan, sifat reseknya masih saja sering muncul. "Ogaah ...." "Gak usah malu sayang, kita ini suami istri sudah sah lahir bathin." Ih, dia pakai adegan mengacak-acak rambutku.
Aku langsung menghubungi Fatia agar mengajak Shaka bermain. Sementara aku menuju ke ruang kerja Reza sesuai perkataan Brayen tadi.Reza masih terlihat sangat sibuk, tapi dia terlihat sangat tegang berbicara denganku. Banyak hal yang kami bicarakan sebagai antisipasi kedepannya.Sedang asyik berdiskusi. Suara teriakan ibu Ratih--Ibu tirinya Reza membuat kami langsung menjeda diakusi kami."Oke, Reza. Aku akan pergi dari rumah ini!" Suaranya berteriak memenuhi isi rumah."Keluar kamu, Za. Demi istrimu dari desa itu kamu berani melawanku sekarang!" teriaknya lagi.Kami segera menuju sumber suara ternyata dia sudah membawa kopernya. Reza justru melipat tangannya mendengar ibu tirinya marah-marah."Tak masalah kamu blokir kartu kreditku Reza Adytama. Tapi ingat saja, aku pastikan hari ini kamu menyesal!" Serunya. Matanya melotot membuatku bergidik ngeri."Hei Nina gadis kampung, lihat saja ak
Aku bersiap untuk melakukan plan B seperti yang dikatakan Reza. Namun, lagi -lagi kami di kepung oleh wartawan di rumah. Aku tidak bisa kemana-mana secepat itu berita tersebar. Luar biasa memang zaman digital ini."Non, ramai sekali di luar." Luar biasa efek media. Bagaimana aku bisa keluar jika di depan penuh dengan wartawan. Semua pengamanan dikerahkan agar mereka tidak bisa masuk.Satu panggilan masuk mengejutkanku."Halo ....""Bagaimana nyonya besar? Masih berani memilih Reza. Reza itu pembunuh!" Dia langsung go the point. Astagfirullah suaranya benar-benar mengerikan."Aku akan bersihkan nama suamimu asalkan kamu serahkan saham kepemilikan Shaka kepadaku." Ow, benar -benar in
Reza memberiku kesempatan untuk membersihkan diri sekaligus menidurkan Shaka yang terlihat sangat mengantuk sekali. Setelah itu kami kumpul berempat membahas tentang masalah yang tiba-tiba ada di media tadi. Kuceritakan bahwa bu Ratih menelponku karena menginginkan saham yang dimiliki oleh Shaka."Memang sesuai perjanjian dan wasiat dari daddy, ibu Ratih hanya diberikan lima persen saja sementara anak yang lahir dari istri abang sebesar dua puluh lima persen sisanya diperuntukkan buatku semua." Reza menjelaskan kepada kami."Perusahaan ini memang sangat menguntungkan karena pendapatannya paling besar dari yang lain. Kalau Rena jelas dia sudah memiliki warisan yang lain. Nah, ibu tiriku ini menganggap dia dizholimi karena mendapatkan bagian sedikit. Padahal sering aku katakan padanya bahwa belanja bulanannya tetap dan itu cukup kalau sekedar untuk dipakai shoping.""Emang satu bulan berapa belanjanya?" tanyaku yang penasaran.