POV MonicaLaki-laki tegap bersih itu hadir kembali, laki-laki yang membuat tidurku sekian tahun tidak nyenyak itu terus tersenyum. Dia datang bukan sebagai dokter Rayyandra, tetapi sebagai abangku--Brayen. Abang yang membuat jantungku berdegup kencang jika berada di dekatnya. Abang yang kupandang sebagai laki-laki yang menjadi idolaku. Sejak dulu bahkan rasa ini tak pernah pudsr meski waktu berputar. "Dad, ini aku, Brayen," ucapnya bersujud di kaki daddy. Kami sedang mengalami krisis karena perusahaan Atmadja mengambil alih semua perusahaan Adytama."Maksudmu?" tanya daddy."Ini aku, Brayen, Dad. Putra angkatmu yang telah hilang."Tangis haru menggema di rumah kontrakan yang bunda sewa. Iya, Bunda sewa karena rumah kami juga kena imbasnya."Maafkan aku yang berpura-pura agar bisa dekat dengan kalian," sambungnya. Aku tak bisa berkata apa-apa. Bunda menangis jerit karena tidak percaya dengan ini semua. "Mengapa baru sekarang, Brayen. Mengapa baru sekarang kamu hadir ketika kami terp
Suasana semakin menegangkan. Kali ini tidak bisa lagi disembunyikan hubungan mereka. Walau abang Brayen terlihat santai. Beda dengan Monica yang sangat tegang. Entah bagaimana ceritanya hubungan mereka setelah ini. Terlepas apakah abang Brayen suka atau tidak dengan Monica. Namun, sangat jelas sekali jika sebenarnya dia pun memiliki rasa yang sama dengan Monica. Hanya tak ingin mengakui.Jujur aku tidak tega melihat Monica hanya menunduk. Air matanya tak henti turun. Apa sesulit itu baginya merasakan cinta, adikku itu bukanlah wanita sembarang. Selain anggun kurasa banyak laki-laki yang menyukainya. Namun, kenapa harus abang Brayen yang dia cintai sejak dulu sampai sekarang.Tak terasa kami sampai ke rumah, suasana begitu tegang. Membuat aku dan Gendis hanya bisa saling berpegang tangan. "Bang, aku ajak Cantika ke kamar, ya," bisik Gendis. Dia tahu dirinya sebagai menantu, tak ingin ikut campur."Bund, aku pamit ke kamar sama Cantika, ya." Gendis izin tlke bunda terlebih dahulu.Sua
"Monica, kamu kenapa?" tanya bunda yang lamgsung masuk. Monica sedang duduk di bawah ranjang."Kepalaku pusing, Bund," jawab Monica. Aku pun ikut masuk, tak ada kulihat abang Brayen. Pintar sekali mereka akting. Kususuri semua ruangan, tak ada jejak abang Brayen. "Monica, Abang pamit. Nanti kita balik lagi setelah acaramu," jelasku. Monica hanya mengangguk.Mataku kesana kemari mencari sosok yang bersembunyi, tapi nihil abang Brayen tidak ada. Bagaimana cara dia keluar, masih membuatku penasaran."Ayo turun, abang Brayen juga mau berangkat," ucap bunda mengajak Monica. Setidaknya kondisinya masih aman. Kami turun bersama, ternyata sudah ada abang Brayen. Bagaimana bisa dia keluar. Apa ada jalan tikus dari kamar Monica ke kamarnya. Dibuat pusing saja oleh mereka berdua."Aku pamit seminggu, ya, Dad. Semoga kalian merindukanku." Abang Brayen pamit, Monica hanya menunduk. Semoga air matanya tidak jatuh ketika pamitan lagi. Dia bahkan membalik badannya menghindari abang Brayen tentuny
POV BrayenAku bukannya tidak mencintaimu, tetapi semesta sepertinya tidak berpihak pada kita. _Brayen AdytamaWanita yang kupuja selain bunda adalah wanita ayu itu, wanita yang membuat siapa saja bisa jatuh cinta padanya. Aku pun merasa jika dimungkinkan aku ingin takdirku bersamanya. Siapa lagi kalau bukan Monica Adytama. Wanita kedua yang membuatku jatuh cinta. Wanita yang ternyata saudara angkatku.Namun, aku sadar diri. Dia adalah adikku yang menjadi tanggung jawabku setelah Shaka menikah. Akan tetapi, entah mengapa perasaan ini terus tumbuh subur. Aku pun heran dengan rasa ini. Hanya memandangnya hati ini terasa damai. Hanya mendengar suaranya yang lebut rasa ini semakin bermekaran."Adikmu itu tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun, pusing bunda. Setiap disodorkan jawabannya sudah ada yang mengisi hatiku. Heran dengan Monica ini." Bunda terus mengomel tak jelas karena Monica sama sekali tak tertarik dengan pria manapun.Aku justru merasa tersipu malu. Berharap laki-laki yan
POV AuthorBerkejaran dengan waktu. Shaka langsung menggendong adik kesayangannya, dengan segera dia membawa Monica masuk ke dalam ambulan. "Monica ... bertahanlah ...." Shaka terus menyemangati adiknya. Memberi transfer semangat agar Monica kuat. Meski tak ada sama sekali pergerakan dari Monica.Reza yang sedang berada di luar, sampai berlari pulang karena Nina menelponnya. Kakinya lemas melihat putri satu-satunya tak sadarkan diri. "Kamu kenapa, Nak?" Nina terus menangis, tak percaya putri kesayangannya melukai dirinya.Tak banyak kata, Shaka langsung meminta sopir ambulan untuk segera ke rumah sakit. Dia bahkan meminta sopir untuk menggunakan kecepatan tinggi khawatirnya Monica tidak bisa diselamatkan."Van, Monica keningnya berdarah dan tak sadarkan diri. Mohon bisa ditangani langsung." Shaka menelpon Evan--calon suaminya Monica.Dokter Evan sampai gemetar mendengar ucapan calon abang iparnya itu. Dia semakin menyadari jika Monica seperti ini karena tidak ingin bertunangan denga
Nina langsung menyemangati Monica, Nina tidak berani bertanya terlalu banyak dengan putrinya. Khawatir akan merusak moodnya lagi. Selain itu, Monica butuh istorahat yang banyak agar kesehatannya kembali pulih.“Kenapa kamu melukai dirimu, Monica?” tanya Shaka, mereka berdua berada di ruang karena Nina dan reza --orang tuanya sedang menemui dokter.Lagi, Monica hanya diam, dia masih tidak ingin banyak bicara. Baginya yang terpenting saat ini bisa melihat Brayen dan tahu isi hatinya. Dia bahkan berjanji jika Brayen mencintainya, tak akan lagi mengganggu abang Brayen. “Apa karena abang Brayen, Monica?” Tanya Shaka kembali. Monica masih diam."Apa kamu kira dengan membenturkan diri, dia akan berubah. Kamu salah Monica!" "Abang, aku pun tak mengerti mengapa bisa melukai diri sendiri seperti ini," jawab Monica.“Sampai kapan kamu begini terus, dimana harga dirimu.” Shaka masih terus mengingatkan adiknya.“Maafkan aku, Bang. Ini diluar kuasaku.” Monica membela diri. Shaka ingin membantah,
Entah mengapa aku diliputi gelisah, putri kesayanganku--Monica kurasa tatapannya berbeda jika bersama abangnya--Brayen. Aku bukan tidak setuju. Sejak bayi, Brayen hidup bersamaku. Menjaganya dengan sepenuh hati seperti putraku sendiri. Namun, mengapa harus ada cinta diantara mereka. Meski mereka bukan sedarah, tetapi tetap saja mereka seperti anakku. Anak kebanggaanku yang kuurus sejak kecil.Bagaimana perasaanmu sebagai orang tua jika anak yang kita asuh sejak kecil menjadi menantu dalam rumah ini. Aku rasa ini benar-benar membuatku seperti orang gila. Shaka pun sepertinya diam-diam mendukung adiknya."Shaka, katakan pada daddy apa ada hubungan spesial adikmu dengan abangmu?""Mereka tetap saudara, Dad. Jangan berpikir yang tidak-tidak," balas Shaka yang kurasa membohongiku.Semakin menguatkan ketika Brayen begitu tulus memeluk Monica. Aku pun belum tahu apakah Monica begitu mencintainya atau hanya sebatas menggemarinya.Putri kecilku itu bahkan sejak kecil tidak pernah ada masalah
“Kamu memilih keluargamu atau memilih dia?” daddy bertanya dan tidak memakai kata abang lagi pada abang Brayen. Aku hanya diam, aku tak bisa membohongi diriku bahwa aku begitu mencintai abang angkatku. Aku dibuat dilema oleh pilihan yang begitu sulit kurasa.“Jawab Monica?” Tanya daddy. Bunda hanya bisa menangis melihatku dibentak.“Daddy tidak boleh egois masalah ini, aku dan Monica saling mencintai.” Abang Brayen masih tetap berjuang, dia bahkan duduk bersimpuh demi sebuah pengakuan dari daddy.“Silahkan … tapi aku tidak akan membersamai kalian.” Daddy bahkan pergi meninggalkanku. Bunda tak berani membela kami, meski air matanya terus turun.“Bang, jika bisa kita dapat restu dulu dari daddy. Aku ingin hidup tenang bersama daddy dan bunda,” jawabku jujur. Abang Brayen mundur. Dia merasa bahwa aku memilih daddy. Pilihan ini sulit bagiku, mereka berdua adalah orang yang begitu penting bagiku.“Bagaimana ini, Bang?” tanyaku pada abang Shaka. Barangkali dia bisa membantuku.“Abang juga