Brayen tumbuh besar dengan gaya hidup yang beda. Dia merasa kasih sayangnya terambil oleh adik-adiknya. Sementara dengannya, aku benar-benar jaga jarak dan membatasi diri mana yang boleh atau tidak ketika bersamanya.
"Miss, jika daddy tidak setia denganmu maka Brayen yang akan merebut miss darinya." Dia keluar dengan hanya satu ransel yang digunakan. Aku benar-benar dilema dibuatnya. Kuhubungi sopir keluarga untuk membawa Shaka dan Monica ke rumah eyangnya, kebetulan ibu dan ayah sedang liburan di kota. Aku harus menenangkan diri agar kedua anakku tidak merasakan kegundahan yang kurasa. Selain itu, aku juga harus menjelaskan ke mereka abangnya yang diusir oleh daddynya. Entah mengapa mendengar penuturan Brayen membuatku sedikit ragu dengan Reza, setelah dua belas tahun pernikahan kami, badai itu datang lagi. Apa benar Reza"Sabar, nak. Jaga juga penampilanmu. Ibu lihat kamu tidak merawat diri lagi," jelas ibu. Jangankan merawat diri, aku justru sibuk dengan anak-anakku dan urusan Brayen. Apa benar aku tidak menarik, mengingat setelah melahirkan Monica badanku semakin gemuk. "Buat dirimu menarik, Nin. Ke salon sekali waktu. Bahkan tujuh turunan uangmu tidak habis," kekeh ibu. "Ibu aja tidak merawat diri, tapi masih tetap cantik," jawabku asal. "Ibu beda denganmu yang hidupnya santai, kalau kamu mah tidur pun mikir," ucap ibu sambil tertawa. Memang sebaik-baik tempat pulang adalah orang tua. Tempat segala rasa ditumpahkan. Semoga Shaka dan Monica juga merasakan hal yang sama. Mereka terbuka denganku. Menjelang magrib Shaka dan Monica pulang bersamaku. Minimal segala k
"Berjanjilah dengan bunda jika kamu bisa menjadi laki-laki sejati, Brayen. Urusan dengan daddy mu itu urusan bunda sebagai istrinya."Hening. Brayen masih duduk bersimpuh di bawah kakiku."Iya, bund. Brayen berjanji akan menjadi laki-laki sejati. Akan kubuktikan bahwa aku akan jadi anak yang berbakti. Maafkan segala khilaf Brayen, bund."Luruh sudah air mata ini keluar."Berjanjilah, bund agar merawat diri bunda dengan baik. Aku, Shaka dan Monica akan selalu bersama bunda. Kami sudah besar bisa merawat diri kami. Diluar sana banyak wanita yang ingin dekat dengan daddy."Anak ini sudah benar-benar dewasa hingga membuat hatiku terenyuh melihat kesungguhannya. 
"Aku bundanya Brayen datang menjenguk nak David," ucapku penuh lembut. Kulihat mereka menatapku dari bawah sampai atas. Untung aku ikuti usulnya Brayen untuk dandan terlebih dahulu."O, ya, David perlu kamu tahu usiamu adalah usia emas dimana sekolah itu banyak cinta. Aku mendengar semua yang kalian bicarakan, santai saja." Aku duduk di tepi ranjang milik david. Kulihat keningnya diperban.Brayen mengacungkan jempolnya."Aku memang tidak menarik bagi kalian, tapi kupastikan kepada kalian bahwa suami dan anakku tidak akan terpengaruh dengan hasutan kalian.""Bu .. kan begitu bu maksud kami." Ayahnya David mulai ketakutan. Dia bahkan gagap hanya sekedar bicara."O, ya, David. Atas prestasimu akan kukembalikan ayahmu ke rumahnya, mulai hari ini ayahmu dipecat dari perusahaan. Selain itu, perlu kamu tahu bahwa saham yang kumiliki masih lebih besar dari tuan Reza, jadi gampang bagiku hanya sekedar memecat ayahmu!" tegasku m
Reza terus mengejarku sampai ke depan pintu mobil. Tak kuhiraukan dirinya, sakit yang kurasa lebih dalam, dia bilang cinta? Justru dia lebih berani memberi luka. Apa Reza sedang mengalami puber kedua?"Sayang, abang bisa jelaskan." Reza terus memelas memintaku untu mendengarnya."Tidak perlu! Karena yang kulihat dan kudengar itu pasti benar.""Sayang salah sangka, dengerin abang," ucapnya lagi.Dia ingin memelukku, tapi kutepis begitu saja. Aku langsung masuk mobil, Brayen ikut juga masuk. Reza terlihat kacau, wanita yang tadi juga ikut terkejut dan terlihat memohon ke Reza. Aku langsung mengambil alih kemudi mobil ini."Bund, bahaya jika bunda yang nyetir biar Brayen saja."
"Dia sekertaris Abang yang dipilih oleh perusahaan dari Jepang, kebetulan Nova lancar berbahasa Jepang. Selain itu, Nova sudah berkeluarga dan bahagia. Beberapa orang kantor menghubungkan Abang dengannya agar perusahaan semakin hancur, tapi untung semua bisa diatasi." Ya Allah maafkan aku atas kekhilafan ini."Maafkan Brayen, dad.""Kamu tinggal disini atau masih di kost?""Disini, tapi Brayen masih mau kerja, dad. Biar Brayen bisa mandiri.""Tak masalah bagi Daddy, asalkan kamu buktikan semester ini menjadi juara. Satu tahun lagi kamu lulus jadilah anak baik.""Ya, dad. Syukur tadi tidak hampir mati, dad. Bunda ngeri kalau marah.""Itu karena Daddy yang salah," ucapnya lembut. Dia masih menyalahkan dirinya."Bang, aku mau diet.""Diet ditemani Abang saja, ya. Tiap pagi sore kita ke ruang olahraga.""Oke, bang.""Semang
Kami menuju sekolahnya Brayen. Semua bersuka cita menyambut kelulusan ini. Salah satunya Brayen dia mendapatkan kesempatan untuk kuliah di Harvard. Ada rasa sedih menyerangku, tapi melihat dia yang begitu semangat menggapai cita-citanya membuatku ikut turut bahagia. Sedih karena dia akan pergi keluar negeri untuk melanjutkan cita-citanya."Bund, Brayen grogi," bisiknya di sebelahku."Kenapa?""Brayen ingin membuat bunda dan Daddy bangga, aku takut tidak bisa membuat bunda bahagia.""Bunda 'kan sudah bilang santai saja," jawabku berbisik juga."Bisik apaan sih?" tanya Reza yang penasaran. Namun, kuisengin saja dia."Bisik masa depan
"Dari kemarin aku tidak bisa tidur mengingat tidak ada hal yang bisa kubanggakan selain nilai kelulusan yang tinggi."Semua diam, ada haru yang tidak bisa kugambarkan."Setahun ini saya bekerja sambil sekolah, bunda merestu itu. Dari sana saya belajar banyak hal bahwa aku yang sedari kecil dimanja dan dirawat daddy sementara diluar sana masih banyak yang belum beruntung. Terima kasih, dad. Aku memang belum bisa menjadi anak baik seperti yang daddy inginkan. Namun, percayalah semua hati ini tentangmu yang sedari kecil sudah merawatku sampai saat ini."Setelah itu Brayen mengakhiri kalimatnya. Reza maju dan memeluk anaknya. Semua yang hadir ikut bertepuk tangan. Anak sambung, tak mudah bagi sebagian anak apalagi ayah kandungnya tak sedikit pun menengoknya. Reza pun memutus akses dengan ayahnya karena Reza tahu ayahnya akan memanfaatkan Brayen untuk membahagiakan istri keduanya. Bisa dikatakan hidup Brayen benar-benar rumit.Aca
POV AUTHORShaka tumbuh dengan putra kebanggan Reza dan Nina. Usianya sebentar lagi menginjak 30 tahun. Sampai saat ini kabar Brayen belum ada titik terangnya. Jika masih hidup usianya sudah 37 tahun.Shaka sudah menggantikan Daddynya yang pensiun sebagai pimpinan di kantor. Reza memilih berdua dengan istrinya. Semenjak kehilangan Brayen kesehatan Nina semakin menurun. Ini karena dia merasa bersalah tidak mengantar Brayen sampai ke luar negeri.Monica juga tumbuh dengan sangat menawan, dia memilih menjadi dokter spesialis anak dan sekarang masih melanjutkan spesialisnya. Namun, belakangan ini banyak sekali para direksi datang ke rumah mereka hanya sekedar bersilaturrahim padahal tujuannya menjadi besan mereka. Siapa lagi yang mereka incar kalau bukan Shaka. Itu juga membuat Nina serinh murung, setiap mereka datang menjadi beban bagi mereka karena tidak sedi