Kadang ... ujian rumah tangga itu datang agar kita semakin saling mencintai. Semakin menyadari bahwa kita takut untuk berpisah. _Reza AdytamaTidak ada tanda-tanda Monica dan Brayen datang berkunjung, meski beberapa kali kami merasa kehadirannya selalu ada. Nina selalu menanyakan keberadaan mereka, tetapi tidak padaku. Melainkan kepada Shaka dan Gendis.Nina harus dirawat inap dalam jangka waktu yang panjang. Penyakit Nina tidak bisa dianggap remeh, baik dari segi makanan harus dijaga total. Selain itu, pikiran Nina harus stabil dan tenang agar kondisinya tidak memburuk lagi."Abang, capek?" tanyanya mengelus rambutku. Aku harus membuat moodnya baik, tidak boleh buruk."Lebih capek melihatmu terbaring, Sayang," jawabku."Mengapa aku selemah ini, ya, Bang." Dia menitikkan air mata. Aku memeluknya, pasti dia merasa menjadi beban."Aku pikir abang egois, ternyata aku yanh lebih egois membiarkan abang merawatku.""Itu tugasku, Sayang." Kembali aku memeluknya."Maafkan aku, Bang.""Tak ada
Di sudut tempat tinggal yang jauh dari kota, Monica dan Brayen terus berbenah setiap hari. Satu tahun pernikahan mereka sudah memiliki anak laki-laki yang sangat tampan sekali. Mereka member nama “Arvian Adytama” Brayen sengaja menyematkan nama Adytama di nama Arvian karena tidak ingin melupakan jasa daddynya selama ini. Baginya Adytama adalah hidupnya.Dipandang sebelah mata di kampung ini tak membuat Brayen lemah, dia menganggap cibiran dari beberapa warga yang kerap diterima oleh mereka. Sebagai pendatang baru, kadang mereka tak pernah dihiraukan. Monica pun kerap mengeluh karena serng dijadikan bahan ghibah oleh sebagian warga. "Monica tidak tahan di sini, Bang. Kurasa proyek abang di sini tidak sukses karena warganya yang kurasa keterlaluan," ucap Monica yang setiap kali mengeluhkan sikap warga yang semakin keterlaluan."Sabar, Sayang." Hanya itu yabg keluar dari mulutnya Brayen.Warga di sini lumayan sering penasaran, apalagi Monica dan Brayen jarang keluar, kecuali jika ada k
Kopi ditangan Reza hampir terjatuh melihat Brayen yang berada di depannya. Tak menyangka Brayen hadir tiba-tiba. Wajah Brayen begitu dendam melihat Reza. Amarah Brayen tak bisa dihindari, dia seperti ingin menelan mentah Reza yang ada di depannya. "Sepertinya hidup tuan sudah lebih bahagia, melihat kami sengsara," ungkap Brayen begitu sinis.Reza menyadari dan tak membalas semua ungkapan Brayen. Kali ini dia tidak ingin gegabah melayani putra angkatnya. Reza bahkan menghela napas panjang melihat Brayen yang begitu marah."Tuan sepertinya salah, kami masih tetap bahagia meski tak ada restu darimu," sambung Brayen lagi. "Setidaknya aku tidak sepertimu, air susu dibalas dengan air tuba," balas Reza yang ternyata tidak bisa menahan dirinya."Aku tetap menghormatimu, tetapi untuk kali ini kurasa tidak bisa dibiarkan." Brayen tidak mau kalah.Reza yang sadar Brayen sedang marah tak menanggapi, memaklumi kemarahan Brayen. Reza meninggalkan putra angkatnya itu dengan dendam yang tak biasa.
"Sabar, Tuan." Dokter menenangkan Reza yang terlihat panik."Iya, Dad. tarik napas dulu," ucap Shaka mengingatkan Reza.Reza mengikuti instruksi dari anaknya. "Operasi berjalan lancar, alhamdulillah."Reza langsung memeluk dokter tanpa sadar."Alhamdulillah, ya Allah." Berkali-kali Reza mengucapkan syukur tak hingga akhirnya Nina mampu berjuang di meja operasi."Shaka kasih bonus rumah sakit ini.""Siap, Dad," jawab Shaka mantap.***Operasi Nina berjalan dengan lancar meski yang pertama kali nama yang disebut adalah Monica. ketika sadar Monica menyebut nama Monica membuat seisi ruang terdiam. Meski begitu Reza dengan setia mendampingi Nina yang sudah bangun setelah operasi."Harusnya kita memang menemui Monica, Dad," ucap Shaka berbisik pada Reza."Waktunya yang belum tepat, perlahan kita akan jelaskan bunda." Bagi Reza Nina sudah tenang. kesembuhan Nina yang paling utama.“Bang, ada kabar dari Monica?” Reza tak bisa mengelak lagi, istrinya begitu merindukan anak bungsunya.“Sehat d
Setelah bertemu dengan daddy entah mengapa aku merasa ada yang tidak beres dengan bunda. Perasaan tak tenang menyelimutiku. Apa bunda sedang sakit? Sehingga daddy dengan tegas mengungatkanku. Apa aku begitu kejam hingga kehidupanku berubah drastis seperti ini? Apakah ini yang namamya karma? Aku menangis dalam diam mengingat hidupku yang cepat berubah. Ponselku berdering, asisten di rumah menelpon."Nona, den Arvian dari tadi menangis.""Iya, aku sedang perjalanan pulang." Mungkin karena perasaanku yang tak menentu membuat Arvian ikut tidak tenang."Iya, Nona. Hati-hati," balas asisten yang menjaga Arvian di rumah. Setiap sore aku memang sering mengunjungi rumah, hanya sekedar melihat pagarnya saja membuat hatiku tenang. Definisi rindu yang sebenarnya. Aku baru sadar setelah menikah bukan cinta lagi yang lebih utama, tetapi keharmonisan seluruh keluarga. Salah satunya aku yang kehilangan harmonis dan bahagianya keluarga.Sesampai di rumah, Abang Brayen belum pulang. Pekerjaannya begi
"Bang kenapa Monica berlari menjauhi kita?" tanyaku pada Reza yang sedang membersamaiku makan di restoran favorit kami. Itu pun dia tidak memberi izin sebenarnya, hanya aku yang terkesan memaksa. Reza selalu menuruti kemauanku."Bang, kenapa abang tidak mengerjarnya?" tanyaku balik. Dia pun sama sepertiku, terlejut melihat Monica yang mundur langsung menuju mobil."Sabar, Sayang." Hanya itu yang keluar dari mulut Reza.Apa monica tidak merindukanku? Bukannya menyapa dia justru berlari seperti orang ketakutan melihatku. Apa dia sudah melupakan kami? Reza terus menenangkanku yang mulai tidak labil."Ayo kita pulang, Sayang. Kita makan di rumah saja. Gendis pasti berkunjung bersama Cantika nanti sore."Tak ada jawaban dariku, aku masih terkejut melihat kehadiran Monica secara tiba-tiba.“Apa Monica sudah melupakan kita, Sayang?” tanyaku pada Reza. Dia hanya tersenyum mendengar penuturanku, Reza begitu hati-hati membalas pertanyaanku. Padahal aku berharap dia menceritakan sebenarnya.“M
Aku pulang ternyata abang Brayen sudah di rumah. Amarahnya teelihat begitu jelas seakan ingin memakanku."Katamu hanya ingin bertemu Mona, mengapa kamu bertemu Bunda dan Daddy. Apa kamu ingin pergi dariku."Dia bahkan tak pecaya denganku lagi. Aku segera masuk kamar menemui Arvian. Hatiku seakan hancur, dia sudah terbiasa membentakku. Setelah melihatku kembali ke rumah dia pergi lagi. Bergegas aku menyiapkan diri untuk ke rumah bunda. Tak tahan rasanya aku di sini berlama-lama. Kali ini aku pergi menggunakan taksi, menghilangkan segala prasangka dalam diri, bertekad hanya untuk bertemu dengan orang yang berarti dalam hidupku. Aku tak ingin melakukan kesalahan yang sama lagi, cukup dengan dulu aku yang tidak direstui. Harusnya memang anak yang meminta maaf duluan. Dengan rendah hati aku masuk ke rumah, ternyata semua berkumpul dengan penuh kekeluargaan. Hal yang kurindukan selama ini. Monica?” bunda histeris melihatku. Secepat kilat daddy di samping bunda menenangkan. Aku yang tak
"Kita makan dulu, ya, Bund." Abang Shaka mengingatkan. Abang Shaka memberi kode agar aku menahan diri.Ingin jujur jika aku kabur ke rumah ini. Semakin hari aku semakin tidak merasa cocok dengan abang Brayen, setelah panda ke sini, kurasa abang Brayen semakin tidak bisa kumengerti jalan pikirannya. Jika bertanya, kami justru akan beradu pendapat. Apa karena aku sudah tidak menarik lagi? atau karena dia membenci keluarga Adytama. Entahlah, semua belum kutemukan jawabannya sampai saat ini.Menjelang isya, abang Shaka pamit beserta keluarganya, kasihan Cantika jika terlalu larut. Aku baru tahubjika setiap hari mereka selalu datang menjenguk bunda. “Kapan-kapan main, Dek, ke rumah,” ucap abang Shaka.“Insya Allah, Bang. Aku benar-benar dilemma saat ini,” balasku.“Tenangkan dirimu, kamu harus komitmen dengan segala keputusan yang telah kamu ambil.” “Iya, Bang.” Abang Shaka melirik gelang yang kugunakan.“Akhirnya dipakai juga,” ucapnya menunjuk gelangku.“Gelang ini memaksaku pulang ke