“Al?” Calantha hendak menjauhkan tubuhnya.“Schatzi …,” bisik Al dengan suara serak. Lagi, Alessandro tidak mengizinkan Calantha menerima panggilan suara. Satu tangan Al meraih tengkuk dan sebelahnya lagi menahan tangan Cal tetap di dalam saku mantel. Pria itu langsung menyatukan bibir.Beruntungnya Calantha tidak meronta.Setelah pagutan terlepas, wanita itu bergegas memeriksa ponsel. Ia mengernyitkan kening karena kakak sepupunya menghubungi.“Mitha,” gumam Calantha.“Abaikan saja. Aku tidak suka berbagi perhatian istri dengan orang lain!” Alessandro menjulurkan tangan yang melingkari bahu Calantha. “Ayo, Schatzi.”Calantha sepemahaman dengan Alessandro. Ia juga tidak mau momen indahnya saat ini terganggu oleh seseorang. Wanita itu tersenyum lebar dan mengangguk, lalu mematikan daya ponsel.“Gadisku yang pintar,” puji Alessandro. Ia mengusak rambut Calantha membuat wanita itu memelotot. “Jangan marah karena kamu semakin cantik.” Calantha membuang wajah ke sisi berlawanan. Bukan ka
“Kenapa Claira bisa bebas?” Mitha mengeluh seraya bolak-balik di dalam kamar. Kepanikan Mitha terjadi karena baik Arjuna atau Claudya tidak menjawab pertanyaan wanita itu. Sehingga Mitha menjadi cemas bukan main. Sudah tiga jam sejak Tuan dan Nyonya Caldwell meninggalkan mansion. Mitha berulang kali menyingkap tirai putih dalam kamar. Ia kesal bukan main, lantaran tidak bisa tidur di ruangan milik Claira. Sekarang, Mitha berada di dalam kamarnya yang lebih kecil dibanding empat ruang tidur utama. “Aku harus bergerak cepat,” desis wanita pemilik bola mata hitam serta rambut berwarna senada. Mitha kembali menghubungi Calantha untuk menyampaikan rasa empati serta memberikan solusi. Ia yakin Alessandro tidak bisa memengaruhi Calantha untuk membencinya. Dering pertama belum diterima. Tepat pada dering ketiga telepon tersambung dengan Calantha. “Calantha? Akhirnya kamu menerima teleponku,” ucap Mitha dengan suara girang tetapi wajahnya menunjukkan ekspresi menghina. Kemudian ia bicara
“Tidak! Itu gila Schatzi!” tegas Al. Pria itu menghela napas kasar. Bahkan raut wajah tampan Alessandro berubah dingin sehingga suasana dalam chalet tidak sehangat sebelumnya. Ketika pria itu kembali ke chalet, harapannya bisa bermesraan dengan sang istri atau mendapat perhatian. Alessandro memiliki luka lebam pada wajah tampannya. Akan tetapi Calantha malah menyampaikan sesuatu yang menyulut emosi. “Kamu bertemu dengan Mitha di mana?” Alessandro menatap tajam netra abu-abu Calantha. “Kedai kopi di persimpangan jalan.” Calantha mereguk saliva yang terasa lengket. “Dan kamu setuju?” cerca Al. Pupilnya melebar dan dipenuhi kilat amarah. “Aku harap tidak menjanjikan apa pun padanya,” ucap Al dingin menusuk relung hati. Calantha menggeleng tegas. “Aku juga menolak. Aku menyampaikan ini supaya kamu tahu Mitha memberiku sebuah solusi,” sahut Calantha dengan perih. Ia membayangkan betapa sakitnya membagi perhatian Alessandro kepada Mitha—jika ide gila itu dilakukan. Calantha hanya
“Al, itu ‘kan?” tunjuk Calantha. Kedua netra abu-abunya mengembun, bagian putih pada mata berubah merah termasuk hidung, alis dan pipi.Alessandro mengangguk pelan seraya tersenyum hangat menambah kesan menawan. Satu tangan kekar pria itu menangkup pipi kemerahan Calantha. Ia membelainya penuh sayang lalu melekatkan kening mereka.“Seperti kataku, kita pulang,” ucap Alessandro lemah lembut.Calantha benar-benar tidak bisa menahan rasa haru. Ia menteskan bulir bening membasahi pipi. Ia hanya berucap lirih, “Terima kasih Al.”Bus yang disewa Alessandro memasuki pekarangan megah Mansion Caldwell. Kendaraan besar ini berhenti tepat di depan bangunan bernuansa khas Eropa tersebut.Alessandro membimbing Calantha turun dari bus. Keduanya melangkah menaiki beberapa anak tangga sebelum memasuki mansion.Setelah melewati pintu besar nan kokoh, seluruh maid menyambut Nona Muda mereka.“Selamat datang Nona Calantha.” Semua tersenyum merekah.Tidak tertinggal seorang wanita paruh baya yang masih s
“Ternyata kamarmu luas juga,” ucap Alessandro. Pria itu baru saja memasuki kamar Calantha. Wanita itu seketika memutar tubuhnya. Calantha terbelalak melihat penampilan Alessandro yang berantakan. “Apa yang terjadi?!” Suara Calantha melengking. Ia mendekati suaminya lalu menggiring pria itu duduk di tepi ranjang. “Aku ambil obat.” Namun, Alessandro mencekal pergelangan tangan Cal. Ia menggeleng sembari tersenyum menawan seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal sangat jelas, Calantha melihat Alessandro meringis menahan rasa perih. “Nanti juga sembuh. Duduk saja di sini!” titah Al sembari menepuk pelan sisi kasur yang kosong. Sebenarnya Calantha enggan tetapi wanita itu mengangguk kemudian duduk di samping sang suami. Ia mengamati lekat-lekat wajah tampan Alessandro yang dihiasi lebam serta darah mengering. Calantha yakin, semua ini perbuatan ayah atau kakak tertua—Dewa. Lubuk hatinya terasa retak seketika karena mengetahui pria yang dicintai diperlakukan semena-mena. “Tidak perl
“Ka-kamu?!”Dua suara itu berpadu menjadi satu. “Selama ini kalian sekongkol untuk menjatuhkan aku?” Calantha berdiri gemetaran di bawah cahaya terang. Jika kalimat itu terlontar dari mulut Clair … mungkin saja hatinya tidak terlalu perih. Akan tetapi indera pendengaran Cal sangat jelas menangkap bahwa ia telah ditipu Mitha selama ini—lima tahun lamanya.Mitha segera bangkit dari atas tubuh Claira, wanita itu mendekati Calantha dengan tatapan menghunus tajam.Ketika Mitha suah dekat, tangan Calantha melayangkan tamparan keras membuat pipi kakak sepupu tertoleh ke samping.“Kurang ajar kamu!” jerit Mitha.“Apa aku tidak salah dengar? Sebenarnya kamu yang kurang ajar!” balas Cal tidak kalah sengit. Ia menertawakan diri sendiri. Kemarin sempat membicarakan ide Mitha yang berbaik hati menawarkan rahim supaya Calantha dan Alessandro memiliki anak.Ternyata … dalam rahim Mitha sudah berisi kehidupan—benih Lionel.Kedua tangan Cal ingin mengoyak tubuh Mitha, tetapi ia tak sampai hati meluk
Calantha memaksa ikut dengan Alessandro. Wanita itu duduk di kursi tengah mobil—sendirian. Sedangkan Alessandro sebagai sopir, dan di sampingnya Dewa duduk seraya menatap lurus ke depan.“Seharusnya kamu tidak perlu ikut! Ini menjadi urusan kami!” Ekor mata Dewa melirik Calantha.Calantha bersikukuh. “Tapi masalahku belum tuntas bersama Mitha.” Sebenarnya ia tidak mau ditinggal di mansion sendirian bersama Claira. Ya meskipun di sana ada kedua orang tuanya. Namun, bersama dengan Alessandro memberi kenyamanan.“Baiklah, tapi jangan sampai terluka.” Dewa menghela napas kasar. Kemudian tanpa menolehkan kepala memberi perintah pada Alessandro. “Lebih cepat! Jangan biarkan wanita itu bebas berkeliaran.”Tanpa membalas ucapan Dewa, Alessandro menginjak pedal gas semakin dalam. Ia melanju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan menuju hutan. Menurut informasi kepolisian. Paramitha berhasil melarikan diri, dan petugas kehilangan jejak.Namun, detektif swasta berhasil mendapatkan lokasi per
“Apa yang kamu lakukan Al? Bagaimana jika dia melompat sungguhan?” bisik Calantha. Ia tidak menyukai kata-kata Al yang dilontarkan kepada Mitha. “Tunggu saja!” sahut Al sembari memandang remeh ke depan. Tepat, sesuai dugaan Alessandro. Kakak sepupu sang istri malah berdiam diri di atas railing pembatas, Mitha memang melihat ke bawah tetapi ragu-ragu untuk lompat. Gadis berambut hitam legam itu mereguk saliva, karena di bawah sana banyak petugas kepolisian. Ia tidak bisa turun atau kembali, keduanya sama-sama bunuh diri. Mitha juga cemas jika tidak mati maka ia harus hidup dalam kecacatan. Akhirnya gadis itu hanya berdiri sembari menahan amarah. “Lihat ‘kan?” Alessandro menyeringai. Ia menggerakkan kepala memberi isyarat kepada anggota kepolisian. Beberapa detik berlalu Mitha berhasil diamankan. Gadis itu diberikan pengamanan ekstra karena dapat membahayakan. Sekarang Mitha meronta-ronta di atas ranjang pasien. Mitha berteriak sampai suaranya serak, “Lepaskan aku!” ** Set
“Selamat Tuan Hofer, bayinya lahir dengan sehat.” Dokter mengulurkan tangan kanan sambil tersenyum lebar. Liam berkaca-kaca mendengar kabar menggembirakan. Ia gegas menghubungi ibunya dan beberapa kerabat terdekat untuk menjenguk anggota keluarga baru. Setelah itu Liam memasuki ruang pemulihan. Ia melihat dua bayi menelungkup di atas dada sang istri. “Claira ….” Liam sesenggukan. Ia mengekspresikan diri karena memiliki buah cinta dari gadis pujaannya di masa sekolah. Bahkan tangan Liam tidak sanggup menyentuh kulit tipis nan lembut miliik bayinya. “Kamu memiliki dua anak laki-laki.” Claira tersenyum merekah melihat dua bayi itu sibuk mencari puncak nutrisi. “Kita. Kita memiliki dua putra. Dan kamu satu-satunya perempuan cantik diantara kami.” Liam setengah tertawa dan menangis ketika mengatakannya. Sedangkan Claira tergelak membuat kedua bayi di atas tubuhnya terkejut lalu merengek. Pasangan itu saling menatap satu sama lain kemudian tertawa bersama-sama melihat tingkah mengge
“Hamil?” Clair tercengang. Reaksi pasangan itu sangat berbanding terbalik. Liam selalu menebar senyum bahkan berbagi kebahagiaan bersama pegawai rumah sakit. Ia mentraktir makan. Sedangkan Clair tampak terpukul.“Istriku kenapa sedih? Seharusnya kamu senang.” Liam merangkul bahu Claira.Wanita itu menunduk menatap perutnya. “Kenapa aku bisa hamil? Liam aku … belum siap menjadi ibu.”Seketika senyum manis di wajah Liam menghilang. Kini pria bermata sipit itu mengetahui Claira enggan mengandung anaknya.“Kita sudah menikah, bercinta dan melakukan berulang kali. Kita tidak menunda kehamilan. Jadi … kamu menolak?” tanya Liam dengan perasaan kecewa.Clair tersadar dari pikirannya. Ia menatap wajah sendu sang suami. Kedua tangan mulus wanita itu menangkup pipi Liam.“Maksudnya bukan begitu. Liam … aku ini seorang pendosa. A-aku tidak menyangka hamil dalam waktu dekat. A-aku juga … merasa bukan ibu yang baik.” Claira melepaskan tangan dari rahang Liam lalu menunduk dalam.Liam tersenyum kec
“Aku bingung bagaimana cara mengatakannya,” gumam Claira. Raut wajah wanita itu terlihat sedih.Calantha mengernyit dan menopang dagunya. [Maksudmu?] “Aku ingin pindah rumah, tapi ibu mertuaku melarang. Alasannya kesepian, karena sebelumnya Liam sibuk bekerja.” Claira cemberut. “Kami tidak punya waktu berdua.” Calantha manggut-manggut. Ia mengerti keinginan kakak kembarnya. Istri Alessandro Javier itu tersenyum penuh arti lantas mendekatkan kepala dengan layar ponsel.[Bilang saja langsung kalau kamu ingin pacaran bersama Liam.] Calantha menaik-turunkan alisnya.“Mana bisa seperti itu!” sentak Claira.Setelah satu bulan tinggal di rumah mertua, Claira kehilangan figure Liam. Pria itu lebih sering pulang malam dan pergi pagi-pagi sekali. Bahkan satu minggu ini keduanya tidak berhubungan intim.Claira mengakhiri panggilan video bersama Cal. Ia bergegas menemui ibu mertua di lantai satu. Ia melihat wanita paruh baya itu sedang kesulitan berjalan. Buru-buru Clair membantu.“Hati-hati B
Malam pertama yang seharusnya berujung menyenangkan dengan suasana romantis, justru sebaliknya. Kini, vila pribadi Keluarga Hofer dikunjungi dokter serta perawat yang mengobati Liam. Pria itu mendadak demam paska berenang.“Bagaimana kondisinya? Perlu dirawat inap?” berondong Clair kepada dokter. Ia memperhatikan wajah pucat sang suami.Sedangkan Liam menahan malu sekaligus gundah. Pria itu merasa bersalah gagal menjadi sosok suami idaman bagi pujaan hati. Dokter berkata dengan cemas, “Demamnya cukup tinggi mencapai empat puluh derajat. Tapi Tuan Liam menolak.”Clair mendengus, lantas berjalan mendekati suaminya yang sedang berbaring tidak berdaya.“Kamu masih mau hidup?” tegas wanita itu membuat mata sipit Liam membelalak.Clair bertolak pinggang dan menatap tajam suaminya. “Kita baru menikah satu hari, kamu mau menjadikan aku janda?” Liam meneguk saliva dan menggeleng pelan. Ia tahu istrinya memang galak, tetapi tidak menyangka mulut Claira sangatlah tajam.“Jangan bilang begitu.
Satu tahun berlalu sangat cepat, kesabaran Liam membuahkan hasil. Pagi ini, Liam dan Claira telah resmi menjadi sepasang suami istri. Keduanya sedang menandatangani akta pernikahan. Calantha bersama keempat anaknya duduk di kursi paling depan. Ia menangis haru karena Clair mendapatkan belahan jiwa. Ia juga tahu Clair belum sepenuhnya melupakan Alessandro. Wanita itu beranjak mendekati kembarannya. “Haruskah aku memanggilmu Nyonya Hofer?” goda Calantha. Liam menyambar, “Tentu saja! Dia istriku, dan kamu harus memanggilku kakak meskipun kita seumuran.” Tawa pria itu. Tiba-tiba Alessandro memukul kepala Liam. Ia berkata dengan tegas, “Tidak boleh memanggil kakak! Panggil nama saja.” Seketika altar pernikahan dihiasi gelak tawa dari semua orang. Mereka melihat kedekatan putri Caldwell dan kekompakan para menantu. “Sudah seharusnya aku patuh kepada yang lebih dewasa.” Liam menyengir, menjadikan mata sipitnya tak terlihat. Alessandro memelotot karena secara tidak langsung Liam menge
Claira melempar kerikil kecil ke sembarang arah. Pikiran gadis itu dilanda gundah gulana. Ia ketakutan Alessandro memberitahu keluarga besarnya tentang sebuah kebenaran. Clair menelan ludah. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Calantha mengetahui kenangan bersama Al diambil alih olehnya.Ketika wanita itu melepar kerikil cukup besar, seseorang memekik. “Aw!”“Ya ampun!” Claira sigap menghampiri sumber suara. Ia ternganga mendapati Liam sedang mengelus kening.Sialnya, kening pria tampan itu berubah merah.“Liam, maaf. Aku tidak bermaksud—““Apa yang kamu pikirkan?” Liam meringis karena lemparan Clair sangat bertenaga.“Tidak ada!” tegas Clair. Ia tersenyum kaku.Padahal Liam sengaja meluangkan waktu setelah berminggu-minggu demi Clair. Pria itu tahu calon istrinya sedang gelisah. Hanya saja Liam pandai menutupi rahasia. Ia tidak mau ikut campur, cukup membeberkannya kepada Alessandro.Liam juga tahu Alessandro berniat mengubur masalah ini. Clair menoleh kepada Lia
“Bodoh!” teriak Alessandro di tengah hutan. Pria itu mengepalkan tangan dengan kuat hingga bagian telapak sakit dan urat-urat pada lengan menonjol. Ia memukuli udara yang tidak bersalah. Kemudian Alessandro terjatuh dengan posisi kedua lutut di atas tanah lembab.Alessandro kian tercabik ketika memeriksa ponsel dan mendapati istrinya sedang menelepon. Ia tidak kuasa menerima panggilan suara. Pria itu tenggelam jauh bersama perasaannya saat ini.Beberapa jam kemudian, Alessandro berhasil menguasai rasa sakit dalam dada. Ia bergegas menemui Claira di Mansion Caldwell. Karena hubungan sudah membaik, kedatangan Alessandro disambut oleh para pelayan. “Di mana Nona Muda Clair?”Pelayan menunduk. “Nona di perpustakaan, Tuan.” Alessandro langsung menghampiri iparnya.Claira terkejut karena sebelumnya Al tidak membuat janji. Sekarang pria itu datang dengan ekspresi dingin dan aura mencekam seketika menyelimuti ruangan.“Hi Al. A-ada a-apa?” gugup Claira. Perasaan sebagai wanita sangat peka,
Alessandro mendengus sebal lantaran Liam menguasai keempat anaknya. Sebagai ayah, ia hanya bisa mengawasi dari jarak jauh. Al juga tidak bisa berbuat apa-apa selain mengamati, sebab Calantha telah memberi izin. Liam mengambil banyak swafoto bersama ABCD. Pria itu tersenyum kecil melihat hasil jepretan kamera. Liam mengirim pesan teks dan gambar dirinya bersama Anaya kepada Clair. “Anaya semakin lucu.” Ketika Liam masih tersenyum sendirian, Alessandro berdiri tepat di belakang pria itu. “Ide brilian menggunakan anakku sebagai alibi menggoda wanita.” Alessandro langsung mengambil alih keempat bayinya. Ia tidak suka wajah polos bayinya dimanfaatkan oleh Liam. ** Satu minggu ini Liam rajin mengunjungi kediaman Alessandro. Pria itu membawa beraneka buah tangan untuk Calantha dan empat bayinya, tidak ketinggalan Liam menemani Al bermain catur. Semua dilakukan sebagai permohonan maaf. “Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Claira?” Wajah Alessandro tampak serius memandang papan
“Ajari aku caranya.” Clair menunjuk popok dan pakaian bayi. Seketika Calantha dan Lorraine menoleh ke arah wanita itu. Kening kedua ibu muda mengerut karena tidak biasanya seorang gadis belajar merawat bayi.“Kalian tidak perlu menatapku seperti itu. A-aku mau tau bagaimana melakukannya.” Clair menelan ludah karena gugup diperhatikan oleh dua pasang mata.Lorraine mengalihkan pandangan kepada Calantha untuk meminta izin. Istri kesayangan Alessandro Javier itu mengangguk. Jujur, perasaan Cal campur aduk. Ia takut kakaknya ini kelak mencari simpati di depan Al. Sungguh Calantha tidak mau rumah tangganya hancur. Apalagi sekarang keempat anak sangat membutuhkan orang tua utuh.Saat mengganti popok Anaya, wajah Claira berseri-seri. Gadis itu teringat ketika Liam mempertanyakan kesiapannya menjadi seorang ibu. Namun, waktu itu Claira diam saja karena malu. Sekarang hatinya bersorak riang.**Dua hari kemudian, Liam mengantar Clair ke bandar udara. Gadis itu harus pulang ke Zurich karena b