“Apa yang kamu lakukan Al? Bagaimana jika dia melompat sungguhan?” bisik Calantha. Ia tidak menyukai kata-kata Al yang dilontarkan kepada Mitha. “Tunggu saja!” sahut Al sembari memandang remeh ke depan. Tepat, sesuai dugaan Alessandro. Kakak sepupu sang istri malah berdiam diri di atas railing pembatas, Mitha memang melihat ke bawah tetapi ragu-ragu untuk lompat. Gadis berambut hitam legam itu mereguk saliva, karena di bawah sana banyak petugas kepolisian. Ia tidak bisa turun atau kembali, keduanya sama-sama bunuh diri. Mitha juga cemas jika tidak mati maka ia harus hidup dalam kecacatan. Akhirnya gadis itu hanya berdiri sembari menahan amarah. “Lihat ‘kan?” Alessandro menyeringai. Ia menggerakkan kepala memberi isyarat kepada anggota kepolisian. Beberapa detik berlalu Mitha berhasil diamankan. Gadis itu diberikan pengamanan ekstra karena dapat membahayakan. Sekarang Mitha meronta-ronta di atas ranjang pasien. Mitha berteriak sampai suaranya serak, “Lepaskan aku!” ** Set
“Mana istrimu? Dia masih tidur ya?” sindir Claira. Alessandro tidak mau bertengkar dengan ipar sekaligus mantan tunangannya itu. Ia memilih fokus memperhatikan chef yang sedang memasak. Siapa sangka Claira mendekatkan diri. Wanita itu menempelkan dadanya pada lengan kekar Al. Clair berjinjit hendak membisikan sesuatu.Sayang, Alessandro menggeser tubuhnya satu langkah ke samping kiri. Hingga Claira kehilangan kesimbangan dan … terjatuh memalukan di lantai dapur.“Sakit Al. Kenapa sikapmu seperti ini?” rintih Claira kentara sekali dibuat-buat. “Aku … jauh lebih baik dibanding Calantha, lihat istri pemalasmu itu belum bangun. Bukannya melayani suami malah bermalas-malasan.”Alessandro tetap diam—tidak peduli, tetapi seringai penuh maksud tersungging pada bibir sensualnya.Claira tidak menyerah. Ia berusaha bangkit sembari menunjukkan rasa sakit. Bola mata wanita itu beralih ke meja konter dapur, di mana para pelayan sibuk menyiapkan sarapan.“Saking malasnya, dia memerintahmu membawa
“Lama menungguku ya?” Alessandro langsung menghimpit Calantha pada pintu balkon yang terbuka. Ia menyatukan bibirnya dengan Calantha.Seusai menuntaskan percakapan bersama ayah mertua, Alessandro tergesa-gesa masuk kamar. Ia tidak mau berkeliaran di luar kamar, sebab Clair selalu mengincar. Ia enggan memberi angin segar kepada kakak iparnya itu.Calantha bisa merasakan gairah suaminya. tetapi ia malah memundurkan kepala membuat pagutan terlepas.“Kata siapa menunggumu? Aku sedang memikirkan Mitha.” Calantha menolehkan sedikit kepalanya. Menghindari tatapan tajam Alessandro.Pria itu mendengus sebal, karena Calantha memilih mengakhiri bermesraan dan memikirkan MItha. Padahal sudah jelas wanita itu ingin menghancurkan kehidupan Cal.“Otakmu masih bagus ‘kan Schatzi?!” Kali ini Alessandro tidak mengizinkan Calantha memberi maaf dengan mudah.Kelopak mata Calantha melebar dan jemari lentiknya aktif mencubit perut samping Alessandro. Tidak ketinggalan bibir tipisnya menekuk.“Tentu saja Al
“Jangan melakukan kekerasan lagi Clair!” tegur Calantha sembari menahan pergelangan tangan kakak kembarnya. Calantha menatap sendu pada Clair. Merasa prihatin tetapi Calantha juga lelah terus diperlakukan seperti ini oleh kakaknya. “Siapa yang melakukan kekerasan? Aku tidak begitu.” Tiba-tiba Clair meringis kesakitan padahal Calantha tidak terlalu kuat menggenggam pergelangan tangan kurus itu. Clair menangis pilu kemudian merintih. Detik itu Calantha menolehkan kepala, dan melihat ke belakang. Ternyata Alessandro sedang berdiri di ambang pintu. Pria itu memperhatikan dua wanita yang sedang berseteru. Alessandro melangkah memasuki ruang baca. Aura dingin seketika menyelimuti perpustakaan ini. Padahal penghangat ruangan bekerja dengan baik. Akan tetapi wajah Al membuat Calantha dan Claira menegang. Senyum licik terbit pada bibir tipis Claira, sedangkan Calantha mengingat terakhir kali terjadi hal seperti ini Alessandro membela Clair lalu menyalahkannya. “Aku tidak—“ Calantha
“Kamu pulang saja!” titah Alessandro dengan suara rendah dan berat.Calantha ingin menolak tetapi suaminya itu menatap tajam sehingga ia merasa terintimidasi. Ia khawatir sesuatu akan terjadi pada Al.“Baiklah, aku pulang.” Wajah Calantha berubah muram.Tidak mau berdebat di tempat umum Calantha memilih patuh dan diam. Sepanjang perjalanan menuju Mansion Torres, wanita itu mengalihkan pandangan ke luar kaca. Tangan kanannya mendadak tremor, selalu mengetuk-ngetuk paha.Alessandro yang menyadari hal itu langsung menggenggam tangan Calantha. Ia menarik pelan tangan Cal dan mengecupnya dengan lembut.“Tidak perlu takut Schatzi. Pertemuan dengan direksi hal biasa.” Alessandro membelai surai lembut nan harum Cal.Wanita itu menolehkan kepala lalu mengangguk kecil. Beberapa saat kemudian, Calantha menginjakkan kakinya di mansion. Sedangkan Alessandro ditemani Xavi segera menghilang, keduanya menuju gedung utama Torres Inc.Setelah tiba di kantor Torres Inc, Alessandro memasuki ruang rapat
“Kamu benar-benar ikhlas kehilangan semua yang diperjuangkan?” Calantha memicingkan mata. Ia juga menahan napas bersiap menerima jawaban dari suaminya.“Tidak!” tegas Alessandro.Sontak, Calantha menganga. Sebab jawaban ‘tidak’ yang terlontar dari mulut Al sangatlah ambigu. Ia tidak mengerti.“Maksudmu Al?”Tangan kekar Al melingkari pinggul Calantha. Pria itu membenamkan bibirnya pada ceruk leher putih sang istri.Calantha bisa merasakan sapuan lembut lidah Alessandro perlahan bergerak naik mendekati daun telinga. Wanita itu bergidik geli dan melenguh, serta satu tangannya meremas bahu Al.“Aku tidak ikhlas kehilanganmu,” bisik Alessandro dengan suara sensual.Pipi Calantha berubah semerah tomat dan rasa panas menyerang tubuh. Ia kebingungan menyembunyikan rona di wajahnya.Kini Alessandro menatap Calantha penuh senyum menggoda.“Untuk mendapatkanmu aku harus berjuang. Dan aku tidak rela melepasmu, Schatzi,” sambung Alessandro.Calantha dibuat salah tingkah. Kemudian dua insan itu sa
“Hasilnya negatif.” Calantha tersenyum pahit melihat alat tes kehamilan, bahkan tangannya langsung lemas dan menjatuhkan benda itu. Calantha merunduk, langsung membuangnya ke tempat sampah. Ia menarik napas panjang dan menahannya di paru-paru. Jujur Calantha tidak berani keluar dari kamar mandi untuk menemui sang suami. Setelah satu bulan terapi hormon, ia mencoba peruntungan dengan membeli alat tes kehamilan. Sayang, benda itu menunjukkan garis satu yang membuat perasaannya tercabik-cabik. Perlahan Calantha membuka pintu. Ia melihat Alessandro masih betah memejamkan mata. “Lama sekali!” protes pria itu dengan suara serak. “Hah?” “Iya kamu. Aku perhatikan setengah jam di kamar mandi. Ngapain aja?” Tatapan Alessandro seketika menguliti Calantha. Sedangkan wanita itu membeku, seharusnya ia mandi dulu supaya Al tidak curiga. Kini Calantha terpaksa berbohong. “Sakit perut.” “Perlu ke rumah sakit?!” Alessandro melompat dari atas ranjang dan berlari menghampiri Calantha di depan
“Aku bisa Al, tidak apa-apa!” Calantha berulang kali menarik napas dalam dan mengembuskan secara perlahan.Wanita itu gugup lantaran harus bersaksi di persidangan Lionel. Meskipun pengacara telah memberitahu dari jauh hari tetap saja Cal takut.“Baiklah! Jangan cemas Schatzi, ungkap saja apa yang menurtmu patut dan rahasiakan jika itu tidak layak didengar.” Alessandro membelai surai lembut wanitanya.Calantha mengangguk pelan.Hari ini mereka telah sampai di gedung pengadilan. Sidang ini terbuka banyak dihadiri oleh pemburu berita. Keluarga mendiang Tuan Pedrosa ingin Lionel dihukum berat. Calantha bisa melihat Lionel digiring dua petugas keamanan memasuki ruang sidang. Pria itu menolehkan kepala dan tersenyum licik melihat Alessandro juga Calantha. Bahkan tatapan Lionel penuh ancaman. Alessandro tidak takut, lagi pula Lionel bisa apa? Pria itu telah kehilangan sumber kekuasaan, uang serta kepercayaan dari semua orang.Sidang dimulai.Hingga tiba waktunya Calantha menjadi saksi, w
“Selamat Tuan Hofer, bayinya lahir dengan sehat.” Dokter mengulurkan tangan kanan sambil tersenyum lebar. Liam berkaca-kaca mendengar kabar menggembirakan. Ia gegas menghubungi ibunya dan beberapa kerabat terdekat untuk menjenguk anggota keluarga baru. Setelah itu Liam memasuki ruang pemulihan. Ia melihat dua bayi menelungkup di atas dada sang istri. “Claira ….” Liam sesenggukan. Ia mengekspresikan diri karena memiliki buah cinta dari gadis pujaannya di masa sekolah. Bahkan tangan Liam tidak sanggup menyentuh kulit tipis nan lembut miliik bayinya. “Kamu memiliki dua anak laki-laki.” Claira tersenyum merekah melihat dua bayi itu sibuk mencari puncak nutrisi. “Kita. Kita memiliki dua putra. Dan kamu satu-satunya perempuan cantik diantara kami.” Liam setengah tertawa dan menangis ketika mengatakannya. Sedangkan Claira tergelak membuat kedua bayi di atas tubuhnya terkejut lalu merengek. Pasangan itu saling menatap satu sama lain kemudian tertawa bersama-sama melihat tingkah mengge
“Hamil?” Clair tercengang. Reaksi pasangan itu sangat berbanding terbalik. Liam selalu menebar senyum bahkan berbagi kebahagiaan bersama pegawai rumah sakit. Ia mentraktir makan. Sedangkan Clair tampak terpukul.“Istriku kenapa sedih? Seharusnya kamu senang.” Liam merangkul bahu Claira.Wanita itu menunduk menatap perutnya. “Kenapa aku bisa hamil? Liam aku … belum siap menjadi ibu.”Seketika senyum manis di wajah Liam menghilang. Kini pria bermata sipit itu mengetahui Claira enggan mengandung anaknya.“Kita sudah menikah, bercinta dan melakukan berulang kali. Kita tidak menunda kehamilan. Jadi … kamu menolak?” tanya Liam dengan perasaan kecewa.Clair tersadar dari pikirannya. Ia menatap wajah sendu sang suami. Kedua tangan mulus wanita itu menangkup pipi Liam.“Maksudnya bukan begitu. Liam … aku ini seorang pendosa. A-aku tidak menyangka hamil dalam waktu dekat. A-aku juga … merasa bukan ibu yang baik.” Claira melepaskan tangan dari rahang Liam lalu menunduk dalam.Liam tersenyum kec
“Aku bingung bagaimana cara mengatakannya,” gumam Claira. Raut wajah wanita itu terlihat sedih.Calantha mengernyit dan menopang dagunya. [Maksudmu?] “Aku ingin pindah rumah, tapi ibu mertuaku melarang. Alasannya kesepian, karena sebelumnya Liam sibuk bekerja.” Claira cemberut. “Kami tidak punya waktu berdua.” Calantha manggut-manggut. Ia mengerti keinginan kakak kembarnya. Istri Alessandro Javier itu tersenyum penuh arti lantas mendekatkan kepala dengan layar ponsel.[Bilang saja langsung kalau kamu ingin pacaran bersama Liam.] Calantha menaik-turunkan alisnya.“Mana bisa seperti itu!” sentak Claira.Setelah satu bulan tinggal di rumah mertua, Claira kehilangan figure Liam. Pria itu lebih sering pulang malam dan pergi pagi-pagi sekali. Bahkan satu minggu ini keduanya tidak berhubungan intim.Claira mengakhiri panggilan video bersama Cal. Ia bergegas menemui ibu mertua di lantai satu. Ia melihat wanita paruh baya itu sedang kesulitan berjalan. Buru-buru Clair membantu.“Hati-hati B
Malam pertama yang seharusnya berujung menyenangkan dengan suasana romantis, justru sebaliknya. Kini, vila pribadi Keluarga Hofer dikunjungi dokter serta perawat yang mengobati Liam. Pria itu mendadak demam paska berenang.“Bagaimana kondisinya? Perlu dirawat inap?” berondong Clair kepada dokter. Ia memperhatikan wajah pucat sang suami.Sedangkan Liam menahan malu sekaligus gundah. Pria itu merasa bersalah gagal menjadi sosok suami idaman bagi pujaan hati. Dokter berkata dengan cemas, “Demamnya cukup tinggi mencapai empat puluh derajat. Tapi Tuan Liam menolak.”Clair mendengus, lantas berjalan mendekati suaminya yang sedang berbaring tidak berdaya.“Kamu masih mau hidup?” tegas wanita itu membuat mata sipit Liam membelalak.Clair bertolak pinggang dan menatap tajam suaminya. “Kita baru menikah satu hari, kamu mau menjadikan aku janda?” Liam meneguk saliva dan menggeleng pelan. Ia tahu istrinya memang galak, tetapi tidak menyangka mulut Claira sangatlah tajam.“Jangan bilang begitu.
Satu tahun berlalu sangat cepat, kesabaran Liam membuahkan hasil. Pagi ini, Liam dan Claira telah resmi menjadi sepasang suami istri. Keduanya sedang menandatangani akta pernikahan. Calantha bersama keempat anaknya duduk di kursi paling depan. Ia menangis haru karena Clair mendapatkan belahan jiwa. Ia juga tahu Clair belum sepenuhnya melupakan Alessandro. Wanita itu beranjak mendekati kembarannya. “Haruskah aku memanggilmu Nyonya Hofer?” goda Calantha. Liam menyambar, “Tentu saja! Dia istriku, dan kamu harus memanggilku kakak meskipun kita seumuran.” Tawa pria itu. Tiba-tiba Alessandro memukul kepala Liam. Ia berkata dengan tegas, “Tidak boleh memanggil kakak! Panggil nama saja.” Seketika altar pernikahan dihiasi gelak tawa dari semua orang. Mereka melihat kedekatan putri Caldwell dan kekompakan para menantu. “Sudah seharusnya aku patuh kepada yang lebih dewasa.” Liam menyengir, menjadikan mata sipitnya tak terlihat. Alessandro memelotot karena secara tidak langsung Liam menge
Claira melempar kerikil kecil ke sembarang arah. Pikiran gadis itu dilanda gundah gulana. Ia ketakutan Alessandro memberitahu keluarga besarnya tentang sebuah kebenaran. Clair menelan ludah. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Calantha mengetahui kenangan bersama Al diambil alih olehnya.Ketika wanita itu melepar kerikil cukup besar, seseorang memekik. “Aw!”“Ya ampun!” Claira sigap menghampiri sumber suara. Ia ternganga mendapati Liam sedang mengelus kening.Sialnya, kening pria tampan itu berubah merah.“Liam, maaf. Aku tidak bermaksud—““Apa yang kamu pikirkan?” Liam meringis karena lemparan Clair sangat bertenaga.“Tidak ada!” tegas Clair. Ia tersenyum kaku.Padahal Liam sengaja meluangkan waktu setelah berminggu-minggu demi Clair. Pria itu tahu calon istrinya sedang gelisah. Hanya saja Liam pandai menutupi rahasia. Ia tidak mau ikut campur, cukup membeberkannya kepada Alessandro.Liam juga tahu Alessandro berniat mengubur masalah ini. Clair menoleh kepada Lia
“Bodoh!” teriak Alessandro di tengah hutan. Pria itu mengepalkan tangan dengan kuat hingga bagian telapak sakit dan urat-urat pada lengan menonjol. Ia memukuli udara yang tidak bersalah. Kemudian Alessandro terjatuh dengan posisi kedua lutut di atas tanah lembab.Alessandro kian tercabik ketika memeriksa ponsel dan mendapati istrinya sedang menelepon. Ia tidak kuasa menerima panggilan suara. Pria itu tenggelam jauh bersama perasaannya saat ini.Beberapa jam kemudian, Alessandro berhasil menguasai rasa sakit dalam dada. Ia bergegas menemui Claira di Mansion Caldwell. Karena hubungan sudah membaik, kedatangan Alessandro disambut oleh para pelayan. “Di mana Nona Muda Clair?”Pelayan menunduk. “Nona di perpustakaan, Tuan.” Alessandro langsung menghampiri iparnya.Claira terkejut karena sebelumnya Al tidak membuat janji. Sekarang pria itu datang dengan ekspresi dingin dan aura mencekam seketika menyelimuti ruangan.“Hi Al. A-ada a-apa?” gugup Claira. Perasaan sebagai wanita sangat peka,
Alessandro mendengus sebal lantaran Liam menguasai keempat anaknya. Sebagai ayah, ia hanya bisa mengawasi dari jarak jauh. Al juga tidak bisa berbuat apa-apa selain mengamati, sebab Calantha telah memberi izin. Liam mengambil banyak swafoto bersama ABCD. Pria itu tersenyum kecil melihat hasil jepretan kamera. Liam mengirim pesan teks dan gambar dirinya bersama Anaya kepada Clair. “Anaya semakin lucu.” Ketika Liam masih tersenyum sendirian, Alessandro berdiri tepat di belakang pria itu. “Ide brilian menggunakan anakku sebagai alibi menggoda wanita.” Alessandro langsung mengambil alih keempat bayinya. Ia tidak suka wajah polos bayinya dimanfaatkan oleh Liam. ** Satu minggu ini Liam rajin mengunjungi kediaman Alessandro. Pria itu membawa beraneka buah tangan untuk Calantha dan empat bayinya, tidak ketinggalan Liam menemani Al bermain catur. Semua dilakukan sebagai permohonan maaf. “Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Claira?” Wajah Alessandro tampak serius memandang papan
“Ajari aku caranya.” Clair menunjuk popok dan pakaian bayi. Seketika Calantha dan Lorraine menoleh ke arah wanita itu. Kening kedua ibu muda mengerut karena tidak biasanya seorang gadis belajar merawat bayi.“Kalian tidak perlu menatapku seperti itu. A-aku mau tau bagaimana melakukannya.” Clair menelan ludah karena gugup diperhatikan oleh dua pasang mata.Lorraine mengalihkan pandangan kepada Calantha untuk meminta izin. Istri kesayangan Alessandro Javier itu mengangguk. Jujur, perasaan Cal campur aduk. Ia takut kakaknya ini kelak mencari simpati di depan Al. Sungguh Calantha tidak mau rumah tangganya hancur. Apalagi sekarang keempat anak sangat membutuhkan orang tua utuh.Saat mengganti popok Anaya, wajah Claira berseri-seri. Gadis itu teringat ketika Liam mempertanyakan kesiapannya menjadi seorang ibu. Namun, waktu itu Claira diam saja karena malu. Sekarang hatinya bersorak riang.**Dua hari kemudian, Liam mengantar Clair ke bandar udara. Gadis itu harus pulang ke Zurich karena b